Anda di halaman 1dari 14

LEASING SYARIAH DENGAN LEASING KONVENSIONAL

PERBANDINGAN DARI SISI PINJAMAN UANG DAN PEMBELIAN


BARANG

Musyfik Fakhri Ali


Fakultas Syariah IAIN Surakarta
E-mail: fmusyfik@yahoo.com

I. PENDAHULUAN
Pada era dewasa ini, menjadi wirausaha merupakan pilihan alternatif bagi para
pencari kerja dalam memenuhi tuntutan hidup. Usaha tersebut bisa diciptakan dalam
bentuk industri rumah tangga (home industry), industri kecil menengah (mikro),
maupun perusahaan dalam skala makro. Namun, minat menjadi wirausaha kerap kali
terbentur dengan masalah modal pengadaan alat, sarana prasarana usaha yang
terbilang tidak kecil ongkosnya.
`Demikian pula sifat konsumtif yang merebak di kalangan masyarakat dalam
memenuhi hajat hidupnya, membuat mereka menempuh beberapa jalan yang
sebenarnya tidak diperkenankan oleh syara, bahkan merugikan mereka di kemudian
hari. Salah satu jalan tersebut adalah financial lease atau yang sering disebut leasing
untuk mendapatkan modal usaha atau hanya sekedar memenuhi kebutuhan kerja
(seperti membeli mobil, sepeda motor, dsb). Ketika mereka terjebak dalam situasi
yang sulit, sehingga tidak bisa membayar uang cicilan, akhirnya barang/modal yang
semula diharapkan memberi keuntungan malah raib diambil kembali oleh pihak bank/
perusahaan leasing.1

1. Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. IIIT Indonesia, Jakarta,
2003, h. 111
Bank Syariah yang memiliki misi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan
ekonomi social, memiliki peran strategis dalam menanggapi permasalahan tersebut.
Dengan berpedoman pada nilai-nilai Islam, Bank Syariah memberikan alternative
terhadap praktik-praktik ekonomi yang dilarang oleh syariat, namun sudah menjadi
budaya dan kebutuhan masyarakat. Salah satunya adalah alternative bank syariah
terhadap transaksi leasing

A. Pengertian jual beli


Dalam pasal 1457 KUHPERdata di uraikan bahwasanya yang dimaksud jual
beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya
untuk menyerahkan suatu barang , dan pihak yang lain untuk membayar harga
yang telah di janjikan. Sebagai persetujuan, untuk dianggap sah maka persetujuan
jual beli tersebut wajib memenuhi empat syarat sahnya persetujuan sebagaimana
di atur dalam pasal 1320 KUHPERdata yakni:
1. Kesepakatan mereka yang mengikat dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu pokok persoalan tertentu, dan
4. Suatu sebab yang tidak terlarang2
Suatu hal yang menarik dalam transsaksi jual beli, bahwasanya secara hokum
jual beli sudah di anggap terjadi pada saat penjual dan pembeli telah sepakat
mengenai barang beserta harga jualnya, meskipun barang yang disepakati belum di
serahkan oleh penjual kepada pembeli atau pembeli belum membayar harga yang

2
NM. Wahyu Kuncoro, 97 Risiko Transaksi Jual Beli(cet. 1;Jakarta: Raih Asa Sukses, 2015), h.
8
telah disepakati. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1458 KUHPerdata3
yang menyatakan jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera
setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta
harganya, meskipun barang tersebut belum diserahkan dan harganya belum di
bayar. Ini berarti bahwasanya dalam suatu transsaksi jual beli, dengan adanya
kesepakatan antara penjual dan pembeli maka kedua belah pihak terikat satu sama
lain untuk melaksanakan apa yang telah disepakati(asas konsensuil/konsensual).
Berdasarkan ketentuan pasal 1458 KUHPerdara ini pula, penjual atau pembeli tidak
dapat mengingkari pelaksaan yang telah disepakati bersama. Apabila salah satu pihak
berupaya untuk mengingkari kesepakatan, pihak yang lain dapat menuntut pihak yang
mengingkari tersebut untuk melaksanakan kesepakatan tersebut.
Sedangkan pengertian jual beli menurut Islam secra bahasa berarti al-Bai, al-Tijarah
dan mubadalah, sebagaimana Allah. Swt. Berfirman:
)29: (
Mereka mengharapkan perdagangan yang tidak akan rugi (fathir: 29)4
Menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli adalah sebagai
berikut.
1. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan
melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling
merelakan5
2.
.

