BAB 1
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
2
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk lebih mengerti dan memahami
tentang atrium septal defek dan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan,
Departemen Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
1.3. Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca
khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara umum agar dapat lebih
mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai atrium septal defek.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
jaringan mengandalkan sistem kardiovaskular yang mulai berkembang untuk distribusi zat-zat
tersebut.3,4
Jantung manusia mulai dibentuk dari mesoderm pada hari ke-18 atau ke-19 sejak fertilisasi.
Sekitar minggu ke-3 dari embriogenesis, kumpulan sel-sel mesodermal yang disebut area
kardiogenik berproliferasi pada ujung cranial dari embrio. Sebagai respons terhadap sinyal dari
endoderm, sel-sel mesodermal pada area kardiogenik membentuk sepasang untaian yang
memanjang, disebut cardiogenic cords/ angioblastic cords. Kemudian cords ini membentuk
rongga di tengah sehingga terbentuk tabung endorkadial pada hari ke-20. Pada hari ke-21 dari
fertilisasi, sepasang tabung endokardial ini saling mendekati satu sama lain dan menyatu menjadi
satu tabung tunggal yang disebut tabung jantung primitif.3,4
Lapisan dari tabung jantung primitif ini dari dalam ke luar adalah lapisan endotelial yang
kemudian akan berkembang menjadi endokardium, kemudian lapisan jaringan ikat bergelatin
yang disebut cardiac jelly, dan lapisan tebal otot yang berkembang dari splanchnic mesoderm
yang kemudian menjadi myocardium. Jantung primitif ini mulai berdetak pada hari ke-22 atau
ke-23, sehingga darah mulai disirkulasikan pada awal minggu ke-4. Ruang yang melapisi area
kardiogenik yang berkembang tersebut pada akhirnya akan menjadi rongga perikardial, rumah
bagi jantung dewasa.3
4
secundum, dan akhirnya menyatu dengan endocardial cushions dan membentuk lubang oval
yang dinamai foramen ovale. Tepi superior dari septum primum kemudian mengalami regresi
secra bertahap, meninggalkan tepi bawah menjadi suatu katup yang memberikan jalan bagi
aliran darah dari kanan ke kiri melalui foramen ovale. Selama masa kehamilan, aliran darah
janin dari atrium kanan akan mengalir ke atrium kiri karena tekanan di sisi kanan yang lebih
kuat.3
b. Pembentukan Sekat Kanal Atrioventrikular
Pertumbuhan endocardial cushions berkontribusi terhadap pembentukan sekat atrium.
Endocardial cushions pada awalnya terbentuk sebagai suatu pembengkakan dari lapisan
jaringan ikat bergelatin dalam kanal AV. Jaringan ini kemudian menjadi penuh dengan sel-sel
yang bermigrasi dari endokardium primitif dan akhirnya berubah menjadi jaringan mesenkim.
Pertumbuhan jaringan muncul terutama pada bidang horizontal, sehingga terbentuk sekat kanal
AV yang terus tumbuh ke endocardial cushions superior, inferior, dan lateral. Penyekatan ini
pada akhirnya akan membentuk kanal kiri dan kanan yang kemudian membentuk lubang katup
mitral dan trikuspid.3
c. Pembentukan Sekat Ventrikel dan Traktus Aliran Darah ke Luar Ventrikel
Pada akhir minggu keempat, ventrikel primitif akan mulai tumbuh, meninggalkan sebuah
tonjolan muscular di median yang merupakan sekat interventrikular primitif. Hampir
keseluruhan dari peninggian awal septum merupakan hasil dilatasi dua ventrikel baru yang
terbentuk dari kedua sisi ventrikel primitif. Hanya pada fase akhir, pertumbuhan sel baru
septum berkontribusi untuk membentuk sekat ventrikel. Tepi yang bebas dari sekat muskular
interventrikular tidak menyatu dengan endocardial cushions. Bukaan yang tetap tinggal dan
mengijinkan suatu hubungan antara ventrikel kiri dan kanan adalah foramen interventrikular.
