1.RANGKUMAN
Munculnya kewajiban untuk memenuhi Asumsi dalam regresi linear sederhana maupun
linear berganda mengandung arti bahwa formula atau rumus regresi diturunkan dari suatu
asumsi tertentu. Artinya, tidak semua data dapat diperlakukan dengan regresi. Jika data yang
diregresi tidak memenuhi asumsiasumsi yang telah disebutkan, maka regresi yang diterapkan
akan menghasilkan estimasi yang bias. Jika hasil regresi telah memenuhi asumsi-asumsi
regresi maka nilai estimasi yang diperoleh akan bersifat BLUE, yang merupakan singkatan
dari: Best, Linear, Unbiased, Estimator.
1. Best dimaksudkan sebagai terbaik. analisis regresi linier digunakan untuk
menggambarkan sebaran data dalam bentuk garis regresi. Hasil regresi dikatakan Best
apabila garis regresi yang dihasilkan guna melakukan estimasi atau peramalan dari
sebaran data, menghasilkan error yang terkecil. Error itu sendiri adalah perbedaan antara
nilai observasi dan nilai yang diramalkan oleh garis regresi. Jika garis regresi telah Best
dan disertai pula oleh kondisi tidak bias (unbiased), maka estimator regresi akan efisien.
2. Linear mewakili linear dalam model, maupun linear dalam parameter. Linear dalam
model artinya model yang digunakan dalam analisis regresi telah sesuai dengan kaidah
model OLS dimana variabel-variabel penduganya hanya berpangkat satu.
3. Unbiased atau tidak bias, suatu estimator dikatakan unbiased jika nilai harapan dari
estimator b sama dengan nilai yang benar dari b. Artinya, nilai rata-rata b = b. Bila rata-
rata b tidak sama dengan b, maka selisihnya itu disebut dengan bias.
4. Estimator yang efisien dapat ditemukan apabila ketiga kondisi di atas telah tercapai.
Karena sifat estimator yang efisien merupakan hasil konklusi dari ketiga hal sebelumnya
itu.
Asumsi yang dikembangkan oleh Gauss dan Markov, yang kemudian teori tersebut terkenal
dengan sebutan Gauss-Markov Theorem. Serupa dengan asumsi-asumsi tersebut, Gujarati
(1995) merinci 10 asumsi yang menjadi syarat penerapan OLS, yaitu:
Asumsi 1: Linear regression Model. Model regresi merupakan hubungan linear dalam
parameter.
Y = a + bX +e
Untuk model regresi Y = a + bX + cX2 + e
Walaupun variabel X dikuadratkan, ini tetap merupakan regresi yang linear dalam parameter
sehingga OLS masih dapat diterapkan.
Asumsi 2: Nilai X adalah tetap dalam sampling yang diulang-ulang (X fixed in repeated
sampling). Dari sepuluh asumsi di atas tidak semuanya perlu diuji. Sebagian cukup hanya
diasumsikan, sedangkan sebagian yang lain memerlukan test. Tepatnya bahwa nilai X adalah
nonstochastic (tidak random).
Asumsi 3: Variabel pengganggu e memiliki rata-rata nol (zero mean of disturbance). Artinya,
garis regresi pada nilai X tertentu berada tepat di tengah. Bisa saja terdapat error yang berada
di atas garis regresi atau di bawah garis regresi, tetapi setelah keduanya dirata-rata harus
bernilai nol.
Asumsi 4: Homoskedastisitas, atau variabel pengganggu e memiliki variance yang sama
sepanjang observasi dari berbagai nilai X. Ini berarti data Y pada setiap X memiliki
rentangan yang sama. Jika rentangannya tidak sama, maka disebut heteroskedastisitas
Asumsi 5: Tidak ada otokorelasi antara variabel e pada setiap nilai xi dan ji (No
autocorrelation between the disturbance).
Asumsi 6: Variabel X dan disturbance e tidak berkorelasi. Ini berarti kita dapat memisahkan
pengaruh X atas Y dan pengaruh e atas Y. Jika X dan e berkorelasi maka pengaruh keduanya
akan tumpang tindih (sulit dipisahkan pengaruh masing-masing atas Y). Asumsi ini pasti
terpenuhi jika X adalah variabel non random atau non stochastic.
