Anda di halaman 1dari 25

Pendahuluan

Partai politik adalah salah satu komponen yang penting di dalam dinamika perpolitikan sebuah
bangsa. Partai politik dipandang sebagai salah satu cara seseorang atau sekelompok individu untuk
meraih kekuasaan,argumen seperti ini sudah biasa kita dengar di berbagai media massa ataupun
seminar-seminar yang kita ikuti khususnya yang membahas tentang partai politik.

Definisi Partai Politik


Partai politik, per definisi, merupakan sekumpulan orang yang secara terorganisir mem-bentuk
sebuah lembaga yang bertujuan merebut kekuasaan politik secara sah untuk bisa menjalankan
program-programnya. Parpol biasanya mempunyai asas, tujuan, ideolog, dan misi tertentu yang
diterjemahkan ke dalam program-programnya. Parpol juga mempunyai pengurus dan massa.

Ada pula Roger F Saltou yang mendefinisikan partai politik sebagai kelompok warga negara yang
sedikit banyak terorganisasikan, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan
memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan
menjalankan kebijakan umum yang mereka buat.

Asal Usul partai politik Menurut Ramlan Surbakti dalam bukunya Memahami Ilmu Politik
berasal dari 3 teori yaitu :
1. teori kelembagaan yang melihat ada hubungan antara parlemen awal dan timbulnya partai
politik.

2. teori situasi historik yang melihat timbulnya partai politik sebagai upaya sistem politik
mengatasi krisis yang ditimbulkan dengan perubahan masyarakat yang luas.

3. teori pembangunan yang melihat partai politik sebagai produk modernisasi sosial ekonomi

Fungsi-Fungsi Partai Politik

Partai politik sebagai sebuah instrumen politik memiliki beberapa macam fungsi partai politik
diantaranya.
a. melakukan sosialisasi politik, pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat
b. rekrutmen politik yaitu seleksi dan pemilihan atau pengangkatan seseorang atau sekelompok
orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik.
c. partisipasi politik, kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan
pelaksanaan kebijakan umum dan ikut menentukan pemimpin pemerintahan.
d. pemandu kepentingan, mengatur lalu lintas kepentingan yang seringkali bertentangan dan
memiliki orientasi keuntungan sebanyak-banyaknya.
e. komunikasi politik, partai politik melakukan proses penyampaian informasi mengenai politik
dari pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah.
f. pengendalian konflik, partai politik melakukan pengendalian konflik mulai dari perbedaan
pendapat sampai pada pertikaian fisik antar individu atau kelompok.
g. Kontrol politik, partai politik melakukan kegiatan untuk menunjukan kesalahan, kelemahan dan
penyimpangan dalam isi kebijakan atau pelaksaan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Sistem Partai Politik

Maurice Duverger membagi sistem partai politik menjadi tiga sistem utama yaitu :

A. Sistem partai Tunggal


Sistem partai ini biasanya berlaku di dalam negara-negara Komunis seperti Cina dan Uni Soviet

B. Sistem dua partai


Sistem partai seperti ini dianut sebagian negera yang menggunakan paham liberal pemilihan di
negara-negara tersebut mengguanakan sistem distrik. Negara yang menganut sistem dua partai
adalah Amerika Serikat dan Inggris.

C. Sistem Multipartai
Sistem partai seperti ini dianut oleh negara Belanda, Perancis, di dalam ssitem ini menganut partai
mayoritas dan minoritas dan diikuti oleh lebih dari dua partai.

ciri-ciri partai politik adalah :


1. Berakar dalam masyarakat lokal
2. Melakukan kegiatan terus menerus
3. Berusaha memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan
4. Ikut serta dalam peilihan umum.

Tujuan Partai Politik


Berdasarkan basis sosial dan tujuan partai politik dibagi menjadi empat tipe yaitu[ 7] :
1. Partai politik berdasarkan lapisan masyarakat yaitu bawah, menengah dan lapisan atas.
2. Partai politik berdasarkan kepentignan tertentu yaitu petani, buruh dan pengusaha.
3. Partai politik yang didasarkan pemeluk agama tertentu.
4. Partai politik yang didasarkan pada kelompok budaya tertentu.
Penutup
Partai politik sebagai salah satu instrumen politik yang memiliki tujuan untuk meraih
kekuasaan.Selain memiliki tujuan yang jelas adapula fungsi-fungsi yang harus dijalankan yaitu
rekrutmen politik, komunikasi politik, pengendali konflik dan lain-lain. Disamping itu partai
politik merupakan representasi dari beberapa kelompok yang ada di dalam masyarakat. Oleh
karena itu partai politik perlu kita pelajari.
PARPOL (PARTAI POLITIK)

BAB I
PENDAHULUAN

Berkembangnya aspirasi-aspirasi politik baru dalam suatu masyarakat, yang disertai dengan
kebutuhan terhadap partisipasi politik lebih besar, derngan sendirinya menuntut pelembagaan
sejumlah saluran baru, diantaranya melalui pembentukan partai politik baru. Tetapi pengalaman
di beberapa negara dunia ketiga menunjukkan, pembentukan partai baru tidak akan banyak
bermanfaat, kalau sistem kepartaiannya sendiri tidak ikut diperbaharui.
Suatu sistem kepartaian baru disebut kokoh dan adaptabel, kalau ia mampu menyerap dan
menyatukan semua kekuatan sosial baru yang muncul sebagai akibat modernisasi[i]. Dari sudut
pandang ini, jumlah partai hanya akan menjadi penting bila ia mempengaruhi kapasitas sistem
untuk membentuk saluran-saluran kelembagaan yang diperlukan guna menampung partisipasi
politik.
Sistem kepartaian yang kokoh, sekurang-kurangnya harus memiliki dua kapasitas. Pertama,
melancarkan partisipasi politik melalui jalur partai, sehingga dapat mengalihkan segala bentuk
aktivitas politik anomik dan kekerasan. Kedua, mengcakup dan menyalurkan partisipasi sejumlah
kelompok yang baru dimobilisasi, yang dimaksudkan untuk mengurangi kadar tekanan kuat yang
dihadapi oleh sistem politik. Dengan demikian, sistem kepartaian yang kuat menyediakan
organisasi-organisasi yang mengakar dan prosedur yang melembaga guna mengasimilasikan
kelompok-kelompok baru ke dalam sistem politik.
Partai politik menjalankan fungsi sebagai alat mengkomunikasikan pandangan dan prinsip-prinsip
partai, program kerja partai, gagasan partai dan sebagainya. Agar anggota partai dapat mengetahui
prinsip partai, program kerja partai atau pun gagasan partainya untuk menciptakan ikatan moral
pada partainya, komunikasi politik seperti ini menggunakan media partai itu sendiri atau media
massa yang mendukungnya
Dalam perkembangan partai politik umumnya diterima sebagai suatu lembaga penting
terutama di negara-negara yang berdasarkan demokrasi konstitusional, yaitu sebagai kelengkapan
sistem demokrasi suatu negara. Dan partai politik yang berkembang di Indonesia dapat
digolongkan dalam beberapa periode yang mempunyai ciri dan tujuan masing-masing, yaitu :
Masa penjajahan Belanda, Masa pedudukan Jepang dan masa merdeka[ii].
B. Tujuan Masalah
Yang menjadi tujuan dari permasalahan adalah:
a. Untuk mengetahui maksud dari partai politik.
b. Untuk mengetahui fungsi dari partai politik.
c. Untuk mengetahui tujuan dari pembentukan partai politik.
d. Untuk mengetahui dimana partai politik dilahirkan.
e. Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan partai politik.

C. Manfaat Masalah
Manfaat dari permasalahan adalah?
a. Kita dapat mengetahui maksud dari partai politik.
b. Kita dapat mengetahui fungsi dari partai politik.
c. Kita dapat mengetahui tujuan dari pembentukan partai politik.
d. Kita dapat mengetahui dimana partai politik dilahirkan.
e. Kita dapat mengetahui bagaimana sejarah perkembangan partai politik.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi Partai Politik


Partai politik yaitu organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan
khusus[iii]. Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya
mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.
Sedangkan definisi partai politik menurut ilmuwan politik yaitu:
Friedrich : partai politik sebagai kelompok manusia yang terorganisasikan secara stabil dengan
tujuan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin
partainya, dan berdasarkan kekuasaan tersebut akan memberikan kegunaan materil dan idil kepada
para anggotanya.[iv]
Soltau : partai politik sebagai kelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisasikan, yang
bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih,
bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan umum yang mereka buat.[v]
Tujuan dari pembentukan partai polik ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusionil untuk melaksanakan kebijakan-
kebijakan mereka.[vi]

2. Fungsi Partai Politik


Partai politik menjalankan fungsi sebagai alat mengkomunikasikan pandangan dan prinsip-prinsip
partai, program kerja partai, gagasan partai dan sebagainya. Agar anggota partai dapat mengetahui
prinsip partai, program kerja partai atau pun gagasan partainya untuk menciptakan ikatan moral
pada partainya, komunikasi politik seperti ini menggunakan media partai itu sendiri atau media
massa yang mendukungnya[vii].
Partai sebagai sarana komunikasi politik. Partai menyalurkan aneka ragam pendapat dan
aspirasi masyarakat. Partai melakukan penggabungan kepentingan masyarakat (interest
aggregation) dan merumuskan kepentingan tersebut dalam bentuk yang teratur (interest
articulation). Rumusan ini dibuat sebagai koreksi terhadap kebijakan penguasa atau usulan
kebijakan yang disampaikan kepada penguasa untuk dijadikan kebijakan umum yang diterapkan
pada masyarakat.

Partai sebagai sarana sosialisasi politik. Partai memberikan sikap, pandangan, pendapat,
dan orientasi terhadap fenomena (kejadian, peristiwa dan kebijakan) politik yang terjadi di tengah
masyarakat. Sosialisi politik mencakup juga proses menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bahkan, partai politik berusaha menciptakan image
(citra) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum.

Partai politik sebagai sarana rekrutmen politik. Partai politik berfungsi mencari dan
mengajak orang untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai.

Partai politik sebagai sarana pengatur konflik. Di tengah masyarakat terjadi berbagai
perbedaan pendapat, partai politik berupaya untuk mengatasinya. Namun, semestinya hal ini
dilakukan bukan untuk kepentingan pribadi atau partai itu sendiri melainkan untuk kepentingan
umum.

