Askep Pada TN M Dengan Stroke Haemoragik
Askep Pada TN M Dengan Stroke Haemoragik
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua,
tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif. Saat ini Indonesia tercatat sebagai
negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia (Yastroki, 2009). Angka ini diperberat dengan
adanya pergeseran usia penderita stroke yang semula menyerang orang usia lanjut kini bergeser ke arah
usia produktif. Bahkan, kini banyak menyerang anak-anak usia muda (Gemari, 2008).
Stroke merupakan suatu gangguan disfungsi neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam
beberapa jam) dengan gejala - gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang
terganggu World Health Organization (WHO, 2005).
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat. Mengacu pada laporan
American Heart Association, sekitar 795.000 orang di Amerika Serikat terserang stroke setiap tahunnya.
Dari jumlah ini, 610.000 diantaranya merupakan serangan stroke pertama, sedangkan 185.000
merupakan stroke yang berulang. Saat ini ada 4 juta orang di Amerika Serikat yang hidup dalam
keterbatasan fisik akibat stroke, dan 15-30% di antaranya menderita cacat menetap Centers for Disease
Control and Prevention ( CFDCP, 2009).
Stroke merupakan satu masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan modern saat ini. Di Indonesia,
diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000
orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat. Jumlah penderita stroke cenderung terus
meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka
yang berusia muda dan produktif. Stroke dapat menyerang setiap usia, namun yang sering terjadi pada
usia di atas 40 tahun. Angka kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia, makin tinggi usia
seseorang, makin tinggi kemungkinan terkena serangan stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2006).
Secara ekonomi, insiden stroke berdampak buruk akibat kecacatan karena stroke akan memberikan
pengaruh terhadap menurunnya produktivitas dan kemampuan ekonomi masyarakat dan bangsa
(Yastroki, 2009).
Stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Diperkirakan ada
500.000 penduduk yang terkena Stroke, dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga
lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami
gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di tempat tidur (HIMAPID FKM
UNHAS,2007).
Stroke merupakan masalah kesehatan dan perlu mendapat perhatian khusus. Stroke merupakan
penyebab kematian dan kecacatan utama di hampir seluruh RS di Indonesia. Angka kejadian stroke
meningkat dari tahun ke tahun, Setiap tahun 7 orang yang meninggal di Indonesia, 1 diantaranya karena
stroke (DEPKES,2011).
Berdasarkan catatan rekam medis RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat, Khususnya Ruang ICU pada
bulan Januari Maret 2015, pasien dengan masalah Stroke Haemoragik berjumlah 6 orang dari 429
pasien (1,39%), selama tiga bulan terakhir ini.
Adapun faktor risiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke adalah faktor yang tidak dapat
dimodifikasi (non-modifiable risk factors) seperti usia, ras, gender, genetik, dan riwayat Transient
Ischemic Attack atau stroke sebelumnya. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk
factors) berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes, obesitas, penggunaan oral kontrasepsi,
alkohol, dislipidemia (PERDOSSI, 2007).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Penulis memperoleh pengalaman dan gambaran secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan
pada klien dengan Stroke Haemoragik.
2. Tujuan Khusus
C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ilmiah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan pendekatan
studi kasus dimana penulis mengelola satu kasus dengan menggunakan proses keperawatan, dan
menggunakan beberapa tehnik antara lain tehnik observasi yaitu metode pengumpulan data dengan
melakukan pengamatan langsung dalam mencari data penunjang masalah kesehatan klien. Wawancara
yaitu tanya jawab langsung dengan klien dan keluarga untuk mendapatkan data subyektif. Dokumentasi
adalah mengumpul data dan catatan yang berhubungan dengan kondisi klien. Pemeriksaan fisik dengan
cara inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi dalam memperoleh status kesehatan klien saat ini. Studi
pustaka digunakan untuk mempelajari buku buku literatur yang berkaitan dengan kasus, untuk
memdapatkan konsep dasar sehingga penulis dapat membandingkan antara teori dan kasus.
D. Ruang Lingkup
Dalam menyusun makalah ilmiah ini, penulis hanya membahas dan memfokuskan Asuhan Keperawatan
Pada Klien Tn. M Dengan Stroke Haemorogik Di Ruang ICU, RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat, dari
tanggal 12 April sampai 14 April 2015.
E. Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini terdapat lima BAB yaitu BAB I yang merupakan pendahuluan, meliputi latar
belakang, tinjauan penulis, ruang lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II tinjauan
teori yang meliputi pengertian, etiologi, patofisiogi, penatalaksanaan medis, pengkajian keperawatan,
diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksananan keperawatan dan evaluasi
keperawatan. BAB III tinjauan kasus meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, BAB IV
pembahasan yang meliputi tentang perbandingan antara teori dan kasus, analisa faktor faktor
pendukung dan penghambat serta alternative pemecahan masalah dalam memberikan asuhan
kperawatan di tiap tahapan di anataranya yaitu pengkajian keperawatan, diagnosa kperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan. BAB V penutup yang meliputi kesimpulan dan
saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul
iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma,
malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2009).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran darah yang
normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi
otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu jenis stroke yang disebabkan
karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang
menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.
2.
Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah dan
terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan
3. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk abnormal, terjadi
hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena,
menyebabkan mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak.
5. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh
darah.