Asumsi 7: Jumlah observasi atau besar sampel (n) harus lebih besar dari jumlah parameter
yang diestimasi. Bahkan untuk memenuhi asumsi yang lain, sebaiknya jumlah n harus cukup
besar. Jika jumlah parameter sama atau bahkan lebih besar dari jumlah observasi, maka
persamaan regresi tidak akan bisa diestimasi.
Asumsi 8: Variabel X harus memiliki variabilitas. Jika nilai X selalu sama sepanjang
observasi maka tidak bisa dilakukan regresi.
Asumsi 9: Model regresi secara benar telah terspesifikasi. Artinya, tidak ada spesifikasi yang
bias, karena semuanya telah terekomendasi atau sesuai dengan teori.
Asumsi 10: Tidak ada multikolinearitas antara variabel penjelas. Jelasnya kolinear antara
variabel penjelas tidak boleh sempurna atau tinggi.
Penyimpangan masing-masing asumsi tidak mempunyai dampak yang sama terhadap regresi.
Sebagai contoh, adanya penyimpangan atau tidak terpenuhinya asumsi multikolinearitas
(asumsi 10) tidak berarti mengganggu, sepanjang uji t sudah signifikan. Hal ini disebabkan
oleh membesarnya standar error pada kasus multikolinearitas, sehingga nilai t, b, Sb,
menjadi cenderung kecil. Jika nilai t masih signifikan, maka multikolinearitas tidak perlu
diatasi. Akan tetapi, jika terjadi penyimpangan pada asumsi heteroskedastisitas atau pada
autokorelasi, penyimpangan tersebut dapat menyebabkan bias pada Sb, sehingga t menjadi
tidak menentu. Dengan demikian, meskipun nilai t sudah signifikan ataupun tidak signifikan,
keduanya tidak dapat memberi informasi yang sesungguhnya. Untuk memenuhi asumsi-
asumsi di atas, maka estimasi regresi hendaknya dilengkapi dengan uji-uji yang diperlukan,
seperti uji normalitas, autokorelasi, heteroskedastisitas, atupun multikolinearitas.
A. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah keadaan dimana variabel gangguan pada periode tertentu berkorelasi
dengan variabel gangguan pada periode lain. Sifat autokorelasi muncul bila terdapat korelasi
antara data yang diteliti, baik itu data jenis runtut waktu (time series) ataupun data kerat
silang (cross section). Hanya saja masalah autokorelasi lebih sering muncul pada data time
series, karena lekat dengan kontinyuitas dan adanya sifat ketergantungan antar data.
Asumsi terbebasnya autokorelasi ditunjukkan oleh nilai e yang mempunyai rata-rata nol, dan
variannya konstan. Asumsi variance yang tidak konstan menunjukkan adanya pengaruh
perubahan nilai suatu observasi berdampak pada observasi lain.
Autokorelasi akan muncul apabila ada ketergantungan atau adanya kesalahan pengganggu
yang secara otomatis mempengaruhi data berikutnya. Jika terdapat ketergantungan, dalam
bahasa matematisnya dituliskan sebagai berikut:
E(ui, uj) 0; i j
Sebaliknya, jika tidak terdapat ketergantungan atau tidak adanya kesalahan pengganggu yang
secara otomatis mempengaruhi data berikutnya maka masalah autokorelasi tidak akan
muncul. Hal seperti itu dalam bahasa matematisnya dituliskan sebagai berikut:
E(ui, uj) = 0; i j
Terdapat banyak faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya masalah autokorelasi
antara lain:
1. Kesalahan dalam pembentukan model, artinya, model yang digunakan untuk menganalisis
regresi tidak didukung oleh teori-teori yang relevan dan mendukung.
2. Tidak memasukkan variabel yang penting. Variabel penting yang dimaksudkan di sini
adalah variabel yang diperkirakan signifikan mempengaruhi variabel Y. Sebagai misal kita
ingin meneliti faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya inflasi. Secara teoritik,
banyaknya Jumlah Uang Beredar (JUB) mempunyai kaitan kuat dengan terjadinya inflasi.
Alur berfikirnya seperti ini, semakin banyak JUB maka daya beli masyarakat akan meningkat
tentu akan pula diikuti dengan permintaan yang meningkat pula, Jika jumlah penawaran tidak
mampu bertambah, tentu harga akan meningkat, ini berarti inflasi akan terjadi. Nah, tidak
dimasukkannya JUB sebagai prediktor, sangat besar mengandung kecenderungan terjadinya
autokorelasi.