3. Tujuan Pembentukan Partai Politik


Tujuan dari pembentukan partai politik menurut Undang-undang no.2 tahun 2008 tentang partai
politik, yaitu:
mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan
undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945
menjaga dan memelihara keutuhan negara kesatuan republik Indonesia
mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan pancasila dengan menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan republik Indonesia
mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan
kegiatan politik dan pemerintahan
memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara
membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara
Selain itu ada juga tujuan partai politik menurut basis sosial dibagi menjadi empat tipe
yaitu :
Partai politik berdasarkan lapisan masyarakat yaitu bawah, menengah dan lapisan atas.
Partai politik berdasarkan kepentingan tertentu yaitu petani, buruh dan pengusaha.
Partai politik yang didasarkan pemeluk agama tertentu.
Partai politik yang didasarkan pada kelompok budaya tertentu.[viii]

4. Lahirnya Partai Politik


Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat bersamaan dengan gagasan
bahwa rakyat merupakan fakta yang menentukan dalam proses politik. Dalam hal ini partai politik
berperan sebagai penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di lain pihak[ix]. Maka
dalam perkembangannya kemudian partai politik dianggap sebagai menifestasi dari suatu sistem
politik yang demokratis, yang mewakili aspirasi rakyat.
Pada permulaannya peranan partai politik di negara-negara Barat bersifat elitis dan
aristokratis, dalam arti terutama mempertahankan kepentingan golongan bangsawan terhadap
tuntutan raja, namun dalam perkembangannya kemudian peranan tersebut meluas dan berkembang
ke segenap lapisan masyarakat. Hal ini antara lain disebabkan oleh perlunya dukungan yang
menyebar dan merata dari semua golongan masyarakat. Dengan demikian terjadi pergeseran dari
peranan yang bersifat elitis ke peranan yang meluas dan populis.
Perkembangan selanjutnya adalah dari Barat, partai politik mempengaruhi dan berkembang
di negara-negara baru, yaitu di Asia dan Afrika. Partai politik di negara-negara jajahan sering
berperan sebagai pemersatu aspirasi rakyat dan penggerak ke arah persatuan nasional yang
bertujuan mencapai kemerdekaan. Hal ini terjadi di Indonesia (waktu itu masih Hindia Belanda)
serta India. Dan dalam perkembanganya akhir-akhir ini partai politik umumnya diterima sebagai
suatu lembaga penting terutama di negara-negara yang berdasarkan demokrasi konstitusional,
yaitu sebagai kelengkapan sistem demokrasi suatu negara.

5. Sejarah Perkembangan Partai Politik


Perkembangan partai politik di Indonesia dapat digolongkan dalam beberapa periode
perkembangan, dengan setiap kurun waktu mempunyai ciri dan tujuan masing-masing, yaitu :
Masa penjajahan Belanda, Masa pedudukan Jepang dan masa merdeka[x].

a. Masa Penjajahan Belanda.


Masa ini disebut sebagai periode pertama lahirnya partai politik di Indoneisa (waktu itu
Hindia Belanda). Lahirnya partai menandai adanya kesadaran nasional. Pada masa itu semua
organisasi baik yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah, ataupun yang
berazaskan politik agama dan sekuler seperti Serikat Islam, PNI dan Partai Katolik, ikut
memainkan peranan dalam pergerakan nasional untuk Indonesia merdeka.
Kehadiran partai politik pada masa permulaan merupakan menifestasi kesadaran nasional
untuk mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setelah didirikan Dewan Rakyat , gerakan
ini oleh beberapa partai diteruskan di dalam badan ini. Pada tahun 1939 terdapat beberapa fraksi
di dalam Dewan Rakat, yaitu Fraksi Nasional di bawah pimpinan M. Husni Thamin, PPBB
(Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera) di bawah pimpinan Prawoto dan Indonesische
Nationale Groep di bawah pimpinan Muhammad Yamin.
Di luar dewan rakyat ada usaha untuk mengadakan gabungan partai politik dan
menjadikannya semacam dewan perwakilan rakyat. Pada tahun 1939 dibentuk KRI (Komite
Rakyat Indoneisa) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang merupakan gabungan
dari partai-partai yang beraliran nasional, MIAI (Majelis Islami) yang merupakan gabungan partai-
partai yang beraliran Islam yang terbentuk tahun 1937, dan MRI (Majelis Rakyat Indonesia) yang
merupakan gabungan organisasi buruh.

b. Masa Pendudukan Jepang


Pada masa ini, semua kegiatan partai politik dilarang, hanya golongan Islam diberi
kebebasan untuk membentuk partai Masyumi, yang lebih banyak bergerak di bidang sosial.

c. Masa Merdeka (mulai 1945).


Beberapa bulan setelah proklamsi kemerdekaan, terbuka kesempatan yang besar untuk
mendirikan partai politik, sehingga bermunculanlah parti-partai politik Indonesia. Dengan
demikian kita kembali kepada pola sistem banyak partai.
Pemilu 1955 memunculkan 4 partai politik besar, yaitu : Masyumi, PNI, NU dan PKI. Masa
tahun 1950 sampai 1959 ini sering disebut sebagai masa kejayaan partai politik, karena partai
politik memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara melalui sistem
parlementer[xi]. Sistem banyak partai ternyata tidak dapat berjalan baik. Partai politik tidak dapat
melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun dan tidak dapat
melaksanakan program kerjanya. Sebagai akibatnya pembangunan tidak dapat berjaan dengan baik
pula. Masa demokrasi parlementer diakhiri dengan Dekrit 5 Juli 1959, yang mewakili masa masa
demokrasi terpimpin.
Pada masa demokrasi terpimpin ini peranan partai politik mulai dikurangi, sedangkan di
pihak lain, peranan presiden sangat kuat. Partai politik pada saat ini dikenal dengan NASAKOM
(Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI dan PKI. Pada masa Demokrasi
Terpimpin ini nampak sekali bahwa PKI memainkan peranan bertambah kuat, terutama memalui
G 30 S/PKI akhir September 1965).
Setelah itu Indonesia memasuki masa Orde Baru dan partai-partai dapat bergerak lebih
leluasa dibanding dengan msa Demokrasi terpimpin. Suatu catatan pada masa ini adalah
munculnya organisasi kekuatan politik bar yaitu Golongan Karya (Golkar). Pada pemilihan umum
thun 1971, Golkar munculsebagai pemenang partai diikuti oleh 3 partai politik besar yaitu NU,
Parmusi (Persatuan Muslim Indonesia) serta PNI.
Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan partai melalui fusi partai politik. Empat partai
politik Islam, yaitu : NU, Parmusi, Partai Sarikat Islam dan Perti bergabung menjadi Partai Persatu
Pembangunan (PPP). Lima partai lain yaitu PNI, Partai Kristen Indonesia, Parati Katolik, Partai
Murba dan Partai IPKI (ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) bergabung menjadi Partai
Demokrasi Indonesia. Maka pada tahun 1977 hanya terdapat 3 organisasi keuatan politik Indonesia
dan terus berlangsung hinga pada pemilu 1997. Setelah gelombang reformasi terjadi di Indonesia
yang ditandai dengan tumbangnya rezim Suharto, maka pemilu dengan sistem multi partai terus
berlanjut hingga pemilu 2004.[xii]

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan

a. Partai Politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk
dengan tujuan
khusus.
b. Partai Politik di Indonesia pertama kali dibentuk sejak jaman penjajahan Belanda, meskipun
system politik di Indonesia bersifat multipartai, namun pada masa orde baru sempat terjadi
pemusatan kekuatan sehingga partai politik hanya ada 3 partai politik. Sejak jaman reformasi
Indonesia kembali menjadi system multipartai.
c. Yang diperlukan oleh partai politik bukan hanya dukungan, tapi juga kesabaran pemilih untuk
memberikan kesempatan kepada partai politik pilihan, agar partai politik Indonesia biar menjadi
lebih baik lagi dari sekarang.

2. Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dari
kesempurnaan, maka agar makalah ini sempurna mohon kritik dan saran dari pembaca, dan penulis
mengucapkan terimakasih.
Tugas Proyek Pengantar Ilmu Politik tentang Partai Politik Masa Depan

