Anda di halaman 1dari 12

Pengertian Haji, Syarat, Rukun, Jenis, Tata Cara & Manfaatnya|Secara Umum, Pengertian

Haji adalah mengunjungi Baitullah (Ka'bah) di Mekah untuk melakukan amal ibadah tertentu dengan
syarat-syarat tertentu pula. Ibadah Haji merupakan salah satu dari rukun Islam. yakni pada rukun
yang kelima yang wajib dikerjakan bagi setiap muslim, baik itu laki-laki maupun perempuan yang
mampu dan telah memenuhi syarat. Orang yang melakukan ibadah haji wajib memenuhi ketentuan-
ketentuannya. Ketentuan haji selain pengertian haji diatas, juga syarat haji, rukun haji, wajib haji,
larangan haji, tata cara haji, serta sunnah-sunnah haji.

Menunaikan ibadah haji diwajibkan atas setiap muslim yang mampu mengerjakannya dan seumur
hidup sekali. Bagi mereka yang mengerjakan haji lebih dari satu, hukumnya sunah. Allah SWT.
berfirman dalam Surah Ali Imran Ayat 97 yaitu:

Artinya:
....Dan (diantara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah,
yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari
(kewajiban) haji maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh
Alam. (Q.S. Ali Imran/3:97).

Syarat-Syarat Haji
Syarat-Syarat Haji-Yang dimaksud mampu sebagai salah satu syarat haji adalah sebagai
berikut....
1. Beribadah Sehat. Orang sakit atau lemah fisiknya dapat mewakilkan kepada orang lain jika ia
mampu membiayainya.
2. Ada kendaraan yang dapat mengantar ulang dan pergi ke Mekah bagi orang yang di luar mekah.
3. Aman dalam perjalanan. Artinya, jiwa dan hartanya terjamin keselamatannya.
4. Memiliki bekal yang cukup. Artinya, harta yang dimiliki cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
selama mengerjakan haji, termasuk juga cukup untuk menjamin kebutuhan keluarga yang
ditinggalkannya.
5. Bagi perempuan harus dengan suaminya atau diserta mahram atau dengan perempuan lain yang
ada mahramnya.
Syarat-Syarat Haji yang harus dipenuhi

Beragama Islam
Berakal sehat
Balig atau dewasa
Merdeka (bukan budak) dan
Kuasa atau mampu untuk melakukannya

Rukun-Rukun Haji
Rukun-Rukun Haji - Rukun Haji adalah perbuatan yang wajib dikerjakan dan tidak dapat diganti
dengan membayar denda. Meninggalkan salah satu rukun haji akan gugur atau tidak sah ibadah haji
tersebut. Rukun haji ada enam, yaitu sebagai berikut...
1. Ihram
Ihram adalah berniat mengerjakan ibadah haji atau umrah dengan memakai pakaian ihram, pakaian
berwarna putih bersih dan tidak berjahit. Pakaian tidak berjahit hanya berlaku bagi laki-laki.
2. Wukuf di Padang Arafah
Wukuf adalah hadir di Padang Arafah pada waktu zuhur, dimulai sejak tergelincir matahari tanggal 9
Zulhijah sampai terbit fajat tanggal 10 Zulhijah (pada bulan haji).
3. Tawaf
Tawaf adalah mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali putaran, dimulai dari Hajar Aswad dengan
posisi Ka'bah di sebelah kiri orang yang bertawaf (berputar kebalikan arah jarum jam). Orang yang
tawaf harus menutup aurat serta suci dari hadas dan najis.
Macam-Macam Tawaf

Tawaf qudum, dilakukan ketika baru sampai di Mekah


Tawaf ifadah, dilakukan karena melaksanakan rukun haji
Tawaf nazar, dilakukan karena nazar
Tawaf sunah, dilakukan tidak karena sebab-sebab tertentu (mencari keutamaan dalam
ibadah).
Tawaf wadak, dilakukan karena hendak meninggalkan mekah

4. Sai
Sai adalah berlari-lari kecil antara Bukit Safa dan Marwah. Ketentuan sai harus dimulai dari Bukit
Safa dan diakhiri di Bukit Marwah. Sai dilakukan sebanyak tujuh kali dan dikerjakan setelah tawaf.
5. Menggunting (Mencukur) Rambut
Waktu mencukur rambut setelah melempar Jamrah Aqabah pada hari Nahar. Apabila mempunyai
kurban, mencukup dilakukan setelah menyembelih hewan kurban. Mencukur rambut sekurang-
kurangnya tiga helai rambut.
6. Tertip
Tertip berarti menertipkan rukun-rukun haji tersebut. Artinya, harus berurutan dimulai dari niat
(ihram), wukuf, tawaf, sai, dan menggunting rambut.