Bukaan ini tertutup pada minggu ketujuh kehamilan, ketika terjadi penyatuan bulbar ridges
kanan dan kiri dan endocardial cushions yang membentuk bagian membran dari septum
interventrikular.3
Pada minggu kelima kehamilan, terjadi proliferasi mesenkimal pada bulbus cordis dan
truncus arteriosus yang membentuk sepasang tonjolan yang dikenal dengan nama bulbar
ridges. Ridges ini kemudian bersatu di tengah dan mengalami perputaran 180o membentuk
sekat aortikopulmoner. Sekat ini kemudian membagi bulbus cordis dan truncus arteriosus
menjadi dua saluran arteri, yaitu arteri pulmonal dan aorta.3
2.1.4. Pembentukan Katup Jantung
7
Katup aorta dan pulmoner mulai terbentuk sebelum sekat aortikopulmoner lengkap
terbentuk. Proses ini terjadi sekitar minggu kelima dan keenam kehamilan. Sedangkan katup
atrioventrikular mulai terbentuk sekitar minggu kelima sampai kesembilan kehamilan.
Pembentukan katup mitral dan trikuspid terjadi setelah endocardial cushions menyatu dan
membentuk sekat antara kanal AV kiri dan kanan. Proses pembentukan katup aortikopulmoner
dan atrioventrikular, semuanya melibatkan proses apoptosis sehingga terbentuk suatu daun
katup.3,4
duktus arteriosus adalah untuk menghindari paru-paru janin yang terisi dengan cairan amnion
sehingga pertukaran gas terganggu dan terjadi vasokonstriksi, mengakibatkan resistensi pumoner
meningkat. Dari aorta descending, darah akan didistribusikan ke bagian bawah tubuh dan
kemudian melalui arteri umbilikal kembali ke plasenta untuk dioksigenasi kembali.3
dan katup foramen ovale akan dipaksa melawan septum secundum, maka terjadi eliminasi aliran
darah antar atrium.3
Akibat oksigenasi yang kini muncul di paru neonatus, duktus arteriosus menjadi kelebihan
cairan dan akhirnya menutup. Semasa hidup janin, Prostaglandin E 1 (PGE1) banyak diproduksi
sebagai respons terhadap keadaan hipoksia relatif yang mengakibatkan otot polos duktus
arteriosus mengalami relaksasi sehingga tetap terbuka. Setelah lahir, tekanan Oksigen akan naik
sehingga PGE1 akan berkurang produksinya dan menimbulkan vasokonstriksi duktus arteriosus.3
2.4. Defek Septum Atrial (ASD)
Aliran darah semasa hidup janin berbeda dengan aliran darah pada orang dewasa. Hal ini
diakibatkan beberapa fungsi anatomis janin yang belum berkembang secara sempurna sehingga
sistem kardiovaskular janin memberikan beberapa kompensasi baik secara anatomis maupun
fungsional. Segera setelah lahir, neonatus terpisah dari sirkulasi darah maternal dan oksigenasi
yang diberikannya sehingga mengakibatkan kompensasi tersebut berangsur-angsur menghilang
dan akhirnya jantung fetal akan menjadi jantung dewasa yang berfungsi normal. Namun dapat
dijumpai juga kelainan gangguan maturitas sistem kardiovaskuler sehingga menimbulkan
gangguan yang disebut kelainan jantung kongenital.3
Kelainan jantung kongenital dapat dibagi menjadi dua jenis, sianotik dan asianotik.