3. Manipulasi data. Misalnya dalam penelitian kita ingin menggunakan data bulanan, namun
data tersebut tidak tersedia.
4. Menggunakan data yang tidak empiris.
Terdapat beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, antara lain melalui:
1. Uji Durbin-Watson (DW Test).
Uji Durbin-Watson yang secara populer digunakan untuk mendeteksi adanya serial korelasi
dikembangkan oleh ahli statistik (statisticians) Durbin dan Watson. Formula yang digunakan
untuk mendeteksi terkenal pula dengan sebutan Durbin- Watson d statistic, yang dituliskan
sebagai berikut:
Dalam DW test ini terdapat beberapa asumsi penting yang harus dipatuhi, yaitu:
- Terdapat intercept dalam model regresi.
- Variabel penjelasnya tidak random (nonstochastics).
- Tidak ada unsur lag dari variabel dependen di dalam model.
- Tidak ada data yang hilang.
-
Langkah-langkah pengujian autokorelasi menggunakan uji Durbin Watson (DW test) dapat
dimulai dari menentukan hipotesis. Rumusan hipotesisnya (H0) biasanya menyatakan bahwa
dua ujungnya tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negatif. Misalnya: terdapat
autokorelasi positif, atau, terdapat autokorelasi negatif. Bertolak dari hipotesis tersebut, maka
perlu mengujinya karena hipotesis sendiri merupakan jawaban sementara yang masih perlu
diuji. Terdapat beberapa standar keputusan yang perlu dipedomani ketika menggunakan DW
test, yang semuanya menentukan lokasi dimana nilai DW berada.
B. Uji Normalitas
Tujuan dilakukannya uji normalitas adalah untuk menguji apakah variabel penganggu (e)
memiliki distribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data dapat dilakukan sebelum
ataupun setelah tahapan analisis regresi. Pengujian normalitas ini berdampak pada nilai t dan
F karena pengujian terhadap keduanya diturunkan dari asumsi bahwa data Y atau e
berdistribusi normal.
Beberapa cara dapat dilakukan untuk melakukan uji normalitas, antara lain:
1. Menggunakan metode numerik yang membandingkan nilai statistik, yaitu antara nilai
median dengan nilai mean.
2. Menggunakan formula Jarque Bera (JB test),
3. Mengamati sebaran data, dengan melakukan hitungan-hitungan berapa prosentase
data observasi dan berada di area mana.
Data yang tidak normal juga dapat dibedakan dari tingkat kemencengannya (skewness) . Jika
data cenderung menceng ke kiri disebut positif skewness, dan jika data cenderung menceng
ke kanan disebut negatif skewness. Data dikatakan normal jika datanya simetris. Lihat
gambar berikut:
Negatif Skewness
Langkah transformasi data sebagai upaya untuk menormalkan sebaran data dapat dilakukan
dengan merubah data dengan nilai absolut ke dalam bilangan logaritma. Dengan
mentransformasi data ke bentuk logaritma akan memperkecil error sehingga kemungkinan
timbulnya masalah heteroskedastisitas juga menjadi sangat kecil (Setiaji, 2004: 18).
C. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual dari model yang diamati tidak
memiliki varians yang konstan dari satu observasi ke observasi lainnya (Kuncoro, 2001:
112). Analisis regresi menganggap kesalahan (error) bersifat homoskedastis, yaitu asumsi
bahwa residu atau deviasi dari garis yang paling tepat muncul serta random sesuai dengan
besarnya variabel-variabel independen (Arsyad, 1994:198).
Pengujian heteroskedastisitas menggunakan uji grafik, dapat dilakukan dengan
membandingkan sebaran antara nilai prediksi variabel terikat dengan residualnya, yang
output pendeteksiannya akan tertera berupa sebaran data pada scatter plot. Dengan
menggunakan alat bantu komputer teknik ini sering dipilih, karena alasan kemudahan dan
kesederhanaan cara pengujian, juga tetap mempertimbangkan valid dan tidaknya hasil
pengujian.
D. Uji Multikolinearitas
Multikolinieritas adalah suatu keadaan dimana terjadi korelasi linear yang perfect
atau eksak di antara variabel penjelas yang dimasukkan ke dalam model.
