1
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. TUJUAN
Maksud dari Sasaran.
3
1.4. LANDASAN HUKUM
1.4.1. SK Direktur RS Bhayangkara Banjarmasin No /SK/DIR/XII/2017 tentang
kebijakan Pedoman Pelayanan pasien RS Bhayangkara Banjarmasin
1.4.2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan
1.4.3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
1.4.4. Surat Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia
No.129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit
1.4.5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
1.4.6. PMK No 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien
1.4.7. Panduan Nasional Keselamatan Pasien tahun 2006
4
BAB II
ISI
6
peralatan dialysis, peralatan pengikat atau restraint, ketergantungan
bantuan dan pengobatan kemoterapi.
2.2.2. Kebijakan
Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien
dengan berbagai variasi kebutuhan pelayanan kesehatan. Beberapa
pasien yang digolongkan risiko-tinggi karena umur, kondisi, atau
kebutuhan yang bersifat kritis. Anak dan lanjut usia umumnya
dimasukkan dalam kelompok ini karena mereka sering tidak dapat
menyampaikan pendapatnya, tidak mengerti proses asuhan dan tidak
dapat ikut memberi keputusan tentang asuhannya. Demikian pula, pasien
yang ketakutan, bingung atau koma tidak mampu memahami proses
asuhan bila asuhan harus diberikan secara cepat dan efisien. Rumah
sakit juga menyediakan berbagai variasi pelayanan, sebagian termasuk
yang berisiko tinggi karena memerlukan peralatan yang kompleks, yang
diperlukan untuk pengobatan penyakit yang mengancam jiwa (pasien
dialisis), sifat pengobatan (penggunaan darah atau produk darah),
potensi yang membahayakan pasien atau efek toksik dari obat berisiko
tinggi (misalnya kemoterapi).
Kebijakan dan prosedur merupakan alat yang sangat penting bagi
staf untuk memahami pasien tersebut dan pelayanannya dan memberi
respon yang cermat, kompeten dan dengan cara yang seragam.
Pimpinan bertanggung jawab untuk :
A. Mengidentifikasi pasien dan pelayanan yang dianggap berisiko tinggi
di rumah sakit;
B. Menggunakan proses kerjasama (kolaborasi) untuk mengembangkan
kebijakan dan prosedur yang sesuai;
C. Melaksanakan pelatihan staf dalam mengimplementasikan kebijakan
dan prosedur.
Pasien dan pelayanan yang diidentifikasikan sebagai kelompok
pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi, apabila ada di dalam
rumah sakit maka dimasukkan dalam daftar prosedur. Rumah sakit dapat
pula melakukan identifikasi risiko sampingan sebagai akibat dari suatu
prosedur atau rencana asuhan (contoh, perlunya pencegahan trombosis
vena dalam, ulkus dekubitus dan jatuh). Bila ada risiko tersebut, maka
dapat dicegah dengan cara melakukan pelatihan staf dan
7
mengembangkan kebijakan dan prosedur yang sesuai. Yang termasuk
pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi:
A. pasien gawat darurat
B. pelayanan resusitasi di seluruh unit rumah sakit
C. pemberian darah dan produk darah.
D. pasien yang menggunakan peralatan bantu hidup dasar atau yang
koma.
E. pasien dengan penyakit menular dan mereka yang daya tahannya
menurun .
F. penggunaan alat pengekang (restraint) dan pasien yang diberi
pengekang / penghalang.
G. pasien lanjut usia, mereka yang cacat, anak-anak dan populasi yang
berisiko diperlakukan kasar/ kejam.
8
interaksi obat dengan makanan. Bila mungkin, pasien ditawarkan
berbagai macam makanan yang konsisten dengan status gizinya.
Pada asesmen awal, pasien diperiksa untuk mengidentifikasi
adanya risiko nutrisional. Pasien ini akan dikonsulkan ke nutrisionis untuk
asesmen lebih lanjut. Bila ternyata ada risiko nutrisional, dibuat rencana
terapi gizi. Tingkat kemajuan pasien dimonitor dan dicatat dalam rekam
medisnya. Dokter, perawat dan ahli diet dan kalau perlu keluarga pasien,
bekerjasama merencanakan dan memberikan terapi gizi. Hal yang harus
dipenuhi oleh rumah sakit terkait nutrisi pasien adalah:
A. Makanan atau nutrisi yang sesuai untuk pasien, tersedia secara
reguler
B. Sebelum memberi makan pasien, semua pasien rawat inap telah
memesan makanan dan dicatat.
C. Pesanan didasarkan atas status gizi, latar belakang agama dan
budaya serta kebutuhan pasien
D. Ada bermacam variasi pilihan makanan bagi pasien konsisten
dengan kondisi dan pelayanannya
E. Bila keluarga menyediakan makanan, mereka diberikan edukasi
tentang pembatasan diet pasien
F. Makanan disiapkan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan
pembusukan
G. Makanan disimpan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan
pembusukan
H. Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik
I. Distribusi makanan dilakukan tepat waktu, dan memenuhi sesuai
permintaan khusus pasien terkait waktu.
J. Praktik penanganan memenuhi peraturan dan perundangan yang
berlaku
K. Pasien, termasuk pasien anak dan balita yang pada asesmen berada
pada risiko nutrisional, mendapat terapi gizi.
L. Suatu proses kerjasama dipakai untuk merencanakan, memberikan
dan memonitor terapi gizi
9
N. Respon pasien terhadap terapi gizi dicatat dalam rekam medisnya.
2.4.2. Kebijakan
A. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat, sifat, berat
ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan (Asmadi, 2008).
11
peningkatan tekanan darah, bradikardia, kulit
darah, pucat, lembab, kering, panas, dan pupil
berkeringat, dan dilatasi konstriksi.
5. Penampilan klien
pupil.
5. Penampilan klien tampak tampak depresi dan
cemas, gelisah, dan terjadi menarik diri.
ketegangan otot.
12
2. Jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam berespons terhadap nyeri. Beberapa
kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin. Misalnya,
menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak
boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis
dalam situasi yang sama.
3. Kebudayaan, keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi
cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang
diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal
ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri.
4. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga
dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas
tidak mendapat perhatian maka rasa cemas dapat menimbulkan
suatu masalah penatalaksanaan nyeri yang serius. Nyeri yang
tidak cepat hilang akan menyebabkan psikosis dan gangguan
kepribadian.
5. Pengalaman sebelumnya, pengalaman nyeri sebelumnya tidak
selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri
dengan lebih mudah pada masa yang akan datang.
6. Keletihan dapat meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan
menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping. Nyeri seringkali lebih berkurang setelah
individu mengalami suatu periode tidur yang lelap dibandingkan
pada akhir hari yang melelahkan.
13
melahirkan, dan nyeri kronik, khususnya yang berhubungan
dengan kanker (Potter & Perry, 2006).
2. Penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologis
Metode pereda nyeri nonfarmakologi biasanya mempunyai resiko
yang sangat rendah. Metode ini diperlukan untuk mempersingkat
episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit
(Smeltzer & Bare, 2002). Penatalaksanaan nyeri secara
nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri terdiri dari beberapa
teknik diantaranya adalah:
a. Distraksi
Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain
dan dengan demikian menurunkan kewaspadaan terhadap
nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Potter &
Perry, 2006).
b. Relaksasi
Teknik relaksasi adalah tindakan relaksasi otot rangka
yang dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan
merelaksasikan ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri
(Tamsuri, 2007). Teknik relaksasi dapat dilakukan dengan cara
melakukan teknik relaksasi napas.
Teknik relaksasi adalah suatu bentuk tindakan
keperawatan yang mana perawat mengajarkan kepada pasien
bagaimana cara melakukan napas dalam untuk mengurangi
nyeri. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas
dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat
dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat
bersama setiap inhalasi (hirup, dua, tiga) dan ekshalasi
(hembuskan, dua, tiga). Pada saat perawat mengajarkan
teknik ini, akan sangat membantu bila menghitung dengan
keras bersama pasien pada awalnya.