Sianotik merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk kepada warna kulit yang biru
keunguan akibat peningkatan darah yang miskin oksigenasi. Sedangkan asianotik merupakan
jenis gangguan jantung kongenital yang mengakibatkan timbunya left-to-right shunts, contohnya
ASD.3
2.4.1. Definisi
ASD adalah keadaan dimana terjadi bukaan yang persisten pada sekat interatrial setelah
lahir sehingga terjadi aliran antara atrium kiri dengan kanan. ASD dapat muncul di bagian
manapun dari sekat atrium, tetapi tempat tersering adalah pada region foramen ovale, dinamakan
ostium secundum ASD. Defek ini dapat muncul karena gangguan pembentukan septum
secundum, resorpsi berlebihan dari septum primum, atau keduanya.3
2.4.2. Epidemiologi
Tiga tipe mayor dari ASD terhitung mencapai 10% dari keseluruhan gangguan jantung
kongenital, dan sekitar 20%-40% dari penyakit ini memnimbulkan gejala saat dewasa. Tipe ASD
yang paling umum dijumpai adalah sebagai berikut :5
10
1. Ostium primum : Terhitung sebanyak 15%-20% ASD merupakan tipe ini. Defek ostium
primum sering juga disebut sebagai ASD tipe 1, yang merupakan jenis ASD terbanyak
kedua setelah ostium secundum. ASD tipe 1 sering diasosiasikan dengan abnormalitas
katup mitral.
2. Ostium secundum : merupakan tipe ASD yang paling umum dijumpai, sebanyak 75% kasus
ASD adalah tipe ASD ostium secundum atau ASD tipe 2. Keadaan ini juga dijumpa pada
30%-40% dari keseluruhan gangguan jantung kongenital yang diderita pasien berusia
diatas 40 tahun.
3. Sinus venosus: jenis yang paling jarang dijumpai, sebanyak 5%-10% kasus ASD. Defek
pada tipe ini dijumpai di sepanjang sekat atrial superior.
Perbandingan angka kejadian ASD perempuan dibanding pria adalah 2:1. Pasien dengan
ASD sering asimptomatik selama masa kanak-kanak, karena waktu munculnya manifestasi klinis
bergantung pada tingkat keparahan left-to-right shunt. Gejala biasanya mulai tampak jelas seiring
bertambahnya usia. Pada usia 40 tahun, 90% pasien yang tidak ditangani akan menunjukkan
gejala sesak, lemas, palpitasi, aritmia menetap, bahkan gejala-gejala gagal jantung.5
2.4.3. Etiologi
ASD merupakan gangguan jantung kongenital yang diakibatkan malformasi dari sekat
interatrial. Pada ASD tipe 2, kelainan terjadi dikarenakan perlengketan inkomplit dari daun katup
yang berhubungan dengan foramen ovale dan septum secundum setelah lahir. Foramen ovale
paten biasanya terjadi karena resorpsi abnormal septum primum selama pembentukan ostium
secundum. Resorpsi yang terjadi di lokasi abnormal mengakibatkan pembentukan septum
primum yang berjaring-jaring atau berlubang-lubang. Sedangkan resorpsi berlebihan dari septum
primum mengakibatkan foramen ovale yang tidak tertutupi. Foramen ovale yang besarnya
abnormal muncul sebagai hasil dari perkembangan defektif septum secundum. Septum primum
normal tidak menutup foramen ovale abnormal ini saat lahir.5
Pada ASD ostium primum, defek yang timbul diakibatkan penyatuan inkomplit septum
primum dengan endocardial cushion. Defek yang timbul pada ASD tipe 1 ini letaknya
berdekatan dengan katup atrioventrikular, yang mungkin juga ikut mengalami deformitas dan
inkompeten. Pada kebanyakan kasus, katup yang paling banyak terkena adalah katup mitral.5
ASD sinus venosus terjadi karena penyatuan abnormal antara sinus venosus embrio dengan
atrium. Pada kebanyakan kasus, defek yang timbul terletak superior di sekat atrial dekat dengan
11