1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit jantung
kongestif)
6. Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi)
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam
jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema
di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus,
sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan
struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam
ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid
mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga
timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak
lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah
serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya
hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi
antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan
pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-
lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan
didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi
kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian
pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada
saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
Pathway Stroke Hemoragik
Description: http://2.bp.blogspot.com/-
h3uKGnvbVZ0/Ut8DBdhwivI/AAAAAAAABVg/ICC07qcS8Lc/s1600/LAPORAN+PENDAHULUAN+STROKE+H
EMORAGIK.png
b. Incontinentia urinae
4. Daerah a. Posterior
a. Hemianopsi homonim kontralateral mungkin tanpa mengenai
b. daerah makula karena daerah ini juga diperdarahi oleh a. Serebri media
d. Hemibalisme
5. Daerah vertebrobasiler
1. Infark Serebri
3. Fistula caroticocavernosum
4. Epistaksis
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak, sekitar daerah itu mungkin
ada jaringan yang masih bisa diselematkan, tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan sebanyak
mungkin area iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan
mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta tekanan darah.
3. Pengobatan
a. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada fase akut.
4. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darahotak. Penderita yang menjalani
tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit
kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan
kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
1. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau
adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragi
pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial.
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang
infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil
yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infrak
sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
H. Pengkajian Keperawatan Stroke Hemoragik
Data Subyektif:
Data obyektif:
b. Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan umum.
c. Gangguan penglihatan
2. Sirkulasi
Data Subyektif:
a. Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis
bacterial ), polisitemia.
Data obyektif:
b. Hipertensi arterial
3. Integritas ego
Data Subyektif:
Data obyektif:
b. Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan , kegembiraan
4. Eliminasi
Data Subyektif:
a. Inkontinensia, anuria
b. Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara usus ( ileus paralitik )
5. Makan/ minum
Data Subyektif:
Data obyektif:
6. Sensori neural
Data Subyektif:
b. Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
d. Penglihatan berkurang
e. Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral ( sisi
yang sama )
Data obyektif:
a. Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah laku (seperti:
letargi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif
b. Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke, genggaman tangan
tidak seimbang, berkurangnya reflek tendon dalam ( kontralateral )
d. Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata-kata,
reseptif / kesulitan berkata-kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
g. Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral
7. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
Data Obyektif:
8. Respirasi
Data Subyektif:
9. Keamanan
Data Obyektif:
b. Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewaspadaan terhadap
bagian tubuh yang sakit
c. Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
e. Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri
10. Interaksi sosial
Data Obyektif:
Data Subjektif :
b. Bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan , perawatan diri dan pekerjaan rumah
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak terhambat
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan neurovaskuler
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan suplai aliran darah
keotak lancar dengan
Kriteria hasil:
a. Nyeri kepala / vertigo berkurang sampai de-ngan hilang
Intervensi
Monitorang neurologis
Terapi oksigen
h. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama aktifitas dan tidur
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan klien mampu untuk
berkomunikasi lagi.
Kriteria hasil:
Intervensi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam, diharapkan kebutuhan mandiri klien
terpenuhi.
Kriteria hasil:
Intervensi
b. Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu dalam makan, mandi, berpakaian dan toileting
d. Berikan dukungan pada klien untuk menunjukkan aktivitas normal sesuai kemampuannya
Kriteria hasil :
d. Pasien mampu menggunakan sisi tubuh yang tidak sakit untuk kompensasi hilangnya fungsi pada
sisi yang parese/plegi
Intervensi
Ajarkan klien untuk latihan rentang gerak aktif pada sisi ekstrimitas yang sehat
Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi ekstrimitas yang parese / plegi dalam toleransi nyeri
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan pasien mampu mengetahui
dan mengontrol resiko
Kriteria hasil :
a. Klien mampu menge-nali tanda dan gejala adanya resiko luka tekan
b. Klien mampu berpartisi-pasi dalam pencegahan resiko luka tekan (masase sederhana, alih ba-ring,
manajemen nutrisi, manajemen tekanan).\
Intevensi
a. Beri penjelasan pada klien tentang: resiko adanya luka tekan, tanda dan gejala luka tekan, tindakan
pencegahan agar tidak terjadi luka tekan)
4) Observasi area yang tertekan (telinga, mata kaki, sakrum, skrotum, siku, ischium, skapula)
3) Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat untuk memelihara ke-seimbangan nitrogen positif
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi aspirasi pada
pasien dengan kriteria hasil :
Intervensi
a. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dankemampuan menelan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi trauma pada
pasien.
Kriteria hasil:
b. mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan dan cara untuk mencegah cedera
Intervensi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan pola nafas pasien efektif
dengan kriteria hasil :
a. Menujukkan jalan nafas paten ( tidak merasa tercekik, irama nafas normal, frekuensi nafas
normal,tidak ada suara nafas tambahan
Intervensi
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pada BAB ini penulis menguraikan kasus yang dimulai dari pengkajian sampai evaluasi, penulis mulai
pengkajian pada tanggal 12 April sampai dengan 14 April 2015, dengan kasus Stroke hemoragik, di Ruang
ICU RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat.
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Klien
Klien Bernama Tn. M, berumur 54 tahun, jenis kelamin laki - laki, status menikah, agama Islam, suku
Betawi. Pendidikan terakhir klien SMA, bahasa yang digunakan klien setiap hari bahasa Indonesia.
Pekerjaan TNI, Alamat Jln, Pulau Gadung Rt 001 / 007 Jakarta Timur.