Ada tiga hal yang utama yang diperlukan dalam relaksasi
yaitu posisi yang tepat, pikiran beristirahat, lingkungan yang
tenang. Posisi pasien diatur senyaman mungkin dengan
semua bagian tubuh disokong (misal bantal menyokong
leher), persendian fleksi, dan otot-otot tidak tertarik (misal
tangan dan kaki tidak disilangkan). Untuk menenangkan
14
pikiran pasien dianjurkan pelan-pelan memandang sekeliling
ruangan.Untuk melestarikan muka, pasien dianjurkan sedikit
tersenyum atau membiarkan geraham bawah kendor (Priharjo,
2002).
Menurut Potter & Perry (2006) efek relaksasi antara lain:
Penurunan nadi, tekanan darah, dan pernapasan, penurunan
konsumsi oksigen, penurunan ketegangan otot, peningkatan
kesadaran global, kurang perhatian terhadap stimulus
lingkungan, tidak ada perubahan posisi yang volunteer,
perasaan damai dan sejahtera, periode kewaspadaan yang
santai, terjaga, dan dalam
c. Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi
seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus
untuk mencapai efek positif tertentu (Smeltzer & Bare, 2002)
d. Hipnosis
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan
jumlah analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis
(Smeltzer & Bare, 2002).
15
memperpanjang/mempertahankan hidup hanya akan berefek dan
memperlama proses penderitaan/sekarat pasien.
B. Pasien Tahap Terminal adalah pasien dengan kondisi terminal yang
makin lama makin memburuk
C. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit
baik dalam keadaan sehat maupun sakit.
D. Mati Klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan)
ditambah henti sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak
terhenti, tetapi tidak ireversibel.
E. Mati Biologis adalah proses mati/ rusaknya semua jaringan, dimulai
dengan neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam
tanpa sirkulasi, diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi
nekrotik selama beberapa jam atau hari.
F. Mati Batang Otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh
isisaraf/neuronal intrakranial yang tidak dapat pulih termasuk batang
otak dan serebelum.
G. Alat Bantu Napas (Ventilator )adalah alat yang digunakan untuk
membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk
mempertahankan oksigenasi.
H. Witholding life support adalah penundaan bantuan hidup
I. Withdrowing life support adalah penghentian bantuan hidup
J. Mengelola Akhir Kehidupan (End of Life) adalah pelayanan tindakan
penghentian bantuan hidup(Withdrowinglife support) atau penundaan
bantuan hidup (Witholding life support).
K. Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan
setuju (consent) atau ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan
secara bebas,rasional, tanpa paksaan (voluntary) terhadap tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan
informasi yang cukup (informed) tentang kedokteran yang dimaksud.
L. Donasi Organ adalah tindakan memberikan organ tubuh dari donor
kepada resipien.
M. Perawatan Paliatif adalah upaya medik untuk meningkatkan atau
mepertahankan kualitas hidup pasien dalam kondisi terminal.
2.5.2. Tujuan
Pasien yang dalam proses kematian mempunyai kebutuhan khusus
untuk dilayani dengan penuh hormat dan kasih. Untuk mencapai ini
semua staf harus sadar akan uniknya kebutuhan pasien dalam keadaan
16
akhir kehidupannya. Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat
pasien mengarahkan semua aspek asuhan slama stadium akhir hidup.
Asuhan akhir kehidupan yang diberikan rumah sakit termasuk :
A. Pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keinginan
pasien dan keluarga
B. Menyampaikan isu yang sensitive seperti autopsy dan donasi organ
C. Menghormati nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi
budaya
D. Mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek
pelayanan
E. Memberikan respon pada masalah-masalah psikologis, emosional,
spiritual dan budaya dari asien dan keluarganya.
Untuk mencapai tujuan ini semua staf harus menyadari akan
kebutuhan pasien yang unik pada akhir hidupnya (lihat juga HPK 2.5,
Maksud dan Tujuan). Rumah Sakit mengevaluasi mutu asuhan akhir
kehidupan, berdasarkan evaluasi (serta persepsi) keluarga dan staf,
terhadap asuhan yang diberikan.
2.5.3. Kebijakan
A. Aspek Keperawatan
Masalah yang melingkupi kondisi terminal pasien, yaitu mulai
dari titik yang aktual dimana pasien dinyatakan kritis sampai
diputuskankan meninggal dunia atau mati. Seseorang dinyatakan
meninggal/ mati apabila fungsi jantung dan paru berhenti, kematian
sistemik atau kematian sistem tubuh lainnya terjadi dalam beberapa
menit, dan otak merupakan organ besar pertama yang menderita
kehilangan fungsi yang ireversibel, selanjutnya organ-organ lain akan
mati. Respon pasien dalam kondisi terminal sangat individual
tergantung kondisi fisik, psikologis, sosial yang dialami, sehingga
dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda.Hal ini
mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien
terminal. Menurut Elisabeth Kbler-Ross, M.D., ada 5 fase menjelang
kematian, yaitu:
1. Denial (fase penyangkalan / pengingkaran diri)
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia menderita penyakit
yang parah dan dia tidak dapat menerima informasi ini sebagai
kebenaran dan bahkan mungkin mengingkarinya. Penyangkalan
17
ini merupakan Mekanis pertahanan yang acap kali ditemukan
pada hampir setiap pasien pada saat pertama mendengar berita
mengejutkan tentang keadaan dirinya.
18
a. Problem oksigenisasi;
Nafas tidak teratur, cepat atau lambat,pernafasan cheyne
stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental;agitasi-
gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia, akumulasi
sekret,nadiireguler.
b. Problem eliminasi;
Konstipasi,medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltik,
kurang diet serat dan asupan makanan juga mempengaruhi
konstipasi,inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena
pengobatan atau kondisi penyakit (missal Ca Colon),
retensiurin, inkontinensia urin terjadi akibat penurunan
kesadaran atau kondisi penyakit misal trauma medulla
spinalis, oliguria terjadi seiring penurunan intake cairan atau
kondisi penyakit misal gagal ginjal.
c. Problem nutrisi dan cairan
Asupan makanan dan cairan menurun,peristaltic menurun,
distensi abdomen, kehilangan BB,bibir kering dan pecah-
pecah, lidah kering dan membengkak, mual, muntah,cegukan,
dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun.
d. Problem suhu
Ekstremitas dingin,kedinginan sehingga harus memakai
selimut
e. Problem sensori
Penglihatan menjadi kabur, reflex berkedip hilang saat
mendekati kematian,menyebabkan kekeringan pada kornea,
Pendengaran menurun,kemampuan berkonsentrasi menjadi
menurun.Penglihatan kabur,pendengaran berkurang, sensasi
menurun.
f. Problem nyeri
Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara
intra vena, pasien harus selalu didampingi untuk menurunkan
kecemasan dan meningkatkan kenyamanan
19
h. Masalah psikologis
Pasien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami
banyak respon emosi, perasaan marah dan putus asa.
B. Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif bertujuan mencapai quality of life dan quality
of death. Perawatan paliatif menyangkut psikologis, spiritualis, fisik,
keadaan sosial.Terkait hal ini, memberikan pemahaman bagi
keluarga dan pasien sangat penting agar keluarga mengerti betul
bahwa pasien tidak akan sembuh, sehingga mereka akan
memberikan perhatian dan kasih sayang diakhir kehidupan pasien
tersebut.
C. Aspek Medis
Kebanyakan kalangan dalam dunia kedokteran dan hukum
sekarang ini mendefinisikan kematian dalam pengertian mati otak
(MO) walaupun jantung mungkin masih berdenyut dan ventilasi
buatan (ventilator) dipertahankan.Akan tetapi banyak pula yang
memakai konsep mati batang otak (MBO)sebagai pengganti MO
dalam penentuan mati.Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan
teknologi dibidang kedokteran maka banyak pilihan pengobatan yang
berguna memberi bantuan hidup terhadap pasien tahap terminal.
Pilihan ini seringkali menimbulkan dilemma terutama bagi keluarga
pasien karena mereka menyadari bahwa tindakan tersebut bukan
upaya penyembuhan dan hanya akan menambah penderitaan
pasien. Keluarga menginginkan sebuah proses di mana berbagai
intervensi medis (misalnya pemakaian ventilator) tidak lagi diberikan
kepada pasien dengan harapan bahwa pasien akan meninggal akibat
penyakit yangmendasarinya. Ketika keluarga/ wali meminta dokter
menghentikan bantuan hidup (withdrowing life support)atau menunda
bantuan hidup (withholding life support )terhadap pasien tersebut,
maka dokter harus menghormati pilihan tersebut. Pada situasi
tersebut, dokter memiliki legalitas dimata hukum dengan syarat
sebelum keputusan penghentian atau penundaan bantuan hidup
dilaksanakan, tim dokter telah memberikan informasi kepada
20
keluarga pasien tentang kondisi terminal pasien dan pertimbangan
keputusan keluarga / wali tertulis dalam informed consent.
D. TATA LAKSANA
1. Aspek keperawatan
a. Assesmen Keperawatan
Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan
mengintervensi dengan melakukan assesmen yang tepat
sebagai berikut:
1) Assmen tingkat pemahaman pasien dan keluarga
a) Closed awareness : pasien dan atau keluarga percaya
bahwa pasien akan segera sembuh.
b) Mutual pretense : keluarga mengetahui kondisi terminal
pasien dan tidak membicarakannya lagi, kadang
kadang keluarga menghindari percakapan tentang
kematian demi menghindarkan dari tekanan.
c) Open awareness : keluarga telah mengetahui tentang
proses kematian dan tidak merasa keberatan untuk
mempebincangkannya walaupun terasa sulit dan sakit.
Kesadaran ini membuat keluarga mendapatkan
kesempatan untuk menyelesaikan masalah masalah,
bahkan dapat berpartisipasi dalam merencanakan
pemakaman. Pada tahapan ini, perawat atau dokter
dapat menyampaikan isu yang sensitive bagi keluarga
seperti autopsi atau donasi organ.
b. Assesmen factor fisik pasien
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal pasien dihadapkan
pada berbagai masalah menurunya fisik, perawat harus
mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada pasien
terminal meliputi:
1) Pernafasan (breath)
a) Apakah teratur atau tidak teratur.
b) Apakah ada suara napas tambahan seperti ronki,
wheezing, stridor, crackles, dll.
c) Apakah terjadi sesak nafas.
d) Apakah ada batuk, bila ada apakah produktif atau tidak.
e) Apakah ada sputum, bila ada bagaimana jumlah warna,
bau, dan jenisnya.
21
f) Apakah memakai ventilasi mekanik (ventilator) atau
tidak
2) Kardio varkuler (blood)
a) Bagaimana irama jantung, apakah regular atau ireguler.
b) Bagaimana akral, apakah hangat, kering, merah, dingin,
basah dan pucat.
c) Bagaimana pulsasi, apakah sangat kuat, kuat teraba,
lemah teraba, hilang timbul atau tidak teraba.
d) Apakah ada perdarahan atau tidak, bila ada dimana
lokasinya.
e) Apakah ada CVC atau tidak, bila ada berapa ukurannya
dalam Cm H2O.
f) Berapa tensi dan MAP dalam ukuran mmHg.
g) Lain-lainnya bila ada.
3) Persyarafan (brain)
a) Bagaimana ukuran GCS dan total untuk mata, verbal,
motoric dan kesadaran pasien.
b) Berapa ukuran ICP dalam Cm H2O.
c) Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau muntah
proyektil.
d) Bagaimana konjungtiva, apakah anemia atau
kemerahan.
4) Perkemihan (blader)
a) Bagaimana area genital, apakah bersih atau kotor.
b) Berapa jumlah cairan masuk dalam hitungan cc/hari.
c) Bagaimana cara buang air kecil, apakah spontan atau
dengan bantuan dower kateter.
d) Bagaimana produksi urine, berapa jumlah cc/jam,
bagaimana warnannya, bagaimana baunya.
5) Pencernaan (bowel)
a) Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun.
b) Bagaimana porsi makan, habis atau tidak.
c) Minum berapa cc/hari, dengan jenis cairan apa.
d) Apakah mulut bersih, kotor dan berbau.
e) Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur atau
tidak, bagaimana konsistensi, warna dan bau feses.
6) Musculoskeletal / Intergumen
a) Bagaimana kemampuan pergerakan sendi, bebas, atau
terbatas.
b) Bagaimana warna kulit, apakah ikterus, sianotik,
kemerahan pucat atau hiperpigmentasi .
c) Apakah ada odema atau tidak, bila ada dimana
lokasinya.
22
d) Apakah ada dekubitus atau tidak, bila ada dimana
lokasinya.
e) Apakah ada luka atau tidak bila ada dimana lokasinya
dan apajenis lukanya.
f) Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana
lokasinya.
g) Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada dimana
lokasinya dan apajenis frakturnya.
h) Apakah ada jalur infus atau tidak bila ada dimana
lokasinya.
c. Assesmen tingkat nyeri pasien
Lakukan asesmenrasa nyeri pasien.Bila nyeri sangat
mengganggu, makasegera lakukan menajemen nyeri yang
memadai.
23
Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada
pasien yang mengalami henti napas atau henti jantung.
RJPO diindikasikan untuk pasien yang tidak bernapas
dan tidak menunjukan tanda tanda sirkulasi, dan tanpa
instruksi DNR di rekam medisnya.
2) Pemakaian Alat Ventilasi Mekanik (Ventilator)
Pemakaian ventilator,ditujukan untuk keadaan tertentu
karena penyakityang berpotensi atau menyebabkan
gagal napas.
3) Pemberian Nutrisi
a) Feeding Tube, Seringkali pasien sakit terminal
tidak bisa mendapatkan makanan lewat mulut
langsung, sehingga perlu dilakuan pemasangan
feeding tube untuk memenuhi nutrisi pasien
tersebut.
b) Parenteral Nutrition, adalah sebuah upaya untuk
mengirim nutrisi secara langsung ke dalam
pembuluh darah, yang berguna untuk menjaga
kebutuhan nutrisi pasien
4) Tindakan Dialisis
indakan dialysis diberikan pada pasien terminal yang
mengalami penurunan fungsi ginjal, baik yang akut
maupun yang Kronik dengan LFG < 15 mL/menit. Pada
keadaan ini fungsi ginjal sudah sangat menurun sehingga
terjadi akumulasi toksin dalam tubuh yang disebut
sebagai uremia.
5) Pemberian Antibiotik
Pasien terminal, memiliki risiko infeksi berat 5-10 kali
lebih tinggi dibandingkan pasien lainnya. Infeksi berat ini
paling sering ditemukan pada saluran pernapasan,
salurankemih,peredaran darah, atau daerah
trauma/operasi. Infeksi tersebut menyebabkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas, pemanjangan
masa perawatan, dan pembengkakan biaya perawatan.
Penyebab meningkatnya risiko infeksi ini bersifat
multifaktorial,meliputi penurunan fungsi imun, gangguan
24
fungsi barrier usus,penggunaan antibiotik spektrum luas,
katekolamin, penggunaan preparat darah, atau dari alat
kesehatan yang digunakan (sepertiventilator).
Pasien menderita penyakit terminal dengan prognose
yang buruk hendaknya diinformasikan lebih dini untuk
menolak atau menerima bila dilakukan resusitasi maupun
ventilator.
26