BAB I
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Partai Politik
Sebuah partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau
dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-
anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah
untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara
konstitusionil untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka
Partai politik adalah sarana politik yang menjembatani elit-elit politik dalam upaya
mencapai kekuasaan politik dalam suatu negara yang bercirikan mandiri dalam hal finansial,
memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung kepentingan-kepentingan kelompok
dalam urusan politik, dan turut menyumbang political development sebagai suprastruktur politik.
Dalam rangka memahami Partai Politik sebagai salah satu komponen Infra Struktur Politik
dalam negara, berikut beberapa pengertian mengenai Partai Politik, yakni :
1) Carl J. Friedrich, Partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil
dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasan pemerintah bagi pemimpin Partainya,
dan berdasarkan penguasan ini memberikan kepada anggota Partainya kemanfaatan yang bersifat
ideal maupun materil.
2) R.H. Soltou, Partai Politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyaknya
terorganisir, yang bertindak sebagai satukesatuan politik, yang dengan memanfaatkan kekuasan
memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum mereka.
3) Sigmund Neumann, Partai Politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis Politik yang berusaha
untuk menguasai kekuasan pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan
melawan golongan-golongan lain yang tidak sepaham.
4) Miriam Budiardjo, Partai Politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-
anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh
kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna
melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
Sistem politik Indonesia telah menempatkan Partai Politik sebagai pilar utama penyangga
demokrasi. Artinya, tak ada demokrasi tanpa Partai Politik. Karena begitu pentingnya peran Partai
Politik, maka sudah selayaknya jika diperlukan sebuah peraturan perundang-undangan mengenai
Partai Politik. Peraturan perundang-undangan ini diharapkan mampu menjamin pertumbuhan
Partai Politik yang baik, sehat, efektif dan fungsional.
Pentingnya keberadaan Partai Politik dalam menumbuhkan demokrasi harus dicerminkan
dalam peraturan perundang-undangan. Seperti diketahui hanya Partai Politik yang berhak
mengajukan calon dalam Pemilihan Umum. Makna dari ini semua adalah, bahwa proses politik
dalam Pemilihan Umum (Pemilu), jangan sampai mengebiri atau bahkan menghilangkan peran
dan eksistensi Partai Politik. Kalaupun saat ini masyarakat mempunyai penilaian negatif terhadap
Partai Politik, bukan berarti lantas menghilangkan eksistensi partai dalam sistem ketatanegaraan.
Semua yang terjadi sekarang hanyalah bagian dari proses demokrasi.
Untuk menciptakan sistem politik yang memungkinkan rakyat menaruh kepercayaaan,
diperlukan sebuah peraturan perundang-undangan yang mampu menjadi landasan bagi tumbuhnya
Partai Politik yang efektif dan fungsional. Dengan kata lain, diperlukan perubahan terhadap
peraturan perundang-undangan yang mengatur sistem Politik Indonesia yakni Undang-undang No.
31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan
Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Undang-undang No. 23 tahun 2003 tentang Pemilihan
Umum Presiden dan Wakil Presiden, dan Undang-undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan
dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Dengan kondisi Partai Politik yang sehat dan fungsional, maka memungkinkan untuk
melaksanakan rekrutmen pemimpin atau proses pengkaderan, pendidikan politik dan kontrol sosial
yang sehat. Dengan Partai Politik pula, konflik dan konsensus dapat tercapai guna mendewasakan
masyarakat. Konflik yang tercipta tidak lantas dijadikan alasan untuk memecah belah partai, tapi
konflik yang timbul dicarikan konsensus guna menciptakan partai yang sehat dan fungsional.
Menumbuhkan Partai Politik yang sehat dan fungsional memang bukan perkara mudah.
Diperlukan sebuah landasan yang kuat untuk menciptakan Partai Politik yang benar-benar
berfungsi sebagai alat artikulasi masyarakat. Bagi Indonesia, pertumbuhan Partai Politik telah
mengalami pasang surut. Kehidupan Partai Politik baru dapat di lacak kembali mulai tahun 1908.
Pada tahap awal, organisasi yang tumbuh pada waktu itu seperti Budi Oetomo belum bisa
dikatakan sebagaimana pengertian Partai Politik secara modern. Budi Utomo tidak diperuntukkan
untuk merebut kedudukan dalam negara (public office) di dalam persaingan melalui Pemilihan
Umum. Juga tidak dalam arti organisasi yang berusaha mengendalikan proses politik. Budi
Oetomo dalam tahun-tahun itu tidak lebih dari suatu gerakan kultural, untuk meningkatkan
kesadaran orang-orang Jawa.
1.2 Keadaan Partai Politik Di Indonesia Saat Ini
Di era reformasi ini jalannya demokrasi Indonesia ternyata masih panjang dan berliku.
Terutama pada salah satu pilar demokrasi yang penting yakni partai politik. Partai politik memang
mempunyai peran dan fungsi strategis. Secara ideal partai politik dapat menentukan dan
menyeleksi kandidat pejabat publik. Tidak hanya itu, partai politik juga berperan dan bertanggung
jawab besar dalam pendidikan politik warga negara agar mereka bisa lebih melek secara politik.
Lebih lanjut, di sisi lain, partai politik juga mempunyai tugas untuk mengartikulasi sekaligus
mengagregasikan berbagai macam kepentingan dalam masyarakat sekaligus dalam konteks
tertentu bertanggung jawab menuntaskan berbagai konflik yang muncul.
Meski begitu, diyakini pula tidak semua peran ideal tersebut mampu dijalankan secara
konsekuen dan konsisten. Bahkan,saat ini keadaan partai politik di Indonesia sungguh
memprihatinkan karena banyaknya partai politik yang kehilangan jati diri dan arah
perkembangannya. Sekarang partai politik lebih mengutamakan kepentingan diri atau golongan
dan menjadikannya motif untuk bersikap dan bertindak di dalam perjuangan kekuasaan dan
penggunaan kekuasaan negara. Maka masyarakat atau bangsa Indonesia menjadi terbiasa dengan
ulah partai politik yang membiarkan rakyat dan negara merugi asal bukan partainya.
Kondisi perpolitikan Indonesia di tahun 2011 diprediksi akan berbeda dengan kondisi
tahun sebelumnya 2010. Bila sebelumnya situasinya saling mengunci maka pada tahun ini
situasinya diperkirakan saling menyerang. Menurut pengamat politik Sukardi Rinakit, Perubahan
situasi politik tersebut dipengaruhi tiga aspek, yakni aspek bawaan 2010, aspek obyektif, dan aspek
daerah. Pada aspek bawaan, tiap partai politik telah memiliki amunisi yang dikumpulkan sejak
2010 untuk menyerang partai lain di tahun ini. "Amunisi itu seperti kasus Gayus yang dikaitkan
dengan Golkar, kasus Bank Century dengan Demokrat, kasus travel cek Miranda Goeltom dengan
PDIP, dan kasus Misbhakun dengan PKS," kata Sukardi Rinakit dalam Polemik Trijaya dengan
tema Meneropong Indonesia 2011 di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (08/01).
Dalam aspek obyektif, Sukardi mencontohkan harga cabai yang makin hari semakin mahal.
Kondisi tersebut akan semakin parah bila pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tergesa-gesa,
misalnya dengan kenaikan harga tiket kereta ekonomi. Momentum ini bisa dipakai untuk
menyerang kekuatan politik lawannya.
Untuk aspek dari daerah, Sukardi mencontohkan polemic keistimewaan Yogyakarta yang
hingga saat ini masih berlarut-larut. Menurut Sukardi, pemerintah harus cepat menyelesaikan
polemic tersebut. Kalau tidak, masalah itu juga akan dijadikan partai lain sebagai amunisi untuk
menyerang Demokrat. Meski pun diperkirakan kondisi politik mulai memanas, namun Sukardi
meminta parapolitikus menyerap semangat sportivitas supporter sepak bola. Sebab kalau tidak
maka politik di Indonesia tidak akan pernah dewasa.
Kehadiran partai politik di Indonesia menjadi begitu dilematik. Di satu sisi, hadir sebagai
pengantar dalam upaya menuju bangsa yang demokrasi. Di sisi yang lain, partaipolitik muncul
seolah menjadi benalu yang menghisap sari pati demokrasi dari tubuh bangsa ini. Hingar bingar
pra Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta membawa angin yang tidak segar, terutama bagi
penduduk di kota ini. Calon-calon gubernur dan wakil gubernur tak henti-henti menjadi sorotan
media-media massa. Berita menarik terakhir, terkait dengan uang setoran yang harus dibayarkan
oleh setiap tokoh yang ingin mencalonkan diri. Setiap orang yang ingin diusung untuk menjadi
kandidat gubernur maupun wakilnya, harus menyetor uang yang tak tanggung-tanggung kepada
partai politik, miliaran rupiah.
Meski selentingan-selentingan semacam ini masih terlihat kabur, namun jika kasus ini benar
adanya, tentu jelas seperti apa wajah partai politik Indonesia yang ada saat ini. Partai politik yang
seharusnya menjadi wahana pendewasaan demokrasi bangsa, berubah menjadi sebuah agen jual
beli kekuasaan dan tempat penampungan dana dari masyarakat dan hal ini seolah sah dan baik-
baik saja. Melihat kondisi yang seperti ini, tentu bangsa ini semakin risih dengan ulah aktor-aktor
politik ini, aktor-aktor yang pintar berdalih.Dibutuhkanlah partai-partai politik yang benar-benar
mengabdikan dirinya pada upaya pendewasaan demokrasi.