Klien masuk ke IGD RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat, tanggal 11 April 2015, Pukul 09.30 WIB, Pada
tanggal 12 April 2015, Pukul 19.00 WIB, klien pindah keruang ICU, No. Register 40-38-30, dengan
diagnosa medis Stroke Hemoragik.
2. Resume
25
Tn. M, usia 54 tahun ke RSPAD Gatot Soebroto Jakarta tanggal 11 April 2015 pada pukul 09.30 WIB ke
IGD, klien 2 hari sebelumnya demam, kemudian dibawa berobat dan dikatakan infeksi saluran kemih 2
jam yang lalu klien tiba-tiba tidak sadar, tidak bisa dibangunkan pada saat tidur dalam kondisi ngorok,
sebelumnya tidak ada keluhan nyeri kepala, tidak ada muntah, tidak ada kejang sebelumnya, klien dalam
keadaan tidak sadar GCS 4 dengan nilai E1, M2, V1. Kemudian klien pindah keruang ICU untuk
mendapatkan perawatan intensive dengan ventilator dengan mode SIM V, FI02 70 %, PEEP + 5, VI 478,
RR 38 x/menit, TTV, TD: 140/90 mmHg, heart rate 160 x/menit, S: 38,5C, Sa02 100%, kondisi pupil
keduanya miosis, reflek cahaya +/- , ada akumulasi sankret dimulut dan diselang ET, tidak ada terpasang
mayo dan lidah tidak turun, terdapat retaksi otot intecosta, dengan RR 38 x/menit, dan terdengar ronchi
basah dan basal paru kanan, CRT < 3 detik di ICU klien mendapatkan Brainact /12 jam, Aliminamin F /12
jam, Ranitidin /12 jam, dan infus RL 20 t/m, Pada tanggal 12 April 2015 didapatkan hasil laboratorium;
Hb: 13,8 gr/dl, Ht: 44%, Eritrosit: 5,04 juta/ul, leukosit: 8,4 rb/mmk, trombosit: 84 rb/mmk, Kreatinin 1,5
mg/dl, Albumin 3,6 mg/dl, ureum: 15 mg/dl, natrium: 140 mEq/L, kalium: 3,6 mEq/L, klorida: 107 mEq/L,
AGD: pH: 7,3, PCO2: 27,6, PO2: 236,9, HCO3: 16,3, saturasi O2: 100%. Hasil pemeriksaan EKG kesan ada
gambaran ST depresi inferior, hasil rongsen kesan Cor dan pulmo dalam batas normal, tidak ada
menunjukan infellrate.
3. Riwayat Keperawatan
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 12 April 2015 pukul 14.30 WIB. klien 2 hari sebelumnya
demam, kemudian dibawa berobat dan dikatakan infeksi saluran kemih 2 jam yang lalu klien tiba-tiba
tidak sadar, tidak bisa dibangunkan pada saat tidur dalam kondisi ngorok, sebelumnya tidak ada keluhan
nyeri kepala, tidak ada muntah, tidak ada kejang sebelumnya, klien dalam keadaan tidak sadar GCS 4
dengan nilai E1, M2, V1. Upaya untuk mengatasinya di bawa ke RSPAD Gatot Soebroto.
B. Pengkajian Primer
1. Airway
Pada jalan nafas terpasang ET, ada akumulasi senkret dimulut dan selang ET, lidah tidak jatuh kedalam
dan tidak terpasang OPA.
2. Breating
RR 38 x/menit, tidak terdapat napas coping hidung, terdapat retaksi otot paru kanan, dan terdapat
wheezing, terpasang ventilator dengan mode SIM V, FI02 70 %, PEEP + 5, VI 478, RR 38 x/menit, suara
dasar vesikuler.
3. Circulation
Td 140/90 mmHg, Map 112, Hr 124x/menit, Sa02 100%, capillang refill < 3 detik, kulit tidak pucat,
kunjung tipa tidak anemis.
4. Disability
Kesadaran : soporokoma, GCS : E1,M2,VET, reaksi pupil +/-, pupil miosis, dan besar pupil 2 mm.
5. Exposure
Tidak ada luka di bagian tubuh klien dari kepala sampai kaki, suhu 38,5 C
C. Pengkajian Skunder
Tanggal 12 April 2015, TD 140/90 mmhg, Map 112, Hr 124, Sa02 100%, RR 38 x/menit, S 38,5 0C.
Tanggal 13 April 2015, TD 145/97 mmhg, Map 113, Hr 130, Sa02 100%, RR 20 x/menit, S 38,2 0C.
Tanggal 14 April 2015, TD 88/81 mmhg, Map 63,3, Hr 97, Sa02 97%, RR 17 x/menit, S 40,7 0C.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Bentuk Mesochepal, tidak ada luka dan jejas, rambut hitam, tidak ada oedem
2. Mata
Mata simetris kanan dan kiri, sclera tidak ikterik, konjungtiva anemis, kedua pupil miosis, reflek pupil +/-.
3. Telinga
Kedua telinga simetris, tidak ada jejas, bersih, dan tidak ada serumen
4. Hidung
Terpasang NGT warna keruh, tidak ada secret di hidung, tidak ada napas cuping hidung
5. Mulut
6. Leher
Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, tidak terjadi kaku kuduk.