3
NM. Wahyu Kuncoro, 97 Risiko Transaksi Jual Beli(cet. 1;Jakarta: Raih Asa Sukses, 2015), h.
9. Dst.
lihat juga penjelasannya dalam KUHPERdata, BAB 5 tentang jual beli(cet. 1;Jakarta:
Visimedia, 2015), h. 374. Dst.
4
Lihat Al quran surat fathir ayat 29
5
Lihat Idris Ahmad, fiqh al-syafiiyah, hlm. 5.
pemilik harta benda dengan jalan tukar-menukar yang sesuai dengan aturan
syara.6
3. . .
"saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola dengan ijab qabul, dengan
cara yang sesuai dengan syara.7

Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa inti jual beli ialah satu perjanjian
tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara
kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya
sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang dibenarkan syara dan disepakati.

Sesuai dengan ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi persyaratan-


persyaratan, rukun-rukun dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan jual beli
sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan
kehendak syara.

Benda dapat mencakup pengertian barang dan uang, sedangkan sifat benda tersebut
harus dapat dinilai, yakni benda-benda yang berharga dan dapat dibenarkan
penggunaannya menurut syara. Benda itu ada kalanya bergerak (dipindahkan) dan
adakalanya tetap (tidak dapat dipindahkan), ada yang dapat dibagi-bagi, adakalanya
tidak dapat dibagi-bagi, ada harta yang ada perumpamaannya (mitsli) dan tak ada
yang menyerupai (qimi) dan yang lain-lainnya. Penggunaan harta tersebut dibolehkan
sepanjang tidak dilarang syara.

Benda-benda seperti alkohol, babi, dan barang terlarang lainnya haram diperjual
belikan sehingga jual beli tersebut dipandang batal dan jika dijadikan harga penukar,
maka jual beli tersebut dianggap fasid.8 Jual beli menurut Malikiyah ada dua macam:

1. Jual beli yang bersifat umum: suatu perikatan tukar-menukar sesuatu yang
bukan kemanfaatan dan kenikmatan.
2. Jual beli dalam arti khusus : ikatan tukar menukar sesuatu yang bukan
kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang menpunyai daya tarik,
penukarannya bukan emas dan bukan pula perak, bedanya dapat direalisir dan

6
Lihat Nawawi, 1956: 130.
7
Taqiyudin, kifayat al-akhyat, t.t. hlm. 329.
8
Lihat, Masduki, fiqh Muamalah madiyah,1986:5.
ada seketika (tidak ditangguhkan), tidak merupakan utang baik barang itu ada
dihadapan si pembeli maupun tidak, barang yang sudah diketahui sifat-
sifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu.9

B. pengertian leasing

bahasa inggris lease dalam arti kata biasa/umum menyewakan merupakan


pengertian yang pengertian istilah lain, seperti dengan rent/rental dan
sebagainya.10

Di berbagai Bagi mereka yang tidak bergerak dalam dunia perusahaan,


leasing yang berasal dari Negara Eropa, antara lain Nederland dan Belgia, orang
mencoba mengalih bahasakan/mengartikan kata leasing ini dalam bahasa
nasionalnya sendiri/masing-masing. Alih bahasa itu ternyata menemui kegagalan,
karena kurang lengkapnya, sehingga dapat menjadi sumber penafsiran yang berbeda-
beda. Sebenarnya leasing merupakan nama kumpulan untuk semua perjanjian lease.

Kenapa pengertian leasing tidak mudah dalam menjelaskan mengenai sifat-


sifat leasing itu sendiri ?jawabannya ialah, karena menurut kenyataannya leasing itu
muncul dalam banyak bentuk, yang satu dengan yang lainnya berbeda sekali.
Kerumitan mengenai penggunaan istilah ini disebabkan pula oleh berbagai pandangan
para ahli, serta perundang-undangan yang berbeda-beda, seperti yang menyangkut
Undang-undang perpajakan dan hukum perdata, yang kedua-duanya bisa memberi
pengaruh yang berbeda pula terhadap leasing ini.