tempat masuk vena kava superior. ASD tipe ini sering berkaitan dengan aliran darah abnormal
vena pulmoner superior, dimana salurannya bisa masuk ke atrium kanan, vena kava superior,
atau inferior.5
2.4.4. Patofisiologi
Patofisiologi ASD merupakan topik yang kompleks dan multifaktorial. Aliran darah yang
melewati defek muncul baik saat systole ataupun diastole. Shunting yang terjadi biasanya dari
kiri ke kanan dan muncul secara dominan pada awal diastole. Perlu diketahui juga bahwa aliran
kanan ke kiri sementara juga dapat muncul ketika tekanan intrathoraks menjadi negatif saat
inspirasi atau saat terjadi regangan isometric. meskipun tidak ada hipertensi pulmonal. Pada
kasus ASD tanpa komplikasi, darah yang kaya oksigen dari atrium kiri akan mengalir ke atrium
kanan, tetapi tidak sebaliknya. Pada ASD yang kecil, tekanan atrium kiri melebihi tekanan atrium
kanan. Tetapi pada ASD berukuran besar, tekanan atrium rata-ratanya dapat menjadi identikal..5
Kemampuan pengembangan ventrikel ditentukan oleh afterload, dan factor-faktor lain
seperti status volume intravaskuler, massa otot myocardium, geometri ruangan ventrikel, perfusi
koroner, serta tekanan intrathorak. Pada keadaan normal, ventrikel kiri memiliki beban kerja
lebih berat dibanding ventrikel kanan sehingga terjadi hipertrofi fisiologis ventrikel kiri. Dinding
tebal yang dimiliki ventrikel kiri akan lebih susah teregang untuk menerima volume tambahan
dibandingkan dinding ventrikel kanan yang lebih tipis. Sebagai hasilnya, pada pasien ASD,
perbedaan kemampuan pengembangan ventrikel mengakibatkan aliran darah dari kiri ke kanan
karena darah dari atrium kiri lebih mudah mengalir untuk mengisi ventrikel kanan. Jika afterload
ventrikel kanan meningkat akibat peningkatan resistensi vaskuler pulmonal, ventrikel kanan akan
menjadi hipertropi dan lebih susah mengembang. Aliran dari kiri ke kanan mungkin menjadi
minimal, dan pada keadaan yang lebih parah mungkin terjadi aliran dari kanan ke kiri. Aliran kiri
ke kanan yang terjadi secara kronik dapat menimbulkan peningkatan aliran darah pulmonary dan
timbul diastolic overload pada ventrikel kanan. Hal ini dapat menimbulkan pembesaran atrium
kanan maupun ventrikel kanan. Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi juga gangguan fungsi
pengembangan ventrikel sehingga dapat timbul gejala karena hipertensi pulmonary, bahkan
terjadi aliran darah balik kanan ke kiri dan sindrom Eisenmenger. 5
(http://circ.ahajournals.org/content/117/8/1090.full
Dalam menentukan diagnosis ASD, diperlukan juga pemahaman mengenai ukuran volume
shunt yang muncul. Rasio total aliran darah pulmonal dibandingkan dengan total aliran darah
sistemik, yaitu rasio Qp/Qs merupakan salah satu cara yang berguna untuk mengukur net shunt.
12
Rasio Qp/Qs 1:1 adalah rasio normal dan biasanya menunjukkan tidak adanya shunting. Tetapi
jika Qp:Qs >1:1, hal ini menunjukkan aliran pulmonal melebihi aliran sistemik dan menunjukkan
adanya left-to-right shunt. Begitu juga sebaliknya, Qp:Qs <1:1 menunjukkan adanya right-to-lrft
shunt. (http://circ.ahajournals.org/content/117/8/1090.full)
ASD dapat tidak terdiagnosis selama beberapa dekade karena sifatnya yang sering
asimptomatik. Bahkan defek septa ukuran sedang sampai besar dapat diderita oleh anak-anak
tanpa menimbulkan gejala yang jelas. Jika sampai timbul gejala, biasanya yang menjadi keluhan
utama adalah mudah lelah, infeksi saluran napas berulang, atau sesak napas akibat aktivitas.
