LP CVD Nhcu - Ade Erine S. 37
LP CVD Nhcu - Ade Erine S. 37
A. Definisi
Stroke atau disebut juga cerebrocaskular disease (CVD) adalah sindrom gangguan
serebri yang awal timbulnya mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal
dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih menimbulkan kecacatan atau
bahkan kematian disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak (WHO, 2005).
Gejala klinis tersering yang terjadi pada stoke yaitu hemiparese dimana penderita
stroke mengalami infark bagian hemisfer otak kiri yang akan mengakibatkan terjadinya
kelumpuhan pada sebalah kanan, dan begitu pula sebaliknya. Sebagian penderita juga
dapat terjadi hemiparese dupleks yang akan mengakibatkan terjadinya kelemahan pada
kedua bagian tubuh sekaligus (lumpuh separuh tubuh pada dua sisi) bahkan dapat sampai
mengakibatkan kelumpuhan total.
B. Etiologi
Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya menjadi 2
bentuk yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik. Stroke hemoragik merupakan
perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun.
Sedangkan stroke non hemoragik dapat disebabkan oleh iskemia atau emboli dan
thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Gejala ini berlangsung 24 jam
atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang
menyebabkan cacat atau kematian. (Muttaqin, 2008).
C. Faktor Risiko
Menurut Smeltzer et al (2002) adapun faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya
cerebro vaskular disease (CVD) yaitu:
1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler (arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium,
penyakit jantung kongestif)
LAPORAN PENDAHULUAN
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
Keperawatan Gawat Darurat & Intensif
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
6. Diabetes Melitus ( berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
7. Kontrasepasi oral ( khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar
estrogen tinggi)
8. Penyalahgunaan obat ( kokain)
9. Konsumsi alkohol
LAPORAN PENDAHULUAN
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
Keperawatan Gawat Darurat & Intensif
D. Patofisiologi (pathway)
Trombus/ emboli
Aneurisme cerebral
Risiko Jatuh
Defisit perawatan diri Tirah baring / bed rest
Pneumonia hipostatik
Akumulasi sekret
Bersihan jalan
Sekret tidak dapat
nafas inefektif
keluar nafas
LAPORAN PENDAHULUAN
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
Keperawatan Gawat Darurat & Intensif
Menurut Soekarto (2004) tanda dan gejala stroke adalah sebagai berikut:
1. Bila muncul kehilangan rasa atau lemah pada muka, bahu atau kaki terutama terjadi pada
separuh badan.
2. Merasa bingung, sulit bicara, atau sulit menangkap pengertian.
3. Sulit melihat sebelah mata/dengan sebelah mata ataupun kedua mata.
4. Tiba-tiba sulit berjalan, pusing dan kehilanga keseimbangan atau koordinasi.
5. Sakit kepala yang amat sangat tanpa diketahui penyebab yang jelas.
Menurut Hudak dan Gallo dalam bukunya Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik (1996:
258-260), terdapat manifestasi akibat stroke, yaitu:
1. Defisit Motorik
a. Hemiparese, hemiplegia
b. Distria (kerusakan otot-otot bicara)
c. Disfagia (kerusakn otot-otot menelan)
2. Defisit Sensori
a. Defisit visual (umum karena jaras visual terpotong sebagian besar pada hemisfer serebri)
b. Diplopia (penglihatan ganda)
c. Penurunan ketajaman penglihatan
d. Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri,
tekanan, panas dan dingin)
e. Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang
posisi bagian tubuh)
3. Defisit Perseptual (Gangguan dalam merasakan dengan tepat dan menginterpretasi diri dan/atau
lingkungan)
a. Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas yang
mengalami paralise; kelainan unilateral)
b. Disorientasi (waktu, tempat, orang)
c. Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan obyek-obyek dengan tepat)
d. Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indera)
e. Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruang, memperkirakan ukurannya dan
menilai jauhnya
4. Defisit Bahasa/Komunikasi
a. Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang dapat
difahami) - dapat berbicara dengan menggunakan respons satu kata
LAPORAN PENDAHULUAN
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
