Anda di halaman 1dari 26

Minggu, 28 April 2013

BAB I BAB II BAB III TENTANG KEJADIAN SKABIES

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Kesehatan

dapat dikemukakan dengan dua pengertian sehat, terutama dalam arti sempit dan arti luas.

Secara sempit sehat diartikan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Sedangkan secara

luas, sehat berarti sehat secara fisik, mental maupun sosial. Sedangkan menurut World Health

Organitation (WHO) 1947, sehat adalah keadaan sejahtera sempurna fisik, mental dan sosial,

yang tidak terbatas pada bebas dari penyakit atau kelemahan saja.

Menurut UU RI No 36 tahun 2009 Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,

mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif

secara sosial dan ekonomis. Kita menyadari bahwa kesehatan yang kita miliki adalah

merupakan anugerah Allah SWT yang harus kita syukuri dan dijaga. Untuk itu agar manusia

tetap dalam kondisi sehat perlu dijaga setiap saat dengan menjaga kebersihan.

Pembangunan Kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan yang besar

artinya bagi pembangunan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan sebagai
modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan

seluruh masyarakat Indonesia(Netty T. Pakpahan, 2008)

Manusia dalam kehidupannya mendambakan kesehatan terhadap dirinya dan

keluarganya. Kesehatan akan diperoleh bila terciptanya kebersihan lingkungan. Oleh karena

itu kebersihan lingkungan harus dijaga oleh semua pihak. Hal ini dapat kita terima karena

orang yang sehatlah yang mampu menghayati, melaksanakan serta berpartisipasi dalam

kegiatan menjalanin kehidupan sehari-hari.

Kebersihan merupakan anjuran bagi kita semua. Kebersihan yang dianjurkan itu

meliputi seluruh aspek kehidupan, baik fisik maupun non fisik. Kebersihan pada aspek fisik

antara lain adalah lingkungan, yang dianggap paling penting, dalam kehidupan masyarakat

dalam hal menunjang kenyamanan semua orang dalam melakukan segala aktivitas hariannya.

Dengan demikian diharapkan agar kebersihan menjadi sorotan dan perhatian semua

pihak, karena jika kebersihan lingkungan tidak dipoerhatikan maka dikhawatirkan akan

timbul bermacam-macam dampak negatif terhadap kemajuan masyarakat, melemahkan

potensi yang ada akibat terganggunya kesehatan.

Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh

lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu 15

persen dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m2. Rata-rata teval kulit 1-2 mm. Paling tebal
(6mm) terdapat ditelapak tangan dan kaki dan paling tipis (0,5 mm) terdapat di penis,

(Marwali harahap,2000).

Penyakit merupakan suatu konsep yang sulit untuk dipahami dan tidak jelas serta

memiliki defenisi yang berlainan baik secara social, budaya, maupun secara ilmu

pengetahuan. Setiap gangguan terhadap fungsi dan struktur tubuh dapat dianggap sebagai

penyakit. Penyakit dapat didefenisikan suatu pola respon yang diberikan oleh organism hidup

terhadap beberapa bentuk invasi benda asing atau terhadap cedera, yang mengakibatkan

berubahnya fungsi normal organisme tersebut.

Penyakit lebih jauh lagi didefenisikan sebagai suatu keadaan abnormal saat tubuh

tidak dapat merespon atau menjalankan fungsi normalnya. Penyaki juga merupakan suatu

kegagalan mekanisme tubuh organisme unutk bereaksi terhadap invasi benda asing sehingga

mengakibatkan gangguan pada fungsi atau struktur di beberapa bagian organism tersebut, (

Thomas C. Timmreck, 2004).

Banyak penyakit yang menyerang manusia jika lingkungan sekitarnya tidak bersih,

salah satunya adalah penyakit skabies. Hal ini dipengaruhi karena kebiasaan masyarakat yang

kurang memperhatikan dan menjaga kebersihan diri dan lingkungannya. Dalam menjaga

bersihan diri masyarakat beranggapan sudah cukup dan tidak akan menimbulkan masalah

kesehatan khususnya penyakit kulit.


