Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Penyakit Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri yang menular dan


disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma
pada jaringan yang terinfeksi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat
menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe.
Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat
mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun. Dalam jaringan
tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.

Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di


paru/berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Kuman Tuberkulosis
berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh
karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab.

Mycobacterium tuberculosis pada pewarnaan tahan asam

2.2 Cara Penularan

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat
terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk
kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru
kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe, saluran napas, atau
penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya.

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular
penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita
tersebut dianggap tidak menular.

Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara


dan lamanya menghirup udara tersebut.

2.3 Epidemiologi

Organisasi kesehatan dunia memperkirakan bahwa sepertiga populasi dunia (2 triliyun


manusia ) terinfeksi dengan Mycobakterium tuberculosis. Angka infeksi tertinggi di Asia
Tenggara, Cina, India, Afrika, dan Amerika Latin. Tuberculosis terutama menonjol di populasi
yang mengalami stress, nutrisi jelek, penuh sesak, perawatan kesehatan yang kurang dan
perpindahan penduduk. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasienTB baru dan 3 juta
kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB
didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB
lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Insidens TB didunia (WHO, 2004)

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis
(15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu
kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah
tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya
sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk
lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.

Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:

Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara sedang berkembang.
Kegagalan program TB selama ini
Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur
kependudukan
Dampak pandemi HIV
Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi
dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang sama,
kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance = MDR) semakin
menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada
akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani.

2.4 Faktor Risiko

Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.


Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi
TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50
diantaranya adalah pasien TB BTA (+).
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan
tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB.
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular
immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka
yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila
jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan
demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

2.5 Patogenesis

Kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar
kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas 1 2 jam, tergantung pada ada
tidaknya sinar ultaviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan
gelap, kuman apat tahan berhari hari sampai berbulan bulan. Bila partikel infeksi ini terisap
oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk
ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh
neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakkan partikel ini akan mati atau dibersihkan
oleh makrofag keluar dari percabangan trankeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag.
Disini dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru
akan berbentuk sarang atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi
di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura.
Kuman dapat masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi
limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ
seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke
seluruh bagian paru menjadi TB milier.

Tuberkulosis.Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang
terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus,
dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Kuman akan menghadapi
pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau di
bersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan
sekretnya.

Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di
sini ia akan terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru
berbentuk sarang tuberkulosa pneumonia kecil dan di sebut sarang prime atau afek prime atau
sarang (fokus) Ghon.

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis
regional). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat
menjadi:

Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat, ini banyak terjadi


Sembuh dengan sedikit meninggalkan bekas berpa garis-garis fibrosis, kalsifikasi di hilus
Berkomplikasi dan menyebar secara : a). Per kontinuitatum, yakni menyebar ke skitarnya,
b). Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun sebelahnya, c). Secara limfogen,
d). Secara hematogen
Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder) :

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi
yang buruk. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio
atas paru (apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya ke daerah parenkhim dan tidak
ke nodus hiler paru.

Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu
sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-
Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai
jaringan ikat.

2.6 Diagnosis

Gejala Klinik

Demam: biasanya subfebril menyerupai demam influenza, tetapi kadang-kadang panas


badan dapat mencapai 40-410C, demam hilang timbul
Batuk, sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif (sputum). Keadaan lanjut dapat terjadi batuk darah
Sesak napas, sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltratnya
sudah meliputi setengah bagian paru-paru
Nyeri dada. Nyeri dada timbul bila infiltrate radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis
Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise),
berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan

Pemeriksaan Fisik

Dapat ditemukan konjungtiva anemis, demam, badan kurus, berat badan menurun.
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apex paru, bila dicurga adanya
infiltrate yang luas, maka pada perkusi akan didapatkan suara redup, auskultasi bronchial dan
suara tambahan ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrate diliputi penebalan pleura
maka suara nafas akan menjadi vesicular melemah. Bila terdapat kavitas yang luas akan
ditemukan perkusi hipersonor atau tympani.

Pemeriksaan Bakteriologik

1. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti
yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin,
faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).
2. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Pagi ( keesokan harinya )
Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-
turut.
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam
pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak
mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan
apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan
hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan
biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke
laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam
kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identiti
pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium. Bila lokasi
fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak
dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.
3. Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:
Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya
Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas
saring sebanyak + 1 ml.
Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang
tidak mengandung bahan dahak.
Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di
dalam dus Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong
plastik kecil.
Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi
kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi.
Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak
Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium

4. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.

Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin,
fases dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara.

a. Mikroskopik
Biakan
Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk
screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila:
o 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positif
o 1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali, kemudian
o bila 1 kali positif, 2 kali negatif BTA positif
o bila 3 kali negatif BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD
(rekomendasi WHO).
Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :

o Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif


o Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
o Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
o Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Pemeriksaan biakan kuman:

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan


cara :

o Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh


o Agar base media : Middle brook.
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan
dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other
than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa
cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid,
uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen
yang timbul.

Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,
top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:

o Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah.
o Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
Bayangan bercak milier.
o Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif:

o Fibrotik
o Kalsifikasi
o Schwarte atau penebalan pleura

Luluh Paru (destroyed Lung ) :

Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya
secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis,
ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit
hanya perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses penyakit.
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan
sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :

o Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak
lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari
iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra
torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti
o Lesi luas: Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
Tuberkulosis Yang Sudah Lanjut Pada Foto Rontgen Dada

Diagnosis Tuberkulosis (TB)

1) Tuberkulosis paru BTA positif.


Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif


Pasien yang pada pemeriksaan sputum tidak ditemukan BTA sedikitnya pada 2 x
pemeriksaan tetapi gambaran radiologis sesuai TB aktif
Pasien yang pada pemeriksaan sputum tidak ditemukan BTA tetapi pada biakannya
positif

ALUR DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU PADA ORANG DEWASA


2.7 Klasifikasi

Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

1. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk
pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis Ekstraparu
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput
jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing,
alat kelamin, dan lain-lain.

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:

1. Tuberkulosis paru BTA positif.


a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran
tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT.

2. Tuberkulosis paru BTA negatif


Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru
BTA negatif harus meliputi:

o Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative


o Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
o Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
o Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

Klasifikasi berdasar tipe pasien :

a. Kasus Baru Pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT < 1 bulan.
b. Kasus Kambuh (relaps) Pasien yang pernah mendapat pengobatan Tuberkulosis dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap.
c. Kasus Drop Out Pasien yang telah menjalani pengobatan >1 bulan dan tidak meneruskan
pengobatan sampai selesai.
d. Kasus Gagal Therapi Pasien dengan BTA (+) yang masih tetap (+) atau kembali (+) pada
akhir bulan ke V atau akhir pengobatan.
e. Kasus Kronik Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih (+) setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
f. Kasus Bekas TB Pasien riwayat OAT (+) dan saat ini dinyatakan sudah sembuh.

2.8 Pengobatan
Kombinasi obat

Pada tahun 1998 WHO dan IUATLD merekomendasikan pemakaian obat kombinasi dosis
tetap 4 obat sebagai dosis yang efektif dalam terapi TB untuk menggantikan paduan obat tunggal
sebagai bagian dari strategi DOTS. Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket dengan
tujuan memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan pengobatan sampai selesai.
Tersedia obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) untuk paduan OAT kategori I dan II. Tablet
OAT-KDT ini adalah kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam 1 tablet. Dosisnya (jumlah tablet yang
diminum) disesuaikan dengan berat badan pasien, paduan ini dikemas dalam 1 paket untuk 1
pasien dalam 1 masa pengobatan. Dosis paduan OAT-KDT untuk kategori I, II dan sisipan dapat
dilihat pada tabel di bawah ini (Depkes RI, 2006) :

Tabel Dosis Paduan OAT KDT Kategori I : 2(RHZE)/4(RH)3

Berat badan Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan 3x seminggu


selama 56 hari selama 16 minggu

RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)

30 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 4KDT

38 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT

55 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT

> 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT

Tabel Dosis Paduan OAT KDT Kategori II: 2(RHZE)S/(RHZE)/5(HR)3E3


Berat Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan3x seminggu
RHZE (150/75/400/275)
badan RH (150/150) + E (400)
+S

Selama 58 hari Selama 28 hari Selama 2 Minggu

30 37 kg 2 tab 4KDT + 500mg 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2


tab Etambutol
Streptomisin inj

38 54 kg 3 tab 4KDT + 750mg 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3


tab Etambutol
Streptomisin inj

55 70 kg 4 tab 4KDT + 1000mg 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4


tab Etambutol
Streptomisin inj

> 71 kg 5 tab 4KDT + 1000mg 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5


tab Etambutol
Streptomisin inj

Tabel Dosis OAT untuk Sisipan

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari

RHZE (150/75/400/275)

30 37 kg 2 tablet 4KDT

38 54 kg 3 tablet 4KDT

55 70 kg 4 tablet 4KDT

71 kg 5 tablet 4KDT

PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS


a. Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan
TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali
streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent
ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan.
Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya
supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari
kemungkinan tertular TB.
b. Ibu menyusui dan bayinya
Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan
pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu
menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT
yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya.
Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui. Pengobatan
pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.

c. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS


Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama
seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien
TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan
mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV (antiretroviral) dimulai berdasarkan
stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus
memperhatikan Prinsip-prinsip Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan Universal)
Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu UPK untuk
menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur. Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap
infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing = Konsul
sukarela dengan test HIV).
d. Pleuritis Tuberkulosa
Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang sero-santokrom dan bersifat
eksudat. Penyakit ini kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosa paru melalui focus
subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya
perkijuan ke aras saluran getah bening yang menuju saluran pleura.
Pengobatan dengan obat-obat anti tuberkulosa (rimfampisin, INH, pirazinamid,
etambutol, streptomisin) memakan waktu 6 12 bulan. Dan cara pemberian obat obat sama
seperti pengobatan tuberkulosa paru,pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat diserab
kembali, tapi untuk menghilangkannya eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan
torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi sempurna, tapi kadan-kadang dapat di berikan
kortikosteroid secara sistemik. (prednisone 1 mg/kg bb selama 2 minggu kemudian dosis di
turunkan secara perlahan)

2.9 Komplikasi

Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.

Komplikasi dini pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Pancets arthropathy
Komplikasi lanjut Obstruksi jalan napas SOFT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat SOPT/fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis,
karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan
kavitas TB.

2.10 Evaluasi pengobatan


Bayupurnama (2007) menjelaskan bahwa terdapat beberapa metode yang bisa
digunakan untuk evaluasai pengobatan TB paru :
a. Klinis: biasanya pasien dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya 2 minggu selama
tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir pengobatan. Secara klinis
hendaknya terdapat perbaikan keluhan-keluhan pasien seperti batuk berkurang, batuk
darah hilang, nafsu makan bertambah, berat badan meningkat dll.
b. Bakteriologis: biasanya setelah 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai menjadi
negatif. Pemeriksaan kontrol sputum BTA dilakukan sekali sebulan. WHO (1991)
menganjurkan kontrol sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4 dan
6. Pemeriksaan resistensi dilakukan pada pasien baru yang BTA-nya masih positif
setelah tahap intensif dan pada awal terapi bagi pasien yang mendapatkan pengobatan
ulang (retreatment). Bila sudah negatif, sputum BTA tetap diperiksakan sedikitnya
sampai 3 kali berturut-turut. Bila BTA positif pada 3 kali pemeriksaan biakan (3
bulan), maka pasien yang sebelumnya telah sembuh mulai kambuh lagi.

c. Radiologis: bila fasilitas memungkinkan foto kontrol dapat dibuat pada akhir pengobatan
sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nanti timbul kasus kambuh. Jika
keluhan pasien tidak berkurang (misalnya tetap batuk-batuk), dengan pemeriksaan
radiologis dapat dilihat keadaan TB parunya atau adakah penyakit lain yang
menyertainya. Karena perubahan gambar radiologis tidak secepat perubahan
bakteriologis, evaluasi foto dada dilakukan setiap 3 bulan sekali

2.11 Hasil pengobatan tuberkulosis

World Health Organization (1993) menjelaskan bahwa hasil pengobatan penderita


tuberkulosis paru dibedakan menjadi :

a. Sembuh: bila pasien tuberkulosis kategori I dan II yang BTA nya negatif 2 kali atau
lebih secara berurutan pada sebulan sebelum akhir pengobatannya.
b. Pengobatan lengkap: pasien yang telah melakukan pengobatan sesuai jadwal yaitu
selama 6 bulan tanpa ada follow up laboratorium atau hanya 1 kali follow up dengan
hasil BTA negatif pada 2 bulan terakhir pengobatan.
c. Gagal: pasien tuberkulosis yang BTA-nya masih positif pada 2 bulan dan seterusnya
sebelum akhir pengobatan atau BTAnya masih positif pada akhir pengobatan.
Pasien putus berobat lebih dari 2 bulan sebelum bulan ke-5 dan BTA terkhir masih
positif.
Pasien tuberkulosis kategori II yang BTA menjadi positif pada bulan ke-2 dari
pengobatan.
d. Putus berobat/defaulter: pasien TB yang tidak kembali berobat lebih dari 2 bulan
sebelum bulan ke-5 dimana BTA terakhir telah negatif.
e. Meninggal: penderita TB yang meninggal selama pengobatan tanpa melihat sebab
kematiannya.

Anda mungkin juga menyukai