Pada anak-anak, diagnosis ASD sering muncul setelah dilakukan pemeriksaan auskultasi dada
dan didapatkan suara murmur jantung. Pada kasus-kasus ASD yang tidak terdeteksi pada masa
kanak-kanak, gejala akan timbul pada usia tua karena timbul komplikasi seperti hipertensi
pulmonal, aritmia atrial, dan kadang-kadang gangguan katup mitral yang berhubungan dengan
ASD tipe 1. Secara keseluruhan, gejala yang paling sering muncul adalah sesak napas,
mudahlelah,palpitasi, aritmia, sinkop, stroke, dan gagal jantung.10
b. Pemeriksaan Fisik
Tidak ada hal yang pasti dalam menentukan ASD berdasarkan pemeriksaan fisik yang
dapat dipengaruhi oleh sistem hemodinamika. Meskipun begitu, pemeriksaan fisik sangat
penting dalam menggali informasi dan dalam menentukan diagnosis dan manajemen :10,11
- Pasien biasanya tampak kulit berwarna pink pada saat istirahat dan latihan fisik, kecuali
pada hipertensi pulmonal.
- Ventrikel kanan yang terlihat mengangkat pada saat ekspirasi ataupun pada saat inspirasi
dalam pada area subxipoid.
- Terasa pelebaran arteri pulmonal pada saat di palpasi pada interkostal yang kedua
- Pelebaran dari suara S2 yang terdengan dengan auskultasi yang tidak selalu didapat pada
ASD
- Pengerasan pada P2 akan ditemukan pada hipertensi pulmonal.
- Ejeksi murmur sistolik dengan intensitas yang halus dan kasar, paling jelas terdengarpada
sternum kiri bagian atas.
- Bunyi gemuruh dastolik terdengar padasternum kiri bagian bawah yang menandakan
adanya shunt yang besar (stenosis trikuspid).
- Murmur trikuspid regurgitasi terdengar pada usia tua atau pada hipertensi pulmonal
- Pansistolik murmur dari mitral regurgitasi yang di karakteristikan dengan primum ASD.
- Pada pasien ASD, tekanan atrium kiri dan kanan sama, jadi terjadi peningkatan tekanan
jugularis akibat tekanan pada atrium kiri.
- Keadaan sianosis biasanya dapat dilihat pada pulmonal hipertensi, tetapi pada ASD
terjadi stenosis pulmonal karena tekanan vena kava inferior yang meningkat yang
langsung masuk ke atrium kiri.
c. Elektrokardiogafi
15
ECG merupakan hal yang sangat penting dalam mendiagnosis kelainan pada fungsi
jantung. Ritme yang didapatkan mungkin sinus, atrial fibrilasi, atau atrial flutter. Inversi pada
gelombang P di led inferior memberikan kesan terjadinya defisiensi nudus sinus, sebagai defek
sinus venosus. Atrium kanan yang membesar dapat dijumpai. First-degree heart block memiliki
kesan dalam primum ASD, tetapi dapat terlihat pada usia tua dengan sekundum ASD. QRS axis
RAD pada sekundum ASD, dimana terjadinya hipertensi pulmonal. QRS axis LAD adalah
ostium primum. Voltage biasanya terjadi pada hipertrofi ventrikel kanan yang terlihat pada
semua pasien defek atrioventrikular, sering dalam bentuk right bundle branch block yang juga di
dapatkan pada hipertensi pulmonal. Pasien dengan insufisiensi katup mitral mungkin terdapat
hipertrofi ventrikel kiri.10,11
A, Ostium scundum ASD, Mild axis deviation, voltage evidence of right ventricular hypertopy. B, sinus venosus ASD.