Penyakit skabies merupakan penyakit kulit menular disebabkan oleh tungau Sarcoptes

scabies. Penyakit ini sering dijumpai ditempat-tempat yang padat penduduknya dengan

keadaan hygiene yang buruk. Di Indonesia penyakit skabies merupakan penyakit kulit biasa

yang banyak dijumpai didaerah tropis terutama berasal dari masyarakat yang hidup dalam

lingkungan atau keadaan hygiene sanitasi dan social ekonomi yang sangat rendah.

kurangnya pengetahuan dan hygiene perorangan dapat memicu terjadinya penyakit

scabies serta tradisi kebiasaan buruk misalnya sering berganti-ganti pakaian dengan orang

lain. Upaya kesehatan dalam rangka pencegahan dan penularan penyakit antara host agent

dan environment. Upaya ini ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan serta mencegah

akibat buruk lebih lanjut.

Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di puskesmas seluruh

Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6 % - 12,95 % dan skabies menduduki urutan ketiga dari

12 penyakit kulit tersering. Di bagian Kulit FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 704

kasus skabies yang merupakan 5,77 % dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990

prevalensi skabies adalah 6 % dan 3,9 % .

Jumlah kejadian penyakit scabies di Desa Wani 3 Kecamtan Tanantovea pada tahun

2012 memiliki angka kejadian sebanyak 67 kasus dan mengalami penigkatan pada tahun

2013 sebesar 138 kasus, (Puskesmas Wani, 2013).


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian

dengan mengangkat judul Hubungan Hygiene Perorangan Dengan Kejadian Penyakit

Skabies di Desa Wani 3 Kecamatan Tanantovea.

B. Rumusan masalah

Dari hal tersebut rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan

antara pengetahuan, kebiasaan buruk dan hygiene perorangan dengan kejadian penyakit

scabies di Desa Wani 3 Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala.

C. Tujuan penelitian

Mengetahui hubungan pengetahuan dan hygiene perorangan dengan kejadian penyaki

Scabies di Desa wani 3 Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala.

D. Manfaat penelitian

1. Bagi masyarakat

Memberi informasi kepada masyarakat dan institusi pendidikan disekitar daerah

tersebut tentang hubungan pengetahuan dan hygiene perorangan dengan kejadian penyakit

Scabies

2. Bagi Puskesmas
Memberi informasin tentang hubungan pengetahuan dan hygiene perorangan dengan

kejadian penyakit Scabies yang dapat digunakan dalam program pencegahan dan

penanggulangan penyakit Scabies, dalam program Unit Kesehatan Masyarakat (UKM).

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian tentang pengetahuan

1. Pengertian pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil Tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadapa suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (S. Notoatmodjo, 2007) :

a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah menigkatkan kembali (Recall) terhadap

suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang telah dipelajari antara lain :

menyebeutkan, menguraikan, mendefenisikan, dan menyatakan.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat mengiterpretasikan materi tersebut secara benar.

Orang yang telah paham terhadap objek / materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan

contoh, menyimpulkan, meramalkan, terhadap objek yang telah dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi dan kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai

aplikasi atau penggunaan hokum-hukum rusmus, metode, prinsip, dalam konteks atau situasi

yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adala suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam

komponen-kompenen, tetapi masih didalam sesuatu struktur organisasi, dan masih ada
lainnya satu sama lain. Seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,

mengelompokkan.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis dapat menunjukkan kepada suatu komponen untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata

bain sinleris adalah suatu kemampuan untuk menyususn formulasi baru dari format yang ada.

Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas, meyesuaikan terhadap suatu teori atau

merumuskan rumusan yang telah ada.

f. Evalusi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Penelitian-penelitian ini didasarkan pada mutu kriteria yang

telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penilaian atau responden.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Bebrapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang ( S. Notoatmodjo,

2003) :
a. Pendidikan

Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan

kepada anak yang tertuju kepada kedewasaan.

b. Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap

sesuatu dengan adanya pengetahuan yang tinggi didukung minat yang cukup dari seseorang

sangatlah mungkin seseorang tersebut akan berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan.

c. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu peristiwa yang dialami. Suatu objek psikologis cenderung

akan bersikap negatif terhadap objek tersebut untuk menjadi dasar pembentukan sikap

pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu sikap akan lebih

mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut dalam situasi yang melibatkan emosi,

penghayatan, pengalaman akan lebih mendalam dan lama membekas.

d. Usia

Usia individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin

cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir

dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih

dipercaya daripada orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya.

B. Kajian tentang hygiene perorangan


Personal Hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya perorangan

dan hygiene berarti sehat. Hygiene perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara

kebersihan kebersihan pribadi, kehidupan bermasyarakat, dan kebersihan kerja. Kebersihan

merupakan suatu perilaku yang diajarkan dalam kehidupan manusia untuk mencegah

timbulnya penyakit karena, pengaruh lingkungan serta membuat kondisi lingkungan agar

terjaga kesehatannya.

Hygiene perorangan mencakup antara lain kebersihan badan dan pakaian, yang dapat

dilakukan dengan cara :

1. Menjaga kebersihan badan dengan mandi 2 kali sehari

2. Kebiasaan mengganti pakaian, diusahakan agar mengganti pakaian 2 kali sehari agar tempat-

tempat yang tertutup dan lembab dari tubuh dapat terjaga kebersihannya. Sebaiknya pakaian

yang telah digunakan selama 1 hari tidak digunakan lagi esok harinya.

3. Kebiasaan pinjam meminjam alat pribadi seperti pakaian dan handuk merupakan kebiasaan

buruk yang dapat terjadi dirumah tangga. Mikrooragisme penyebab penyakit kulit akan tetap

hidup dan berada pada alat-alat yang tersentuh atau melekat paada kulit orang lain. Oleh

karena itu diusahakan agar tidak pinjam meminjam pakaian, handuk dan alat-alat lain yang

berpotensi menularkan penyakit kulit.

a. Tujuan hygiene perorangan


1) Meningkatkan derajat kesehatan seseorang

2) Memelihara kebersihan diri seseorang

3) Memperbaiki personal hyiene yang kurang


4) Mencagah penyakit

5) Menciptakan keindahan

6) Meningkatkan rasa percaya diri, (Hidayat, 2009).

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene

1) Body image

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya karena

adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.

2) Praktik social

Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi

perubahan pola Personal Hygiene

3) Status sosial-ekonomi

Personal Hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat

mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya

4) Pengetahuan

Pengetahuan Personal Hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat

meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita DM ia harus menjaga kebersihan

kakinya.

5) Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak boleh dimandikan.

6) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan seseorang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan dirinya seperti

penggunaan sabun, sampo, dan lain-lain.

7) Kondisi fisik

Pada keadaan sakit tertentu kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan

untuk melakukannya (Hidayat, 2009).

c. Dampak yang Sering Timbul pada Masalah Personal Hyiene

1) Dampak Fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan

perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit,

gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada

kuku.

2) Dampak Psikososial

Masalah social yang berhubungan dengan Personal Hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa

nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan

gangguan interaksi sosial

C. Kajian tentang penyakit skabies

1. Pengertian skabies

Skabies adalah erupsi kulit yang disebabkan inferstasi dan sensitasi oluh kutu

Sarcoptes scabiei varian hominis dan bermanifestasi sebagai lesi papular, pustule, vesikel,

kadang-kadang erosi serta krusta, dan terowongan berwarna abu-abu yan disertai keluhan
obyektif sangat gatal, ditemukan terutama pada daerah celah dan lipatan. Dibeberapa Negara

sinonim penyakit skabies adalah the itch (Inggris), gale (Perancis), Kratez (Jerman), mite

infestation, gudik, budukan dan gatal agogo.