Meskipun akan sulit sekali menemukan partai politik seperti ini, pesimisme ini tentu tak
boleh dibiarkan berlarut-larut, demi sebuah perubahan tentunya. Harus ada upaya yang sungguh-
sungguh dari partai-partai politik, rakyat, media massa, dan Negara untuk mewujudkan perubahan
yang lebih baik. Keempat elemen ini harus ada, atau paling tidak harus ada upaya yang muncul
dari partai politik, rakyat, dan media massa itu sendiri. Posisi negara yang meski vital namun masih
tak sepenting tiga unsure lainnya. Akan benar sekali bahwa partai politik dapat
mentransformasikan diri hanya oleh dirinya sendiri. Jika mau berubah, tentu perubahan itu akan
muncul, tapi karena semua telah tenggelam dalam suasana kegilaan politik semacam ini, layaknya
perubahan itu tak perlu dilakukan. Akan lebih nikmat bila suasana tetap seperti ini. Akan lebih
nyaman jika perubahan tak pernah terjadi. Inilah ciri khas manusia Indonesia, manusia yang tahan
uji, tahan banting, sosok manusia dengan kesabaran yang sempurna demikianlah kata Cak Nun.
Kedua, rakyat yang telah menyadari kegilaan dunia politik, tentu akan memiliki pilihan-
pilihan dan cara dalam menentukan sikap politiknya. Semakin sadar satu masyarakat pada apa
yang menjadi pilihannnya, tentu semakin baik pola piker mereka. Implikasi dari hal ini adalah
semakin berkurangnya jumlah massa pada partai politik itu, akibat surutnya rasa percaya
masyarakat pada partai politik. Untuk menarik massa kembali, partai politik akan segera
memperbaiki dan menampakkan kinerja baiknya kembali. Nampak ada hubungan yang begitu
manis dari sini. Namun rakyat sebagai agen perubahan pun bukannya tanpa kendala. Kendala
utama yang dihadapi rakyat itu adalah menumbuhkan kedewasaan rakyat itu sendiri.
Kondisi yang tergambar dari rakyat Indonesia saat ini jelas merupakan gambaran sebagai
sekumpulan manusia dengan budaya yang serba menerima apa adannya (budaya bisu). Jelas sulit
mendewasakan rakyat seperti ini. Ketiga, perubahan pada partai politik (demokratisasi) akan
muncul dengan bantuan media massa. Partai politik yang melakukan perselingkuhan, sedikit
banyak akan berubah dengan adanya sorotan yang intens dari media massa. Sebuah partai akan
berfikir cerdas ketika setiap saat menjadi sorotan media massa, lagi-lagi ini juga karena upaya
menjaga image yang dibangun oleh partai politik tersebut. Media massalah, yang saat ini dapat
menjadi tumpuan utama dari upaya pendewasaan diri Parpol di Indonesia.
Media massa yang sejak paska reformasi mengalami perubahan kearah yang baik, tentu
dapat dijadikan panduan dalam membantu mengontrol upaya demokratisasi di atas. Pengaruh
negative politik terhadap media massa agaknya dapat diminimalisir, sehingga suara
independennya dapat terjaga. Media massa harus berperan aktif dalam upaya perubahan itu,
dengan melakukan tekanan dan investigasi-investigasi mendalam terhadap partai politik
Indonesia. Namun, karena perubahan dalam diri partai politik itu cakupannya masih setengah-
setengah, dalamartian, perubahan itu muncul bukan karena adanya keinginan untuk mewujudkan
perubahan itu sendiri. Maka, perubahan yang sesungguhnya akan ada di saat ketiga elemen di ata
seksis dalam menjaga kesinambungan perubahan itu.
Hal ini karena media partai politik enggan meninggalkan kenyamanannya pada kondisi
saat ini, sengatan-sengatan media massa hanya memunculkan upaya partai politik untuk
memperbaiki image. Perlu diingat bahwa partai politik dan rakyat yang sakit
takdapatmenyembuhkan dirinya sendiri. Maka, usaha perubahan itu dimulai melalui media massa.
Media massa terlebih dahulu harus menyembuhkan partai-partai politik yang sakit. Setelah upaya
ini selesai, tahap berikut adalah upaya pendewasaan pola piker rakyat. Di mana secara persuasive
sedikit demi sedikit rakyat yang menjadi anggota partai politik tidak hanya diberi penyuluhan.
Penyuluhan hanya menimbulkan efek sementara bagi pola piker rakyat.Yang lebih penting adalah
dengan menjadi partai politik yang bersih, rakyat dapat memperoleh satu panutan baik dalam ranah
perpolitikan bangsa.
Minimnya panutan-panutan baik inilah yang selama ini menjadi kendala dalam
mewujudkan demokrasi Indonesia. Partai-partai politik di Indonesia dapat memilih, hendak
menampilkan wajah bopeng yang ditutup topeng atau wajah asli tanpa bopeng. Akal sehat tentu
memilih pilihan kedua.
Selain hal itu, masih banyak lagi hal yang menggambarkan betapa carut-marutnya keadaan
partai politik saat ini. Salah satunya adalah keinginan untuk menang dalam kompetisi secara instan
yakni dengan menjual figure tokoh.
Contohnya pencalonan artis menjadi kepala daerah, artis yang terkenal dengan pelantun
tembang Belah Duren, Julia Perez bersedia dicalonkan sebagai Bupati/Wakil Bupati Pacitan. Ini
adalah salah satu indikasi kegagalan partai dalam melakukan kaderisasi kepemimpinan. Mereka
terjebak pada logika massa dengan memanfaatkan begitu banyak fitur modernisasi dan kebutuhan
instant masyarakat untuk meraih tujuan pragmatis yang pendek seperti lolos sebagai caleg dalam
pemilihan umum atau berhasil memenangkan pasangan calon dalam pemilihan kepala daerah.
Padahal menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik , partai politik
berfungsi sebagai sarana pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat, penciptaan iklim yang
kondusif dalam menyejahterakan masyarakat, penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi
masyarkat, wadah partisipasi politik warga negara dan rekrutmen politik.
Semakin lama, tingkat persaingan antarparpol tentu saja semakin tinggi dan ketat. Jalan
untuk meraih suara pemilih secara pintas adalah dengan memanfaatkan ketokohan partai. Tokoh-
tokoh partai yang mempunyai nama besar dan tentu saja dikenal menjadi daya pikat. Semua atribut
ini biasanya berasal dari petinggi partai. Sadar akan kondisi yang ada, maka terjadi simbiosis
mutualisme antara tokoh dan klan keluarga yang mencalonkan diri. Tokoh partai memiliki tujuan
untuk melanjutkan tujuan yang belum tercapai. Ini berarti, pencalonan dari klan keluarga bukan
berdasarkan faktor ideologi partai, akan tetapi lebih besar karena dipengaruhi oleh faktor
pragmatisme tokoh. Praktik semacam ini tentu saja akan mendapat respon dan gejolak keras dari
kader-kader partai yang lain. Terlebih jika mereka merasa memerlukan kerja keras dan
pengorbanan untuk duduk dalam posisi puncak partai. Bahkan telah jauh-jauh hari melakukan
kerja keras dan penggalangan dukungan di tingkat akar rumput. Publik pun memandang tidak ada
kemajuan berarti dalam cara berpolitik yang dipertontonkan partai. Sehingga dapat kembali
menurunkan kepercayaan rakyat. Padahal, untuk menciptakan partai politik yang efektif dan
fungsional diperlukan adanya kepercayaan penuh dari rakyat. Tanpa dukungan dan kepercayaan
rakyat, partai politik akan terus dianggap sebagai pembawa ketidakstabilan politik sehingga
kurang berkah bagi kehidupan rakyat.
Respon negative dan gejolak ini jika tidak ditanggapi dengan bijak berpotensi untuk
merusak tatanan dalam partai itu sendiri. Bukan tidak mungkin akan menimbulkan perpecahan
dalam partai. Bahkan kader-kader partai yang merasa terzalimi dapat membentuk parta-partai
tandingannya yang terpisah dari induknya. Artinya, keinginan rakyat untuk menciptakan jumlah
partai yang sedikit agar lebih stabil akan tersendat untuk dapat terwujud.
Partai tidak hanya sekedar menjadi batu loncat karir politik seseorang, lebih dari itu partai
harus menjadi pabrik kepemimpinan yang mampu melahirkan pemimpin dengan kualifikasi ideal.
Disini arah ideologis partai dalam memenuhi fungsinya sebagai pendidikan politik dalam rangka
kesejahteraan rakyat menjadi penting untuk dikaji sebagai spirit dalam gerakan gerakan perubahan
dalam masyarkat.
Pada momentum pemilu maupun pemilu kada, masyarakat sudah tidak lagi membeo dalam
memilih akibat dibukanya kran demokrasi selama tiga puluh tahun. Ini memberikan ruang sebesar-
besarnya kepada setiap orang untuk menentukan parameter apa yang digunakan dalam pemilihan,
yang jelas terlihat adalah masyarakat menggunakan parameter materialistik, sehingga mereka yang
berniat bertarung dalam pesta demokrasi harus mempersiapkan modal sebanyak-banyaknya agar
bisa membeli suara rakyat dengan uang ataupun barang. Hal ini diperparah dengan rahasia umum
bahwa partai pun melakukan transaksi politik dagang sapi dengan para kandidat, terlepas dari
alasan apologetik yang dilontarkan setiap partai dalam menjawab masalah ini. Dalam alam pikiran
masyarakat terpahat ketidak percayaan terhadap ketulusan niat kandidat dan motivasi partai dalam
rasionalisasi pilihan-pilihan dukungan yang ditawarkan kepada mereka. Sehingga kecerdasan
masyarakat membaca ini pun bisa dilihat dalam ungkapan sederhana yang sering ditemukan di
masyarakat daripada setelah terpilih tidak dapat apa-apa lebih baik ambil sebanyak-banyaknya
uang/pemberian dari para calon, setelah itu terserah anda mau anda apakan daerah yang anda
pimpin saya lebih sibuk bekerja. Ketika ini terjadi, maka sesungguhnya kemajuan dalam berbagai
aspek akan sangat sulit tercapai. Karena pemimpin yang terpilih hanya bermodalkan visi dangkal
tanpa spirit sementara masyarakat acuh tak acuh dengan pemimpin yang dipilihnya.
Iklim keterbukaan sekarang ini sebenarnya adalah momentum yang baik untuk
memasarkan beberapa alternatif strategi perubahan yang mestinya direbut oleh partai sebagai salah
satu pilar demokrasi. Yakni dengan memunculkan partai politik yang berkarakter, dan
menawarkan sesuatu lebih dari sekedar tawaran periodik lima tahunan atau sepuluh tahunan.
Menurut J Kristiadi perlu sebuah sistem kaderisasi partai yang berkesinambungan dan konstan
dilakukan sebagai ujud keseriusan dalam mencetak calon pemimpin di masa depan. Kesimpulan
ini diambil dengan mengamati fenomena artis ramai-ramai memasuki panggung politik dan
meninggalkan panggung hiburan untuk sementara. Seperti Emilia Kontessa, Ayu Azhari, Kristina,
Eko Patrio, Andre Taulani dan Julia Perez yang dipinang oleh beberapa partai politik.
Pertanyaannya adalah standar kualifikasi seperti apa yang digunakan oleh partai politik dalam
menentukan calon dalam pemilu kada. Dari berbagai informasi popularitas dan uanglah yang
menjadi jawaban sesungguhnya meski ada kesan rasionalisasi yang terkesan apologetik dalam
menjawab pertanyaan macam ini.
Sesungguhnya bukan karena profesi artis yang menjadi masalah, karena semua orang
punya hak dalam mencalonkan atau dicalonkan, tetapi hal ini menjadi pertanyaan ketika misalnya
seorang Jupe yang bersedia dicalonkan menjadi calon bupati/wakil bupati di Pacitan sementara
indikator mengapa memilih Jupe tidak terpenuhi. Kita melihat dalam beberapa wawancara
terkesan kurang memahami dan kurang wawasan yang seharusnya dimiliki oleh seorang politisi.
Jika dirunut ke belakang, sebenarnya fenomena ini bisa ditemukan di Pemilu 2009 lalu
dimana proses pencalegan partai-partai politik tidak lagi berdasarkan kualitas, tetapi berdasarkan
kedekatan dengan elit partai, popolaritasnya serta uang yang dimiliki sebagai modal untuk turut
serta dalam proses demokrasi ini. Indikator lain seperti tingkat pendidikan, moralitas, rekam jejak
dan sebagainya hanya pelengkap penderita saja. Sehingga yang terjadi kita temukan cerita-cerita
menggelikan sekaligus memilukan terjadi di ruang wakil rakyat. Kasus-kasus ijazah palsu oleh
anggota DPR/DPRD merupakan indikasi dari lemahnya rekam jejak yang dibutuhkan dalam
melihat seorang calon. Kemampuan intelektual dalam memahami peraturan perundangan hanya
bisa disamakan dengan pentium II dalam ilmu komputer, belum lagi perilaku amoral yang hanya
sebagian kecil muncul di media, hingga fungsi dewan yang berfungsi melahirkan peraturan,
penganggaran dan pengawasan tidak berjalan dengan baik.
Akhirnya masyarakat sudah tidak percaya lagi terhadap partai politik,karena partai
kehilangan cara untuk meyakinkan masyarakat tentang posisinya yang berada bersama
masyarakat. Seringkali partai terkesan layaknya perusahaan yang dimiliki oleh komunitas atau
klan keluarga tertentu, sehingga tidak lagi dipercaya sebagai wadah pembentukan pemimpin yang
berkarakter. Selain itu partai belum menemukan cara yang baik dalam mengkomunikasikan/
menyambungkan gagasan-gagasan ideal partai dengan pragmatisme masyarakat. Ini berujung pada
perubahan-perubahan yang seharusnya bisa dihindari.
Dalam analogi organik Herbert Spencer dinyatakan bahwa masyarakat seperti tubuh
manusia, seperti sebuah organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.
Peran partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi menjadi penting adanya. Karena akan
memberikan pengaruh terhadap proses perubahan. Jika partai politik sudah tidak lagi menjadi
entitas yang dipandang sebagai tempat bersemainya idealisme kepemimpinan, maka ini akan
berujung pada krisis kepemimpinan yang sangat membahayakan masa depan. Oleh karena itu
tugas partai politik saat ini setidaknya adalah; pertama kembali menajamkan konsep-konsep
ideologisnya untuk kemudian ditransformasikan kepada seluruh kader melalui sistem yang telah
dirumuskan secara matang. Kedua mengembalikan kepercayaan masyarakaat terhadap partai
politik sebagai unsur perubah untuk tatanan kehidupan yang lebih baik. Ketiga merumuskan dan
menguatkan mekanisme check and balance dalam konteks kepartaian sehingga dinamika politik
adalah laboratorium pembelajaran dalam kesiapan kader dalam meresepon tantangan demokrasi.
Menawarkan dimensi ideologis partai politik ke ruang publik membutuhkan proses dan
energi panjang bagi masyarakat dengan kebebasan euforia demokrasi yang menurut Tjipta
Lesmana sudah sangat kebablasan. Lebih mudah bercerita tentang tawaran-tawaran pragmatis
partai apalagi dalam konteks pemilu kada. Tetapi jika ini tidak dilakukan maka bangsa ini tidak
akan menemukan jati dirinya sendiri ditengah arus globalisasi dan modernisasi yang demikian
cepat.
Salah satu fenomena partai politik di Indonesia adalah menyandarkan pada kharisma
kepemimpinan yang disandang oleh individu yang mempengaruhi partai. Padahal modernisasi
partai selayaknya melepaskan ketergantungan individu untuk lebih mengarahkan pada kerangka
pemikiran/ide yang lebih besar yang menjadi spirit komunal, tidak terjebak pada ikatan-ikatan
temporer semata. Ini akan bisa mengembalikan kepercayaan publik jika dikelola dengan baik,
karena masyarakat saat ini sudah sedemikian dinamisnya dalam perubahan akibat keterbukaan
informasi, sehingga diperlukan penyikapan yang sesuai. Informasi juga sekaligus menjadi
mekanisme check and balance yang sekaligus memberikan psychological reward dan punishment
(penghargaan dan hukuman psikologis) bagi partai politik dan masa depannya. Jika perubahan ini
tidak segera direspon dengan baik, maka ketidakpercayaan publik terhadap partai akan memicu
gerakan-gerakan masyarakat anti politik yang lebih besar, dan mungkin kita bisa beralih ke wacana
negara tanpa partai.
Memang eksistensi partai di negeri ini menjadi persoalan besar yang tidak ada habisnya
dibicarakan. Dihubungkan dengan hasil survei yang kembali mendudukan partai politik dalam
posisi yang tidak beranjak dari masa sebelumnya. Keterpurukan partai politik dalam menjalankan
fungsinya memang menjadi persoalan yang meredam daya tarik institusi politik ini. Jika
diinventriskan, berbagai penyebab menyertai keterpurukan partai. Dari sisi ideologi,
ketidakjelasan masih tercermin di sebagian partai, baik dari level filosofis maupun pada
implementasi program. Dalam kondisi seperti itu, kecenderungan munculnya faksi-faksi di dalam
partai menjadi dominan, yang acap kali pula diikuti konflik yang berujung pada fragmentasi partai.
Dalam pemandangan lain, ketidakjelasan ini tecermin dalam terbentuknya koalisi di antara sesama
partai. Batas ideologi, program, ataupun eksistensi historis partai tidak lagi menjadi halangan
dalam berkoalisi. Artikulasi politik yang berseberangan ataupun sama tidak lagi menjadi harga
mati dalam berkoalisi. Koalisi pun berlangsung singkat dan semakin tidak terpola. Semakin
menjadi persoalan pula dominannya orientasi terhadap materi yang kerap kali dipertontonkan
adanya aroma politik uang dalam setiap kontestasi politik ataupun kerja partai politik.
Masalah lain adalah pendanaan parpol yang juga diakui masih menjadi persoalan utama.
Kemandirian finansial sebuah parpol adalah suatu keniscayaan sekaligus sebuah kondisi ideal.
Akan tetapi, hal itu masih akan sulit dilakukan jika regulasinya masih tidak membolehkan parpol
mendirikan atau memiliki badan usaha sendiri. Padahal, untuk bisa mengandalkan seterusnya pada
sumbangan pihak luar dan simpatisan, hal seperti itu masih terbilang riskan.
Sungguh betapa beragamnya cabikan luka pada partai politik sehingga memunculkan
harapan di hati rakyat agar partai politik mampu memainkan peran dan fungsi ideal partai politik
yang sehat di negeri ini. Masih menjadi persoalan pelik memang. Namun, tidaklah usang jika inilah
saatnya menggaungkan kenikmatan berpartai.