C. Sifat, Ciri Leasing

Berbicara tentang sifat, tanda atau cirri leasing, justeru disinilah letak
kesulitan dalam penguraiannya disebabkan terdapat keruwetan atau complexnya
masalah. Secara umum apabila kita teliti agak mendalam, leasing itu ada kaitannya
dengan bentuk pengaturan keuangan, dengan perjanjian sewa-menyewa, dengan
pemberian kredit, dengan sewa beli, dengan pemberian jasa, juga dilatar belakangi
oleh hukum dan perpajakan, di samping sangkut pautnya masalah ekonomi. Karena
alasan itulah maka saya anjurkan pula, agar memahami pula pengertian tentang: jual-

9
Lihat al-jazari, fiqh Ala Madzahib al-Arbaah, hlm 151.
10
Komar andasasmita, serba-serbi LEASING teori dan praktek, cet.3 (Bandung: ikatan notaris
Indonesia komisariat daerah jawa barat, 1989), h 34 dst.
beli dengan angsuran, jual beli dengan hak beli kembali, sewa-beli dan sewa-
menyewa.

Sebagai contoh, undang-undang Belgia dan Prancis (perhatikan pula di


spanyol) telah mengaturnya secara paksaan hal yang menyangkut location-
financement, yaitu pembiayaan dalam persewaan (juga credit-bail), agar
lease/penyewa pada akhir perjanjian dapat menjadi pemilik (owner) atas barang lease
yang bersangkutan dengan harga yang ditentukan pada waktu penutupan kontrak,
dikenal dengan hak pilih atau optierecht, yaitu hak untuk memilih yang ada pada
lease untuk membeli atau memperpanjang kontrak. Beda lagi dengan pandangan para
ahli di Inggris, Amerika, Jerman Barat dan sebagian besar Negara eropa yang
lainnya.11

Dari keterangan singkat diatas, pantaslah kiranya, bahwa ditinjau dari segi
hukum kita belum begitu mempunyai pegangan yang mantap, yang cocok dengan
selera kita tentang leasing ini. Yang merupakan pokok persoalan dalam hal ini adalah
hubungan kontrak paling sedikit antara dua pihak yaitu pihak leasor dan pihak
lease, yang menghendaki pemanfaatan obyek lease tanpa menjadi pemilik menurut
hukum (juridisch eigenaar), dengan bentuk dan isi selain daripada berkenaan dengan
ekonomi, juga akibat perpajakan.

Perkembangan usaha atau aktivitas leasing bila kita perhatikan ternyata


menyangkut tiga aspek, yaitu :hukum,pajak,dan ekonomi. Titik tolak dalam masalah
leasing semula didasarkan atas pemakaian barang lease dan bukan perolehan. Untuk
bisa menjadi pemakai bagi lessee merupakan tujuan utama, walaupun bila
dikehendakinya dapat pula menjadi pemilik barang tersebut. Tentu saja dengan
memperhatikan untung-ruginya, yang secara seksama perlu penelitian dari pihaknya.

Memang memperoleh pemakaian (hak manfaat) atas suatu barang itu leasing
bukan satu-satunya cara. Cara lain itu misalnya sewa-menyewa dan sewa-beli
tersebut. Di sekian banyak keuntungan, hak opsi pembelian merupakan salah satu
segi keuntungan yang menarik bagi kedua belah pihak, di samping urusan perpajakan
dan keuangan(ekonomi). Kiranya dapat di nilai, bahwa dari ketiga aspek tersebut
leasing terdapat di tengah-tengah antara sewa-menyewa dan sewa-beli. dengan
menyesuaikan pada tujuan dan kehendak kedua belah pihak (leasor dan lessee) terang
kiranya, bahwa peraturan hukum yang berlaku bagi perjanjian sewa-menyewa dan
sewa-beli akan berlaku pula untuk kontrak lease. Baik hakim maupun pembentuk

11
Komar andasasmita, serba-serbi., h. 36
undang-undang tentunya akan memperhatikan segi-segi hukum dan fiscal dalam
masalah usaha leasing ini.

Marilah kita perhatikan sifat-sifat atau tanda-tanda lain dari leasing ini.
Mengingat beraneka ragamnya bentuk leasing ini, maka selain dari sifat umum
tersebut, perlu pula kita meneliti sifat-sifat yang berkenaan dengan setiap bentuk
leasing itu.