7. Thoraks
a. Jantung
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, tidak ada bunyi jantung tambahan
b. Paru-paru
Inspkesi : Paru kanan dan kiri simetris, terdapat retraksi interkosta, tidak ada penggunaan otot bantu
napas, RR 38x/menit
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, terdapat suara tambahan ronkhi basah di basal paru kanan
c. Abdomen
Inspeksi : Datar
Perkusi : Timpani
d. Ekstremitas
Tidak ada jejas, tidak ada oedem, kekuatan otot 1/1 /1/1
e. Genitalia
Bentuk penis normal, skrotum bentuk dan ukuran normal, tidak ada jejas
E. Pola Eleminasi
1. Urin / Sif
a. Pada tanggal 12 April 2015 frekuensi BAK DC, warna kuning, retensi ada, ikontenensia tidak ada,
jumlah 200 cc
b. Pada tanggal 13 April 2015 frekuensi BAK DC, warna kuning, retensi ada, ikontenensia tidak ada,
jumlah 500 cc
c. Pada tanggal 14 April 2015 frekuensi BAK DC, warna kuning, retensi ada, ikontenensia tidak ada,
jumlah 100 cc
2. Feses/shif
a. Pada tanggal 12 April 2015 frekuensi BAB 1 x/hari, warna kuning kecoklatan, konsistensi lunak.
b. Pada tanggal 13 April 2015 frekuensi tidak ada, warna tidak ada, konsistensi tidak ada.
c. Pada tanggal 14 April 2015 frekuensi BAB 1 x/hari, warna kuning kecoklatan, konsistensi lunak.
2. Status kesadaran
1. Nutrisi
( 60 x 30 kkal ) x 0,9
1620 kkal/hari
2. Cairan 24 Jam
a. Pada tangal 12 April 2015, Intake, parenteral 1500 cc, enteral 500 cc, output, urin 200 cc, IWL 600
cc, feses 200 cc, balance cairan + 1000 cc.
b. Pada tangal 12 April 2015, Intake, parenteral 1800 cc, enteral 600 cc, output, urin 200 cc, IWL 600 cc,
feses 200 cc, balance cairan + 1800 cc.
c. Pada tangal 12 April 2015, Intake, parenteral 500 cc, enteral 200 cc, output, urin 200 cc, IWL 600 cc,
feses 200 cc, balance cairan + 100 cc.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pada tanggal 12 April 2015 didapatkan hasil laboratorium; Hb: 13,8 gr/dl, Ht: 44%, Eritrosit: 5,04 juta/ul,
leukosit: 8,4 rb/mmk, trombosit: 84 rb/mmk, Kreatinin 1,5 mg/dl, Albumin 3,6 mg/dl, ureum: 15 mg/dl,
natrium: 140 mEq/L, kalium: 3,6 mEq/L, klorida: 107 mEq/L, AGD: pH: 7,3, PCO2: 27,6, PO2: 236,9,
HCO3: 16,3, saturasi O2: 100%.
Pada tanggal 13 April 2015 didapatkan hasil laboratorium; AGD: pH: 7,32, PCO2: 27, PO2: 199,7, HCO3:
16,9, saturasi O2: 100%.
Pada tanggal 14 April 2015 didapatkan hasil laboratorium; Hb: 12,3 gr/dl, Ht: 38%, Eritrosit: 4,48 juta/ul,
leukosit: 7,4 rb/mmk, trombosit: 90 rb/mmk, Kreatinin 1,4 mg/dl, Albumin 3,1 mg/dl, ureum: 17 mg/dl,
natrium: 132 mEq/L, kalium: 3,4 mEq/L, klorida: 106 mEq/L, AGD: pH: 7,33, PCO2: 30, PO2: 189,8, HCO3:
17,9, saturasi O2: 97%.
I. Penatalaksanaan
Pada tangal 12 April 2015 pengobatan yang didapatkan Tn, M yaitu : Cefriaxone 2 mg/24 jam, ranitidine
1 amp/12 jam, Nexium 40 mg/12 jam, Alinamin F 1 amp/12 jam, Brainact 1 amp/12 jam, Dexamethason
1 amp/8 jam, RL/ 24 jam 20 tpm, NaCl 0.9%/24 jam 20 tpm, Asering/ 24 jam 20 tpm, Aminovel/24 jam
20 tpm, Methylprednison 40 mg/12 jam, Nebulizer/8 jam.
Nexium 40 mg/12 jam, Dexamethason 1 amp/8 jam, Ecotrixon 2 gr/24 jam, SNMC 1 amp/8 jam (drip
dalam 100 cc NaCl), Asering/ 24 jam 20 tpm, Precedek+Ns Siryng pump 3.2 cc/jam, Lasik 20 mg/jam,
Koreksi bicnat, Nebulizer/8 jam.
Pada tangal 14 April 2015 pengobatan yang didapatkan Tn, M yaitu :
Nexium 40 mg/12 jam, Dexamethason 1 amp/8 jam, Ecotrixon 2 gr/24 jam, SNMC 1 amp/8 jam (drip
dalam 100 cc NaCl), Asering/ 24 jam 20 tpm, Precedek+Ns Siryng pump 3.2 cc/jam, Lasik 20 mg/jam,
Koreksi bicnat, Nebulizer/8 jam.