Inverted inferior P wave, right-axis deviation. c, Ostium primum ASD. first-degree AV block
aorta yang kecil memiliki karakteristik kronik penurunan cardiak output, karena peningkatan
aliran pulmonal.10,11
e. Ekokardiografi
Transtoraks ekokardiografi akan menentukan tipe dan ukuran dari ASD, arah aliran darah
di katup jantung dan anomali aliran balik vena pulmonal. Fungsi penting dari defek dapat diukur
antara atrium kanan dan ventrikel, gambaran dari volume berlebih ventrikel kanan, orientasi
septum ventrikular pada saat diastol dan sistol dan estimasi shunt rasio (pada aliran darah
pulmonal dan aortik). Tekanan sistol arteri pulmonal dapat ditentukan dari pemeriksaan doppler
pada regurgitasi trikuspid.12
Transesofagal ekokardiografi dapat digunakan untuk menentukan tipe ASD dan
menggambarkan aliran balik vena pulmonal. Alat ini juga digunakan sebagai penutupan ASD.12
f. MRI Jantung dan CT scanning
MRI jantung digunakan dan memiliki jenis informasi yang didapatkan seperti
ekokardiografi. Merupakan gold standar untuk melihat ukuran ventrikuler dan fungsinya, dan
melihat apakah jantung bagian kanan membesar. MRI juga dapat menilai aliran balik vena
pulmonal.12
g. Katerisasi Jantung
Diagnostik kateterisasi diperlukan untuk mengevaluasi tekanan arteri pulmonal, evaluasi
fungsi jantung kiri dan hemodinamik, evaluasi komorbiditas, atau menilai arteri koroner pada
usia tua.12
2.4.8. Penatalaksanaan
a. Terapi Obat Obatan
Tidak ada pengobatan spesifik untuk memulihkan kondisi pasien.
sebagai observasi. Pembentukan pinggang balon dalam menentukan besarnya yang akan ditutup.
Setelah memasuki lubang ASD maka ballon akan beradaptasi sesuai besarnya lubang.
Dengan bimbingan dari fluroskopi dan ekokardiografi yang akan mengarah ke atrium kiri
dan akan diamati dengan menggunakan alat transesofagal ekokardiografi. Kemudian kabel dapat
ditarik kemanapun hingga ASD benar-benar tertutup. Selain itu, dapat juga digunakan doppler
ekokardiografi dua dimensi dan fluroskopi dalam observasi. Setelah observasi lalu diberikan
pengobatan berupa antibiotik intravena (sefotaksim 100mg/kg BB dan Gentamisin 5mg/kgBB)
setelah 8 dan 16 jam, dengan total 3 dosis. Kemudian sesuai dengan prosedur diberikan 3-5
mg/kgBB setiap hari selama 6 bulan.13,14
Pada penggunaan alat ini berguna untuk melakukan penutupan pada lubang atrial septal
defek. Pada umumnya, bila pasien dengan AS, harus segera dilakukan penutupan segera setelah
diagnosis di tegakkan. Ada beberapa hal yang harus diketahui agar tidak melakukan penutupan
ASD :13,14
- Lubang terlalu kecil. Pasien harus di observasi dalam jangka waktu tertentu dikarenakan
hal ini dapat memiliki resiko bila terjadi jantung kanan yang mengembang di kemudian
hari karena peningkatan relatif tekanan diastolik ventrikel dan peningkatan konsekuensi
shunt kiri ke kanan.
- Hipertensi arteri pulmonal, kontraindikasi dengan penutupan ASD. Pasien tersebut sering
sianosis saat latihan dan istirahat.
- Ketika disfungsi berat ventrikel kiri dan ASD berfungsi sebagai aliran darah sistemik yang
masih baik, penutupan tidak boleh dilakukan.
Penutupan bedah diperlukan untuk pasien dengan ostium primum dan ASDs venosus sinus,
serta untuk pasien dengan ASD sekundum yang anatomi tidak cocok untuk perangkat penutupan.