1.3 Partai Politik Dan Sistem Pemilu Republik Federal Jerman


Sistem demokrasi modern tidak akan berfungsi tanpa adanya partai-partai politik saling
bersaing. Partai yang terpilih untuk periode waktu terbatas mengemban tugas kepemimpinan
politik dan fungsi pengawasan. Partai-partai tersebut memainkan peran penting dalam penataan
politik. Para penyusun Grundgesetz memperhitungkan hal itu dengan mencantumkan pasal tenang
partai politik yang ditentukan bahwa, partai-partai ikut serta dalam perwujudan cita-cita politik
rakyat. Pendiriannya bebas, Susunan organisasi partai harus sesuai dengan prinsip demokrasi,
Partai harus membeberkan sumber keuangannya didepan umum.

Menurut undang-undang dasar, partai politik bertugas ikut serta dalam pembentukan
kemauan politik rakyat. Dengan demikian, penentuan calon penyandang fungsi politik dan
pelaksanaan kampanye pemilihan umum ditingkatkan artinya menjadi tugas konstitusional.
Karenanya, partai-partai memperoleh penggantian dari negara untuk biaya kampanye pemilihan
umum. Penggantian yang baru pertama kali dilaksanakan di Jerman itu, sudah menjadi standar di
kebanyakan negara demokrasi. Menurut konstitusi, susunan organisasi partai politik harus sesuai
dengan prinsip-prinsip demokrasi (demokrasi melalui anggota). Partai politik wajib bersikap loyal
terhadap negara demokrasi.

Partai yang disangsikan pendirian demokratisnya dapat dilarang atas permohonan


pemerintah federal. Akan tetapi partai seperti itu tidak harus dilarang. Kalau pemerintah
menganggap partai yang bersangkutan harus dilarang karena membahayakan sistem demokratis,
pemerintah hanya dapat mengajukan permohonan pelarangan. Putusan pelarangan itu sendiri
hanya dapat dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi Federal. Dengan cara itu partai-partai yang
sedang memerintah dihalangi untuk melarang partai lain yang mungkin akan mengganggu dalam
persaingan politik. Jumlah permohonan pelarangan partai dalam sejarah Republik Federal Jerman
sangat kecil; lebih kecil lagi jumlah partai yang pernah dilarang. Undang-Undang Dasar memang
memberikan privilese kepada partai politik. Namun pada dasarnya partai tetap merupakan sarana
ekspresi masyarakat. Partai menanggung segala risiko kegagalan dalam pemilihan umum, dalam
hal kehilangan anggota, dan dalam hal perselisihan paham berkenaan dengan kebijakan personalia
atau topik lain.
Sistem kepartaian Jerman tidak terlalu rumit. Dengan tampilnya Partai Hijau pada
dasawarsa 1980-an dan partai penerus SED setelah reunifikasi, sistem tri-partai yang telah
berlangsung lama berkembang menjadi sistem panca-partai yang kini sudah mantap. Di samping
partai-partai berbasis lebar, CDU/CSU dan SPD, partai-partai "kecil" pun mencapai persentase
hasil suara sebesar dua digit dalam pemilihan umum 2009 untuk Bundestag. Kedua partai uni,
yang tergolong kelompok partai demokrat Kristen di Eropa, tampil di seluruh Jerman kecuali di
Bavaria sebagai Uni Demokrat Kristen (CDU). Di negara bagian Bavaria, CDU tidak tampil
sendiri dan menyerahkan medannya kepada Uni Sosial Kristen (CSU) yang berhubungan erat
dengannya. Di dalam Bundestag, kedua partai itu membentuk fraksi bersama yang bersifat
permanen. Partai Sosialis-Demokrat Jerman (SPD) merupakan kekuatan besar kedua dalam sistem
kepartaian Jerman. Di lingkungan Eropa, partai ini tergolong kelompok partai sosialis-demokrat
dan sosialis demokratis. CDU/CSU dan SPD bersikap positif terhadap negara sosial. CDU/CSU
lebih banyak menampung lapisan pekerja mandiri, tukang dan pengusaha kecil dan menengah,
sedangkan SPD lebih dekat dengan serikat kerja.

Partai Demokrat Liberal (FDP) terhitung anggota keluarga partai-partai liberal di Eropa.
Tujuan pokok politiknya ialah pembatasan campur tangan negara dalam pasaran sampai ukuran
sekecil mungkin. Pendukung FDP terutama datang dari lapisan masyarakat yang pendapatannya
dan pendidikannya cukup tinggi. Partai Hijau termasuk kelompok partai berhaluan "hijau" atau
ekologis di Eropa. Ciri program politiknya ialah kombinasi antara ekonomi pasaran dan tuntutan
akan perlindungan alam dan lingkungan hidup yang pemenuhannya harus diawasi oleh negara.
Partai Hijau pun lebih banyak mewakili kaum pemilih dari lapisan berpendapatan dan
berpendidikan tinggi. Partai Kiri, Die Linke, merupakan yang termuda di antara kekuatan politik
yang berarti. Kedudukannya cukup kuat di kelima negara bagian yang bergabung dengan Republik
Federal Jerman pada saat reunifikasi. Namun sementara ini di negara bagian lain pun kursi
parlemen dipegangnya. Selaku partai yang mencari pendukung dengan menyuarakan tema
keadilan sosial, Partai Kiri terutama bersaing dengan SPD.
Struktur sistem pemilihan Jerman menyulitkan pembentukan pemerintahan oleh partai
tunggal. Hal itu baru terjadi satu kali selama 56 tahun. Biasanya terjadi persekutuan antarpartai.
Agar para pemilih mengetahui siapa mitra partai pilihan mereka kelak, umumnya masing-masing
partai menetapkan sebuah "pernyataan koalisi" sebelum memulai kampanye pemilihan. Jadi,
dengan memberikan suara kepada salah satu partai, pemilih mengungkapkan preferensinya untuk
persekutuan partai tertentu, dan juga menentukan perbandingan kekuatan di antara para mitra
dalam pemerintahan yang diinginkannya.
a) Partai-Partai Politik Di Bundestag
Sejak pemilihan umum pertama untuk seluruh Jerman pada thaun 1990 ada enam partai
yang duduk dalam Bundestag, yaitu : Uni Demokrat Kristen Jerman (CDU), Partai Sosialis
Demokrat Jerman (SPD), Partai Demokrat Liberal (FDP), Uni Sosial Kristen (CSU), Partai
Sosialisme Demokratis (PDS) dan ikatan antara Kelompok 90 dan Partai Hijau (B?ndnis 90/Die
Gr?nen). CDU tidak mempunyai cabang di Bavaria, sedang CSU hanya muncul di negara bagian
tersebut. Namun dalam Bundestag, CDU dan CSU membentuk satu fraksi, SPD, CDU, CSU dan
FDP didirikan antara tahun 1945 dan 1947 di negara-negara bagian zone Barat. SPD didirikan
kembali pada waktu itu dan tetap memakai nama partai pendahulunya. SPD lama yang umumnya
didukung oleh kaum pekerja dilarang oleh rezim Hitler pada tahun 1933. Partai-partai lain adalah
partai baru. Kedua partai berorientasi Kristiani, CDU dan CSU, terbuka baik untuk orang Kristen
Katolik maupun Protestan, berbeda dengan partai katolik Zentrumspartei pada zaman Republik
Weimar. Sedang FDP dalam programnya meneruskan tradisi liberaisme Jerman.

