I. Tujuan Praktikum
1. Untuk membandingkan kekuatan maksimum beberapa jenis logam (besi tuang,
baja, tembaga, dan alumunium).
2. Untuk membandingkan titik-titik luluh logam-logam tersebut.
3. Untuk membandingkan tingkat keuletan logam-logam tersebut melalui %
elongasi dan % pengurangan luas.
4. Untuk membandingkan fenomena necking pada logam-logam tersebut.
5. Untuk membandingkan modulus elastisitas dari logam-logam tersebut.
6. Untuk membuat, membandingkan serta menganalisis kurva tegangan regangan,
baik kurva rekayasa maupun kurva sesungguhnya dari beberapa jenis logam.
7. Untuk membandingkan tampilan perpatahan (fractograf) logam-logam tersebut
dan menganalisanya berdasarkan sifat-sifat mekanis yang telah dicapai.
y
P
Unit stress
R
Unit strain
Gejala luluh umumnya hanya ditunjukkan oleh logam-logam ulet dengan struktur kristal
BCC dan FCC yang membentuk interstitial solid solution dari atom-atom karbon, boron,
hidrogen, dan oksigen. Interkasi antara dislokasi dari atom-atom tersebut menyebabkan
baja ulet seperti mild steel menunjukkan titik luluh bawah (lower yield point) dan titik
luluh atas (upper yield point).
Baja berkekuatan tinggi dan besi tuang yang getas umumnya tidak memperlihatkan
batas luluh yang jelas. Untuk menentukan kekuatan luluh material seperti ini maka
digunakan suatu metode yang dikenal sebagai Metode Offset. Dengan metode ini
kekuatan luluh (yield strength) ditentukan sebagai tegangan di mana bahan
memperlihatkan batas penyimpangan/deviasi tertentu dari proporsionalitas tegangan
dan regangan. Umunya garis offset diambil 0.1 0.2% dari regangan total dimulai dari 0
dan ditarik ke atas sejajar dengan garis proporsional hingga berpotongan dengan kurva.
Kekuatan luluh atau titik luluh merupakan suatu gambaran kemampuan bahan menahan
deformasi permanen bila digunakan dalam penggunaan struktural yang melibatkan
pembebanan mekanik seperti tarik, tekan, bending, atau puntiran. Di sisi lain, batas luluh
ini harus dicapai ataupun dilewati bila bahan (logam) dipakai dalam proses manufaktur
produk-produk logam seperti proses rolling,drawing, streching, dan sebagainya. Dapat
dikatakan bahwa titik luluh adalah suatu tingkat tegangan yang:
Tidak boleh dilewati dalam penggunaan struktural (in service)
Harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming process)
L f L
Elongasi, (%) = | o
|x 100 %
Lo
Dimana Lf adalah panjang akhir dan Lo adalah panjang awal dari benda uji.
P
perhitungan tegangan = . Sementara pada kurva tegangan-regangan
Ao
sesungguhnya luas area aktual adalah selalu turun sehingga terjadinya perpatahan dan
P
benda uji mampu menahan peningkatan tegangan karena = sehingga notasi
A
true stress dan true strain dapat dituliskan sebagai:
F
T =
Ai
dan
li
T =ln
lo
a. Perpatahan ulet
Tahapan terjadinya perpatahan ulet pada sampel uji tarik:
1. Penyempitan awal
2. Pembentukkan rongga-rongga kecil (cavity)
3. Penyatuan rongga-rongga membentuk suatu retakan
4. Perambatan retak
5. Perpatahan gesek akhir pada sudut 45O
I. Tujuan Praktikum
1. Menguasai beberapa metode pengujian yang umum dilakukan untuk
mengetahui nilai kekerasan suatu logam.
2. Menjelaskan makna nilai kekerasan material dalam lingkungan ilmu metalurgi
dan ilmu-ilmu terapan lainnya.
3. Menjelaskan perbedaan antara pengujian kekerasan dengan metode gores,
pantulan, dan indentasi.
4. Menjelaskan kekhususan pengujian kekerasan dengan metode Brinell, Vickers,
Knoop, dan Rockwell.
5. Mengaplikasikan beberapa formulasi dasar untuk memperoleh nilai kekerasan
material dengan uji Brinell dan Vickers.
Metode Goresan
Dilakukan dengan cara mengukur kedalaman atau lebar goresan pada benda uji dengan
cara menggoreskan permukaan benda uji dengan material pembanding. Indentor yang
biasa digunakan adalah jarum yang terbuat dari intan. Namun, metode ini tidak banyak
digunakan dalam dunia metalurgi, namun masih dalam dunia mineralogi.
Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs yaitu dengan membagi kekerasan material di
dunia ini berdasarkan skala (yang kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini
bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah, hingga skala 10 sebagai nilai
kekerasan tertinggi. Dalam skala Mohs urutan nilai kekerasan material di dunia ini
diwakili oleh:
1. Talc 2. Gipsum
3. Calcite 7. Quartz
4. Fluorite 8. Topaz
5. Apatite 9. Corondum
6. Orthoclase 10. Diamond (intan)
Bila suatu mineral mampu digores oleh apatite (no.5) tetapi tidak mampu digores oleh
fluorite (no.4), maka kekerasan mineral tersebut berada antara 4 dan 5. Kekurangan
utama metode ini adalah ketidakakuratan nilai kekerasan suatu material. Bila kekerasan
mineral-mineral diuji dengan metode lain, ditemukan bahwa nilai-nilainya berkisar
antara 1-9 saja, sedangkan nilai 9-10 memiliki interval yang besar (jarang ditemukan).
Metode Indentasi
Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji dengan indentor
dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Kekerasan suatu material
ditentukan oleh dalam ataupun luas area indentasi yang dihasilkan (tergantung jenis
indentor dan jenis pengujian). Berdasarkan prinsip bekerjanya metode uji kekerasan
dengan cara indentasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Metode Brinell
Diperkenalkan oleh J.A Brinell pada tahun 1900. Pengujian kekerasan ini dilakukan
dengan memakai bola baja yang diperkeras (hardened steel ball) dengan beban dan
waktu indentasi tertentu. Hasil penekanan berupa jejak yang berbentuk setengah bola
dengan permukaan lingkaran bulat, yang harus dihitung diameternya dengan mikroskop
khusus pengukur jejak. Pengukuran nilai kekerasan suatu material diberikan oleh rumus:
D D2d2
( D )
2P
BHN =
Di mana P adalah beban (kg), D diameter indentor (mm), dan d diameter jejak (mm).
Metode Vicker
Pada metode ini digunakan indentor intan beberbentuk piramida dengan sudut 136 o.
Prinsip pengujian ini adalah sama dengan metode Brinell, walaupun jejak yang dihasilkan
berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala pada
mikroskop pengujur jejak. Nilai kekerasan material diberikan oleh:
1,854 P
VHN =
d2
Dimana d adalah panjang diagonal rata-rata dari jejak berbentuk sangkar.
Metode Rockwell
Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers dimana kekerasan suatu bahan dinilai dari
diameter/diagonal jejak yang dihasilkan, maka metode ini merupakan uji kekerasan
dengan pembacaan langsung (direct-reading). Metode ini banyak dipakai dalam industri
karena praktis. Prinsip pengujian pada metode Rockwell yaitu dengan melakukan
pembebanan sebanyak 2 tahap, di mana tahap pertama adalah pembebanan minor
untuk menentukan titik awal (starting point) dan tahap kedua adalah pembebanan
mayor (pembebanan utama). Indentor pada metode Rockwell ini berbentuk kerucut
dengan sudut 120O dari intan dengan diameter 1/16 inch atau bola baja berdiameter 1/8
inch. Beban yang digunakan bervariasi 60, 100, dan 150. Jenis indentor dan beban
menentukan skala kekerasan yang digunakan. Nilai kekerasan dapat langsung dibaca
pada display sehingga pengujian ini cukup banyak digunakan di industri.
Metode Knoop
Merupakan salah satu metode micro-hardness, yaitu uji kekerasan untuk benda uji yang
kecil. Nilai kekerasan Knoop adalah pembebanan dibagi dengan luas penampang yang
terdeformasi permanent. Jejak yang dihasilkan sekitar 0.01mm 0.1 mm dan beban
yang digunakan berkisar antara 5 gr 5 Kg. Permukaan benda uji harus benar-benar
halus.
14,2
KHN=
l2
MP e mn g i
PA en n c a t a t
Sulu i hj i a n
aeg anl i m d a t a
lBka eta a k h ne a
des a a n
anrs aa Usm a j i
psD ea n g o l a h
ianp ne l d a t a
at a i
2. Metode pantul
MP e mn g i
PA en n c a t a t
Sulu i hj i a n
aeg anl i m d a t a
Bka l et a a k h ne a
des a a n
nrsa aa Usm a j i
psD ea n g o l a h
nap i ne l d a t a
at a i
3. Metode indentasi
M PP ee mn g i
mumm
PluA i hejn i eeana nnc a t a t
Set o t d
aBtka l oenl a i kdh de a a t a
eo l d
deenesra aa a Us n a j i
pebDnv i iera c in g o l a h
s
aakntk a enine r l d a t a
ols o
p
DAFTAR PUSTAKA
I. Tujuan Praktikum
1. Menjelaskan tujuan dan prinsip dasar pengukuran harga impak dari logam.
2. Mengetahui temperatur transisi perilaku kegetasan baja struktural ST 42.
3. Menganalisa permukaan patahan (fractograf) sampel impak yang diuji pada
beberapa temperatur.
4. Membandingkan nilai impak beberapa jenis logam.
5. Menjelaskan perbedaan metode Charpy dan Izod.
Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban
yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda
uji mengalami deformasi.
Pada pengujian impak ini banyaknya energy yang diserap oleh bahan untuk terjadinya
perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut.
Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan dalam
satuan joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang
terdapat pada mesin penguji. Harga impak (HI) suatu bahan dapat diuji dengan metode
Charpy diberikan oleh:
E
HI=
A
Dimana E adalah energy yang diserap dalam satuan joule dan A luas penampang
dibawah takik dalam satuan mm2.
Secara umum benda uji impak dikelompokkan dalam dua golongan sampel standart
yaitu: batang uji Charpy, banyak digunakan di Amerika Serikat dan batang uji Izod yang
lazim digunakan di Inggris dan Eropa. Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang
bujur sangkar ( 10x10 mm) dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 45 o,
dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm. benda uji diletakkan pada
tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian yang bertakik diberi beban impak dari
ayunan bandul. Benda uji izod mempunyai penampang lintang bujur sangkar atau
lingkaran dengan takik V di dekat ujung yang dijepit.
Takik (notch) dalam benda uji standar ditunjukan sebagai suatu konsentrasi tegangan
sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi dibagian tersebut. Selain berbentuk V
dengan sudut 45o, takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang kunci (key hole).
Pengukuran lain yang bisa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah penelaahan
permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan yang tejadi. Secara umum
perpatahan digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
2) Perpatahan granular/kristalin
Perpatahan granular adalah perpatahan yang dihasilkan oleh mekanisme
pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle).
Ditandai dengan permukaan perpatahan yang datar yang mampu memberikan daya
pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).
3) Perpatahan campuran
Perpatahan campuran adalah perpatahan yang merupakan kombinasi dua jenis
perpatahan yaitu perpatahan granular dan berserat.
Selain dengan harga impak yang ditunjukkan oleh alat uji, pengukuran ketangguhan
suatu bahan dapat dilakukan dengan memperkirakan berapa persen patahan berserat
dan patahan kristalin yang dihasilkan oleh benda uji yang diuji pada temperature
tertentu. Semakin banyak persentase patahan berserat maka semakin tangguh bahan
tersebut. Cara ini dapat dilakukan dengan mengamati permukaan patahan benda uji di
bawah mikroskop stereoscan.
Informasi lain yang dapat diasilka oleh pengujian impak adalah temperature transisi.
Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis
perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperature yang berbeda-beda. Pada pengujian
dengan temperature yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa benda akan bersifat
ulet (ductile) pada temperature tinggi sedangkan pada temperature renda material akan
bersifat rapuh. Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom pada temperature
yang berbeda dimana pada temperature kamar vibrasi itu berada dalam kondisi
kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperature dinaikkan (ingatlah
bahwa energy panas merupakan suatu driving force terhadap pergerakan partikel atom
bahan). Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap
pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin
tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi menjadi relative sulit sehingga dibuthkan
energy yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur
dibawah nol drajat celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan
dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih mudah dan benda uji menjadi lebih
mudah dipatahkan dengan energi yang relatif lebih rendah.
Informasi mengenai temperature transisi menjadi demikian penting bila suatu material
akan didesain utuk aplikasi yang melibatkan rentang temperature yang besar, dari
temperature di bawah nol derajat celcius hingga temperature tinggi di atas 100 derajat
celcius misalnya.
Hampir semua logam berkekuatan rendah dengan struktur kristal FCC seperti tembaga
dan aluminium bersifat ulet pada semua temperature sementara bahan dengan
kekuatan luluh yang tinggi bersifat rapuh. Bahan keramik, polimer dan logam-loga BCC
dengan kekuatan luluh rendah dan sedang memiliki transisi rapuh-ulet bila temperature
dinaikkan. Hampir semua baja karbon yang dipakai pada jembatan, kapal, jarigan pipa,
dan sebagainya bersifat rapuh pada temperature rendah.
MPU e j i mr l a i lk i u a n
AS n a
huPI m a n a s
le i sl a
Blbp eaa hr ba e d a
De a t
napk a U d j ai 3
as
bi a h a n u j i
a i
DAFTAR PUSTAKA