Keperawatan Gawat Darurat & Intensif
b. Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan - mampu untuk berbicara,
tetapi menggunakan kata-kata dengan tidak tepat dan tidak sadar tentang kesalahan ini)
c. Afasia global (kombinasi afasia ekspresif dan reseptif) tidak mampu berkomunikasi pada
setiap tingkat
d. Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
e. Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan)
5. Defisit Intelektual
a. Kehilangan memori
b. Rentang perhatian singkat
c. Peningkatan distraktibilitas (mudah buyar)
d. Penilaian buruk
e. Ketidakmampuan untuk mentransfer pembelajaran dari satu situasi ke situasi yang lain
f. Ketidakmampuan untuk menghitung, memberi alasan atau berpikir secara abstrak
g. Afasia global (kombinasi afasia ekspresif dan reseptif) tidak mampu berkomunikasi pada
setiap tingkat
h. Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
i. Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan)
6. Defisit Intelektual
a. Kehilangan memori
b. Rentang perhatian singkat
c. Peningkatan distraktibilitas (mudah buyar)
d. Penilaian buruk
e. Ketidakmampuan untuk mentransfer pembelajaran dari satu situasi ke situasi yang lain
f. Ketidakmampuan untuk menghitung, memberi alasan atau berpikir secara abstrak
g. Disfungsi aktivitas mental dan psikologis
h. Labilitas emosional (menunjukkan reaksi dengan mudah atau tidak tepat)
i. Kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial
j. Penurunan toleransi terhadap stres
k. Ketakutan, permusuhan, frustasi, marah
l. Kekacauan mental dan keputusasaan
m. Menarik diri, isolasi
7. Gangguan Kesadaran
Glasgow Coma Scale (GCS)
LAPORAN PENDAHULUAN
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
Keperawatan Gawat Darurat & Intensif
F. Diagnosa Medis
Diagnosa medis: Cerebrovaskular dessease (CVD) non hemoragik
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium darah, urine, cairan serebrospinal.
2. Cerebral angiopaty, membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
3. Brain scan, mendeteksi area otak yang mengalami perdarahan.
4. Electroenchepalography (EEG), mengidentifikasi lesi serebral.
5. CT Scan dan MRI, mengidentifikasi area hematoma, adanya edema, iskemik dan
infark.
LAPORAN PENDAHULUAN
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
Keperawatan Gawat Darurat & Intensif
H. Penatalaksanaan Medis
1. Rencanakan pembedahan jika diperlukan
2. Terapi infrared diberikan sebagai terapi uantuk merangsang peredaraan darah
menuju otak, serta memperlancar peredaran darah pada sendi-sendi.
3. Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya
4. Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak
5. Pemberian Diuretik untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat
maksimum 3-5 hari setelah infark serebral.
Diuretik osmotik menurunkan tekanan intrakranial dengan menaikkan osmolalitas
serum sehingga cairan akan ditarik keluar dari sel otak. Manitol dapat digunakan
dengan dosis 0,25-0,5 g/kgBB IV selama 20 menit, tiap 6 jam. Tidak dianjurkan
menggunakan manitol untuk jangka panjang. Manitol diberikan bila osmolalitas
serum tidak lebih dari 310 mOsm/ l. Furosemid 40 mg IV/hari dapat memperpanjang
efek osmotik serum manitol.
6. Pertimbangan pemberian antikoagulan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam system
kardiovaskular
7. Medikasi anti-trombosit pada pasien karena trombosit memainkan peran sangat
penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.
I. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Posisi kepala dan badan atas semifowler atau sesuai kebutuhan, posisi miring jika
muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan
oksigen sesuai kebutuhan.
3. Monitor ketat tanda-tanda vital.
4. Pertahankan tirah baring (bed rest).
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia.
LAPORAN PENDAHULUAN
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
Keperawatan Gawat Darurat & Intensif
J. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2002)
adalah:
1. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak.
Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada
tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
2. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin
penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan
hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral
dan potensi meluasnya area cedera.
3. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat
berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak
dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan
LAPORAN PENDAHULUAN
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
Keperawatan Gawat Darurat & Intensif
curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
K. Prognosis
Perbaikan fungsi motorik pada pasien stroke berhubungan dengan beratnya defisit
motorik saat serangan stroke terjadi, usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang
terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Pasien dengan defisit motorik ringan
akan lebih banyak mengalami perbaikan dibandingkan dengan defisit motorik berat
(Sachdev PS, et al, 2007). Dari berbagai penelitian didapatkan bahwa perbaikan status
fungsional tampak nyata pada 3 bulan pertama dan mencapai tingkat maksimal dalam 6
bulan post stroke. Duncan PW (1993) dalam Nys GMS,et al (2005) melaporkan bahwa
perbaikan fungsi motorik dan defisit neurologis terjadi paling cepat dalam 30 hari
pertama setelah stroke, walapun selanjutnya perbaikan masih mungkin terjadi.
Sedangkan peneliti lain mendapatkan 50% pasien mengalami perbaikan fungsional
paling cepat dalam 2 minggu pertama (Zinn S, et al, 2004).
L. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas inefektif b.d adanya akumulasi sekret
2. Ketidakefektifan pola napas b.d. depresi pusat pernafasan
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d suplaioksigen ke otak tidak adekuat
4. Hambatan mobilitas fisik b.d hemiparesis, spastisitas, kehilangan keseimbangan dan
koordinasi
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan menelan,
penurunan fungsi nervus hipoglosus.
6. Defisit perawatan diri b.d gejala hemiparesis.
7. Risiko jatuh b.d hemiparesis, kerusakan mobilitas fisik.
LAPORAN PENDAHULUAN
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
Keperawatan Gawat Darurat & Intensif
No Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Bersihan jalan nafas Setelah diberikan 1. Pantau RR, irama nafas, 1. Mengetahui tingkat
inefektif b.d adanya askep selama 3x 24 dan usaha nafas gangguan yang terjadi dan
akumulasi sekret jam, diharapkan membantu dalam menetukan
bersihan jalan nafas intervensi yang akan
klien kembali efektif diberikan.
dengan kriteria hasil: 2. Monitor suara napas 2. suara napas tambahan dapat
1. Frekuensi tambahan menjadi indikator gangguan
pernapasan dalam kepatenan jalan napas yang
batas normal (16- berpengaruh terhadap
20x/mnt) pertukaran gas.
2. Irama pernapasan 3. Monitor pola napas 3. mengetahui permasalahan
normal jalan napas dan keefektifan
3. Tidak ada pola napas untuk memenuhi
akumulasi sputum kebutuhan oksigen tubuh.
4. Berikan posisi head up 4. memaksimalkan ekspansi
30o paru dan menurunkan upaya
pernapasan. Ventilasi
maksimal membuka area
atelektasis dan
meningkatkan gerakan sekret
ke jalan nafas besar untuk
dikeluarkan.
5. Bersihkan sekret dari 5. Mencegah obstruksi atau
mulut dan trakea; aspirasi. Penghisapan dapat
lakukan penghisapan/ diperlukan bila klien tak
suction sesuai mampu mengeluarkan sekret
keperluan. sendiri.
6. Monitor status oksigen 6. Mengetahui adanya
pasien (SPO2) perubahan nilai SaO2 dan
satus hemodinamik, jika
terjadi perburukan suction
bisa dihentikan.
7. Kolaborasi pemberian 7. Meringankan kerja paru
oksigen dan untuk memenuhi kebutuhan
broncodilator sesuai oksigen serta memenuhi
indikasi. kebutuhan oksigen tubuh.
Broncodilator meningkatkan
ukuran lumen percabangan
trakeobronkial sehingga
menurunkan tahanan
terhadap aliran udara.
2. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan 1. Monitor TTV tiap jam 1. Sebagai data perkembangan
napas b.d. depresi tindakan keperawa-tan kondisi klien
pusat pernafasan 3x24 jam pola napas 2. Atur posisi semi fowler 2. Meningkatkan ekspansi
efektif dengan kriteria paru
hasil : 3. Monitor ventilator tiap 3. Memantau perkembangan
LAPORAN PENDAHULUAN
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
Keperawatan Gawat Darurat & Intensif
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T.H., Kamitsuru Shigemi., & Keliat, B.A. (2015). NANDA International
Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017, Edisi 10.
Jakarta: EGC.
Silbernagl, Stefan dan Florian Lang. (2007). Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.
Jakarta: EGC.