J. Data Fokus
Data Subjektif : -
Data Objektif :
Kesadaran umum soporokoma, terdapat secret di ET dan mulut, RR 38x/menit, terdengar bunyi ronkhi
basah di basal paru kanan, RR 38x/menit, terdapat retraksi intercosta, napas cepat dan dangkal,
terpasang ventilator dengan mode P SIMV dengan FiO2 70%, PEEP + 5 dan SaO2 100%, RR 38x/menit,
terdapat retraksi intercosta, napas cepat dan dangkal, Hasil BGA : PH 7,334; pCO2 27;pO2 236,9;HCO3
16,3; BE -10,2 dengan interprestasi Asidosis Metabolik terkompensasi sebagian, Kesadaran soporokoma,
GCS E1M2VET, pupil miosis (2mm), reaksi pupil +/-, Keadaan umum soporokoma, panas dengan suhu
38,5C, terpasang ET dan infus line, bedrest total, reflek motorik -/-.
K. Analisa Data
NO
TGL/JAM
DATA FOKUS
MASALAH
ETIOLOGI
12/04/15
10.20 WIB
DS : -
DO :
12/04/15
10.25 WIB
DS : -
DO:
RR 38x/menit, terdapat retraksi intercosta, napas cepat dan dangkal, terdengar bunyi rochi basah di
basal paru kanan terpasang ventilator dengan mode P SIMV dengan FiO2 70%, PEEP + 5 dan SaO2 100%
Depresi pusat pernapasan (infark serebri pada batang otak etcause intracerebral haemoragie)
3
21/06/10
10.30 WIB
DS : -
DO:
RR 38x/menit, terdapat retraksi intercosta, napas cepat dan dangkal, Hasil BGA : PH 7,334; pCO2 27;pO2
236,9;HCO3 16,3; BE -10,2 dengan interprestasi Asidosis Metabolik terkompensasi sebagian
12/04/15
10.35 WIB
DS : -
DO:
Perdarahan intraserebal
12/04/15
10.40 WIB
DS : -
DO:
Keadaan umum soporokoma, panas dengan suhu 38,5C, terpasang ET dan infus line, bedrest total,
reflek motorik -/-
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi secret di jalan napas,
dapat ditandai dengan :
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri pada batang
otak etcause intracerebral haemoragie), dapat ditandai dengan :
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada alveoli, dapat ditandai
dengan :
4. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya perdarahan intraserebral, dapat
ditandai dengan :
c. Pupil miosis
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan bedrest total.
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi secret di jalan napas
ditandai dengan :
Data Subjektif : -
Data Objektif :
Kriteria hasil : Sekret di ET dan mulut berkurang atau tidak ada, RR dalam batas normal (16-24x/menit),
Suara ronkhi berkurang atau hilang.
Rencana Tindakan :
a. Monitor adanya akumulasi secret dan warnanya di jalan napas (ET dan mulut)
Kolaborasi :
a. Berikan nebulizer tiap 8 jam dengan perbandingan berotec : Atroven : NaCl yaitu 18 tetes : 16
tetes : 1 cc
Pelaksanaan :
Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 112 x/menit, RR: 38 x/mnt,
S:38,5C. Pukul 14.30 WIB memonitor status neurologis klien, Pukul 15.00 WIB mengobservasi adanya
akumulasi senkret dimulut dan ET, Pukul 15.30 WIB melakukan suction dimulut dan ET, Pukul 16.30 WIB
mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 17.00 WIB melakukan oral care dengan antiseptik.
Pukul 09.00 WIB mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg, Heart rate: 124 x/menit, RR: 20 x/mnt,
S:38,2C. Pukul 09.30 WIB melakukan oral hygien, Pukul 10.00 WIB memonitor status neurologis klien,
Pukul 10.30 WIB mengobservasi adanya akumulasi senkret dimulut dan ET, Pukul 11.00 WIB memberikan
nebulizer via ventilator, Pukul 11.30 WIB melakukan suction dimulut dan ET, Pukul 12.00 WIB
mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 13.00 WIB melakukan oral care dengan antiseptik.
Pada tangal 14 April 2015
Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 88/81 mmHg, Heart rate: 97x/menit, RR: 38 x/mnt, S:38,5C.
Pukul 14.30 WIB memonitor status neurologis klien, Pukul 15.00 WIB melakukan pemeriksaan GDS,
Pukul 15.30 WIB mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 16.00 WIB memonitor status pernapasan
klien dan sesuai dengan setting ventilator, Pukul 16.30 WIB melakukan oral care dengan anti septic, Pukul
17.00 WIB mengambil spesimen darah untuk BGA, darah rutin, ureum dan kratinin.
Evaluasi
S:-
O: Keadaan umum lemah, kesadaran soporocoma dengan vital sign : TD 140/88, HR 112x/menit, SaO2
100%, dan Suhu 38.2 C, GCS : E1M2VET, pupil miosis 2mm, reflek pupil terhadap cahaya +/-, masih
terpasang ventilator P SIMV, VT 465, RR 34, 70%, PEEP + 5, Sekret di mulut dan ET berkurang, Masih
terdapat retraksi otot intercosta, RR 34x/menit, Hasil BGA : PH 7,334; pCO2 27;pO2 236,9;HCO3 16,3; BE
-10,2 dengan, interprestasi asidosis metabolik terkompensasi sebagian, masih ada suara senkret, dan
idak terjadi tanda-tanda peningkatan TIK
P : Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi dengan tetap memantau KU dan vital sign serta status
pernapasan klien serta kolaborasi untuk rencana koreksi bicnat, nebulizer untuk jaga siang dan usulkan
untuk extra pamol.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri pada batang
otak etcause intracerebral haemoragie)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pola napas klien
dapat efektif.
Kriteria hasil : Napas adekuat spontan (16-24x/menit), KU dan VS stabil, Retraksi otot intercosta
berkurang, dan Weaning off ventilator
Rencana Tindakan
Kolaborasi : Pertahankan penggunaan ventilator dan observasi setting ventilator dengan status
pernapasan klien.