Jenis-Jenis Haji dan Tata Cara Haji Beserta Kegiatan Yang Dilakukan
Selama Haji
Dalam pratiknya, pelaksanaan ibadah haji terdiri dari tiga cara yaitu sebagai berikut...
a. Pelaksanaan Haji Ifrad
Haji Ifrad adalah pelaksanaan haji saja. Jamaah haji yang memilih cara ini tidak diwajibkan
membayar dam. Pelaksanaan haji ifrad biasa dipilih oleh jamaah haji yang masa waktu wukufnya
sudah dekat (kurang lebih) lima hari.

Haji ifrad dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu sebagai berikut..
1. Melaksanakan haji saja, tanpa melakukan umrah
2. Melaksanakan haji lebih dahulu baru melakukan umrah
3. Melaksanakan umrah sebelum bulan-bulan haji, lalu berihram haji pada bulan haji
4. Melaksanakan umrah pada bulan-bulan haji, lalu pulang ke tanah air dan berangkat kembali ke
tanah suci untuk melaksanakan haji

Namun pada umumnya, dikatkana haji ifrad ialah mendahulukan haji daripada umrah. Artinya
melaksanakan haji dahulu dan setelah selesai haji, baru melaksanakan umrah.

Beberapa perbuatan berikut dilakukan bagi jamaah haji ifrad ketika melaksanakan haji
1. Bersuci (mandi dan berwudu)
2. Berpakaian ihram
3. Salat sunah dua rakaat
4. Berniat haji dengan mengucapkan
Niat Haji Ifrad:
Artinya:
Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk berhaji.
5. Ketika tiba di Mekah
Jamaah haji ifrad ketika tiba di Mekah disunahkan melaksanakan tawaf qudum (baru datang). Tawaf
ini bukan tawaf umrah dan bukan tawaf haji. Tawaf qudum bagi jamaah haji ifrad boleh dilanjutkan
dengan sai atau tidak dengan sai.

Apabila tawaf dilanjutkan dengan sai, sainya sudah termasuk sai haji sehingga pada waktu tawaf
ifadah (rukun haji) tidak perlu lagi melakukan sai.

Setelah melakukan tawaf qudum, jamaah haji ifrad tidak diakhiri dengan tahalul sampai selesai
semua kegiatan haji. Hal itu dikarenakan pada waktu memakai ihram diniatkan ibadah haji.
Selanjutnya, menunggu waktu wukuf di Arafah pada tanggal 9 Zulhijah.

Adapun urutan kegiatan dan doa pada pelaksanaan haji ifrad, sejak dari wukuf sampai tawaf ifadah
sama dengan pelaksanaan haji tamattu.

Apabila jamaah haji ifrad hendak melaksanakan umrah, umrah tersebut dilaksanakan setelah
pelaksanaan haji dengan mengambil miqat dari salah satu di antaranya, yaitu Tan'im atau Ji'ranah
atau miqat lainnya.

Demikian, uratan tentang pelaksanaan haji ifrad. Setelah selesai umrah, bagi jamaah haji yang
belum ke Madinah diberangkatkan ke Madinah. Sebelum ke Madinah, jamaah haji disarankan agar
melakukan tawaf (pamitan).