Dalam beberapa pengaturan, penutupan bedah kelainan sekundum masih disukai atau
diperlukan. Suatu ASD sekundum mungkin ditutup dengan jahitan langsung ("penutupan
primer") atau dengan menambal menggunakan pericardium atau bahan sintetis. kelainan ostium
primum memerlukan penutupan Patch dan perbaikan dari "celah" Katup AV. Perbaikan lubang
venosus sinus dengan anomali aliran balik vena paru. Perawatan harus diambil untuk melihat
bahwa ujung bawah SVC besar cukup untuk mengakomodasi kedua SVC dan aliran balik vena
paru yang ke atrium kiri. Atau, 2 saluran yang terpisah dapat dibuat untuk memastikan 2 sumber
pengembalian vena tidak terhalang.13,14
2.4.8. Komplikasi
1. Hipertensi pulmonal
18
Terjadinya hipertensi pulmonal akibat ventrikel kanan yang akan bekerja lebih keras dalam
mengkompensasi volume darah yang besar sehingga tekanan pada arteri pulmonal semakin besar
pula, sementara ventrikel kiri tekanannya seharusnya lebih besar.15
2. Sindrom Eisenmenger
Peningkatan tekanan darah pada arteri pulmunal akan dapat merusak arterinya, dimana
merupakan kompensasi dari ventrikel kanan. Dimana akan ditemukan keluhan seperti: sianosis,
nyeri dada, batuk darah, pusing dan pingsan.15
3. Stroke
Stroke dapat diawali dengan nyeri kepala (migran) akibat terjadinya atrial fibrilasi dimana
darah ke otak kurang dan lama kelamaan akan terbentuk emboli trombus akibat irama jantung
yang tidak normal.15
BAB 3
STATUS PASIEN
19
Hari : Jumat
Nama pasien : Sulistiani Umur : 6 tahun,7 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Ikut Orang Tua
Alamat : Jl. Marelan GG. Pribadi Tanah 60
Agama : Islam
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala : Mata : Conjungtiva palpebra inferior pucat (-/-),
sklera ikterik (-/-)
Telinga/ Hidung/ Mulut : Dalam batas normal
Leher : TVJ : R+2 cmH2O
Thorax : Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : SF kanan = kiri, kesan normal
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Jantung : S1 (+) N, S2 (+) wide fixed split, S3 (-), S4 (-)
Murmur (+), tipe: PSM grade 3/6 di LLSB
Gallop (-)
Paru : Suara pernafasan : vesikuler pada kedua lapangan paru
Suara tambahan : Ronkhi (-), Wheezing (-)
Abdomen : Soepel
Hepar / Renal / Lien : tidak teraba
Bising usus (+) Normal
Extremitas : Akral hangat, edema pretibial (-/-)
EKG : Sinus takikardi, QRS rate 115 x/menit, QRS axis RAD, P wave: P pulmonal, R>S di
lead V1, QRS durasi 0,08 detik, LVH (-), VES (-)
Kesan : Sinus takikardi + RAD + RAE + RVH
Kesan : CTR 60%, aorta normal, pulmonal menonjol, pinggang jantung (-), apex upward,
Kongesti (+), Infiltrat (-).
23
MORFOLOGI
- Eritrosit : Normokrom normositer
- Leukosit : Bentuk normal
- Trombosit : Bentuk normal
Kesan: Normal
JENIS
SATUAN HASIL RUJUKAN
PEMERIKSAAN
FAAL HEMOSTASIS
PT-INR
WAKTU PROTROMBIN
24
Kesan :
1. Atrial sinus solitus : AV VA concordance
2. Vena vena bermuara pada tempatnya
3. IAS mengalami defek 21,9 mm L R Shunt
4. IVS intak, PDA (-)
5. Katup katup : MR mod
6. Fungsi sistolik LV baik (EF 74,3%)
Kesan : ASD II 21,9 mm L R Shunt + MR mod
1. ASD L R shunt
2. High flow low resistance
Rencana : Operasi
ASD closure hari
ini
89 Batuk Sens : CM ASD II pro - IVFD NaCl 0,9%
TD : 120-140/80-
Januari (+), 21,9 mm L 10 gtt/i micro
90 mmHg - Captopril 2 x
2014 Dahak R shunt pro
HR : 110-120 x/i
6,25 mg
(+) RR : 30-32 x/i closure
- Furosemide 1 x
Demam T: 37,8 0C
12 mg
(+)
- Spironolaktone 1
x 12,5 mg
- Vit. C 3 x 100
mg
- Ambroxol syr 3 x
Cth I
- PCT syr 3 x Cth I
MORFOLOGI
- Eritrosit : Normokrom normositer
- Leukosit : Bentuk normal
- Trombosit : Bentuk normal
Kesan: Normal
29
BAB 4
KESIMPULAN
Kebanyakan anak-anak yang menderita ASD adalah asimptomatik. Kondisi yang biasanya
dideteksi adalah timbulnya murmur saat dilkukan pemeriksaan fisik selama anak-anak atau
remaja. Jika gejala timbul, biasanya adalah sesak napas atau lelah yang timbul karena aktivitas,
lemas, dan infeksi saluran napas bawah berulang. Pada kasus, keluhan utama pasien adalah
mudah lelah ketika beraktivitas.