Dalam jangka waktu lima dasawarsa sejak pendiriannya, keempat partai itu mengalami
berbagai perubahan penting. Pada tingkat federasi mereka semua sudah pernah saling berkoalisi
ataupun bekerja sebagai oposisi. Kini mereka menganggap dirinya sebagai partai massa, yang
mewakili seluruh golongan masyarakat. Di dalam masing-masing partai ada kelompok yang
mewakili sayap yang berbeda-beda, hal mana mencerminkan keragaman pandangan dalam tubuh
suatu partai massa. Dari tahun 1983 sampai 1990 Partai Hijau turut duduk di parlemen. Partai ini
didirikan pada tahun 1979 pada tingkat federal dan kemudian berhasil merebut kursi di sejumlah
parlemen negara bagian pula. Partai Hijau, yang mula-mula mencakup kelompok penentang tenaga
nuklir dan kelompok aksi anti peperangan, berasal dari gerakan radikal untuk kelestarian
lingkungan hidup. Pada pemilu tahun 1990, Partai Hijau terganjal Klausul pembatasan, artinya
tidak memperoleh kursi di parlemen karena tidak mencapai lima persen dari seluruh suara sah yang
diberikan. Tetapi B?ndnis 90 (Kelompok 90) yang tergabung dengannya dalam satu daftar calon
dan tampil di negara-negara bagian yang baru berhasil merebut kursi di Bundestag.pada bulan Mei
1993 kedua partai itu bergabung dengan nama ?B?ndnis 90/Die Gr?nen?, yang pada tahun 1994
berhasil memasuki Bundestag. Pada tahun 1998 mereka menjadi partai terkuat nomor empat dan
membentuk koalisi pemerintah bersama SPD; Menteri Luar Negeri Federal yang baru, yang
sekaligus Wakil Federal yang baru, yang sekaligus adalah Wakil Kanselir adalah dari partai
?B?ndnis 90/Die Gr?nen?.

PDS adalah susulan dari Partai Persatuan Sosialis Jerman (SED), yang dahulu menjadi
partai negara di Jerman Timur. Setelah Jerman bersatu, PDS tidak mampu mencapai kedudukan
sebagai kekuatan politk yang berarti. Dalam pemilu 1990, PDS seperti halnya Kelompok 90 /
Partai Hijau dapat berebut kursi di Bundestag hanya melalui peraturan khusus bagi negara-negara
bagian baru. Di wilayah bekas Jerman Timur tersebut, klausul pembatas ketika itu diterapkan
secara terpisah. Dalam pemilihan umum 1994, PDS berhasil memperoleh kedudukan di Bundestag
karena merebut empat mandat langsung di Berlin. Jumlah mandat langsung yang sama mereka
capai pula pada tahun 1998, namun sekaligus berhasil melampaui batas 5 persen dan karenanya
memperoleh status fraksi.

b) Klausul Pembatas.
Dari 36 partai yang ikut serta dalam pemilihan Bundestag pertama pada tahun 1949, tinggal
empat saja yang duduk dalam parlemen hasil pemilu 1990. konsentrasi seperti ini disebabkan
terutama oleh adanya klausul pembatas yang diberlakukan sejak 1953 dan diperketat lagi pada
tahun 1957. menurut klausul itu, partai yang bisa mengirim wakilnya ke Bundestag hanyalah partai
yang berhasil mengantongi sedikitnya lima persen dari jumlah suara sah, atau memenangkan tiga
mandat langsung. Mahkamah Konstitusional Federal dengan jelas menyatakan menerima klausul
ini yang bertujuan untuk menghindari pembiasan kekuatan politik yang terlalu luas seperti yang
terjadi pada masa Republik Weimar, dan untuk memungkinkan adanya mayoritas yang mampu
membentuk pemerintahan.

Untuk kelompok minoritas, klausul pembatas tidak diberlakukan. Umpamanya di parlemen


negara bagian Schleswing Holstein ada seorang wakil Himpunan Pemilih Schleswig Selatan yang
mewakili minoritas Denmark, walaupun mereka hanya mencakup jumlah suara di bawah lima
persen. Pemungutan suara komunal untuk tingkat kota dan kebupaten tak jarang berbeda jauh dari
pemilihan tingkat federal dan negara bagian. Dalam pemilihan ini, apa yang dinamakan partai-
partai balai kota sering memainkan peranan penting sebagai perserikatan bebas para pemilih.

c) Sistem pemilihan umum.


Pemilihan umum untuk semua Dewan Perwakilan Rakyat bersifat umum, langsung, bebas,
sama dan rahasia. Setiap warga negara Jerman yang telah berusia 18 tahun mempunyai hak pilih,
dengan syarat telah tinggal di Jerman selama paling sedikit tiga bulan dan tidak kehilangan hak
pilihnya; apabila dipenuhi prasyarat-prasyarat tertentu, orang-orang Jerman yang tinggal di luar
negeri juga dapat memilih (hak pilih aktif). Seitap orang yang paling sedikit sudah satu tahun
memiliki kewarganegaraan Jerman dapat mencalonkan diri dalam pemilihan umum, dengan syarat
telah mencapai umur 18 tahun pada hari pemilihan umum dilaksanakan, tidak kehilangan hak pilih
aktifnya atau karena keputusan hakim dicabut haknya untuk dipilih atau menduduki jabatan publik
(hak pilih pasti). Tidak ada tahap pemilihan pendahuluan. Para calon untuk pemilihan pada
umumnya diajukan oleh partai-partai, tetapi terdapat kemungkinan calon-calon perorangan yang
tidak berpartai untuk mengajukan diri. Sistem pemilihan Bundestag adalah peraturan pemilihan
sebanding yang bersifat personal setiap pemilih mempunyai dua suara. Dengan suara pertama ia
memilih salah satu calon dari wilayah pemilihannya menurut sistem mayoritas relatif; calon yang
mendapat suara terbanyak dinyatakan terpilih. Dengan suara kedua, pemilih menentukan wakil-
wakil yang akan memperoleh mandat di Bundestag melalui apa yag disebut daftar calon negara
bagian. Hasil suara dari setiap wilayah pemilihan dan dari daftar tersebut diperhitungkan
sedemikian rupa sehingga pebagian jumlah kursi di Bundestag nyaris sebanding dengan persentase
suara bagi masing-masing partai. Apabila suatu partai mendapat mandat langsung di wilayah-
wilayah yang lebih banyak daripada jumlah kursi yang semestinya menurut persentase suara, maka
ia tetap boleh memegangnya sebagai mandat tambahan, tanpa ada kompensasi yang diberikan pada
partai-partai lain. Dalam hal ini, Bundestag akan memiliki jumlah anggota yang melebihi jumlah
yang ditetapkan peraturan, yaitu 656 orang wakil rakyat. Oleh sebab itu sekarang ada 669 wakil
rakyat. Peraturan megenai daftar calon negara bagian dimaksudkan agar setiap partai mampu
mengirim wakil-wakilnya ke Bundestag sesuai perolehan suara masing-masing. Selain itu, dengan
adanya mandat langsung, setiap warga diberikan kemungkinan untuk lansung memilih politisi
tertentu. Biasanya masyarakat menunjukkan minat yang cukup besar dalam pemilu. Pada tahun
1998, 82,2 persen pemilih menggunakan hak pilih mereka. Dalam pemilihan dinegara bagian dan
pemilihan komunal angka ini berubah-ubah, namun biasanya berkisar pada 70 persen.

d) Keanggotaan dan Pembiayaan


Berdasarkan kedudukan pada bulan Oktober 1998, partai-partai yang diwakili dalam
Bundestag memiliki jumlah anggota sebagai berikut : SPD 851.000, CDU 690.000, CSU 177.000
FDP 94.000, PDS 123.000, B?ndnis 90/Die Gr?nen 43.000. Setiap partai memungut iuran
keanggotaan. Namun jumlahnya hanya cukup untuk menutup sebagian dari pengeluaran. Juga
sumbangan untuk kas partai yang datang dari simpatisan politik tak akan mencukupi. Selain itu
ada bahaya bahwa sumbangan dalam jumlah dapat mempengaruhi kebijaksanaan partai itu sendiri.
Karenanya berdasarkan pengaturan baru pembiayaan partai dalam Undang-undang Kepartaian
yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1994, dalam pemilihan umum untuk Bundestag, Parlemen
Eropa dan parlemen-parlemen negara bagian (Landtag), partai-partai setiap tahunnya mendapat
1,30 DM per suara dari pemerintah untuk perolehan sampai dengan lima juta suara yang sah. Selain
itu diberikan pembayaran 0,50 DM untuk setiap 1 DM yang diterima partai dari iuran anggota atau
dari sumbangan-sumbangan. Jumlah-jumlah ini tidak boleh lebih besar daripada pemasukan dana
yang diperoleh partai pertahun. Pembelian dari pemerintah untuk semua partai sebagai
keseluruhan dalam setahun tidak boleh melebihi 230 juta DM (batas tertinggi mutlak).

Partai-partai di RFJ umumnya mempunyai tradisi dasar demokrasi yang meneruskan tradisi
yang sudah berjalan lama. Perbedaan ideologi diantara partai politik tidak menjadi masalah dalam
mencetuskan suatu perekonomian yang bebas, demokratis dan hak asasi manusia yang merata.
Partai yang ikut dalam pemilu di RFJ banyak jumlahnya, tapi tidak semua berhasil masuk tingkat
nasional karena tidak memebuhi persyaratan (5 % kausal).