Kegiatan jamaah haji di Madinah, antara lain salat Arbain, ziarah ke tempat-tempat bersejarah, dan
melaksanakan amalan lainnya yang sesuai dengan syarak.

b. Pelaksanaan Haji Tamattu


Haji tamattu adalah melaksanakan umrah lebih dahulu, baru melakukan ibadah haji. Jamaah haji
tamattu, diwajibkan membayar dam nusuk (sesuai ketentuan manasik). Pelaksanaan
haji tamattu dimulai dengan melaksanakan umrah terlebih dahulu, yaitu..
1. Bersuci (mandi dan berwudu)
2. Berpakaian ihram
3. Salat sunah dua rakaat
4. Niat dari miqat dengan mengucapkan

Artinya:
Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk berumrah
5. Membaca talbiah, selawat, dan doa;
6. Masuk mekah dan berdoa;
7. Masuk masjidil haram, melihat ka'bah dan berdoa;
8. Melintasi maqam ibrahim ketika hendak tawaf disunahkan berdoa;
9. Tawaf sebanyak tujuh kali putaran
10. Sai dimulai dari Bukit Safa dan berakhir di Bukit Marwah sebanyak tujuh kali perjalanan
11. Mencukur rambut sebagai tanda selesainya pelaksanaan umrah.

Selesai melaksanakan umrah, jamaah haji tamattu' menunggu tanggal 8 Zulhijah untuk
melaksanakan haji, yaitu:
1. Bersuci (mandi dan berwudu)
2. Berpakaian ihram
3. Salat sunah dua rakaat
4. Niat dari miqat dengan mengucapkan

Artinya:
Aku penuhi panggilan-M ya Allah untuk berhaji
5. Berangkat ke Arafah (tanggal 8 Zulhijah)
6. Wukuf di Arafah (tanggal 9 Zulhijah)
7. Berangkat ke Muzdalifah setelah matahari terbenam
8. Mabit di Muzdalifah (malam tanggal 10 Zulhijah)
9. Mabit di Mina untuk melontar tiga jamrah, dan
10. Kembali ke Mekah untuk melakukan tawaf ifadah, sai, dan tawaf wadak.

c. Pelaksanaan Haji Qiram


Haji Qiram adalah melaksanakan haji dan umrah di dalam satu niat dan satu pekerjaan sekaligus.
Dalam hal ini, jamaah haji qiram wajib membayar dam nusuk. Pelaksanaan haji dengan
cara qiram dapat dipilih bagi jamaah haji yang karena sesuatu hal, ia tidak dapat melaksanakan
umrah sebelum dan sesudah hajinya, termasuk di antaranya jamaah haji yang masa tinggalnya di
Mekah sangat terbatas.

Pelaksanaan haji qiram dimulai dengan bersuci (mandi dan berwudu), berpakaian ihram, salat
sunah dua rakaat, niat haji dan umrah dengan mengucapkan

Artinya:
Aku sambut panggilan-Mu ya Allah untuk berhaji dan umrah

Ketika tiba di Mekah, jamaah haji qiram yang bukan penduduk Mekah disunahkan mengerjakan
tawaf qudum. Tawaf qudum ini bukan tawaf umrah dan bukan tawaf haji (hukumnya sunah), boleh
diteruskan dengan sai atau tidak dengan sai. Apabila diteruskan dengan sai, sainya sudah termasuk
sai haji sehingga pada waktu tawaf ifadah tidak perlu lagi melakukan sai.

Selesai mengerjakan tawaf qudum, tidak diakhiri dengan tahalul sampai seluruh kegiatan haji.
Adapun kegiatan dan doa pada pelaksanaan haji qiram, sejak dari wukuf sampai dengan selesai
sama dengan pelaksanaan haji tamattu.

Bagi jamaah haji qiram yang belum melaksanakan sai pada tawaf qudum maka ketika
melaksanakan tawaf ifadah harus diteruskan dengan sai. Selanjutnya, pada waktu akan
meninggalkan Mekah, jamaah haji qiram hendaklah melakukan tawaf wadak.

