id
BAB I
PENDAHULUAN
1
perpustakaan.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id
keterampilan atau proses, tetapi lebih kepada memungkinkan siswa berpikir tentang
apa yang dipikirkannya. Oleh karena itu, penulis memandang bahwa aktivitas
metakognisi siswa dalam memecahkan masalah perlu untuk dianalisis.
Masalah dalam penelitian ini adalah pemrograman linear (linear
programming). Program linear merupakan pencarian solusi optimal dari sebuah
masalah dengan cara membuat model matematika dari masalah tersebut dalam
bentuk pertidaksamaan linear (Husein Tampomas, 2007:83). Oleh karena itu, materi
program linear merupakan salah satu materi yang membutuhkan pemahaman
masalah yang baik untuk mencari penyelesaiannya.
Pemecahan masalah matematika khususnya tentang materi program linear
dapat diperoleh apabila siswa terbiasa melaksanakan pemecahan masalah
berdasarkan prosedur dan strategi yang tepat. Hasil penelitian Dwiani Listya Kartika
(2015) di SMA Negeri Banyumas menunjukkan bahwa terdapat perbedaaan pada
proses metakognisi siswa dengan kemampuan akademik tinggi, sedang dan rendah
ketika menyelesaikan masalah program linear. Hal ini terjadi karena sebagian besar
siswa masih memandang pemecahan masalah program linear sebagai proses
menghitung tanpa menggunakan proses pemikiran yang logis. Kenyataan tersebut
juga dialami oleh siswa kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta. Berdasarkan wawancara
dengan guru kelas XI, guru tersebut menyatakan bahwa sebagian besar siswa masih
kesulitan dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan soal program linear.
Sejalan dengan hal tersebut, penulis melakukan observasi pembelajaran
materi program linear yang dilakukan oleh salah satu guru di kelas XI SMA Negeri 8
Surakarta. Hasil observasi pembelajaran menunjukkan bahwa pada awal
pembelajaran guru membimbing siswa untuk mengingat kembali pengetahuan yang
telah dipelajari sebelumnya, kemudian menjelaskan materi dan memberikan soal
latihan. Beberapa siswa diminta untuk mengerjakan soal di papan tulis, sementara
guru berkeliling untuk memeriksa pekerjaan siswa. Setelah beberapa siswa selesai
menuliskan jawaban pemecahan masalah di papan tulis, guru membimbing siswa
untuk mengomentari jawaban tersebut. Guru menanyakan kepada semua siswa di
kelas tersebut tentang kebenaran jawaban yang tertulis di papan tulis dan apabila
jawaban salah, guru memberi kesempatan kepada siswa lain untuk menuliskan
commit
jawaban yang benar. Guru hanya to user
terpaku pada kebenaran jawaban, tanpa
perpustakaan.uns.ac.id 4
digilib.uns.ac.id
lambat, sedangkan aspek keakuratan jawaban dibedakan menjadi dua yaitu cermat
dan tidak cermat, maka siswa dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:
kelompok siswa cepat dalam menjawab dan jawaban yang diberikan cermat/
benar, kelompok siswa yang menggunakan waktu cepat dalam menjawab namun
tidak cermat (impulsif), kelompok siswa yang menggunakan waktu lama
(lambat) dalam menjawab tetapi jawaban yang diberikan cermat (reflektif), dan
kelompok siswa yang menggunakan waktu lama dalam menjawab dan jawaban
yang diberikan tidak cermat (Rozencwajg dan Corroyer, 2005: 451). Proporsi
kelompok siswa reflektif dan impulsif 70% sedangkan kelompok siswa cepat dan
cermat serta siswa lambat dan tidak cermat 30% (Liew-On dan Simons, 2015:96).
Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Warli (2010) yang menyatakan bahwa
proporsi kelompok siswa reflektif dan impulsif 73% dan kelompok yang lainnya
27%. Berdasarkan hasil tes gaya kognitif, proporsi kelompok siswa reflektif di kelas
XI MIA 4 juga mendekati 70%. Fakta tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar
siswa memiliki gaya kognitif reflektif dan impulsif sehingga penelitian difokuskan
pada siswa yang memiliki gaya kognitif reflektif dan impulsif.
Hasil penelitian McKinney (1975) menjelaskan bahwa individu yang
impulsif atau reflektif mempengaruhi efisiensi dan perilaku strategi pemecahan
masalah anak-anak. Wardinah (2011) menyatakan bahwa hasil belajar siswa yang
memiliki tipe gaya kognitif reflektif lebih baik daripada siswa yang memiliki gaya
kognitif impulsif. Siswa yang memiliki gaya kognitif reflektif melakukan aktivitas
metakognisi secara lengkap, sedangkan siswa yang memiliki gaya kognitif impulsif
belum memenuhi indikator pada beberapa aktivitas metakognisi (Yuly Dwi Lestari,
2012). Namun, pada penelitian tersebut belum dilakukan analisis aktivitas
metakognisi untuk setiap tahap pemecahan masalah. Hasil penelitian Muhammad
Sudia et al. (2014) yang menganalisis aktivitas metakognisi pada setiap langkah
pemecahan masalah Polya menyatakan bahwa beberapa aktivitas yang belum
lengkap yaitu pada tahap membuat rencana, melaksanakan rencana dan memeriksa
kembali hasil pemecahan masalah.