Di antara tanda-tanda atau cirri lainnya itu dapat dikemukakan sebagai berikut

1. Menyangkut barang (obyek) khusus yang merupakan suatu kesatuan sendiri.12


2. Memperoleh pemakaian merupakan tujuan utama13
3. Cirri pada leasing selalu terdapat hubungan antara lamanya kontrak lease
dengan lamanya pemakaian barang yang merupakan obyek lease.14

E. Leasing Syariah
Sewa guna usaha (leasing) pada awalnya di kenal di Amerika Serikat, yaitu
berasal dari kata lease yang berarti menyewa. Sedangkan dalam ekonomi Islam
istilah yang berkaitan dengan leasing adalah Ijarah (al ijarah) yang berasal dari
kata al ajru yang berarti al iwadhu (ganti). Untuk memahami lebih lanjut, berikut ini
akan dikemukakan definisi dari penjelasan di atas.
1. Berdasar SK Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991 tanggal 21 November
1991, sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang
modal baik secara sewa guna usaha dengan menggunakan hak opsi (finance lease)
maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan
oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
2. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah) atas
barang itu sendiri.15 Dalam konteks perbankan syariah, ijarah adalah
merupakan lease contract dimana suatu bank atau lembaga keuangan menyewakan
peralatan (equipment) kepada salah satu nasabahnya berdasar pembebanan biaya yang
sudah ditentukan secara pasti sebelumnya (fixed charge). Mekanisme yang dilakukan
di sektor Perbankan Syariah adalah sebagai berikut:

12
Komar Andasasmita, Serba-serbi., h. 38.
13
Komar Andasasmita, serba-serbi., h. 39.
14
Komar Andasasmita, Serba-serbi., h. 41.
15
M Yazid Afandi, M.Ag.,fiqh MUAMALAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM LEMBAGA
KEUANGAN SYARIAH, Cet. 1(Yogyakarta: Logung Praktika, 2009), hal. 178 dst.
a). Transaksi Ijarah ditandai dengan adanya pemindahan manfaat. Jadi dasarnya
prinsip Ijarah sama saja dengan jual beli. Namun, perbedaan terletak pada obyek
transaksinya, pada Ijarah obyeknya adalah jasa.
b). Pada akhir sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah.
Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah Muntahiya
Bittamlik(Ijarah dengan waad perpindahan kepemilikan objek ijarah pada saat
tertentu).
c). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian antara bank dengan
nasabah.
d). Leasing Ijarah adalah pengadaan barang modal oleh lessor diikuti perpindahan
kepemilikan kepada lessee dengan cara pembelian saham kepemilikan secara
angsuran.
F. Rukun dan Syarat Leasing Syariah
Sebagai suatu transaksi umum, leasing baru dianggap sah apabila telah
memenuhi rukun dan syaratnya. Adapun rukun dan syarat leasing adalah:
1. Kedua orang yang berakad telah baligh dan berakal.
2. Adanya kerelaan dari kedua belah pihak untuk melakukan akad.
3. Objek ijarah harus diketahui secara sempurna agar tidak ada perselisihan di
kemudian hari, memiliki manfaat, tidak cacat, dan halal menurut syara.
4. Barang yang disewakan tidak terpaut utang.
5. Objek leasing diserahkan dan dipergunakan secara langsung.
6. Mengenai upah sewa harus jelas.

G. Manfaat dan Keunggulan Leasing Syariah


Manfaat dan keunggulan dari kegiatan atau industri sewa guna
usaha/leasing antara lain :
1. Leasing/sewa guna usaha dapat dijadikan sebagai salah satu sumber dana bagi
pengusaha yang membutuhkan barang modal, selama jangka waktu tertentu dengan
membayar sewa.
2. Usaha leasing/sewa guna usaha dapat memberikan pembiayaan dalam waktu yang
cepat.
3. Dengan perjanjian leasing/sewa guna usaha, suatu perusahaan akan terasa lebih
menghemat dalam hal pengeluaran dana tunai dibanding dengan membeli secara
tunai.
4. Mempunyai keunggulankeunggulan sebagai alternative baru bagi pembiayaan di
luar system perbankan, misalnya :
a) Proses pengadaan peralatan modal relative lebih cepat dan tidak memerlukan
jaminan kebendaan, prosedurnya sederhana dan tidak ada keharusan melakukan studi
kelayakan yang memakan waktu lama.
b) Pengadaan kebutuhan modal alatalat berat dan mahal dengan teknologi tinggi
amat meringankan terhadap kebutuhan cash flow-nya mengingat system pembayaran
cicilan berjangka panjang.
c) Posisi cash flow perusahaan akan lebih baik dan biayabiaya modal menjadi
lebih murah dan menarik.
d) Perencanaan keuangan perusahaan lebih mudah dan sederhana.