Wajib Haji
Wajib Haji-Wajib haji adalah perbuatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji. Apabila wajib haji
dilanggar, hajinya tidak sah (tidak membatalkan haji yang dilakukan), tetapi wajib membayar dam
(denda) dengan cara menyembelih binatang. Jika wajib itu telah diganti dengan menyembelih
binatang, ibadah hajinya dianggap sah. Adapun wajib haji itu ada enam yaitu sebagai berikut...
a. Ihram (niat berhaji) dari miqat (batas yang ditentukan)
b. Mabit di Muzdalifah
c. Melontar tiga jamrah, yaitu ula, wusta, dan aqabah
d. Mabit di Mina
e. Tawaf wadak bagi yang akan meninggalkan Mekah, sedangkan bagi wanita yang sedang haid
(menstruasi) tawaf wadaknya gugur
f. Menghindari perbuatan yang terlarang dalam keadaan berihram

Sunah Haji
Sunah Haji-Dalam mengerjakan ibadah haji, ada beberapa sunah yang perlu dikerjakan seperti
berikut ini...
a. Salat Sunah di Hijir Ismail
Salat sunah ini dapat dilaksanakan kapan saja apabila keadaan memungkinkan
b. Membaca talbiyah
Talbiyah sunah dibaca selama ihram sampai melontar Jamrah Aqabah pada hari nahar (Iduladha).
Bacaan talbiyah adalah...

Artinya:
Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu, aku datang
memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu.
Sesungguhnya segala puji, nikmat dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu. Tidak ada sekutu bagi-
Mu.
c. Salat sunah tawaf di belakang Maqam Ibrahim
d. Memasuki Ka'bah (rumah suci) sambil berdoa

Larangan-Larangan Haji
Larangan Haji-Larangan bagi orang laki-laki dan perempuan yang sedang menunaikan ibadah haji
dan umrah
a. Larangan bagi laki-laki
Laki-laki dilarang memakai pakaian yang berjahit, memakai tutup kepala, dan memakai atas kaki
yang menutupi mata kai
b. Larangan bagi perempuan
Perempuan dilarang menutup muka dan kedua telapak tangan.
c. Larangan bagi laki-laki dan perempuan yaitu:

Memakai wangi-wangian, kecuali yang dipakai sebelum niat


Memotong rambut atau bulu badan yang lainnya
Memotong kuku
Mengadakan akad nikah
Memburu dan membunuh binatang yang ada di tanah suci,
Bersetubuh dan pendahuluannya

Hukum dan Dalil Hadits Haji dan Umrah


Hukum dan Dalil Haji. Kaum muslimin semuanya sepakat bahwa haji itu fardhu, dan
merupakan salah satu rukun Islam, tanpa ada seorang muslim pun yang berpendapat
lain dalam hal ini. Sehingga Hukum dari melaksanakan Haji adalah Wajib. Dan dalilnya
ialah al-Kitab, as-Sunnah dan Ijma'.
Adapun al-Kitab, yang dimaksud ialah firman Allah Ta'ala dalam Surat Ali'Imran 3:96-
97:

Artinya: "Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat)


manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkati, dan menjadi petunjuk
bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam
Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah ia. Dan
mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang
sanggup melakukan perjalanan ke Baitullah. Dan barangsiapa mengingkari (kewajiban
haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan) semesta alam. "
Sedang dari as-Sunnah ialah sabda Nabi SAW, sebagaimana yang diriwayatkan al-
Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah RA:

Artinya: Islam dibina atas lima perkara: 1) bersaksi bahwasanya tiada Tuhan
melainkan Allah, dan bahwa Muhammad itu Rasul Allah, 2) mendirikan shalat, 3)
menunaikan zakat, 4) puasa di bulan Ramadhan, dan 5) melakukan haji ke Baitullah,
bagi orang yang mampu melakukan perjalanan kesana."
Adapun ijma', maksudnya bahwa para ulama' kaum muslimin seluruhnya sepakat atas
fardhunya haji ini, tanpa ada seorang pun di antara mereka yang berpendapat lain. Dan
oleh karenanya, mereka menghukumi kafir terhadap orang yang mengingkari
kefardhuan haji, karena berarti mengingkari sesuatu yang secara otentik dinyatakan
oleh al-Quran, as-Sunnah dan ijma'.

Hukum Umrah dan Dalil Umrah.