30
Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien ASD dapat ditemukan suara jantung
kedua yang melebar akibat peningkatan aliran darah pulmonal, sehingga katup pulmonal
terlambat menutup baik saat inspirasi maupun ekspirasi. Hal ini ditemukan juga pada kasus,
dimana S2 (+) dengan jenis wide fixed splitting.
Left-to-right shunt yang terjadi pada ASD dapat menimbulkan pembesaran ventrikel kanan
dan atrium kanan akibat overload volume yang akan menunjukkan gambaran RVH dan p
pulmonal di pemeriksaan EKG. Gambaran QRS axis RAD dapat ditemukan pada sekundum
ASD, yang mungkin diakibatkan pembesaran ventrikel kanan. Pada kasus, ditemukan hasil
rekaman EKG menunjukkan RVH, p pulmonal, dan QRS axis RAD.
DAFTAR PUSTAKA
7. Garg V, Kathiriya IS, Barnes R, Schluterman MK, King IN, Butler CA, Rothrock CR, Eapen
RS, Hirayama-Yamada K, Joo K, Matsuoka R, Cohen JC, Srivastava D. GATA4 mutations
cause human congenital heart defects and reveal an interaction with TBX5. Nature.
2003;424:443 447.
8. Taylor NC, Somerville J. Fixed subaortic stenosis after repair of ostium primum defects. Br
Heart J. 1981;45:689697.
9. King RM, Puga FJ, Danielson GK, Schaff HV, Julsrud PR, Feldt RH. Prognostic factors and
surgical treatment of partial atrioventricular canal. Circulation. 1986;74(pt 2):I-42I-46.
10. Gatzoulis MA, Hechter S, Webb GD, Williams WG. Surgery for partial atrioventricular
septal defect in the adult. Ann Thorac Surg. 1999;67: 504510.
11. Therrien J, Warnes C, Daliento L, Hess J, Hoffmann A, Marelli A, Thilen U, Presbitero P,
Perloff J, Somerville J, Webb GD. Canadian Cardiovascular Society Consensus Conference
2001 update: recommendations for the management of adults with congenital heart disease
part III. Can J Cardiol. 2001;17:11351158.
12. Gatzoulis MA, Freeman MA, Siu SC, Webb GD, Harris L. Atrial arrhythmia after surgical
closure of atrial septal defects in adults. N Engl J Med. 1999;340:839846.
13. Nadrai A. ECG in the diagnostics of atrial septal defect. Acta Paediatr Acad Sci Hung.
1964;65:201215.
14. Heller J, Hagege AA, Besse B, Desnos M, Marie FN, Guerot C. Crochetage (notch) on R
wave in inferior limb leads: a new independent electrocardiographic sign of atrial septal
defect. J Am Coll Cardiol. 1996;27:877 882.
15. Zufelt K, Rosenberg HC, Li MD, Joubert GI. The electrocardiogram and the secundum
atrial septal defect: a reexamination in the era of echocardiography. Can J Cardiol.
1998;14:227232.