Menurut Pasal 1 angka 9 Keputusan Ketua Bapepam- LK Nomor: PER-


03/BL/2007 tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip
Syariah, Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam
bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak
opsi (Finance Lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating Lease)
untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (Lessee) selama jangka waktu
tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran sesuai dengan Prinsip
Syariah.
Disebutkan bahwa sumber pendanaan bagi Perusahaan Pembiayaan
yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah wajib diperoleh
berdasarkan prinsip syariah,16 seperti melalui:17 (a) Pendanaan Mudhrabah
Mutlaqah (unrestricted investmen);18 (b) Pendanaan Mudhrabah Muqayyadah

16
Pasal 2 ayat (1) Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: PER- 03/ BL/2007 tentang Kegiatan
Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah
17
Ibid. Pasal 2 ayat (2)

18 Pendanaan Mudhrabah Mutlaqah diperoleh Perusahaan Pembiayaan


melalui akad kerja sama dengan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang
dana (hibul ml), dimana hibul ml tersebut membiayai 100% (seratus
perseratus) modal kegiatan pembiayaan untuk proyek yang tidak ditentukan
oleh Perusahan Pembiayaan, dan keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan
yang dituangkan dalam akad.
(restricted investment);19 (c) Pendanaan Mudhrabah Musytarakah;20 (d)
Pendanaan Musyrakah (Equity participation);14 dan (e) Pendanaan lainnya
yang sesui dengan prinsip syariah.
Sewa Guna Usaha dalam kegiatan pembiayaannya.

menggunakan akad berdasar Ijrah, atau Ijrah Muntahiyah Bitamlik.21


Disebutkan bahwa akad Ijrah adalah akad penyaluran dana untuk
pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu
dengan pembayaran sewa (ujrah), antara Perusahaan Pembiayaan sebagai
pemberi sewa (muajjir) dengan penyewa (mustajir) tanpa diikuti pengalihan
kepemilikan barang itu sendiri. Sedangkan Ijrah Muntahiyah Bitamlik adalah
akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu
barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara
Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa (muajjir) dengan penyewa
(mustajir) disertai opsi pemindahan hak milik atas barang yang disewa
kepada penyewa setelah selesai masa sewa.
Berikut adalah proses kegiatan Sewa Guna Usaha dengan Akad Ijrah dan
kegiatan Sewa Guna Usaha dengan Akad Ijrah Muntahiyah Bitamlik.

1. Sewa Guna Usaha (Leasing) dengan Akad Ijrah

Dalam akad Ijrah, Perusahaan Pembiayaan leasing berlaku sebagai pemberi


sewa dan mempunyai hak antara lain meliputi: (a) memperoleh pembayaran
sewa dan atau biaya lainnya dari penyewa (mustajir); dan (b) mengakhiri
akad Ijrah dan menarik obyek Ijrah apabila penyewa (mustajir) tidak
mampu membayar sewa sebagaimana diperjanjikan. Adapun kewajiban
Perusahaan Pembiayaan leasing sebagai pemberi sewa (muajjir) antara lain
meliputi: (a) menyediakan obyek Ijrah yang disewakan; (b) menanggung

19 Pendanaan Mudhrabah Muqayyadah diperoleh Perusahaan Pembiayaan

melalui akad kerja sama dengan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang
dana (hibul ml), di mana hibul ml tersebut membiayai 100% (seratus
perseratus) modal kegiatan pembiayaan untuk proyek yang telah ditentukan
oleh Perusahan Pembiayaan, dan keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan
yang dituangkan dalam akad
20 Pendanaan Mudhrabah Musytarakah diperoleh Perusahaan Pembiayaan