Umrah juga fardhu, seperti haji sehingga hukumnya adalah wajib bagi orang muslim.
Demikian menurut pendapat yang lebih nyata dari Imam asy-Syafi'i, Rahimahullahu
Ta'ala; yang didasarkan pada al-Kitab dan as-Sunnah: Di dalam al-Kitab, Allah Ta'ala
berfirman pada Surat al-Baqarah 2:196:

Artinya: Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. "


Maksudnya, tunaikanlah keduanya secara sempurna. Sedang menurut as-Sunnah,
dinyatakan oleh Nabi SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Majah, al-Baihaqi dan
lainnya dengan isnad-isnad shahih, dari 'Aisyah RA, dia berkata:

Artinya: "Pernah aku bertanya: "Ya Rasul Allah, apakah kaum wanita wajib melakukan
perjuangan?" "Ya", jawab Rasul, "perjuangan tanpa perang, yaitu melakukan haji dan
umrah."

Nabi bersabda: "Ibadah umrah ke ibadah umrah berikutnya adalah penggugur (dosa)
di antara keduanya, dan haji yang mabrur tiada balasan (bagi pelakunya) melainkan
surga"

Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, Rasulullah Shallallahualaihi


Wasallam bersabda, Ibadah umrah ke ibadah umrah berikutnya adalah penggugur
(dosa) di antara keduanya, dan haji yang mabrur tiada balasan (bagi pelakunya)
melainkan surga (HR al-Bukhari dan Muslim).

Pembahasan hadits ini akan ditinjau dari beberapa sisi:

1. Takhrij hadits

Imam al-Bukhari telah mengeluarkan hadits ini (di dalam Shahih-nya) pada Abwabul
Umrah(bab-bab tentang umrah), yaitu pada Babu Wujubil Umrah wa Fadhliha (bab
tentang wajibnya umrah dan keutamaannya), nomor 1773. Dan dikeluarkan pula oleh
Imam Muslim (di dalam Shahih-nya pula), nomor 1349; dari jalan Sumayy budak Abi
Bakar bin Abdurrahman, dari Abu Shalih as-Samman, dari Abu
Hurairah radhiallahuanhu, secara marfu (sampai kepada Nabi Shallallahualaihi
Wasallam).

2. Keutamaan memperbanyak ibadah umrah

Hadits ini merupakan dalil yang menunjukkan keutamaan memperbanyak ibadah


umrah. Hal ini disebabkan umrah memiliki keutamaan yang agung, yaitu dapat
menggugurkan dan menghapuskan dosa-dosa. Hanya saja, mayoritas ulama
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dosa-dosa di sini adalah dosa-dosa kecil,
dan tidak termasuk dosa-dosa besar.

Kemudian, kebanyakan para ulama pun menyatakan bolehnya (seseorang)


mempersering dan mengulang-ulang ibadah umrah ini dalam setahun sebanyak dua
kali ataupun lebih. Dan hadits ini jelas menunjukkan hal tersebut, sebagaimana
diterangkan pula oleh Ibnu Taimiyah. Karena memang hadits ini jelas dalam hal
pembedaan antara ibadah haji dan umrah. Juga, karena jika umrah hanya boleh
dilakukan sekali saja dalam setahun, niscaya (hukumnya) sama seperti ibadah haji,
dan jika demikian seharusnya (dalam hadits) disebutkan, Ibadah haji ke ibadah haji
berikutnya. Namun, tatkala Nabi hanya mengatakan Ibadah umrah ke ibadah
umrah berikutnya, maka hal ini menunjukkan bahwa umrah boleh dilakukan
(dalam setahun) secara berulang-ulang (beberapa kali), dan umrah tidaklah sama
dengan haji.

Dan hal lain pula yang membedakan antara haji dan umrah adalah; umrah tidak
memiliki batasan waktu, yang jika seseorang terlewatkan dari batasan waktu tersebut
maka umrahnya dihukumi tidak sah, sebagaimana halnya ibadah haji. Jadi, dapat
difahami apabila waktu umrah itu mutlak dapat dilakukan kapan saja, maka hal ini
menunjukkan bahwa umrah sama sekali tidak menyerupai haji dalam hal keharusan
dilakukannya sekali saja dalam setahun (lihat Majmuul Fatawa, 26/268-269).

Namun, Imam Malik berkata, Makruh (hukumnya) seseorang melakukan umrah


sebanyak dua kali dalam setahun (lihat Bidayatul Mujtahid, 2/231). Dan ini juga
merupakan pendapat sebagian para ulama salaf, di antara mereka; Ibrahim an-
Nakhai, al-Hasan al-Bashri, Said bin Jubair dan Muhammad bin Sirin. Mereka
berdalil; bahwa Nabi dan para sahabatnya tidak melakukan umrah dalam setahun
melainkan hanya sekali saja.

