Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

INTUSUSEPSI&LABIO / PALATO SKISIS

Kelompok 9 :
Elyana Dewi 30140114023
Nobertus Leonando 30140113033
Sudarmi 30140114040
Yohana Frida 30140114010

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
2016
ANATOMI FISIOLOGI

A. MULUT
Mulut terdiri atas 2 bagian :
1. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi
2. Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh
tulang maksilaris,palatum, dan mandibularis, di sebelah belakang bersambungan
dengan faring.

B. USUS HALUS dan USUS BESAR

Usus Halus
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Diameter usus halus kurang lebih 2,5 cm. Usus halus
(intestinum) merupakan tempat penyerapan sari makanan dan tempat terjadinya proses
pencernaan yang paling panjang. Usus halus terdiri dari tiga bagian, yaitu :
1. Usus dua belas jari (duodenum)
2. Usus kosong (jejunum)
3. Usus penyerap (ileum)
Anatomi Dinding Usus Halus
1. Dinding Usus Halus
a) Vili
Pada dinding usus penyerap (ileum) terdapat jonjot-jonjot usus yang
disebut vili. Vili berfungsi memperluas daerah penyerapan usus halus sehingga sari-
sari makanan dapat terserap lebih banyak dan cepat. Dinding vili banyak mengandung
kapiler darah dan kapiler limfe (pembuluh getah bening usus).
Agar dapat mencapai darah, sari-sari makanan harus menembus sel dinding usus
halus yang selanjutnya masuk pembuluh darah atau pembuluh limfe. Glukosa, asam
amino, vitamin, dan mineral setelah diserap oleh usus halus, melalui kapiler darah
akan dibawa oleh darah melalui pembuluh vena porta hepar ke hati. Selanjutnya, dari
hati ke jantung kemudian diedarkan ke seluruh tubuh.

b) Mikrovilli
Mikrovilli adalah tonjolan tonjolan halus berbentuk jari jari. Mikrovilli berfungsi
untuk memperluas permukaan sel sel epitel yang berhubungan dengan makanan,
untuk memfasilitasi penyerapan nutrisi

2. Kelenjar
a) Kelenjar kelenjar Usus (kripta Lieberkuhn)
Tertanam dalam mukosa dan membuka diantara basis basis villi. Kelenjar ini
mensekresi hormon dan enzim
b) Kelenjar Penghasil Mukus
1. Sel Goblet terletak dalam epitelium di sepanjang usus halus. Sel goblet
menghasilkan mukus pelindung.
2. Kelenjar Brunner terletak dalam submukosa duodenum yang berfungsi
menghasilkan glikoprotein netral untuk menetralkan HCl lambung,
melindungi mukosa duodenum terhadap pengaruh asam getah lambung,
dan mengubah isi usus halus ke pH optimal untuk kerja enzim-enzim
pankreas
3. Jaringan Limfatik
Leukosit dan nodulus limfe ada di keseluruhan usus halus untuk
melindungi dinding usus terhadap invasi benda asing. Pengelompokkan
nodulus limfe membentuk struktur yang dinamakan bercak Peyer.

3. Lapisan Dinding Halus


Dinding usus halus mempunyai empat lapisan, yaitu :
Lapisan mukosa terdiri atas:
a. Epitel Pembatas
b. Lamina Propria yang terdiri dari jaringan penyambung jarang yang akan akan
pembuluh darah kapiler dan limfe dan sel-sel otot polos, kadang - kadang juga
mengandung kelenjar-kelenjar dan jaringan limfoid
c. Muskularis Mukosae.

Lapisan Submukosa terdiri atas pembuluh darah, pembuluh limfe, pleksus saraf
submukosa (Meissner), jaringan limfoid.

Lapisan otot tersusun atas:


a. Lapisan eksternal longitudinal, lapisan internal tebal serat sirkular
b. Kumpulan saraf yang disebut pleksus mienterik (atau auerbach), yang
terletak antara 2 sublapisan otot.
c. Pembuluh darah dan limfe.
Lapisan membran serosa
merupakan lapisan tipis yang terdiri atas Jaringan penyambung jarang, kaya akan
pembuluh darah dan jaringan adiposa serta epitel pipih selapis (mesotel).

4. Motilitas Usus Halus


Merupakan gerakan usus halus mencampur isinya dengan enzim untuk
pencernaan, memungkinkan produk akhir pencernaan mengadakan kontak dengan sel
absorptif, dan mendorong zat sisa memasuki usus besar. Pergerakan ini dipicu oleh
peregangan dan secara refleks dikendalikan oleh sistem saraf otonom. Motilitas usus
halus terdiri atas :
a. GerakanSegmentasi
Pergerakan Segmentasi adalah gerakan mencampur makanan dengan enzim-
enzim pencernaan agar mudah untuk dicerna dan diabsorbsi. Otot yang berperan
pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan adalah otot longitudinal.
Bila bagian mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus akan
berkontraksi secara lokal.
Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi mengalami relaksasi,
segmen lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian seterusnya. Gerakan ini
berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan dan
mengadakan hubungan dengan enzim mukosa dan selanjutnya terjadi absorbsi.
Kontraksi segmentasi berlangsung karena adanya gelombang lambat yang
merupakan basic electrical rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses
kontraksi segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum, 9
kali/menit, dan sekitar 7 kali/menit pada ileum, dan setiap kontraksi berlangsung 5
sampai 6 detik.
b. GerakanPeristaltik
Pergerakan profulsif atau gerakan peristaltik mendorong makanan kearah
usus besar (colon). Pembagian pergerakan ini sebenarnya sulit dibedakan oleh
karena sebagian besar pergerakan usus halus merupakan kombinasi dari kedua
gerakan tersebut di atas.
Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong makanan menuju kearah
kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana pada bagian proksimal
lebih cepat dibandingkan pada bagian distal. Gerakan peristaltic ini sangat lemah
dan biasanya menghilang setelah berlangsungsekitar 3 sampai 5 cm, dan jarang
lebih dari 10 cm. Rata-rata pergerakan makanan pada usus halus hanya 1
cm/menit. Ini berarti pada keadaan normal , makanan dari pilorus akan tiba di
ileocaecal junction dalam waktu 3-5 jam.
5. Sekresi Usus Halus
Usus menghasilkan mucus dan liur pencernaan yang berfungsi untuk
melindungi duodenum dari asam lambung.Mukus yang dihasilkan oleh
kelenjar mucus kelenjar Brunners yang berlokasi antara pylorus dan
papilla vater, dimana liur pankreas dan empedu masuk ke duodenum. Kelenjar
ini menghasilkan mucus akibat adanya rangsangan saraf vagus serta hormone
sekretin, saraf simpatis menghambat sekresi mucus.
Kriptus Lieberkhn (Crypts of Lieberkhn) menghasilkan liur pencernaan
1800 ml/hari. Cairan ini sedikit alkalis dengan pH 7,5 8,0 serta dengan cepat
diabsorbsi kembali oleh vili. Proses sekresi oleh kriptus Lieberkhn terjadi
melalui transport aktif. Toksin cholera dapat menyebabkan sekresi cairan,
terutama pada daerah jejunum sangat meningkat. Pada serangan cholera,
sekresi cairan dapat mencapai 5-10 liter sehingga menyebabkan syok akibat
dehidrasi berat.