melalui akad kerja sama dengan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang
dana (hibul ml), dimana hibul ml dan Perusahaan Pembiayaan selaku
pengelola (Mudhrib) turut menyertakan modalnya dalam kerja sama investasi
dan keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad
21
Pasal 6a Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: PER- 03/BL/2007 tentang Kegiatan Perusahaan
Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah.
biaya pemeliharaan obyek Ijrah; dan (c) menjamin obyek Ijrah yang
disewakan tidak terdapat cacat dan dapat berfungsi dengan baik.
Sedangkan penyewa (mustajir) mempunyai hak antara lain meliputi: (a)
menerima obyek Ijrah dalam keadaan baik dan siap dioperasikan; dan (b)
menggunakan obyek Ijrah yang disewakan sesuai dengan persyaratan-persyaratan
yang diperjanjikan. Dan kewajiban penyewa (mustajir) antara lain meliputi: (a)
membayar sewa dan biaya-biaya lainnya sesuai yang diperjanjikan; (b)
mengembalikan obyek Ijrah apabila tidak mampu membayar sewa; (c) menjaga
menggunakan obyek Ijrah sesuai yang diperjanjikan; dan (d) tidak menyewakan
kembali dan atau memindahtangankan obyek Ijrah kepada pihak lain.

Saya akan mengulangi tentang pemaknaan leasing kembali agar semakin jelas
nya pemahaman terhadap leasing itu sendiri. Leasing adalah: perjanjian sewa
menyewa, biasanya objeknya adalah tanah, gedung, peralatan modal, mobil dan lain
sebagainya, selama jangka waktu tertentu dengan pembayaran sewa berkala, yang
harga sewanya di atas harga sewa biasa; dan umumnya pada akhir masa sewa,
penyewa di berikan opsi untuk memperbaharui akad sewa atau membeli barang sewa
tersebut.22

Akad beli sewa ini pertama kali muncul di inggris, dilatar belakangi oleh
kenyataan yang dihadapi para penjual barang secara kredit, dimana sering terjadi
kredit macet sedangkan kepemilikan barang telah berpindah kepada tangan pembeli
yang sering berakhir dengan kerugian pihak penjual. Untuk mengurangi resiko ini
dibuat sebuah transaksi sewa yang bila penyewa melunasi kewajiban sewanya
kepemilikan barang berpindah berpindah pada penyewa. Karena akad sewa ini
bertujuan untuk kepemilikan barang maka besarnya uang sewa diatas harga sewa
biasa.

Dengan akad sewa beli ini pihak penjual diuntungkan, bila terjadi sewa macet
ia langsung menarik barang tanpa harus mengajukan gugatan ke pengadilan karena
kepemilikan barang masih ditangan nya dan sewa yang dibayar juga di atas harga
sewa biasa.

Akad sewa beli ini juga dipraktikan oleh berbagai lembaga jasa perkreditan di
berbagai Negara Islam, mengingat jasa ini sangat menguntungakn lembaga keuangan.

22
Al Syaikh, ijarah Muntahiyah bittamlik, hal 63.
Mengenai hukum akad ini telah dikeluarkan fatwa dari lembaga fatwa
kerajaan arab Saudi yang berbunyi,

Dewan ulama besar kerajaan Arab Saudi yang bersidang di Riyadh pada
tahun 1999, setelah mempelajari dan mengkaji penelitian-penelitian tentang akad
sewa beli (leasing) memutuskan bahwa akad sewa beli hukumnya tidak di bolehkan
dalam Islam. Dengan alasan sebagai berikut:

a. Akad ini merupakan gabungan dua akad23 yang berbeda dan


bertentangan pada satu barang; akad beli yang mengharuskan
perpindahan barang dan manfaatnya ke tangan pembeli maka pada saat
itu tidak sah menyewakannya ke pembeli karena barang telah ia miliki,
sementara akad sewa hanya mengharuskan perpindahan manfaat barang
ke tangan penyewa, bukan berpindah kepemilikan.
Juga akad beli mengharuskan tanggungan barang yang dijual dan
fungsinya berpindah ke tangan pembeli, jika barang raib/lenyap, maka
pembelilah yang menanggung kerugian, bukan penjual. Sedangkan dalam
akad sewa, tanggungan barang berada pada pemilik barang (bukan
penyewa), raibnya barang di tanggung oleh pemilik, kecuali terdapat
kelalaian dari pihak penyewa.

b. Harga sewa per tahun atau per bulan, bila di hitung dapat menutupi
harga jual barang, padahal penjual menganggapnya sewa, hal ini
bertujuan agar pembeli(penyewa) tidak dapat menjual ke pihak lain.