Namun, hal ini bukanlah hujjah (dalil). Karena Nabi benar-benar menganjurkan
umatnya untuk melakukan umrah, sebagaimana beliau pun menjelaskan
keutamaannya. Beliau juga memerintahkan umatnya agar mereka memperbanyak
melakukan umrah. Dengan demikian, tegaklah hukum sunnahnya tanpa terkait
apapun. Adapun perbuatan beliau, maka hal itu tidak bertentangan dengan
perkataannya. Karena ada kalanya beliau meninggalkan sesuatu, padahal sesuatu
tersebut disunnahkan, hal itu disebabkan beliau khawatir memberatkan umatnya. Dan
ada kemungkinan lain,seperti keadaan beliau yang tersibukkan dengan urusan kaum
Muslimin yang bersifat khusus ataupun umum, yang mungkin lebih utama jika
dipandang dari sisi manfaatnya yang dapat dirasakan oleh banyak orang.
Dan di antara dalil yang menunjukkan keatamaan mempersering dan memperbanyak
umrah adalah hadits Abdullah bin Masud radhiallahuanhu, bahwa
Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda:

Iringilah ibadah haji dengan (memperbanyak) ibadah umrah (berikutnya), karena


sesungguhnya keduanya dapat menghilangkan kefakiran dan dosa-dosa sebagaimana
alat peniup besi panas menghilangkan karat pada besi, emas dan perak. Dan tidak
ada (balasan) bagi (pelaku) haji yang mabrur melainkan surga [Hadits ini
dikeluarkan oleh Imam at-Tirmidzi (810), dan an-Nasa-i (5/115), dan Ahmad (6/185);
dari jalan Abu Khalid alAhmar, ia berkata: Aku mendengar Amr bin Qais, dari
Ashim, dari Syaqiq, dari Abdullah bin Masud radhiallahuanhu secara marfu. Dan
at-Tirmidzi mengatakan: Hadits hasan shahih gharib dari hadits Ibnu Masud .
Hadits ini pada sanadnya terdapat Abu Khalid al-Ahmar, ia bernama Sulaiman bin
Hayyan. Dan terdapat pula Ashim bin Abi an-Nujud. Hadits mereka berdua
dikategorikan hadits hasan. Karena Abu Khalid al-Ahmar seorang yang shoduqun
yukhthi (perawi yang banyak benarnya dan terkadang salah dalam haditsnya),
sedangkan Ashim bin Abi an-Nujud adalah seorang yang shoduqun lahu
awhaam (perawi yang banyak benarnya dan memiliki beberapa kekeliruan dalam
haditsnya)].

3. Keutamaan haji mabrur

Hadits ini menunjukkan keutamaan haji yang mabrur (baik), dan balasan orang yang
mendapatkannya adalah surga. Haji yang mabrur, telah dijelaskan oleh Imam Ibnu
Abdil Barr, Adalah haji yang tidak tercampur dengan perrbuatan riya (ingin dipuji
dan dilihat orang), sumah (ingin didengar oleh orang), rafats (berkata-kata keji dan
kotor, atau kata-kata yang menimbulkan birahi), fusuq (berbuat kefasikan dan
kemaksiatan), dan dilaksanakan dari harta yang halal (lihat at-Tamhid, 22/39).

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa haji mabrur memiliki lima sifat:

1. Dilakukan dengan ikhlash (memurnikan niat dalam melaksanakan hajinya)


hanya karena Allah Taala semata, tanpa riya dan sumah.
2. Biaya pelaksanaan haji tersebut berasal dari harta yang halal.
Nabi Shallallahualaihi Wasallam bersabda:


Sesungguhnya Allah Maha Baik, dan Ia tidak menerima kecuali hal yang
baik. (HR Muslim, 1015).

3. Menjauhi segala dosa dan perbuatan maksiat, segala macam perbuatan bidah
dan semua hal yang menyelisihi syariat. Karena, jika hal tersebut berdampak
negatif terhadap semua amal shalih dan bahkan dapat menghalangi dari
diterimanya amal tersebut, maka hal itu lebih berdampak negatif lagi terhadap
ibadah haji dan keabsahannya. Hal ini berdasarkan beberapa dalil, di antaranya
firman Allah Taala:



(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang


menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh
rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan
haji (QS al-Baqarah: 197).