Pelaksanaan :
Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 112 x/menit, RR: 38 x/mnt,
S:38,5C. Pukul 14.30 WIB memonitor status pernapasan klien dan sesuai dengan setting ventilator,
Pukul 15.00 WIB melakukan pemantauan adanya retaksi otot intrecosta, Pukul 16.30 WIB
mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 17.30 WIB memonitor Sa02 97 % dalam batas normal.
Pukul 09.00 WIB mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg, Heart rate: 126 x/menit, RR: 20 x/mnt,
S:38,2C. Pukul 09.30 WIB memonitor status pernapasan klien dan sesuai dengan setting ventilator,
Pukul 10.00 WIB memantau adanya retaksi otot intracosta berkurang, Pukul 10.30 WIB mempertahankan
head of bed 30 0, Pukul 11.30 WIB memonitor Sa02 97 %.
Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 97 x/menit, RR: 17 x/mnt, S:38,5C.
Pukul , Pukul 15.30 WIB mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 16.00 WIB memonitor status
pernapasan klien dan sesuai dengan setting ventilator, Pukul 15.30 WIB memonitor Sa02 97 %.
Evaluasi
S:-
O: Keadaan umum lemah, kesadaran soporocoma dengan vital sign : TD 145/97, HR 126x/menit, SaO2
97% dalam batas normal, dan Suhu 38.2 C,
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada alveoli
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan pertukaran gas klien
dapat adekuat
Kriteria hasil :
a. KU dan VS stabil
Rencana Tindakan
Kolaborasi : Pantau hasil BGA sesuai indikasi, Pertahankan penggunaan ventilator dengan oksigenasi
yang adekuat.
Pelaksanaan :
Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 112 x/menit, RR: 38 x/mnt,
S:38,5C, Pukul 16.30 WIB mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 17.00 WIB pantau status
pernapasan. Pukul 17.30 WIB pantau adanya tanda-tanda hipoksia.
Pukul 09.00 WIB mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg, Heart rate: 126 x/menit, RR: 20 x/mnt,
S:38,2C. Pukul 09.30 WIB pantau status pernapasan, Pukul 11.00 WIB pantau adanya tanda-tanda
hipoksia.
Evaluasi
S:-
O: Keadaan umum lemah, kesadaran soporokoma dengan vital sign : TD 140/90, HR 160x/menit, SaO2
97%, dan RR 38 x/menit, Suhu 38.5 C.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan perfusi jaringan serebral
klien dapat adekuat.
Kriteria hasil :
a. Kesadaran membaik
c. Pupil isokor
Rencana Tindakan
Pelaksanaan :
Pukul 09.00 WIB mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg, Heart rate: 130 x/menit, RR: 20 x/mnt,
S:38,2C. Pukul 10.00 WIB memonitor status neurologis klien, Pukul 11.00 WIB melakukan reflek cahaya
terhadap pupil, Pukul 11.30 WIB mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 12.00 WIB pantau adanya
peningkatan TIK.
Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 88/81 mmHg, Heart rate: 97x/menit, RR: 17 x/mnt, S:40,7C.
Pukul 14.30 WIB memonitor status neurologis klien Pukul 15.00 WIB melakukan reflek cahaya terhadap
pupil, Pukul 16.30 WIB mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 17.00 WIB pantau adanya peningkatan
TIK.
Evaluasi
S:-
O: Keadaan umum lemah, kesadaran coma dengan vital sign : TD 88/51, HR 96x/menit, SaO2 97%, dan
Suhu 40.6 C, pupil miosis 2 mm, reflek pupil terhadap cahaya -/-.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan bedrest total
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi pada
klien.
Kriteria hasil :
a. KU dan VS stabil
Rencana Tindakan
Kaloborasi : Berikan antibiotic sesuai indikasi dan pantau hasil foto thorak
Pelaksanaan :
Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 112 x/menit, RR: 38 x/mnt,
S:38,5C. Pukul 14.25 WIB melakukan tehnic aseptic setiap melakukan tindakan, Pukul 14.30 WIB lakukan
personal oral care, 15.00 WIB pantau adanya tanda-tanda infeksi. 15.00 WIB lakukan penilaian CPIS.
Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 126 x/menit, RR: 38 x/mnt,
S:38,5C, Pukul 14.25 WIB melakukan tehnic aseptic setiap melakukan tindakan, Pukul 14.30 WIB lakukan
personal oral care, 15.00 WIB pantau adanya tanda-tanda infeksi.
Pukul 09.00 WIB mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg, Heart rate: 97 x/menit, RR: 38 x/mnt, S:38,2C,
Pukul 14.15 WIB melakukan tehnic aseptic setiap melakukan tindakan, Pukul 14.30 WIB lakukan personal
oral care, 15.00 WIB pantau adanya tanda-tanda infeksi. 15.00 WIB lakukan penilaian CPIS.
Evaluasi
S:-
O : Kesadaran Umum lemah, kesadaran koma dengan vital sign : TD 88/65 mmHg, Hr 130 x/menit, Sa02
90 %, dan suhu 38,5C. Leokosit 8,4 ribu/mmk
Jam 14.20 WIB, kondisi klien drop, gambaran EKG arrest, HR turun terus, Saturasi turun drop dibawah
normal, dilakukan RJP selama 15 menit dengan SA 4 ampul, Adrenalin 3 ampul. RJP berhasil dengan vital
sign TD 117/63, HR 126, dan SaO2 100% via bagging. Setelah 20 menit kondisi klien drop lagi dan klien
dinyatakan meninggal pukul 14.55 WIB.