Contoh:
Bila harga sebuah barang SR.50,000.00 dan sewa barang perbulan
biasanya hanya SR.1,000.00 (maka dalam akad sewa beli) harga sewanya
menjadi SR.2,000.00 harga sewa ini sengaja di naikkan karena
sesungguhnya dimaksudkan untuk menutupi harga jual barang. Jika
penyewa pada bulan terakhir akad sewa tidak dapat melunasi sewa maka
barang di tarik oleh pemilik barang dan dia tidak akan mengembalikan
selisih harga sewa normal dengan harga sewa pada akad leasing, ini
karena dianggap penyewa telah menggunakan barang sewaan.

23
Nabi melarang menggabungakan dua akad apada satu akad dalam hadis yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah Bahwa nabi melarang dua jual-beli dalam satu jual-beli. (HR Nasai.
Derajat hadis ini dinyatakan shahih oleh Al-Albani.)
Dalam akad sewa beli ini sangat tampak jelas kedzalimannya.

Setelah akad ini diharamkan oleh Dewan Ulama Besar kerajaan Arab Saudi maka
dalam muktamar Majma Al fiqh Al Islami (divisi fiqih OKI) di riyadh mengeluarkan
keputusan no:110 (4/12) tahun 2000, yang menjelaskan bentuk leasing yang
diharamkan dan dibuat kriteria umum untuk leasing yang dibolehkan oleh syariat.
Bunyi keputusan tersebut,

prinsip leasing yang diharamkan: terdapat dua akad yang berbeda dalam
satu akad terhadap sebuah barang dalam satu jangka waktu.

Prinsip leasing yang dibolehkan:

a. Terdapat dua akad yang terpisah satu dengan lainnya dalam bentuk waktu,
dimana akad jual dilakukan setelah akad sewa berakhir, atau diawal akad
sewa akan tetapi hanya disebutkan janji untuk memindahkan kepemilikan
barang sewaan kepada penyewa setelah akad sewa berakhir.

b. Akad sewa diterapakan sesuai dengan sewa yang dibenarkan syariat dan
bukan sekedar kedok (untuk penjualan secara kredit).

c. Tanggungan barang sewaan berada pada pemilik barang bukan pihak


penyewa. Dengan demikian pemilik barang yang menanggung segala
kerusakan barang, kecuali terbukti ada unsur kelalaian dari pihak penyewa.
Demikian juag penyewa tidak menanggung biaya apapun jika barang sama
sekali tidak dapat digunakan.

d. Jika barang mesti diasuransikan maka harus dilakukan asuransi yang islami
dan biaya asuransi ditanggung oleh pihak pemilik barang sewaan.

e. Selama masa sewa, wajib diterapkan hukum-hukum sewa yang dijelaskan


dalam fikih Islam dan setelah selesai akad sewa baru boleh diterapkan
hukum-hukum jual-beli pada saat pemindahan kepemilikan barang.
f. biaya pemeliharaan barang selama masa sewa di tanggung oleh pemilik
barang bukan penyewa, kecuali biaya operasioanal24.

AAOIFI mempertegas keputusan ini dan menuangkannya dalam butir-butir


panduan perbankan Islam, beli sewa islami tidak terlepas dari akad ijarah (sewa)
yang di kenal fikih dengan segala konsekuensinya, dan setelah berakhir masa sewa,
maka pihak pemilik barang menjanjikan untuk memindahkan kepemilikannya kepada
penyewa. Beli sewa Islami ini telah disahkan oleh majma Al Fiqh Al Islami (divisi
fikih OKI) dengan penjabaran bentuk yang di bolehkan.

Sewa beli Islami berbeda dengan leasing yang di praktikan oleh lembaga
keuangan konvensional; dimana hukum-hukum jual beli dan sewa diterapkan
sekaligus pada satu barang yang disewakan. Kemudian kepemilikan barang
berpindah kepada penyewa dengan pelunasan angsuran terakhir tanpa akad jual
yang terpisah dari akad sewa.

Adapun pada akad beli sewa islami, hanya hukum Ijarah (sewa) yang diterapkan
pada barang sewaan selama masa akad sewa. Setelah berakhir masa sewa maka
pemindahan kepemilikan barang dilangsungkan berdasarkan akad baru (jual-beli,
janji hibah atau hibah yang dikaitkan dengan pelunasan uang sewa terakhir)25

24
Seperti; bensin dan oli, jiak barang sewa beli berbentuk mobil
25
AAOIFI, Al Maayiir As Syariyyah, hal 122.

Anda mungkin juga menyukai