Pengujian multikolinearitas merupakan tahapan penting yang harus dilakukan dalam
suatu penelitian, karena apabila belum terbebas dari masalah multikolinearitas akan
menyebabkan nilai koefisien regresi (b) masing-masing variabel bebas dan nilai
standar error-nya (Sb) cenderung bias, dalam arti tidak dapat ditentukan kepastian
nilainya, sehingga akan berpengaruh pula terhadap nilai t (Setiaji, 2004: 26).
Terdapat beragam cara untuk menguji multikolinearitas, di antaranya: menganalisis
matrix korelasi dengan Pearson Correlation atau dengan Spearmans Rho
Correlation, melakukan regresi partial dengan teknik auxilary regression, atau dapat
pula dilakukan dengan mengamati nilai variance inflation factor (VIF).
2.KESIMPULAN
Mengerti apa yang dimaksud dengan uji asumsi klasik.
Mengerti item-item asumsi.
Menjelaskan maksud item-item asumsi.
Menyebutkan nama-nama asumsi yang harus dipenuhi.
Mengerti apa yang dimaksud dengan autokorelasi.
Mengerti apa yang dimaksud dengan multikolinearitas.
Mengerti apa yang yang dimaksud dengan heteroskedastisitas.
Mengerti apa yang dimaksud dengan normalitas.
Menjelaskan timbulnya masalah-masalah dalam uji asumsi klasik.
Menjelaskan dampak dari autokorelasi, heteroskedastisitas, multikolinearitas,
normalitas.
Menyebutkan alat deteksi dari masalah-masalah tersebut.
Menggunakan sebagian alat-alat deteksi.
Menjelaskan keterkaitan asumsi-asumsi.
Menjelaskan konsekuensi-konsekuensi dari asumsi.
Dalam DW test ini terdapat beberapa asumsi penting yang harus dipatuhi, yaitu:
- Terdapat intercept dalam model regresi.
- Variabel penjelasnya tidak random (nonstochastics).
- Tidak ada unsur lag dari variabel dependen di dalam model.
- Tidak ada data yang hilang.
-
Langkah-langkah pengujian autokorelasi menggunakan uji Durbin Watson (DW test) dapat
dimulai dari menentukan hipotesis. Rumusan hipotesisnya (H0) biasanya menyatakan bahwa
dua ujungnya tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negatif. Misalnya: terdapat
autokorelasi positif, atau, terdapat autokorelasi negatif. Bertolak dari hipotesis tersebut, maka
perlu mengujinya karena hipotesis sendiri merupakan jawaban sementara yang masih perlu
diuji. Terdapat beberapa standar keputusan yang perlu dipedomani ketika menggunakan DW
test, yang semuanya menentukan lokasi dimana nilai DW berada.
2. Menggunakan metode LaGrange Multiplier (LM).
LM sendiri merupakan teknik regresi yang memasukkan variabel lag. Sehingga terdapat
variabel tambahan yang dimasukkan dalam model. Variabel tambahan tersebut adalah data
Lag dari variabel dependen. Dengan demikian model dalam LM
menjadi sebagai berikut:
x N lebih kecil dari chi-square (2) tabel, maka standar error telah bebas dari masalah
heteroskedastisitas, atau telah homoskedastis.
Sehingga nilai b1 hasilnya tidak menentu. Hal itu akan berdampak pula pada standar error Sb
akan menjadi sangat besar, yang tentu akan memperkecil nilai t.
p. Jelaskan apa yang dimaksud dengan normalitas!
Tujuan dilakukannya uji normalitas adalah untuk menguji apakah variabel penganggu (e)
memiliki distribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data dapat dilakukan sebelum
ataupun setelah tahapan analisis regresi. Hanya saja pengalaman menunjukkan bahwa
pengujian normalitas yang dilakukan sebelum tahapan regresi lebih efisien dalam waktu.
q. Jelaskan kenapa normalitas timbul!
Normalitas timbul untuk menghindari dampak yang mungkin akan ditimbulkan dari adanya
ketidaknormalan data seperti bias pada nilai t hitung dan nilai F hitung. Pengujian normalitas
ini berdampak pada nilai t dan F karena pengujian terhadap keduanya diturunkan dari asumsi
bahwa data Y atau e berdistribusi normal.
dimana:
S = Skewness (kemencengan) distribusi data
K= Kurtosis (keruncingan)
Skewness sendiri dapat dicari dari formula sebagai berikut:
Standar deviasi ini digunakan untuk menentukan rentang deviasi dari posisi simetris data.