4. Dilakukan dengan penuh akhlak yang mulia dan kelemah-lembutan, serta


dengan sikap tawadhu (rendah hati) ketika ia berkendaraan, bersinggah
sementara pada suatu tempat dan dalam bergaul bersama yang lainnya, dan
bahkan dalam segala keadaannya.
5. Dilakukan dengan penuh pengagungan terhadap syaa-irullah (syiar-syiar
Allah). Hal ini hendaknya benar-benar diperhatikan oleh setiap orang yang
sedang melakukan ibadah haji. Dengan demikian, ia benar-benar dapat
merasakan dan meresapi syiar-syiar Allah dalam ibadah hajinya. Sehingga,
akan tumbuh dari dirinya sikap pengagungan, pemuliaan dan tunduk patuh
kepada Sang Pencipta, Allah Rabbul Alamin. Dan tanda seseorang benar-benar
telah melaksanakan hal tersebut adalah; ia melaksanakan tahapan demi tahapan
rangkaian ibadah hajinya dengan tenang dan khidmat, tanpa ketergesa-gesaan
dan segala perkataan dan perbuatannya. Ia akan senantiasa waspada dari sikap
tergesa-gesa dan terburu-buru, yang justru hal ini banyak dilakukan oleh
banyak para jamaah haji di zaman ini. Ia pun akan senantiasa berusaha bersabar
dalam ketaatannya kepada Allah Taala. Karena sesungguhnya hal yang
demikian ini lebih dekat untuk diterimanya ibadah hajinya di sisi Allah Taala.
Dan termasuk bentuk pengagungan (seorang yang beribadah haji) terhadap syaa-
irullah(syiar-syiar Allah) adalah menyibukkan dirinya dengan banyak-banyak
berdzikir, bertakbir, bertasbih, bertahmid dan istighfar. Karena ia tengah beribadah,
dan ia berada di tempat yang mulia dan utama.
Dan sungguh Allah pun telah memerintahkan para hamba-Nya untuk mengagungkan,
memuliakan dan menjaga kehormatan syaa-irullah (syiar-syiar Allah). Allah
berfirman:

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang


terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya (QS
al-Hajj: 30).

Dan Allah juga berfirman:

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah,


maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati (QS al Hajj: 32).

Dan yang dimaksud dengan hurumatullah (hal-hal terhormat di sisi Allah) adalah
segala sesuatu yang memiliki kehormatan di sisi Allah, yang Allah memerintahkan
para hamba-Nya untuk mengagungkannya, baik berupa ibadah dan yang lainnya. Dan
di antaranya adalah manasik (tata cara ibadah haji) ini, tanah-tanah haram, dan ber-
ihram.

Adapun syaa-irullah (syiar-syiar Allah), maka maksudnya adalah lambang-


lambang agama yang tampak jelas, yang di antaranya juga manasik (tata cara ibadah
haji) ini. Sebagaimana firman-Nya:

Sesungguhnya Shafaa dan Marwah adalah sebagian dari syiar-syiar Allah (QS
al-Baqarah: 158).

Dan sungguh Allah Taala telah menjadikan pengagungan terhadap syiar-syiar-Nya


sebagai salah satu rukun dari rukun-rukun ketakawaan, dan salah satu syarat
pengabdian dan penghambaan kepada-Nya. Allah pun jadikan pengagungan terhadap
hurumatullah (hal-hal terhormat di sisi Allah) sebagai sebuah jalan bagi hamba-Nya
untuk meraih pahala dan pemberian karunia dari-Nya.
Dan orang yang memperhatikan dengan seksama dan melihat dengan cara pandang
orang yang mau belajar tata cara ibadah haji Nabi Shallallahualaihi Wasallam,
niscaya dia akan memahami bagaimana beliau melaksanakan ibadah hajinya dengan
penuh pengagungan dalam segala perkataan dan perbuatan beliau Shallallahualaihi
Wasallam.

Anda mungkin juga menyukai