Partai-partai membantu memenuhi keinginan dan tuntutan politis rakyat. Di dalam alam
demokrasi di RFJ, partai politik merupakan elemen yang hidup. Keanggotaan partai di RFJ tidak
terbatas pada golongan-golongan tertentu seperti kaum buruh, petani ataupun kelompok
intelektual. Disamping partai politik, di RFJ juga terdapat banyak Organisasi Massa dan LSM
lokal maupun asing.

e) Pemilihan Umum
Setiap 4 tahun sekali diadakan pemilihan umum sesuai dengan peraturan yang ada untuk
memilih Bundestag (parlemen), Landtag (perwakilan negara bagian) dan Komunal. Sistem pemilu
ini bersifat keseluruhan, segera, bebas, rahasia, sama dan tertutup, yang ditentukan wilayahnya.
Para pemilih (warga negara Jerman yang sudah berumur 18 tahun) dipanggil untuk memenuhi
kewajibannya, setiap pemilih mempunyai 2 suara. Dengan suara pertama dapat dipilih calon
(kandidat) dari wilayah yang bersangkurtan, sedangkan suara kedua menentukan partai untuk
parlemen (Bundestag), partai-partai ini harus mempunyai paling tidak 5 dari suara pemilih untuk
harus mempunyai paling tidak 5 % dari suara pemilih untuk dapat masuk ke Parlemen (5 %
klausal).

f) Situasi pra Pemilu 2002


Suasana politik dalam negeri Jerman diwarnai dengan persaingan partai politik untuk
menarik simpati dan suara masyarakat pada Pemilu September 2002. Isu nasional, regional
maupun global tidak luput dari sasaran tema pemilu diantaranya masalah pengangguran, tunjangan
sosial, perpajakan, imigrasi, terorisme, krisis Irak dan lain-lain. Pada awalnya partai pemerintah
koalisi, partai SPD (Sosial Demokrat) dan Partai Hijau (dia grunen) seolah tidak ada harapan untuk
menang karena tidak dapat merealisasikan janjinya di bindang ekonomi pada pemilu tahun 1998.
Kondisi ini tidak mematahkan semangat koalisi dengan memilih isu keamanan dalam melawan
teror internasional, menolak semua tindakan bahwa ketidakberhasilan perekonomian dari
kebijakan partainya serta melakukan pembenahan partai diantaranya memberhentikan Menteri
Pertahanan yang terlibat kasus penerimaan uang.
Terakhir pada bulan Agustus 2002, dalam menanggulangi bencana banjir di wilayah
Jerman bagian timur, pemerintah mengeluarkan dana solidaritas banjir sebensar 6,9 milyar Euro
dengan meningkatkan pajak perusahaan dan menunda reformasi pajak yang sedianya tahun 2003
menjadi tahun 2004, dalam menangani banjir tersebut pemerintah juga mengerahkan instansi
kemanan nasional termasuk militer. Menghadapi Pemilu Nasional Jerman pada tanggal 22
September 2002, pemerintah Kanselir Schroder ditimpa berbagai masalah berat diantaranya
rendahnya pertumbuhan ekonomi, peningkatan jumlah pengangguran, kesehatan dan pensiun serta
penurunan penilaian kemampuan kepemimpinan Schroder. Pihak oposisi yang dimotori oleh
Union partai CDU (Kristen Demokrat) dan Csu (Kristen Sosialis) memmanfaatkan peluang
tersebut untuk menurunkan popularitas partai koalisi.
Untuk melawan Schroder, pihak oposisi mengajukan calon Kanselir dari partai CSU,
Edmund Stoiber karena alasan popularitas ketua partai CDU (partai oposisi terbesar) Angela
Markel dinilai kurang populer. Usaha-usaha lain termasuk memunculkan issu-issu penting seperti
kebijakan Schroder yang menolak Jerman ambil bagian dalam intervensi militer AS ke Irak, jika
dilakukan tanpa resolusi PBB. Adapun isu militer yang dijadikan tema dalam pemilu adalah wajib
militer, pemanfaatan di dalam negeri serta penghematan anggaran Bundeswehr.

BAB II
KESIMPULAN DAN SARAN

2.1 KESIMPULAN
Secara umum partai politik dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok
terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yan sama.
Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik
(biasanya) dengan cara konstiusional untuk melaksanakan programnya. Tugas partai politik saat
ini setidaknya adalah; pertama kembali menajamkan konsep-konsep ideologisnya untuk kemudian
ditransformasikan kepada seluruh kader melalui sistem yang telah dirumuskan secara matang.
Kedua mengembalikan kepercayaan masyarakaat terhadap partai politik sebagai unsur perubah
untuk tatanan kehidupan yang lebih baik. Ketiga merumuskan dan menguatkan mekanisme check
and balance dalam konteks kepartaian sehingga dinamika politik adalah laboratorium
pembelajaran dalam kesiapan kader dalam meresepon tantangan demokrasi.
Partai poltik di Indonesia mungkin memang agak sedikit carut marut akan tetapi di sisi lain
partai politik Indonesia tidak sepenuhnya mengacuhkan rakyat, jika ada kasus-kasus yang
mengaitkan dengan partai politik itu mungkin hanya ulah beberapa oknum yang tidak
bertanggungjawab saja. Pemilu di Indonesia banyak di warnai dengan pencalonan para artis yang
di pinang oleh beberapa partai politik. Dengan adanya pencalonan-pencalonan seperti ini
menimbulkan banyak keraguan dari masyarakat. Dibandingkan dengan partai-partai politik yang
ada di jerman, partai politik di Indonesia masih cukup jauh tertinggal.
Jadi partai politik di masa yang akan datang selayaknya lebih memperhatikan kesejahteraan
rayat. Jangan hanya memperhatikan kesejahteraan badan partai itu sendiri.
2.2 SARAN
Dalam membentuk suatu negara demokrasi tidak lepas dari peran rakyat, dan untuk
menyalurkan anspirasi rakyat tersebut perlu adanya partai-partai politik yang menampung segala
anspirasi rakyat. Dengan partai politik yang selalu mengembangkan anspirasi rakyat tersebut
dalam bentuk hal-hal yang bermanfaat bagi rakyat tersebut maka akan tercipta kepercayaan dari
rakyat tersebut. Kita selalu berharap munculnya partai-partai politik yang selalu menampung
anspirasi rakyat dan tidak semata-mata mementingkan kepentingan kelompok atau individu saja.
PENGANTAR ILMU POLITIK
PARTAI POLITIK SEBAGAI SARANA KOMUNIKASI POLITIK
Oleh : Nisya Rifiani
Perkembangan ilmu politik tidak pernah lepas dari perkembangan sistem politik yang dianut oleh
negara-negara di dunia. Bicara mengenai sistem politik tidak lengkap bila tidak menyinggung
masalah partai politik, yang kerap kali dianggap sebagai ruh dari sistem politik. Pada negara
demokratis, partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi diantaranya :
Partai politik sebagai sarana komunikasi politik
Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik
Partai politik sebagai sarana rekruitmen politik
Partai politik sebagai sarana pengatur konflik, dan lain sebagainya...

Salah satu fungsi partai politik yang paling utama dan paling berpengaruh dalam sistem politik
pemerintahan maupun sosial masyarakat adalah fungsi partai sebagai sarana komunikasi politik.
Tulisan ini akan membahas secara spesifik mengenai partai politik dan fungsinya sebagai sarana
komunikasi politik.

Fungsi Partai Politik sebagai Sarana Komunikasi Politik


Komunikasi politik sangat berpengaruh pada suatu sistem politik. Pada suatu negara, sistem politik
yang sehat harus didukung oleh komunikasi politik yang dijalankan dan digiatkan oleh partai-
partai politik. Partai politik ini adalah pihak yang dinilai paling bertanggung jawab atas
berjalannya komunikasi politik. Fungsi komunikasi politik lebih banyak mengacu pada posisi
komunikasi yang paling klasik. Gabriel Almond mengemukakan tentang fungsi komunikasi politik
:
All the function performed in the political system political socialization and recruitment, interest
articulation, interest agregration, rule making, rule application, and rule adjudication are
performed by means of communication. (Almond, 1960)

Secara umum semua fungsi input yang terdapat dalam suatu sistem politik -sosialisasi dan
rekrutmen politik, perumusan kepentingan, penggabungan kepentingan, yang dapat menghasilkan
peraturan serta kemudian menjalankan peraturan tersebut- adalah merupakan bagian dari kajian
komunikasi.
Secara sederhana, komunikasi politik didefinisikan sebagai: proses penyampaian pesan/informasi
mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat, dan dari masyarakat kepada pemerintah
(Lucyan W. Pye, 1963).

Fungsi partai politik sebagai sarana komunikasi politik yaitu: Pertama, berperan sebagai penyalur
aneka pendapat dan aspirasi masyarakat yang beragam kemudian mengaturnya sedemikian rupa
serta menampung dan menggabungkan pendapat dan aspirasi tersebut.
Proses seperti ini dinamakan interest aggregation atau penggabungan kepentingan. Setelah itu
pendapat dan aspirasi diolah dan dirumuskan dalam bentuk yang teratur (interest articulation)
yang akan diajukan sebagai usul dari kebijakan partai politik.
Selanjutnya, partai politik akan memperjuangkan agar pendapat dan aspirasi tersebut dapat
dijadikan kebijakan umum (public policy) oleh pemerintah. Tuntutan dan kepentingan masyarakat
dapat disampaikan kepada pemerintah melalui partai politik.
Kedua, berfungsi sebagai sarana untuk memperbincangkan dan menyebarluaskan rencana dan/atau
kebijakan pemerintah (sebagai political socialization). Arus informasi dan dialog antara
masyarakat dan pemerintah berlangsung secara timbal balik.
Ketiga, berfungsi sebagai penghubung sekaligus penerjemah antara pemerintah dan warga
masyarakat. Kebijakan pemerintah yang biasanya dirumuskan dengan menggunakan bahasa
teknis, oleh partai politik dapat diterjemahkan ke dalam bahasa yang dapat dipahami masyarakat
sehingga komunikasi politik antara pemerintah dan warga masyarakat dapat berlangsung secara
efektif.

Komunikasi Politik sebagai Ilmu Terapan


Komunikasi politik merupakan penggabungan dua konsentrasi ilmu pengetahuan yaitu ilmu politik
dan ilmu komunikasi. Hal ini karena perkembangan ilmu komunikasi yang pesat. Pada
perkembangan itu ilmu komunikasi mampu melahirkan apa yang kemudian disebut dengan
komunikasi politik. Jadi, kajian komunikasi politik berada dalam ranah studi ilmu komunikasi.
Pada sisi lain, komunikasi politik juga menjembatani dua disiplin dalam ilmu yaitu ilmu sosial dan
ilmu politik. Kajian ilmu sosial dan ilmu politik kerap bersentuhan dengan media sebagai medium
yang menghubungkan berbagai macam kelompok dan kepentingan. Menyatunya dua disiplin ilmu
tersebut membuat media yang peranannya pada masing-masing disiplin ilmu tersebut telah cukup
sentral, menjadi cukup signifikan.
Kajian ilmu politik kerap bersentuhan dengan media sebagai medium pengelolaan pesan.
Komunikasi politik memungkinkan adanya analisis tentang propaganda dan agitasi akibat
hubungan antar aktor politik dan aktor media. Wilayah abu-abu antara politik dan media
seharusnya punya garis demarkasi, dan pertukaran informasi antara pelaku dengan imbalan
publisitas.
Komunikasi politik berusaha memahami berbagai fenomena politik di masyarakat. Misalnya, apa
alasan seorang pemilih untuk memilih partai politik tertentu dalam suatu pemilihan umum? Apa
alasan seorang pemilih mengubah pilihannya dan memilih partai lain dalam suatu pemilihan
umum?
Kajian komunikasi politik sebagai ilmu terapan sebenarnya bukan hal yang baru.
Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang konkret sebenarnya bisa dilakukan oleh siapa
saja. Tak heran jika ada yang menyebut komunikasi politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang
sebenarnya tak lebih dari istilah belaka.
Pada zaman dimana ilmu saling silang-bersilang dan lintas batas, zamanlah yang menentukan
apakah komunikasi politik dapat bertahan sebagai ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan di bidang
kemanusiaan dan dalam pencarian kebenaran. Bukan dalam sebuah jendela dari sekian banyak
jendela untuk melihat suatu realitas fisik yang tunggal tetapi dalam sebuah dunia egaliter dan
pluralitas yang rendah hati.