Penyakit ini pertama kali diuraikan oleh dokter Abumezzan Abdel Malek bin Zohar

dengan menggunakan istilah sebagai sesuatu yang hidup pada kulit dan menyebabkan gatal.

Pada tahun 1687 Giovan Cosino Bonomo menemukan kutu scabies pertama kali sebagai little

bladder of water dari lesi scabies pada anak seorang perempuan miskin. Untuk suatu sebab

yang sulit dimengerti, penyakit scabies ternyata sering menyebabkan epidemic yang

diperkirakan terjadi setiap 30 tahun 1940-1970 pernah terjadi pandemi terbesar diseluru

dunia.

Penyakit ini telah ditemukan hampir pada semua Negara diseluruh dunia dengan

angka prevalensi yang bervariasi. Dibeberapa Negara berkembang prevalensinya dilaporkan

berkisar antara 6-27% dari populasi umum dan insidens tertinggi terdapat pada anak usia

sekolah dan remaja. Dinegara maju, termasuk USA, prevalensinya sama untuk semua

kelompok usia, (Farida Tabri, 2003).

2. Epidemiologi skabies

Skabies merupakan peyakit endemi pada banyak masyarakat. Penyakit ini dapat

mengenai semua ras dan golongan diseluruh dunia. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak-

anak dan usia remaja, tetapi dapat mengenai semua umur, insiden sama pada pria dan wanita.

Insiden scabies dinegara berkembang menunjukan siklus fluktuasi yang sampai pada saat ini
belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemi dan permulaan epidemi

berikutnya kuran gdari 10-15 tahun.

Beberapa faktor yang dapat membantu penyebarannya adalah kemiskinan, hygiene

yang jelek, seksual promiskuitas, diagnosis yang salah, demografi, ekologi dan derajat

sensitasi individual. Insidennya di Indonesia masih cukup tinggi, terendah di Sulawesi utara

dan tertinggi di Jawa barat. Penilitian scabies di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya,

menemukan insidens penderita scabies selama 1983-1984 adalah 2,7%, (Amiruddin dkk,

dalam Marwali harahap 2000:110)

3. Etiologi skabies

Sarcoptes scabiei var. hominis termasuk family Sarcoptidae dari kelas Aracnhida,

berbentuk lonjong, punggungnya cembung, dan bagian perutnya rata. Besar tungau ini sangat

bervariasi yang betina berukuran kira-kira 0,4 mm x 0,3 mm sedangkan yang jantan

ukurannya lebih lebih kecil 0,2 mm x 0,15 mm. Tungau ini translusen dan berwarna putih

kotor, pada bagian dorsal terdapt bulu-bulu dari duri serta mempunyai 4 pasang kaki, bagian

anterior 2 pasang sebagai alat untuk melekat sedangkan 2 pasang kaki terahir pada betina

berakhir dengan rambut. Pada yagn jantan pasangan kaki yang ke tiga berahir dengan rambut

dan yang ke empat berakhir dengan alat perekat (Farida Tabri, 2003).

4. Patogenesis skabies
Tungau betina yang telah dibuahi mempunyai kemampuan untuk membuat

terowongan pada kulit sampai diperbatasan stratum korneum dan stratum granulosom dengan

kecepatan 0,5-5 mm per hari. Didalam terowongan ini tungau betina akan bertelur sebanyak

2-3 butir setiap hari. Seekor tungau betina dapat bertelur sebanyak 40-50 butir semasa siklus

hidupnya yang berlangsung kurang lebih 30 hari. Telur akan menetas dalam waktu 3-4 hari,

dan menjadi larva yang mempunya 3 pasang kaki. Setelah 3 hari larva kemudian berubah

menjadi nimfa dengan 4 pasang kaki dan selanjutnya menjadi tungau dewasa.