6. Digesti Usus Halus


Digesti adalah perubahan fisik dan kimia dari makanan dengan
menggunakan bantuan enzim dan koenzim yang pengeluarannya diatur oleh
hormon dan syaraf, sehingga makanan menjadi molekul-molekul yang dapat
diabsorpsi kedalam aliran darah. Enzim enzim usus dan cara kerjanya antara
lain:
a. Enterokinase mengaktivasi tripsinogen pankreas menjadi tripsin, yang
kemudian mengurai protein dan peptida menjadi peptida yang lebih kecil.
b. Aminopeptidase, tetrapeptidase, tripeptidase, dan dipeptidase mengurai
peptida menjadi asam amino bebas
c. Amilase Usus menghidrolisis zat tepung menjadi disakarida (maltosa,
sukrosa, dan laktosa)
d. Maltase, Isomaltase, laktase, dan sukrase memecah disakarida maltosa,
laktosa, dan sukrosa, menjadi monosakarida
e. Lipase usus memecah monogliserida menjadi asam lemak dan gliserol

7. Absorpsi Usus Halus


Semua produk pencernaan karbohidrat, protein dan lemak serta sebagian besar
elektrolit, vitamin dan air dalam keadaan normal diserap oleh usus halus. Sebagian
besar penyerapan berlangsung di duodenum dan jejenum, dan sangat sedikit yang
berlangsung di ileum.

a. Penyerapan Garam dan Air


Air diabsorpsi melalui mukosa usus ke dalam darah hampir seluruhnya
melalui osmosis. Natrium diserap secara transpor aktif dari dalam sel epitel.

b. Penyerapan Karbohidrat
Karbohidrat diserap dalam bentuk disakarida maltosa, sukrosa, dan laktosa.
Disakaridase yang ada di brush border menguraikan disakarida ini menjadi
monosakarida yang dapat diserap yaitu glukosa, galaktosa dan fruktosa. Glukosa dan
galaktosa diserap oleh transportasi aktif sekunder sedangkan fruktosa diserap melalui
difusi terfasilitasi.

c. Penyerapan Protein
Protein diserap di usus halus dalam bentuk asam amino dan peptida, asam
amino diserap menembus sel usus halus melalui transpor aktif sekunder, peptida
masuk melalui bantuan pembawa lain dan diuraikan menjadi konstituen asam
aminonya oleh aminopeptidase di brush border atau oleh peptidase intrasel, dan
masuk ke jaringan kapiler yang ada di dalam vilus.Dengan demikian proses
penyerapan karbohidrat dan protein melibatkan sistem transportasi dkhusus yang
diperantarai oleh pembawa dan memerlukan pengeluaran energi serta transportasi Na.

d. Penyerapan Vitamin
Vitamin yang larut dalam air diabsorpsi secara pasif bersama air, sedangkan
yang larut dalam lemak diabsorpasi secara pasif dengan produk akhir pencernaan
lemak.

e. Penyerapan Lemak
Asam lemak larut lipid dan gliserol diabsorpsi dalam bentuk micelle, yaitu
suatu globulus garam empedu yang mengelilingi bagian berlemak. Micelle membawa
asam lemak dan monoglikoserida menuju sel epithelial, tempatnya dilepas dan
diabsorpsi melalui difusi pasif menuju membrane sel usus

Usus Besar
Usus besar/intestinum krasum merupakan saluran terakhir dari saluan pencernaan.
Sesuai dengan namanya, usus ini memiliki ukuran diameter 6,5 cm (bandingkan dengan
ukuran diameter usus halus, yaitu 2,5 cm), sedangkan ukuran panjangnya hanya 1 meter.
Pada pertemuan antara usus halus dan usus besar terdapat suatu kantong yang disebut sekum
(lebih dikenal sebagai usus buntu) dan apendiks (umbai cacing).
Pada manusia, umbai cacing berfungsi untuk melawan infeksi.Peradangan pada umbai
cacing disebut apendiksistis.Pada sekum terdapat sebuah klep yang disebut klep ileosekum,
yaitu semacam otot sfingter yang berfungsi untuk mencegah bakteri tidak kembali ke usus
halus.Usus besar atau disebut juga kolon dibedakan atas 3 bagian, yaitu usus besar naik
atau kolon ascenden, usus besar melintang atau kolon transversum, dan usus besar turun
atau kolon descenden.
Didalam usus besar hidup berbagai bakteri, terutama Escherichia coli, jenis bakteri
yang dapat hidup dengan atau tanpa oksigen.Bakteri ini berfungsi dalam pembusukan sisa
makanan dan pembentukan vitamin K dan B kompleks yang diperlukan oleh tubuh. Selain
itu, didalam usus besar terjadi juga proses pengaturan kadar air dalam pembentukan feses.
Selanjutnya, melalui gerakan peristaltik feses yang terbentuk didorong masuk kedalam
rektum.
Rektum merupakan bagian terakhir dari usus besar yang berfungsi sebagai tempat
penampungan sementara sebelum dikeluarkan melalui sfingter terakhir, yaitu anus. Proses
pengeluaran feses melalui anus disebut dengan dengan defekasi.
Secara makroskopis usus besar dapat dibagi menjadi 6 bagian, yaitu sekum, kolon
ascenden, kolon transversus, kolon desenden, sigmoid, dan rektum.Keenam bagian ini sulit
dibedakan secara histologis.
a) Sekum
Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung dibawah area katup ileosekal.
Sekum atau caecum adalah bagian dari usus besar yang menghubungkan ileum
(usus halus) dan colon ascenden (usus besar). Berfungsi menyerap air dan garam.
b) Kolon
Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon memiliki 3
divisi.
1. Kolon asenden merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati di
sebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.
2. Kolon transversa merentang menyilang abdomen dibawah hati dan
lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar ke bawah
pada fleksura splenik.
3. Kolon desenden merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi
kolon sogmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.
c) Rektum
Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12-13
cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus.Bagian
terakhir dari usus besar disebut rektum.Di sinilah bahan limbah dalam bentuk
feses disimpan sampai diekskresikan keluar dari anus.Ini terdiri dari lapisan
mukosa tebal dan disertakan dengan banyak pembuluh darah.
1. Mukosa saluran anal tersusun dari kolumna rektal(anal), yaitu lipatan-
lipatan vertikal yang masing-masing berisi arteri dan vena.
2. Sfingter dan internal otot polos (involunter) dan sfingter anal eksternal
otot rangka (volunter) mengitari anus.

Proses Pencernaan pada Usus Besar


Usus besar tidak ikut serta dalam proses absorpsi makanan.Bila usus halus mencapai sekum,
semua zat makanan telah diadsorpsi dan isinya cair.Selama perjalanan didalam kolon isinya
menjadi semakin padat karena air di absorpsi dan ketika rektum dicapai maka feses bersifat
padat-lunak.

Sistem Kerja Usus Besar


Usus besar atau kolon memiliki panjang 1 meter dan terdiri atas kolon ascendens,
kolon transversum, dan kolon descendens.Di antara intestinum tenue (usus halus) dan
intestinum crassum (usus besar) terdapat sekum (usus buntu). Pada ujung sekum terdapat
tonjolan kecil yang disebut appendiks (umbai cacing) yang berisi massa sel darah putih yang
berperan dalam imunitas.
Zat-zat sisa di dalam usus besar ini didorong kebagian belakang dengan gerakan
peristaltik.Zat-zat sisa ini masih mengandung banyak air dan garam mineral yang diperlukan
oleh tubuh. Air dan garam mineral kemudian diabsorpsi kembali oleh dinding kolon, yaitu
kolon ascendens. Zat-zat sisa berada dalam usus besar selama 1 sampai 4 hari. Pada saat itu
terjadi proses pembusukan terhadap zat-zat sisa dengan dibantu bakteri Escherichia coli, yang
mampu membentuk vitamin K dan B12.
Selanjutnya dengan gerakan peristaltik, zat-zat sisa ini terdorong sedikit demi sedikit
ke saluran akhir dari pencernaan yaitu rektum dan akhirnya keluar dengan proses defekasi
melewati anus.Defekasi diawali dengan terjadinya penggelembungan bagian rektum akibat
suatu rangsang yang disebut refleks gastrokolik.Kemudian akibat adanya aktivitas kontraksi
rektum dan otot sfingter yang berhubungan mengakibatkan terjadinya defekasi. Di dalam
usus besar ini semua proses pencernaan telah selesai dengan sempurna.
Fungsi Usus Besar

a) Absorbsi air, garam dan glukosa


Usus besar mengabsorbsi 80% sampai 90% air dan elektrolit dari kimus
yang tersisa dan mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat.

b) Sekresi
Sekresi Mukus. Mukosa usus besar, seperti mukosa usus halus,dilapisi
oleh kripta Lieberkuhn, tetapi sel- sel epitel hampir tidak mengandung enzim.
Sebagai gantinya, mereka hampir seluruhnya diliputi oleh sel goblet.Pada
permukaan epitel usus besar juga terdapat banyak sel goblet yang tersebar di
antara sel sel epitel lainnya.
Oleh karena itu, satu satunya ekskresi yang bermakna dalam usus besar
adalah mucus.Mukus dalam usus besar berfungsi melindungi dinding terhadap
eksokoriasi, selain itu, berperan sebagai media pelekat agar bahan feses saling
bersatu. Selanjutnya, ia melindungi dinding usus dari aktivitas bakteri yang besar,
yang berlangsung di dalam feses dan mucus, ditambah sekresi yang bersifat alkali,
juga memberikan penawar terhadap asam yang dibentuk dalam feses, yang
mencegah penyerangan dinding usus
Sekresi air dan elektrolit sebagai respon terhadap iritasi. Bila suatu segmen
usus besar mengalami iritasi hebat, seperti yang terjadi bila infeksi bakteri
menghebat selama enteritis bakterialis, mukosa kemudian mensekresi air dan
elektrolit dalam jumlah besar selain larutan mucus normal yang kental. Zat ini
bekerja mengencerkan faktor pengiritasi dan menyebabkan pergerakan feses yang
cepat menuju ke anus. Hasilnya biasanya berupa diare disertai kehilangan banyak
air dan elektrolit tetapi juga penyembuhan dari penyakit yang lebih awal
dibandingkan bila hal ini tidak terjadi.

c) Penyiapan selulosa
Sejumlah bakteri dalam kolon mampu mencerna sejumlah kecil selulosa
dan memproduksi sedikit kalori nutrien bagi tubuh dalam setiap hari.Bakteri juga
memproduksi vitamin dan berbagai gas.Penyiapan selulosa yang berupa hidrat
karbon di dalam tumbuh-tumbuhan, buh-buahan dan sayuran hijau, dan penyiapan
sisa protein yang belum dicernakan oleh kerja bakteri untuk ekskresi.
d) Defekasi
Proses defekasi (buang air besar) adalah proses yang sangat penting dalam
proses pencernaan, juga sangat erat kaitannya dengan tingkat kesehatan tubuh.
Usus besar mengekskresi zat sisa dalam bentuk feses. Air mencapai 75% sampai
80% feses. Sepertiga materi padatnya adalah bakteri dan sisanya yang 2% sampai
3% dalah nitrogen, zat sisa organik dan anorganik dari sekresi pencernaan, serta
mukus dan lemak. Feses juga mengandung sejumlah materi kasar, atau serat dan
selulosa yang tidak tercerna.Warna coklat berasal dari pigmen empedu dan bau
berasal dari kerja bakteri.
Jika proses defekasi terhambat maka akan terjadi penumpukan sisa-sisa
makanan yang telah membusuk. Pembusukan tesebut menghasilkan toksin yang
dapat mengikis membran mukosa usus besar sehingga terjadi infeksi. Selain itu
tumpukan kotoran yang tidak terbuang akan membentuk plak di dinding usus.
Plak ini dapat menjadi tempat bersarangnya bakteri dan virus patogen yang dapat
menginfeksi membran usus dan masuk ke sirkulasi tubuh dan menyerang seluruh
organ tubuh. Kondisi inilah yang disebut proses autointoksinasi. Sisa-sisa
makanan akan mengalami masa transit di usus besar kurang lebih 14 jam.
Kemudian pembuangan bila lambung terisi makanan dan merangsang peristaltik
didalam usus besar.

Pergerakan Usus Besar


Gerakan Mencampur Haustra
Melalui cara yang sama dengan terjadinya gerak segmentasi dalam usus
halus, kontraksi-kontraksi sirkular yang besar terjadi dalam usus besar. Pada
setiap kontriksi ini, kira-kira 2,5 cm otot sirkular akan berkontraksi, kadang
menyempitkan lumen kolon sampai hampir tersumbat. Pada saat yang sama, otot
longitudinal kolon yang terkumpul menjadi tiga pita longitudinal yang disebut
taenia coli, akan berkontraksi. Kontraksi gabungan dari pita otot sirkular dan
longitudinal menyebabkan bagian usus besar yang tidak terangsang menonjol ke
luar memberikan bentuk serupa-kantung yang disebut haustra.
Setiap haustra biasanya mencapai intensitas puncak dalam waktu sekitar
30 detik dan kemudian menghilang selama 60 detik berikutnya. Kadang-kadang
kontraksi juga bergerak lambat menuju ke anus selama masa kontraksinya,
terutama pada sekum dan kolon asenden, dan karena itu menyebabkan sejumlah
kecil dorongan isi kolon ke depan. Beberapa menit kemudian, timbul kontraksi
haustra yang baru pada daerah lain yang berdekatan. Oleh karena itu, bahan feses
dalam usus besar secara lambat diaduk dan diputar seperti seseorang sedang
mencampurkan bahan bangunan. Dengan cara ini, semua bahan feses bertahap
bersentuhan dengan permukaan mukosa usus besar, dan cairan-cairan zat terlarut
secara progresif diabsorpsi hingga hanya terdapat 80 sampai 200 mililiter feses
yang dikeluarkan setiap hari.

Karena gerakan kolon lambat, bakteri memiliki cukup waktu untuk


tumbuh dan menumpuk di usus besar. Sebaliknya, di usus halus isi lumen
biasanya bergerak cukup cepat, sehingga bakteri sulit tumbuh. Tidak semua
bakteri yang termakan dapat dihancurkan oleh lisozim liur dan HCL lambung,
sehingga bakteri yang dapat bertahan hidup dapat tumbuh subur di usus besar.
Sebagian besar mikro-organisme di kolon tidak berbahaya apabila berada dilokasi
ini.
Gerakan Mendorong Pergerakan Massa
Tiga sampai empat kali sehari, umumnya setelah makan, terjadi
peningkatan nyata motilitas, yaitu terjadi kontraksi simultan segmen-segmen besar
di kolon asendens dan transverse, sehingga dalam beberapa detik feses terdorong
sepertiga sampai tiga perempat dari panjang kolon. Kontraksi-kontraksi masif
yang diberi nama gerakan massa ( mass movement) ini, mendorong isi kolon
kebagian distal usus besar, tempat isi tersebut disimpan sampai terjadi defekasi.

Sewaktu makanan masuk ke lambung, terjadi gerakan massa di kolon yang


terutama disebabkan oleh refleks gastrokolik, yang diperantai oleh gastrin dari
lambung ke kolon dan oleh saraf otonom ekstrinsik. Pada banyak orang , refleks
ini paling jelas setelah makanan pertama (pagi hari) dan sering diikuti oleh
keinginan kuat untuk segera buang air besar. Dengan demikian, makanan yang
baru memasuki saluran pencernaan, akan terpicu oleh refleks-refleks untuk
memindahkan isi yang sudah ada ke bagian saluran cerna yang lebih distal dan
memberi jalan bagi makanan baru tersebut. Refleks gastroileum memindahkan isi
usus halus yang tersisa ke dalam usus besar, dan refleks gastrokolik mendorong isi
kolon ke dalam rectum yang memicu refleks defekasi.
Refleks Defekasi
Sewaktu gerakan massa kolon mendorong isi kolon ke dalam rektum,
terjadi peregangan rektum yang kemudian merangsang reseptor regang di dinding
rectum dan memicu refleks defekasi.1 Satu dari refleks-refleks ini adalah refleks
intrinsik yang diperantarai oleh sistem saraf enterik setempat di dalam rektum. Hal
ini bisa dijelaskan sebagai berikut : Bila feses memasuki rektum, distensi dinding
rektum menimbulkan sinyal-sinyal aferen yang menyebar melalui pleksus
mienterikus untuk menibulkan gelombang peristaltik di dalam kolon desenden,
sigmoid, dan rektum, mendorong feses ke arah anus. Sewaktu gelombang
peristaltik mendekati anus, sfingter ani internus direlaksasi oleh sinyal-sinyal
penghambat dari pleksus mienterikus. Jika sfingter ani eksternus juga dalam
keadaan sadar, dan berelaksasi secara volunter pada waktu yang bersamaan,
terjadilah defekasi. Peregangan awal dinding rektum menimbulkan perasaan ingin
buang air besar.
Apabila defekasi ditunda, dinding rektum yang semula teregang akan
perlahan-lahan melemas dan keinginan untuk buang air besar mereda samapi
gerakan massa berikutnya mendorong lebih banyak feses ke dalam rektum, yang
kembali meregangkan rektum dan memicu refleks defekasi. Selama periode non-
aktif, kedua sfingter anus tetap berkontraksi untuk memastikan tidak terjadi
pengeluaran feses.
A. INTUSUSEPSI
a. Pengertian Intususepsi
Intususepsi adalah invaginasi (telescoping) salah satu bagian usus ke bagian
usus lain, yang mengakibatkan obstruksi di bagian atas defek (wong,1996; Bagian
ilmu kesehatan anak fakultas kedokteran universitas Indonesia, 1991).Invaginasi
terjadi bila sebagian segmen usus masuk ke bagian distal. Intususepsi terjadi jika
suatu bagian saluran cerna dimasuki oleh segmen bagian bawahnya (catzel, 1992).
Intususepsi merupakan keadaan di mana salah satu bagian usus menjulur
masuk dan terlipat kedalam bagian usus yang ada di sebelah distalnya, sehingga
terjadi kolik yang hebat dan obstruksi intestinal, keadaan invaginasi usus paling
sering ditemukan pada bayi yang mulai mendapat makanan padat (weaning
periode) dan merupakan keadaan akut abdomen yang memerlukan tindakan
pembedahan.

b. Penyebab Intususepsi
Secara umum intususepsi penyebabnya tidak diketahui,akan tetapi pada anak-
anak yang masih muda insiden terbesar terjadi antara bulan ke-4 dan ke -8 hal ini
dapat terjadi karena pada usia tersebut terdapat kesempatan untuk mengonsumsi
diet lebih padat yang akan mengubah peristaltik. Aktivitas peristaltik yang
meningkat dapat mengawali terjadinya insususepsi, kadang factor mekanik tertentu
dapat di tentukan sebagain hal yang bertanggung jawab dalam mengawali
invaginasi.Faktor lain yg diduga dapat menjadi factor predisposisi adalah
diverticulum Meckel, adanya polip (kista) dalam usus, parasit dalam usus,dan
diare. Dipertikulum Meckel merupakan duktus yang timbul dari ileum yang
menutup pada ujung tali pusat tetapi tetap terbuka pada bagian ujung.
c. Klasifikasi Intususepsi
Klasifikasi intususepsi berdasarkan pada lokasi intususepsi pengklasifikasian
adalah sebagai berikut :
1. Ileosekal, yaitu keadaan dimana ileum berinvaginasi ke dalam kolon
asenden pada katup ileosekal.
2. Ileokolik, merupakan keadaan dimana ileum berinvaginasi ke dalam
kolon.
3. Kolokolik, merupakan keadaan dimana kolon berinvaginasi ke dalam
kolon.
4. Ileo-ileo, yaitu keadaan di mana usus kecil berinvaginasi ke dalam usus
kecil.

d. Gambaran Klinis

Anak biasanya dalam kondisi sehat dan permulaan penyakit terjadi mendadak,
anak berteriak keras secara tiba-tiba dan melipat lutut seperti ada suatu nyeri
abdomen yang parah serangan berulang dapat terjadi bervariasi, apabila serangan
parah atau lama, maka anak akan mengalami pucat, gelisah, dan berkeringat.
Muntah tidak menyolok, biasanya kejadian muntah tidak terjadi setelah setiap kali
serangan kolik, setelah 12-24 jam, timbul defekasi yang disertai lender dan darah.

Palpasi abdomen biasanya menunjukan sedikit nyeri tekan ada massa


berbentuk sosis yang kadang-kadang sulit ditemukan, massa sosis ini mungkin
membesar dan mengeras selama terjadi paroksisme nyeri dan paling sering terdapat
di abdomen senelah kanan atas. Hasil pemeriksaan rektal ditemukan adanya jejak
darah pada pemeriksaan jari, sedangkan hasil pemeriksaan X-ray dan dari
abdomen memeperlihatkan gambaran sseperti tangga, nadi cepat dan lembut dan
suhu tubuh biasanya subnormal

e. Prinsip Pengobatan dan Manajemen Perawatan


Penurunan dari intususepsi dapat dilakukan dengan suntikan salin, udara, dan
barium ke dalam kolon metode ini tidak sering dikerjakan selama terdapat suatu
resiko perforasi, walaupun demikian, kecil dan tidak terdapat jaminan penurunan
yang berhasil, pendorongan dengan barium dapat berhasil bila dilakukan dalam 24
jam setelah gejala-gejala pertama timbul.

Manajemen perawatan meliputi :

1.Reduksi bedah
a. Perawatan prabedah.
b. Reduksi intusepsi dengan penglihatan langsung, menjaga usus hangat
dengan salin hangat (hal ini membantu menurukan edema).
c. Plasana intravena harus dapat diperoleh pada kasus kolaps.
d. Jika intususepsi tidak di reduksi maka diperlukan reseksi dan anastomosis
primer.
2. Penatalaksanaan bedah
3. Dukungan bagi orangtua
4. Persiapan pulang ke rumah
Intususepsis

Invaginasi salah satu bagian usus ke bagian lain

Halangan untuk bagian isi diluar cacat

Dua dindidng usus menekan satu sama lain

Peradangan

Edema

Gangguan aliaran darah

Currant jelly feses

Pengurangan tekanan Nekrosis, pendarahan,


cacat atau bedah perforasi, peritenitis
perbaikan
Pathway Invaginasi

Infeksi virus adeno

Pembengkakan bercak jaringan limfoid

Peristaltik usus meningkat

Usus berinvaginasi ke dalam usus dibawahnya

Edema dan perdarahan mukosa Peregangan usus

Sumbatan atau obstruksi usus Pemajanan reseptor nyeri

Akumulasi gas dan cairan di dalam lumen

sebelah proksimal dari letak obstruksi Nyeri

Distensi

Muntah

Kehilangan cairan dan elektrolit

Volume ecf menurun

Syok hipovolemik
f. Asuhan Keperawatan Anak dengan Intususepsi
1. Pengkajian Keperawatan
Lakukan pengkajian fisik rutin.
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat,terutama deskripsi keluarga
tentang gejala.
Observasi pola defekasi dan prilaku praoperasi dan pascaoperasi.
Observasi adanya menifestasi intususpesi sebagai berikutnya :
- Nyeri abdomen akut tiba-tiba.
- Anak berteriakn dan menarik lutut ke dada.
- Anak tampak normal dan nyaman selama interval episode nyeri.
- Muntah.
- Letargi.
- Keluarnya feses seperti jeli merah (feses bercampur darah dan mucus).
- Abdomen lunak (pada awal penyakit).
- Nyeri tekan dan distensi abdomen (penyakit lanjut).
- Massa terbentuk sosis yang dapat diraba di kuadran kanan atas.
- Kuadran kanan bawah kosong (tanda dance).
- Demam, prostrasi, dan tanda-tanda lain peritonitis.
Observasi adanya menifestasi intususepsi yang lebih kronis :
- Diare.
- Anoreksia.
- Penurunan berat badan.
- Muntah (kadang-kadang).
- Nyeri periodic.
- Nyeri tanpa gejala lain (pada anak yang lebih besar).
Bantu dengan prosedur diagnostic dan pengujian, misalnya radiografi
abdomen atau enema barium.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan ivaginasi usus
2) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang
mengalami gangguan serius.
3. Intervensi Keperawatan

1) Nyeri berhubungan dengan ivaginasi usus

Sasaran Hasil yang diharapkan Intervensi


Anak tidak Anak tidak Jelaskan intususepsi dan
mengalami nyeri menunjukkan tanda reduksi hidrostatik
atau nyeri nyeri atau nonpembedahan dan atau
berkurang sampai ketidaknyamanan. pembedahan untuk
tingkat yang dapat Anak dan keluarga menyiapkan keluarga dan
diterima. menunjukkan anak yang lebih besar.
Anak dan pemahaman tentang Intususepsi dapat
keluarga terapi yang digambarkan seperti
disiapkan untuk ditentukan. menarik ujung jari sarung
pembedahan atau tangan karet kea rah dalam.
koreksi Reduksi hidrostatik
nonpembedahan. kemudian dapat distimulasi
dengan mengisi sarung
tangan tersebut dengan air
untuk mendorong agar jari
yang masuk dapat keluar.
Diskusikan kemungkinan
koreksi pembedahan bila
prosedur nonpembedahan
gagal dilakukan.
Kaji karakteristik feses
karena passase feses coklat
normal biasanya
menunjukan reduksi
intususepsi.
Laporkan pada praktisi yang
diperbolehkan mengubah
rencana diagnostic atau
teurapetik dari perawatan
berdasarkan informasi
tersebut.
Jelaskan resiko kekambuhan
pada keluarga sehingga
perhatian medis dapat
segera dicari.

2) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang mengalami gangguan


serius
Sasaran Hasil yang diharapkan Intervensi
Keluarga mendapat Keluarga Hormatilah hak-hak
dukungan yang adekuat. menunjukan orangtua.
perilaku perasaan Tunjukan sikap perhatian
menghargai diri dan menghargai pada anak
sendiri. dan keluarga.
Keluarga Dukung dan tekanankan
menggunakan kekuatan dan kemampuan
layanan pendukung. keluarga.
Berikan umpan balik dalam
pujian.
Rujuk pada professional
untuk dukungan
interpersonal tambahan dan
konkrit (misalnya pelayanan
social,rohaniawan)

4. Daftar Cek Pendokumentasian


Dokumen selama di RS :
Status anak dan lembar hasil pengkajian.
Perubahan-perubahan pada sttus anak.
Hasil-hasil diagnostic dan laboratorium.
Intake nutrisi.
Respon anak terhadap terapi.
Keterlibatan keluarga dan terapi.
Panduan pengajaran pasien dan keluarga.
Panduan rencana pemulangan.
Rencana tindak lanjut jangka panjang.
B. LABIO / PLATO SKISIS
a. Definisi
Labio/plato skisis adalah merupakan konginetal anomali yang berupa adanya
kelainan bentuk pada struktur wajah.Labioskisis (celah bibir) dan palatoskisis
(celah langit-langit mulut/palatum) merupakan malformasi fasial yang terjadi
dalam perkembangan embrio yang sering terjadi pada semua populasi dan dapat
menjadi disabilitas yang berat pada orang yang terkena.
Labio/palato skisis adalah ganguan pada saluran pencernaan pada bayi atau
anak yang dapat disebabkan oleh kelainan bawaan atau akibat kelainan yang
didapat disebabkan trauma atau adanya infeksi baik pada saluran pencernaan atau
diluar saluran pencernaan (Suriadi,2001)

Labio Palatoskisis adalah suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah
mulut, palatosisis (sumbing palatum), dan labiosisis (sumbing pada bibir) yang
terjadi akibat gagalnya jaringan lunak (struktur tulang) untukmenyatu selama
perkembangan embroil. (Aziz Alimul Hidayat, 2006)

Labio/plato skisis adalah penyakit yang biasanya menyerang pada bayi


atau anak dengan perubahan bentuk mulut yang bisa disebabkan dari kelainan
bawaan atau faktor trauma.

b. Etiologi
Faktor penyebab labiopalatoschizis belum pasti, tetapi ada dua faktor resiko
terjadinya penyakit ini, yaitu :
1. Faktor herediter
Mutasi gen
Ditemukan sejumlah sindroma atau gejala menurut hukum Mendel
secara otosomal, dominant, resesif dan X-Linked. Pada otosomal dominan,
orang tua yang mempunyai kelainan ini menghasilkan anak dengan kelainan
yang sama. Pada otosomal resesif adalah kedua orang tua normal tetapi
sebagai pembawa gen abnormal. X-Linked adalah wanita dengan gen
abnormal tidak menunjukan tanda-tanda kelainan sedangkan pada pria dengan
gen abnormal menunjukan kelainan ini.

Kelainan kromoson seperti triautosom


Celah bibir terjadi sebagai suatu expresi bermacam-macam sindroma
akibat penyimpangan dari kromosom, misalnya Trisomi 13 (patau), Trisomi
15, Trisomi 18 (edwars) dan Trisomi 21.

Perkawinan antar penderita


2. Faktor ekstensi/ lingkungan
Faktor usi ibu
Nutrisi
Penyakit infeksi sifilis, virus rubella
Radiasi
Stress emosional
Trauma pada trimester pertama
Kekurangan asam folat
Defisiensi Zn waktu hamil
Pengaruh obat taratogeenik. Yang termasuk obat teratogenik adalah :
- Jamu
Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada janin,
terutama terjadinya labiopalatoschizis. Akan tetapi jenis jamu apa yang
menyebabkan kelainan congenital ini masaih belum jelas. Masih ada
penelitian lebih lanjut
- Konsentrasi hormonal
Pada ibu hamil yang mengkonsumsi kontrasepsi hormonal, terutama untuk
hormone esterogen yang berelebihan akan menyebabkan terjadinya
hipertensi sehingga berpengaruh pada janin. Karena akan terjadi gangguan
sirkulasi fotomaternal.
- Obat-obatan yang dapat menyebabkan kelainan congenital terutama labio
palatoshizis. Obat-obatan itu antara lain :
a) Talidomid, diazepam (obat-obat penenang)
b) Aspirin (obat-obat analgetika)

c. Klasifikasi
Berdasarkan organ yang terlihat
Celah bibir (labioscizis) : celah terdapat pada bibi bagian atas
Celah gusi (gnatoscizis) : celah terdapat pada gusi gigi bagian atas
Celah palatum (palatoscizis) celah terdapat pada palatum
Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk
Komplit : jika celah melebar sampai ke dasar hidung
Inkomplit : jika celah tidak melebar sampai ke dasar hidung
Berdasarkan letak celah
Unilateral : celah terjadi hanya pada satu sisi bibir
Bilateral : celah terjadi pada kedua sisi bibir
Midline : celah terjadi pada tengah bibir

1. Menurut veau, celah bibir dapat bervariasi dari pit atau takik kecil pada tepi
merah bibir sampai celah yang meluas ke dasar hidung
Kelas I : takik unilateral pada tepi merah bibir dan meluas sampai bibir
Kelas II : bila takik pada merah bibir sudah meluas ke bibir tetapi tidak
mengenai dasar hidung
Kelas III : celah unilateral pada merah bibir yang meluas bibir ke dasar
hidung
Kelas IV : setiap celah bilateral pada bibir yang menunjukan takik tak
sempurna atau merupakan celah yang sempurna

2. Menurut sistem veau celah palatum dapat di bagi dalam 4 tipe klinis, yaitu :
Kelas I : celah yang terbatas pada palatum lunak
Kelas II : cacat pada palatum keras dan lunak yang hanya terbatass pada
palatum sekunder tetapi tidak melampaui foramen insivium
Kelas III : celah pada palatum sekunder dapat komplit atau tidak komplit.
Celah palatum komplit meliputi palatum lunak dan keras sampai foramen
insivium. Sedangkan sumbing yang tidak komplit meliputi palatum lunak
dan palatum keras, tetapi tidak meluass sampai foramen insivium. Celah
unilateral yang komplit dan meluas dari uvula sampai foramen insivium di
garis tengah proc.alveolaris unilateral yang juga termasuk kelas III.
Stress emosional
Trauma pada trimester pertama
Kekurangan asam folat
Defisiensi Zn waktu hamil

d. Manifestasi Klinis

Pada Labio Skisis :

- Distorsi pada hidung.


- Tampak sebagian atau keduanya.
- Adanya celah pada bibir.

Pada Palato Skisis :

- Tampak ada celah pada tekak (uvula),palato


lunak dan keras dan atau foramen incisive.
- Adanya rongga pada hidung.
- Distorsi hidung.
- Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari.
Kesukaran dalam menghisap atau makan

e. Patofisiologi
- Kegagalan penyatuan dan perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama
fase embrio pada trimester pertama.
- Sumbing adalah terbelahnya/bibir dan atau hidung karena kegagalan proses
nasal medial dan maksilaris untuk menyatu selama masa kehamilan 6-8 minggu.
- Palato skisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh
kegagalan penyatuan susunan palato yang masa kehamilan 7-12 minggu.
- Penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7 dan 8 minggu masa
kehamilan

Labio/palatosizis terjadi karena kegagalan penyatuan prosesus maksilaris dan


premaksilaris selama awal usia embrio. Labioskizis dan palatoskizis merupakan
malformasi yang berbeda secara embrional dan terjadi pada waktu yang berbeda
selama proses perkembangan embrio.Penyatuan bibir atas pada garis tengah
selesai dilakukan pada kehamilan antara minggu ketujuh dan kedelapan. Fusi
palatum sekunder terjadi kemudian dalam proses perkembangan ,yaitu pada
kehamilan antara minggu ketujuh dan kedua belas.Dalam proses migrasi ke posisi
horizontal,palatum tersebut dipisahkan oleh lidah untuk waktu yang singkat.
Pathway Labio

Fase embrio, herediter, abnormal kromosom

Kegagalan fusi / tulang / perkembangan jaringan lunak dan tulang pada Trimester I

Kegagalan penyatuan Kegagalan penyatuan

Prosesus nasal medial dan maxilaris Susunan palato

(masa kehamilan 6 8 minggu) (masa kehamilan 7 12 minggu)

- Tampak adanya celah pada tekak

(ovula) palato lunak, keras dan

foramen insisive

- Distrosi pada hidung - Adanya rongga pada hidung


- Tampak sebagian atau keduanya - Distrosi hidung
- Adanya celah pada bibir - Terbukanya langit-langit
- Gigi atas dan ginggiva mungkin tidak ada - Kesukaran pada hisap / makan
- Hidung datar
- Deviasi unilateral dan bilateral

Kesulitan berbicara Penurunan pendengaran Aspirasi Nutrisi

Bersihan jalan napas tidak efektif

Pola napas

Resiko infesi saluran napas

Distres

Gangguan respon Persepsi sensori Gangguan TumBang


dalam komunikasi
f. Komplikasi
- Gangguan bicara dan pendengaran.
- Terjadinya otitis media.
- Aspirasi.
- Distress pernafasan.
- Risiko infeksi saluran nafas.
- Pertumbuhan dan perkembangan terlambat.

g. Pemeriksaan diagnostik
- Foto rontgen.
- Pemeriksaan fisik.
- MRI untuk evaluasi abnormal.

h. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
- Inspeksi kecacatan pada saat lahir.
- Kemampuan menghisap,menelan,bernafas.
- Proses bonding.
- Palpasi dengan menggunakan jari
- Mudah kesedak.
- Meningkatkan otitis.
- Distress pernafasan dengan aspirasi.
- Mungkin dypsnea.
- Riwayat keluarga dengan penyakit anak.

2. Diagnosa Keperawatan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh atau tidak efektif dalam
meneteki ASI berhubungan dengan ketidakmampuan menelan/kesukaran
dalam makan sekunder dari kecacatan dan pembedahan.
Risiko aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan mengeluarkan
sekresi sekunder dari palato skisis.
Risiko infeksi berhubungan dengan kecacatan dan atau insisi pembedahan.
Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan teknik pemberian
makan,dan perawatan di rumah.
Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan efek anastesi
,edema setelah pembedahan,sekresi yang meningkat.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan.
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan tampak kecacatan pada
anak.
3. Perencanaan
Nutrisi yang adekuat dapat dipertahankan yang ditandai dengan adanya
peningkatan berat badan dan adaptasi dengan metode makan yang
sesuai.
Anak akan bebas dari aspirasi.
Anak tidak menunjukan tanda infeksi sebelum dan sesudah
operasi,luka tampak bersih,kering dan tidak edema.
Orang tua dapat memahami dan dapat mendemostrasikan dengan
metode pemberian makan pada anak ,pengobatan setelah pembedahan
dan harapan perawatan sebelum dan sesudah operasi.
Rasa nyaman anak dapat dipertahankan yang ditandai dengan anak
tidak menangis,tidak labil dan tidak gelisah.
Pada anak tidak ditemukan komplikasi sistem pernafasan yang ditandai
dengan jalan nafas bersih dan pernafasan teratur dan bunyi paru
vesikuler.
Anak tidak memperlihatkan kerusakan pada kulit yang ditandai dengan
insisi tetap utuh ,tidak ada tanda-tanda infeksi dan terdapat tanda-tanda
penyembuhan.
Orang tua sering melakukan bonding dengan anak yanng ditandai
dengan keinginan untuk merawat anak ,dan mampu mengidentifikasi
aspek positif pada anak

4. Implementasi
1. Mempertahankan nutrisi adekuat
- Kaji kemampuan menelan dan menghisap.
- Gunakan dot botol yang lunak yang besar,atau dot khusus dengan lubang
yang sesuai untuk pemberian minum.
- Tempatkan dot pada samping bibir mulut bayi dan usahakan lidah
mendorong makanan dan minuman kedalam.
- Berikan posisi tegak lurus atau semi duduk selama makan.
- Tepuk punggung bayi setiap 15 ml-30ml minuman yansg diminum ,tetapi
jangan diangkat dot selama bayi masih menghisap.
- Berikan makan pada anak sesuai dengan jadwal dan kebutuhan.
- Jelaskan pada orang tua tentang prosedur operasi ;puasa 6 jam ,pemberian
infus dan lainnya.
- Prosedur perwatan setelah operasi; rangsangan untuk menelan atau
menghisap;dapat menggunakan jari-jari dengan cuci tangan yang bersih
atau dot sekitar ulut 7-10 hari,bila sudah toleran berikan minuman pada
bayi dan minuman atau makanan lunak untuk anak sesuai diit.

2. Mencegah aspirasi dan obstruksi jalan nafas


- Kaji status pernafasan selama pemberian makanan.
- Gunakan dot agak besar,rangsang hisap dengan sentuhan dot pada bibir.
- Perhatikan posiis bayi saat member makan,tegak atau setengah duduk.
- Beri makan secara perlahan.
- Lakukan penepukan punggung setelah pemberian minum.

3. Mencegah infeksi
- Beri posisi yang tepat setelahmakan,miring ke kanan,kepala agak tinggi
sedikit supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi yang dapat
berakibat pneumonia.
- Kaji tanda-tanda infeksi,termasuk drainage,bau dan demam.
- Lakukan perawatan luka dengan hati-hati dengan menggunakan teknik
steril.
- Perhatikan posisi jahitan,hindari jangan kontak dengan alat-alat tidak
steril misalnya alat tenun.
- Monitor keutuhan jahitan kulit.
- Perhatikan perdarahan,edema,drainage.
- Hindari gosok gigi pada anak kira-kira 1 2 minggu.

4. Mempersiapkan orang tua menerima keadaan bayi atau anak dan


perawatan di rumah
- Jelaskan prosedur operasi sebelum dan sesudah operasi.
- Ajarkan pada orang tua dalam perawatan anak: cara pemberian
makan/minum dengan alat,mencegah infeksi dan mencegah
aspirasi,bersihkan mulut setelah makan.

5. Meningkatkan rasa nyaman


- Kaji pola istirahat bayi dan kegelisahan.
- Tenangkan bayi.
- Bila klien anak,berikan aktivitas bermain sesuai dengan usia dan
kondisinya.
- Support emosional bayi/anak: belaian,sentuhan,dengan main-mainan.
- Berikan analgetik sesuai program.

6. Mempertahankan kepatenan pada jalan nafas


- Kaji status pernafasan : bunyi nafas,cyanosis,retraksi dada,cuping
hidung,abnormal bunyi nafas setiap 4 jam.
- Rubah posisi sesuai kebutuhan atau 2 jam sekali setelah pebedahan
untuk memudahkan drainage.
- Posisi yang tepat selama makan,tegak atau setengah duduk.
- Lakukan isap lendir bila perlu.
- Bersihkan mulut setelah makan/minum.

7. Mempertahankan keutuhan kulit:


- Bersihkan area sekitar insisi setelah makan/minum.
- Bersihkan daerah insisi dengan normal saline dan dengan kapas lembab.
- Monitor tanda-tanda infeksi.
- Bersihkan sisa makanan yang ada di sekitar mulut.
- Lakukan pergerakan pasif dan aktif untuk memperlancar sirkulasi dan
penyembuhan luka.
- Antisipasi posisi yang dapat merusak jahitan,tegang,posisi yang kurang
tepat setel pembedahan.
- Hindari anak menangis yang dapat meregangkan jahitan.

8. Meningkatkan bonding orang tua anak,dan partisipasidalam perawatan


- Kaji pemahaman orang tua tentang kecacatan dan keperluan
pembedahan.
- Jelaskan tentang prosedur operasi: lamanya,harapan yang diinginkan
setelah pembedahan.
- Demonstrasikan pada orang tua cara pemberian makan pada bayi/anak.
- Ajarkan melakukan bonding pada anak.

5. Evaluasi

Keefektifan intervensi keperawatan ditentukan oleh pengkajian ulang yang


kontinu dan evaluasi perawatan yang berdasarkan pada pedoman pengamatan
berikut ini:

a. Perawatan Prabedah:

Mengamati dan mewawancarai anggota keluarga mengenai


pemahaman,perasaan serta kekhawatiran mereka terhadap defek dan
pembedahan yang diantisipasi serta interaksinya dengan bayi.
Mengamati bayi selama pemberian susunya.
Menyelesaikan pembuatan daftar isian prabedah

b. Perawatan Pascabedah:

Melakukan inspeksi luka operasi,termasuk alat pelindungnya.


Mengamatii indikator perilaku dan fisiologik rasa nyeri serta respon
terhadap terapi analgesia.
Mengamati bayi selama pemberian susu,mengukur asupan
cairan,menimbang berat badan bayi tiap hari.
Mengamati luka operasi untuk menemukan bukti adanya
infeksi,perdaraham,iritasi.
Mengamati dan mewawancarai keluarga mengenai pemahaman dan
kekhawatiran mereka terhadap bayinya termasukkebutuhannya untuk
jangka waktu lama.
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah.2005.Perawatan Anak Sakit.Ed:2.Jakarta:EGC.

Suriadi,Rita.2001.Asuhan Keperawatan Anak.Ed:2.Jakarta:Sagung Seto.

Sodikin.2011.Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem Gastrointestinal dan


Hepatobilier.Jakarta:Salemba Medika.

http://dokumen.tips/documents/makalah-labiopalatoskisis.html

https://www.scribd.com/doc/215878112/Anatomi-Fisiologi-Mulut

Anda mungkin juga menyukai