Kedudukan Pers dalam Sistem Politik


Pers merupakan lembaga sosial dan lembaga komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan
jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data, dan grafik
maupun bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan jenis saluran
lain yang tersedia.
Pers menjalankan fungsinya dengan cara menyampaikan informasi kepada khalayak umum. Nilai
informasi ini dapat dilihat dalam kaitan dengan keberadaan serta kedudukan dalam sistem sosial.
Pers dapat menjalankan fungsi dan mempunyai kedudukan tertentu dalam sistem politik, ekonomi,
atau pun sosio kultural.
Pada sistem politik dalam masyarakat yang demokratis, lembaga/media pers biasa disebut sebagai
pilar ke-empat demokrasi (the fourth estate). Lembaga pers melengkapi tiga pilar yang menyangga
kehidupan masyarakat yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dengan adanya empat fungsi yang
berbeda dalam polity ini, masyarakat yang hidup berdasarkan asas dan nilai demokrasi diharapkan
dapat lebih terjamin untuk memperoleh perlindungan dan pelayanan terutama dalam bidang
perolehan informasi.
Pandangan bahwa pers merupakan lembaga ke-empat dalam sistem politik ini pada awalnya hanya
berkembang pada masyarakat barat yang berdasarkan nilai demokrasi dengan tiga pilar sistem
politik berdasarkan disiplin otonomi dari masing-masing pilar, dan pemilihan fungsi secara ketat.
Keberadaan pers sebagai institusi ke-empat yang setara dengan institusi legislatif, eksekutif, dan
yudikatif, hanya dapat terwujud jika antara ketiga pilar lainnya memiliki fungsi otonom dan
hubungan bersifat check and ballance satu sama lain. Karenanya dalam menempatkan kedudukan
institusi pers dalam suatu masyarakat perlu dilihat lebih dahulu sifat hubungan dan posisi dari
ketiga pilar. Kedudukan pers sebagai pilar ke-empat hanya mungkin terjadi jika dalam polity
keberadaan setiap institusi politik merupakan perwujudan dan akulturasi dari warga masyarakat.
Jika kedudukan pers sebagai pilar ke-empat demokrasi sudah tercapai dalam arti policy
mempunyai kestabilan politik maka kehadiran pers tersebut bisa menggantikan fungsi
pengawasan, yang seharusnya dilakukan ketiga lembaga tersebut. Selain itu pers bisa menjadi
pengontrol lembaga masyarakat bila terlihat menyimpang dari demokrasi dan hukum yang
berlaku.
Fungsi pers secara umum adalah: memberi informasi, mendidik, memberikan kontrol, dan
menghubungkan atau menjembatani. Birokrasi politik juga berkencenderungan untuk
mempengaruhi media pers. Bagi birokrasi politik, pers dapat digunakan sebagai alat dalam
melindungi sistem demokrasi ataupun merekayasa sistem otokrasi mamsyarakat, tergantung cara
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
#

Pengantar Ilmu Politik (Resume)

Kewenangan Legitimasi
1. Politik memiliki definisi yang banyak karena politik merupakan fenomena masa kini dan
masa mendatang
2. Inti dari politik yaitu power (kekuasaan), yang harus mempunyai atau butuh koridor (aturan
main) untuk mengontrol distribusi-distribusi
3. Kewengan adalah sesuatu yang mendapat keabsahan dari legitimasi, legitimasi dapat
diperoleh dari mekanisme politik
4. Kewenangan adalah hak moral untuk melaksanakan keputusan politik karena kewenangan
tidak boleh dilaksanakan diluar legitimasi
5. Sumber kewenangan diperoleh melalui 5(lima) sumber yakni dari keluarga, kekuatan sakral,
kualitas pribadi, perundang-undangan dan kekayaan atau pengetahuan.
6. Tipe-tipe kewenangan yakni prosedural dan substansial

Negara dan Pemerintah


1. Bangsa adalah satu ruang imajinasi yang ada dalam diri seseorang secara sistematis melalui
pendidikan dan pengetahuan.Bangsa merupakan komunitas terbaik untuk mecipatakan bangsa
yang besar yaitu masyarakat yang mempunyai kualitas tinggi
2. Relevansi bangsa dan negara yaitu bangsa tidak memilliki batas-batas ruang.
3. Negara adalah instrumen negra yang dibuat untuk melayani kedaulatan rakyat.

Kelompok Kepentingan dan Kelompok Penekanan


1. Interest group ialah sejumlah orang yang memiliki sifat,sikap, kepercayaan dan/atau tujuan
yang sama dan sepakat mengorganisasikan diri untuk melindungi dan mencapai tujuan.
2. Interest Group memiliki pola kepemimpinan dan keanggotaan yang jelas,sumber dana yang
jelas yang berasal dari anggota-anggota didalamnya serta memiliki identitas yang jelas.
3. Interest group berbeda dengan partai politik dan kelompok penekan (pressure
group).Kelompok kepentingan, sesuai dengan namanya memusatkan perhatian pada bagaimana
mengartikulasikan kepentingan tertentu kepada pemerintah sehingga pemerintah menyusun
kebijakan yang menampung kepentingan kelompok. Jadi ia lebih berorientasi kepada proses
perumusan kebijakan umum yang dibuat pemerintah.
4. Presure group ialah kelompok penekan yang merupakan sekelompok manusia yang
berbentuk lembaga kemasyarakatan dengan aktivitas atau kegiatannya memberikan tekanan
kepada pihak penguasa agar keinginannya dapat diakomodasi oleh pemegang
5. Salah satu dinamika politik bangsa ialah kehadiran kelompok kepentingan dan kelompok
penekanan.

Sistem Pemerintah
1. Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan
guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanyaperilaku reaksioner maupun radikal
dari rakyatnya itu sendiri.
2. berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum
mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik,
pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan
demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan.

Partai Politik
1. Partai Politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai
orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan
merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-
kebijakan mereka.
2. Partai sebagai sarana komunikasi politik. Partai menyalurkan aneka ragam pendapat dan
aspirasi masyarakat. Partai melakukan penggabungan kepentingan masyarakat (interest
aggregation) dan merumuskan kepentingan tersebut dalam bentuk yang teratur (interest
articulation). Rumusan ini dibuat sebagai koreksi terhadap kebijakan penguasa atau usulan
kebijakan yang disampaikan kepada penguasa untuk dijadikan kebijakan umum yang diterapkan
pada masyarakat.
3. Partai sebagai sarana sosialisasi politik. Partai memberikan sikap, pandangan, pendapat, dan
orientasi terhadap fenomena (kejadian, peristiwa dan kebijakan) politik yang terjadi di tengah
masyarakat. Sosialisi politik mencakup juga proses menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bahkan, partai politik berusaha menciptakan image
(citra) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum.
4. Partai politik sebagai sarana rekrutmen politik. Partai politik berfungsi mencari dan mengajak
orang untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai.
5. Partai politik sebagai sarana pengatur konflik. Di tengah masyarakat terjadi berbagai
perbedaan pendapat, partai politik berupaya untuk mengatasinya. Namun, semestinya hal ini
dilakukan bukan untuk kepentingan pribadi atau partai itu sendiri melainkan untuk kepentingan
umum.

Demokrasi
1. Demokrasi berarti berarti kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat dan dijalankan
langsung oleh mereka atau wakil-wakil yang mereka pilih dibawah sistem pemilihan.
2. demokrasi dikemukakan oleh Aristoteles, yakni Kata demokrasi berasal dari dua kata,
yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat
diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
3. Demokrasi memiliki 3 hal yaitu terkait dengan proses, terkait dengan content(isi) dan terkait
dengan resul (hasilnya)
4. Demokrasi adalah kebebasan yang dibatasi oleh kebebasan orang lain.
5. Beberapa kriteria dari demokrasi yaitu: pemerintahan oleh rakyat, kesamaan dimata hukum
dan pemerintah, penghargaan tas minat dan bakat dan penghargaan terhadap suatu budaya atau
hak-hak pribadi.
6. Yang dibutuhkan dalam demokrasi yaitu demokrasi berupa prinsip, kerangka terdalam
negara berdasarkan individunya.
7. 5 (ima) kriteria demokrasi untuk mencapai political yaitu persamaan hak memilih, partisipasi
yang efektif/maksimal, pembeberan kebenaran, kontrol terakhir dalam agenda dan demokrasi
harus mencakup semua warga yang dewasa (usia).

HAM (Hak Asasi Manusia)


1. HAM ialah persamaan dan kebebasan, kebebasan yang dimaksud ialah kebebasan yang
dibatasi oleh kebebasan orang lain.
2. Setiap orang berhak mendapatkan kebebasan karena itu merupakan bagian dari HAM tetapi
kebebasan itu tidak boleh mengganggu kebebasan orang lain.
3. Teori John Locke, yaitu Natural Of Right berjalan secara alamiah digunakan sebagai sebuah
instrumen di Amerika dimana ada 3 pokok materi yaitu seseorang harus bebas dalam kehidupan,
dia tidak boleh hidup dalam ketakutan dan dia harus merasa bebas dalam melakukan apapun.
4. 3 (tiga) generasi dalam hak asasi manusia yaitu: Hak sipil dan politik, hak ekonomi, sosial
dan budaya dan hak atas perdamaian dan pembangunan

Legislatif dan Eksekutif


1. Legislatif sebagai konsep kekuasaan suatu negara
2. Harus mendapat persetujuan dari rakyat
3. Melalui legitimasi
4. Bisa membawa aspirasi masyarakat karena menentukan arah dan capaian politik (tujuan) dari
kualitas suatu bangsa maka jauh lebih baik dan memungkinkan karena adanya partisipasi
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai