Bab 1 Pendahuluan
Bab 1 Pendahuluan
Disusun Oleh :
Tingkat II C
Sausan Nabilah
Shinta Maharani
Sri Astuti
Suka Hati
Susi Lestari
Thia Fardarina
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Menciptakan Generasi penerus bangsa yang sehat dan bangsa yang kuat.
Mensejahterakan kehidupan semua penduduk.
Menciptakan kehidupan yang layak pada setiap anak, serta persiapan untuknya
dimasa depan.
Sebagai alat pencegahan dan pengobatan terhadap kesehatan anak.
Sebagai Proteksi kesehatan anak terhadap jajanan dan makanan yang
berbahaya.
(1). Anak balita terlantar, anak jalanan, anak yang berhadapan dengan hukum,
anak dengan kecacatan dan anak yang membutuhkan perlindungan khusus agar
meningkat prosentase terhadap akses pelayanan sosial dasar.
(7). Produk hukum perlindungan hak anak yang djperlukan untuk landasan
hukum pelaksanaan PKSA.
(3). Anak terpaksa bekerja di jalanan (6-18 tahun) meliputi: anak yang rentan
bekerja di jalanan, anak yang bekerja di jalanan, anak yang bekerja dan hidup di
jalanan.
5. Komponen Progam.
PKSA dibagi menjadi 5 komponen utama program, yaitu:
PKSA dirancang sebagai upaya yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang
dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan
dan bantuan kesejahteraan sosial anak bersyarat (conditional cash transfer), yang
meliputi:
Sampai saat ini terlihat bahwa peraturan dan perundang undangan belum
mampu merespon permasalahan anak Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari data
permasalahan anak, berdasarkan sensus penduduk 2010, dari 237,637 juta jiwa,
sebanyak 85,7 juta adalah anak, dengan rincian 15 juta bayi, 25 juta balita dan
sekitar 35 juta remaja. Sampai hari ini baru 49% yang telah memiliki akte
kelahiran dan 219 dari 495 Kabupaten/Kota di Indonesia yang telah memiliki
legislasi/regulasi berupa Perda yang membebaskan biaya penerbitan akta
kelahiran.[1] Akte kelahiran merupakan hak setiap anak yang dijamin oleh
undang-undang tentang kewarga negaraan dan identitas anak yang berpengaruh
pada pengakuan terhadap silsilah dan nasab anak. Situasi ini memperlihatkan
bahwa Negara sangat lalai dalam pemenuhan akte kelhairan.
Selanjutnya data Kementerian Sosial tahun 2009 menyebutkan ada sekitar
5,4 juta anak terlantar dan 12,3 juta anak hampir terlantar, serta 232.000 anak
jalanan di seluruh Indonesia. Secara umum anak terlantar berada dalam berbagai
situasi. Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara
wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial (Pasal 1 ayat 6 UU No.
23/2002). Permasalahan pemenuhan kebutuhan anak ini dapat terjadi pada anak
dalam pengasuhan keluarga atau di luar keluarga. Secara umum keberadaan anak
dalam pengasuhan adalah :
Anak dalam keluarga terdiri dari orang tua lengkap, orang tua tunggal atau
dalam keluarga yang masih memiliki hubungan darah dengan anak.
Keluarga pengganti seperti orang tua asuh, wali dan orang tua angkat
Anak dalam institusi lembaga kesejahteraan social anak seperti panti asuhan,
atau lembaga berbasis pendidikan seperti pesantren dan sekolah yang
memiliki asrama.
Anak tanpa pendamping adalah anak yang tinggal di luar keluarga dan
pengasuh seperti anak jalanan, buruh pabrik, pertambangan, perkebunan dan
anak-anak lainnya yang terlepas dari keluarga dan menjalani hidupnya
sendiri.
Data lain menunjukan bahwa ada sekitar 40.000 anak yang dieksploitasi
secara seksual baik karena korban trafiking maupun dilacurkan. Sekitar 700.000
anak menjadi korban penyalahgunaan narkoba, alcohol, dan zat adiktif lainnya
(NAPZA). Sekitar 2,5 Juta anak korban kekerasan di Indonesia, baik kekerasan
fisik, psikis, seksual maupun social. Masih 4,5 juta anak di pekerjakan di seluruh
Indonesia.
7. Kebijakan Sosial Terkait Perlindungan Anak
Pemerintah sebagai alat untuk melayani kepentingan public, maka disebut dengan
kebijakan public. Menurut Hogwood dan Gunn (1990) dalam Edi Suharto (2011 :
4) Kebijakan public sedikitnya mencakup hal-hal sebagai berikut :
Sampai saat ini permasalahan departemental sulit untuk dihindari karena ada
aturan teknis tentang pelaksanaan kegiatan dan keuangan yang membuat
pelaksana kesulitan untuk menggabung kegiatan dengan kementerian lain
atau masyarakat. Aturan teknis ini belum mampu dirubah atau disesuaikan
dengan SBA yang sudah disepakati oleh pemerintah. SBA ini terkesan jadi
elitis karena sulit untuk diterapkan di lapangan jika tidak didukung oleh
system pelaksanaan yang kuat dilapangan.
4. Pembaharuan sering terjadi terisolasi dari system yang lebih luas berdiri
sendiri
Semua komponen saling berhubungan satu sama lain karena akan menjadi
faktor yang menentukan tingkat keberhasilan pelaksanaan perlindungan anak.
Komponen Sistem Perlindungan Anak Nasional
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
KPAI, Potret Anak Indonesia ; Catatan siluet dan refleksi 2010, Desember 2010