Berdasarkan pendapat tersebut, jelas bahwa gaya kognitif impulsif dan gaya
kognitif reflektif mempunyai kontribusi yang penting dalam pemecahan masalah.
commit
Oleh karena itu, siswa perlu mengetahui to user
jenis gaya kognitif yang dimilikinya untuk
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id
membantu siswa agar lebih cermat dalam pemecahan masalah. Begitu juga dalam
memecahkan masalah program linear sangat dibutuhkan kecermatan dan ketelitian
yang tinggi dalam memilih konsep, prinsip dan cara yang tepat agar diperoleh solusi
yang tepat pula.
Selain itu, beberapa peneliti berpendapat bahwa faktor jenis kelamin
mempengaruhi pembelajaran matematika karena adanya perbedaan biologis dalam
otak anak laki-laki dan perempuan yang diketahui melalui observasi. Menurut Eti
Nurhayati (2012:155), anak perempuan cenderung mempunyai kemampuan verbal
yang lebih baik, sedangkan anak laki-laki lebih unggul dalam bidang matematika
karena kemampuan-kemampuan spatial yang lebih baik. Perbedaan karakteristik
berpikir laki-laki dan perempuan seperti yang disampaikan Kartini Kartono (2006),
menunjukkan bahwa laki-laki cenderung lebih rasional dalam menghadapi masalah
dibanding perempuan. Laki-laki pada umumnya mempunyai kemampuan berpikir
abstrak dan menyeluruh, sedangkan perempuan cenderung berpikir nyata dan praktis.
Hal ini sesuai dengan penelitian Zhu (2007) yang menyimpulkan bahwa terdapat
perbedaan kemampuan memecahkan masalah matematika antara siswa laki-laki dan
perempuan. Kamid (2013) menyatakan bahwa perbedaaan kemampuan siswa laki
laki terletak pada kemampuan memahami dan melaksanakan pemecahkan soal,
sedangkan menurut Muhammad Sudia (2014) terletak pada tahap pemeriksaan
kembali hasil pemecahan masalah. Perbedaan cara berpikir tersebut tentu akan
mempengaruhi penggunaan kognisi atau metakognisi yang dimiliki untuk
memecahkan masalah. Hal ini terjadi karena aktivitas metakognisi siswa perempuan
dalam menyelesaikan masalah cenderung lebih lengkap daripada siswa laki-laki
(Retnosari, 2015).
Berdasarkan uraian yang sudah dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa
kemampuan metakognisi sangat penting untuk dimiliki oleh semua siswa. Pendidik
dalam hal ini harus mendorong siswa untuk memiliki kemampuan tersebut dan
mendorong siswa untuk memahami proses metakognisi dalam pemecahan masalah.
Oleh karena itu, perlu dianalisis bagaimana aktivitas metakognisi siswa dalam
pemecahan masalah program linear jika ditinjau dari gaya kognitif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan yang
akan diteliti sebagai berikut:
1. Bagaimana aktivitas metakognisi siswa laki-laki kelas XI MIA 4 SMA Negeri 8
Surakarta yang bergaya kognitif reflektif dalam memecahkan masalah program
linear?
2. Bagaimana aktivitas metakognisi siswa perempuan kelas XI MIA 4 SMA
Negeri 8 Surakarta yang bergaya kognitif reflektif dalam memecahkan masalah
program linear?
3. Bagaimana aktivitas metakognisi siswa laki-laki kelas XI MIA 4 SMA Negeri 8
Surakarta yang bergaya kognitif impulsif dalam memecahkan masalah program
linear?
4. Bagaimana aktivitas metakognisi siswa perempuan kelas XI MIA 4 SMA
Negeri 8 Surakarta yang bergaya kognitif impulsif dalam memecahkan masalah
program linear?
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. untuk mendeskripsikan aktivitas metakognisi siswa laki-laki kelas XI SMA
Negeri 8 Surakarta yang bergaya kognitif reflektif dalam memecahkan masalah
program linear,
2. untuk mendeskripsikan aktivitas metakognisi siswa perempuan kelas XI SMA
Negeri 8 Surakarta yang bergaya kognitif reflektif dalam memecahkan masalah
program linear,
3. untuk mendeskripsikan aktivitas metakognisi siswa laki-laki kelas XI SMA
Negeri 8 Surakarta yang bergaya kognitif impulsif dalam memecahkan masalah
program linear,
4. untuk mendeskripsikan aktivitas metakognisi siswa perempuan kelas XI SMA
Negeri 8 Surakarta yang bergaya kognitif impulsif dalam memecahkan masalah
program linear.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini yaitu:
1. sebagai informasi bagi siswa mengenai pengetahuan metakognisi dan jenis
gaya kognitif yang dimiliki sehingga dapat memotivasi untuk lebih mengenal
dirinya sendiri dan lebih dapat mengoptimalkan kemampuannya,
2. sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk memasukkan aspek metakognisi
siswa dalam menyusun strategi pembelajarannya,
3. untuk menambah wawasan pembaca mengenai metakognisi dan gaya kognitif.
commit to user