Siklus hidup tungau mulai dar telur sampai dewasa memerlukan waktu selama 10-14

hari. Pada suhu kamar (21C dengan kelembaban relative 40-80%) tungau masih dapat hidup

diluar pejamu selama 24-36 jam. Penelitian lain tahun 1997 menemukan rata-rata 11 tungau

betina pada seorang pasien skabies.

Masuknya S. scabiei ke dalam epidermis tidak segera memberikan gejala priritus.

Rasa gatal timbul 1 bulan setelah infestasi primer serta adanya infestasi ke dua sebagai

manifestasi respon imun terhadap tungau maupun sekret yang dihasilkannya diterowongan

bawah kulit. Sekret dan eksreta yang dikeluarkan tungau betina bersifat toksik atau

antigenetik.

Diduga bahwa infiltrasi sel dan deposit IgE disekitar lesi kulit yang timbul. Pelepasan

IgE akan memicu terjadinya reakksi hipersensitivitas, meskipun hal ini masih belum jelas.

Dalam suatu penelitian dilaporkan terdapt peningktan jumlah sel mas, khususnya pada malam
hari, didaerah lesi. Hal ini berperan pada timbulnya gejala klinis dan perubahan histologis

(Farida Tabri, 2003).

5. Diagnosis dan gambaran klinik

Erupsi bervariasi, tergantung pengobatan sebelumnya, iklim, dan status imunologi

penderita. Kelainan kulit yang menyeruoai dermatitis, dengan diserati papula, vesikula,

urtika, dan lain-lain. Dengan garukan dapt timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi

sekunder. Didaerah tropis, hamper setiap kasus skabies terinfeksi sekunder oleh

Streptococcus aureus dan Sthapylococcus pyogenes. Diagnosis scabies ditegakkan atas dasar

a. Adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau berkelok-kelok,

panjangnya beberapa mili meter sampai 1 cm, dan pada ujungnya tampak vesikula, papula,

atau pustula.

b. Tempat predikleksi yang khas adalah sela jari. Pad aorang dewasa jarang terdapat dimuka

dan kepala, kecuali pada penderita imunosupresif, sedangkan pada bayi lesi dapat terjadi

diseluruh permukaan kulit

c. Penymbuhan cepat setalah pemberian obat antiskabies topikalyan gefektif

d. Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota keluargamenderita gatal

harus dicurigai adanya scabies. Gatal pada malam hari sidebakan karena temperature tubuh

menjadi lebih tinggi sehingga aktivitas kutu meningkat.


Diagnosis baru dapat ditegakkan bila ditemukan kutu dewasa, telur, larva atau

skibalnya dari dalam terowongan. Tangan dan pergelangan tangan merupakan tempat

terbanyak ditemukan kutu.

6. Cara penularan skabies

Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung,

adapun cara penularannya adalah:

a. Kontak langsung (kulit dengan kulit)

Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama

dan hubungan seksual. Pada orang dewasa hubungan seksual merupakan hal tersering,

sedangkan pada anak-anak penularan didapat dari orang tua atau temannya.

b. Kontak tidak langsung (melalui benda)

Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau

pemakaian handuk yang bersamaan dapat menimbulkan penularan.

7. Klasifikasi Skabies

Skabies adalah penyakit kulit yang sering menyerupai penyakit kulit lainnya sehingga

disebut sebagai The great imitator. Terdapat beberapa bentuk-bentuk skabies yang mana
bentuk-bentuk tersebut mempunyai ciri-ciri yang berbeda antara lain (Zainudi maskur dalam

Marwali harahap, 2000 ) :

a. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated)

Skabies yang terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya cukup bias salah didiagnosis.

Biasanya sangat sukar ditemukan terowongan. Kutu biasanya hilang akibat mandi secara

teratur.

b. Skabies pada bayi dan anak

Lesi scabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak

tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga

terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat dimuka.

c. Skabies yang ditularkan oleh hewan

Sarcoptes scabiei varian canis dapt menyerang manusia yang pekerjanya berhubungan erat

dengan hewan tersebut. Misalnya peternka dan gembala. Gejala ringan, rasa gatal kurang,

tidak timbul terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-tempat kontak. Dan akan

sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi secara teratur.

d. Skabies noduler
Nodul terjadi akibat reaksi hipersensitivitas. Tempat yang sering dikenai adalah genitelia

pria, lipat paha, dan aksila. Lesi ini dapat menetap beberapa minggu, beberapa bulan, bahkan

hingga satu tahun walaupun telah mendapat pengobatan anti scabies.

e. Skabies inkognito

Obat steroid topical atau sistematik dapat menyamarkan gejala dan tanda scabies, sementara

infestasi tetap ada. Sebaiknya, pengobatan denga steroid topical yang lama dapat pula

menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena respon imun

seluler.

f. Skabies terbaring ditempat tidur (bed ridden)

Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur dapat

menderita scabies yang lesinya terbatas.

g. Skabies krustosa (Norwegian scabies)

Lesinya berupa gambaran eritrodermi, yang disertai skuama, genralisata, eritema, dan distrofi

kuku. Krusta terdapat banyak sekali. Krusta ini melindungi Sarcoptes scabiei dibawahnya.

Bentuk ini mudah menular karena populasi Sarcoptes scabiei sangat tinggi dan gatal tidak

menonjol.
8. Pengobatan skabies

Penyakit ini bisa diatasi dengan mengoleskan krim yang mengandung permetrin atau

larutan lindane. Kedua obat tersebut efektif, tetapi lindane cenderung mengiritasi kulit, lebih

toksik dan tidak boleh diberikan kepada anak-anak.

Kadang digunakan krim yang mengandung corticosteroid (misalnya hydrocortisone)

selama beberapa hari setelah pemberian permetrin atau lindane, untuk mengurangi gatal-gatal

sampai semua tungau mati. Pengobatan juga harus dilakukan terhadap seluruh penghuni

rumah (Farid lamakarate, 2010).

9. Pencegahan scabies

Untuk mencegah penyebaran tungau pada orang lain, ambil langkah berikut :

a. Cuci semua pakaian dan kain yang anda gunakan menggunakan sabun dan air panas.

b. Tempatkan benda-benda yang tidak bisa anda cuci pada kantong plastic tertutup dan diamkan

selama dua minggu. Tungau akan mati jika mereka tidak mendapatkan makanan dalam

seminggu (Farid lamakarate, 2010)

C. Kerangka konsep
Berdasarkan uraian diatas makan kerangka konsep dalam penelitian ini seperti pada

bagan bagan dibawah ini :

Pengetahuan

Hygiene perorangan

Penyakit scabies

D. Hipotesis penelitian

a. Hipotesis alternative (Ha)

Hipotesis alternative dalam penelitian ini yaitu ada hubungan pengetahuan dan

hygiene perorangan dengan kejadian penyakit scabies di Desa Wani 3 Kecamatan Tanantove

Kabupaten Donggala.

b. Hipotesis nol (Ho)

Hipotesis nol dalam penelitian ini yaitu tidak ada hubungan pengetahuan dan hygiene

perorangan dengan kejadian penyakit scabies di Desa Wani 3 Kecamtan Tanantovea

Kabupaten Donggala.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis penelitian

Penulisan pada penelitian ini adalah penelitian analitik yaitu untuk mengetahui

hubungan hygiene perorangan dengan penyakit scabies pada masyarakat di Desa Wani 3

Kecamatan Tanantovea Kabupaten Dongggala Tahun 2013. Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah crossectional dimana pengambilan data dilakukan pada satu kurun

waktu yang bersamaan.

B. Tempat dan waktu penelitian

a. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Wani 3 Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala.

b. Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013.

C. Populasi dan sampel

a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarkat baik itu anak-anak maupun

ornag dewasa yang menetap di Desa Wani 3 Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala

yang berjumlah 127 KK.


b. Sampel

Sampel adalah sebagian wakil dari populasi yang diteliti. Dapat dikatakan bahwa

sampel adalah sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari populasi. Teknik

pengambilan sampel adalah random sampling (undian) karena setiap anggota populasi yang

ada didalam sampling frame bersangkutan mempunyai hak yang sama besar untuk dipilih

menjadi anggota sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah jumlah KK di Desa Wani 3

Kecamatan Tanantovea sebanyak 127 KK yang dihitung dengan menggnakan rumus sloivin :

Keterangan :

n : jumlah sampel
N : jumlah populasi
e : batas toleransi kesalahan (error
tolerance).

D. Variabel penelitian

Variabel dalam penelitina ini terdiri dari :

1. Variabel bebas ( Independent Variable)

Adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab timbulnya variabel terikat

yang termasuk variabel bebas dalam penulisan penelitian ini adalah pengetahuan dan hygiene

perorangan.

2. Variabel terikat (Dependent Variable)

Adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Yang

termasuk variabel terikat dalam penulisan penelitian ini adalah penyakit skabies.
E. Defenisi oprasional

Untuk memberikan pengertian yang diteliti dalam penelitian ini, maka penulis

mengemukakakn beberapa defenisi oprasional adalah sebagai berikut :

1. Pengetahuan

Yang dimaksud dalam pengetahuan ini adalah segala sesuatu yang diketahui oelh

responden tentang hygiene perorangan terhadap tejadinya penyakit skabies di Desa Wani 3

Kecamtan Tanantovea Kabputen Donggala :

a. Cara ukur : Wawancara

b. Alat ukur : Kuisioner

c. Skala ukur : Ordinal

d. Hasil ukur : - Baik apabila nilai median

- Kurang baik, apabila nilai < median

2. Hygiene perorangan

Adalah kebersihan perorangan yang bias dilihat dari kebersihan kuku, kebersihan

mata, kebersihan rambut, kebersihan kulit, dan kebersihan telinga.

a. Cara ukur : Observasi

b. Alat ukur : checklist

c. Skala ukur : Nominal

d. Hasil ukur : - Diberi skor 0 apabila kategori hygiene perorangan tidak bersih

- Diberi skor 1 apabila kategori hygiene perorangan kurang bersih


- Diberi skor 2 apabila hygiene perorangan bersih.

F. Tehnik pengumpulan data

1. Data primer

Unutk mendapatkan data primer dilakukan wawancara dan observasi langusung

terhadap subjek penelitian yaitu pengetahuan dan hygiene perorangan dengan menggunakan

kuisioner dan check list.

2. Data sekunder

Data yang diperoleh dari instasnsi terkait misalnya dari Kepala Desa Wani 3

danPuskesmas Wani Kecamtan Tanantovea Kabupaten Donggala tentang jumlah KK yang

berada di Desa Wani 3 serta banyaknya penderita scabies di Desa Wani 3.

G. Pengolahan data

a. Editing

Memeriksa data yang terkumpul. Apakah ada kesalahan atau tidak

b. Coding

Pemberian kode / bobot pada jawaban yang bersifat kategori

c. Cleaning

Penyusunan atau perhitungan data berdasarkan variabel yang diteliti.

d. Tabulating
Pemeriksaan data dan melihat variabel yang digunakan apakah datanya sudah benar atau

belum

H. Analisa data

Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa Bivariat dengan Uji- Chi-Square

unutk mengetahui hubungan variabel bebas dan variabel terikat :

a. Analisa univariat

Analisa univariat untuk menggambarkan variabel bebas dengan variabel terikat yang

disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

b. Analisa bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk mencari hubungan variabel bebas yaitu hygiene perorangan

dengan variabel terikat kejadian skabies menggunakan uji che-square dengan tingkat

kemaknaan 5% ( = 0,05).

Anda mungkin juga menyukai