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB ini penulis akan membahas mengenai permasalahan atau kesenjangan yang terjadi selama
melakukan asuhan keperawatan langsung terhadap Tn. M dengan kasus Stroke Haemoragik di Ruang ICU
RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat. Dalam bab ini penulis membandingkan antara teori yang ada pada
literature dengan kasus yang ditemukan pada klien. Selain itu penulis juga membahas mengenai faktor
pendukung dan faktor penghambat, yang penulis temukan pada saat melakukan asuhan keperawatan
pada Tn. M, serta alternatif pemecahan masalah yang penulis berikan selama melakukan asuhan
keperawatan pada tiap tahap keperawatan.
A. Pengkajian Keperawatan
44
Stroke hemoragik merupakan defisit neurologi yang mempunyai sifat mendadak dan berlangsung dalam
24 jam sebagai akibat dari pecahnya pembuluh darah di otak yang di akibatkan oleh aneurisma atau
malformasi arteriovenosa yang dapat menimbulkan iskemia atau infark pada jaringan fungsional otak
(Purnawan Junadi, 1982). Klien datang dari IGD dengan diagnosa stroke haemoragik. Hal ini sesuai
dengan teori bahwa stroke Haemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah di otak. Dari hasil ST-
Scan klien didapatkan bahwa klien terjadi perdarahan intraserebral. Banyak faktor yang memengaruhi
terjadinya stroke yaitu hipertensi dan penggunaan obat-obat antikoagulan. Klien sudah menderita
hipertensi kurang lebih sejak satu tahun yang lalu. Hipertensi yang kronis dapat mengakibatkan
perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid. Hal tersebut
menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak sehingga darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar
otak. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak
serta terganggunya drainase otak. Sehingga aliran oksigen ke otak tidak adekuat mengakibatkan
penurunan kesadaran. Hal ini terjadi pada klien, klien ketika masuk dengan kesadaran soporocoma
dengan GCS E1M2VET. Soporocoma yaitu mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat,
hanya dapat mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitive.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret di jalan napas.
Diagnosa tersebut dijadikan masalah utama karena berdasarkan primary assesment dan terdapat tanda
adanya sekret di ET dan mulut, selain itu terdengar bunyi ronkhi di basal paru kanan. Kepatenan jalan
napas harus menjadi prioritas karena jika ada sumbatan berupa sekret ataupun benda yang lain akan
menyebabkan oksigen tidak dapat masuk ke tubuh dan jaringan akan kekurangan oksigen. Klien dalam
kondisi tidak sadar yaitu soporocoma sehingga tidak mempunyai reflek batuk untuk mengeluarkan sekret
yang ada di jalan napas. Sehingga tindakan yang dilakukan antara lain tetap memantau adanya akumulasi
sekret di ET dan mulut, kemudian lakukan suction sesuai kebutuhan. Suction perlu dilakukan untuk
mengurangi sekret atau menghisap sekret supaya jalan napas dapat paten dan oksigen bisa sepenuhnya
masuk dalam tubuh dan dapat dipakai oleh jaringan. Selain itu positioning klien miring kanan dan kiri
selain untuk mencegah dekubitus, hal ini juga untuk memudahkan keluarnya sekret. Hal ini juga dibantu
dengan kolaborasi pemberian nebulizer dengan kombinasi obat Berotec : Atroven : NaCl yaitu 18 tetes :
16 tetes : 1 cc. Kombinasi obat tersebut selain sebagai bronchodilator juga sebagai mukolitik sehingga
secret yang masih tertempel dalam dinding paru dapat hancur dan keluar sehingga jalan napas dapat
paten dan bersih.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri pada batang
otak etcause intracerebral haemoragie)
Diagnosa ini diambil berdasarkan data bahwa klien napasnya cepat dan dangkal, RR 38x/menit, terdapat
retraksi intercosta, dan menggunakan ventilator dengan mode P SIMV dengan FiO2 70%, PEEP + 5 dan
SaO2 100%. Mode P SIMV digunakan karena klien masih mempunyai usaha napas sehingga ventilator di
setting dengan sinkronize antara napas klien dengan ventilator. Klien dengan stroke haemoragik akan
terjadi ruptur atau pecahnya pembuluh darah di otak sehingga aliran darah yang mengangkut oksigen ke
otak juga terganggu. Hal ini lama-lama akan menimbulkan infark serebri dan dapat mengenai berbagai
bagian di otak termasuk salah satunya medula oblongata. Medula oblongata merupakan pusat
pernapasan, sehingga jika terjadi infark di daerah tersebut maka akan terjadi pula depresi pusat
pernapasan yang dapat mempengaruhi kemampuan ventilasi paru. Karena ketidakadekuatan ventilasi
paru klien, maka klien terpasang ventilator. Tindakan yang bisa dilakukan antara lain posisikan klien
elevasi head of bed 30-45C. Hal ini untuk lebih mengoptimalkan ekspansi paru klien. Selain itu observasi
status pernapasan juga penting karena hal ini mempengaruhi setting ventilator dengan mode yang
disesuaikan usaha napas klien. Monitor usaha napas klien tetap harus dilakukan, karena jika klien terlihat
hiperpnue dengan nampak retraksi intercosta menunjukkan klien sesak napas sehingga perlu dinaikkan
setting ventilator misalnya FiO2 dinaikkan dari semula.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada alveoli Diagnosa ini
diambil karena ditemukan data pada klien bahwa setelah dilakukan BGA ternyata hasilnya asidosis
metabolik terkompensasi sebagian. Selain itu klien juga menunjukkan peningkatan frekuensi napas yaitu
RR 38 x/menit. Hal ini menunjukkan bahwa di alveoli klien terjadi gangguan pertukaran gas karena
ketidakadekuatan ventilasi klien sehingga mempengaruhi proses difusi O2 dan CO2. Tindakan yang
dilakukan hampir sama dengan diagnosa yang kedua karena pada prinsipnya saling mempengaruhi.
Observasi status pernapasan tetap harus dilakukan karena untuk menentukan keefektifan penggunaan
ventilator. Hasil BGA juga perlu dipantau juga untuk mengetahui keefektifan pemakaian ventilator dan
terapi yang diberikan, jika hasil BGA normal, PH, PaO2, PCO2, dan BE dalam batas normal maka bisa
menjadi pertimbangan untuk proses penyapihan dari ventilator. Jika BGA tidak normal maka akan
dilakukan koreksi. Hasil BGA klien pada tanggal 21 juni 2010 menunjukkan asidosis metabolik
terkompensasi sebagian sehingga memerlukan koreksi bicnat untuk mengatasi hal tersebut. Bicnat
tujuannya untuk menetralkan kadar asam dalam darah karena bicnat mengandung basa.
Klien menderita Stroke Haemoragik dengan berdasarkan hasil ST-Scan menunjukkan adanya perdarahan
intraserebral sehingga mempengaruhi proses perfusi jaringan ke serebral. Oksigen yang dibawa ke otak
menjadi berkurang, sehingga akan terjadi hipoksia dan hal ini menyebabkan klien terjadi penurunan
kesadaran dan penurunan fungsi tubuh yang dipersarafi oleh otak. Tindakan yang bisa dilakukan antara
lain adalah menaikkan posisi kepala klien 30-45 dengan tujuan mengurangi tekanan arteri dengan
meningkatkan drainage vena dari kepala dan memperbaiki sirkulasi serebral.Status neurologis klien juga
perlu dimonitor setiap jam untuk mengetahui kemajuan terapi dan keadekuatan oksigenasi jaringan
serebral. Sehingga oksigenasi tetap harus dipertahankan supaya kebutuhan oksigenasi serebral
tercukupi.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan bedrest total Adanya
prosedur invasif dapat memungkinkan terjadinya infeksi karena merupakan port de entri
mikroorganisme sehingga dalam melakukan perawatan perlu memperhatikan teknik steril dan aseptik
untuk mencegah mikroorganisme patogen dapat masuk ke tubuh melalui prosedur invasif tersebut
seperti infus, ET, kateter dan NGT. Selain itu oral care, early mobilization dan head of bed juga berguna
untuk mencegah infeksi. Jika infeksi berlanjut akan bisa menimbulkan sepsis yang sangat berbahaya bagi
klien yang bisa menimbulkan kematian karena infeksi menyebar secara sistemik ke tubuh klien. Klien
dengan bedrest total akan mengalami penurunan produksi fibronectin di mulutnya sehingga mengalami
penurunan kemampuan mekanisme melawan kuman yang patogen sehingga perlu dibersihkan dengan
oral care yang menggunakan antiseptic. Selain itu dengan adanya head of bed juga akan meminimalkan
kontaminasi kuman patohen dengan mencegah terjadinya aspirasi isi lambung. Sedangkan early
mobilzation dilakukan untuk mengoptimalkan fungsi pertahanan tubuh. Klien yang diposisikan supine
dan immobility akan menimbulkan fungsi normal paru seperti reflek batuk, otot mucosilliary, dan
drainage tidak dapat bekerja dengan baik sehingga beresiko lebih tinggi terkena infeksi nosokomial
pneumonia. Selain itu klien yang tidak dilakukan early mobilization akan terjadi kelemahan otot
termasuk otot pernapasan sehingga proses weaning off of ventilation akan ditunda dan beresiko terjadi
VAP.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari kondisi klien semakin menurun. Pada hari ketiga
klien juga mengalami hiperglikemia yaitu 482 mg/dl sehingga menyebabkan darah menjadi sangat kental
dan daya alirannya berkurang. Aliran darah yang lambat secara otomatis akan menyebabkan suplai
oksigen ke semua jaringan berkurang sehingga jaringan akan melakukan metabolisme anaerob dan
menghasilkan asam laktat. Asam laktat yang berlebih dapat menjadi toksik pada jaringan tubuh sehingga
akan memperparah kondisi klien. Pada perawatan hari ke dua, tidak ada produksi urin klien. Hari kedua
sudah diberikan extra lasik 20 mg/jam syring pump jalan 0.5 cc/jam tapi tetap sedikit urin yang keluar.
Hari ketiga di cek darah menunjukkan ureumnya tinggi yaitu 319 dan kreatininnya 12.4 sehingga
dikatakan terjadi insufisiensi ginjal. Pada tanggal 14 April 2015 Jam 14.20 WIB, kondisi klien drop,
gambaran EKG arrest, HR turun terus, Saturasi turun drop dibawah normal, dilakukan RJP selama 15
menit dengan SA 4 ampul, Adrenalin 3 ampul. RJP berhasil dengan vital sign TD 117/63, HR 126, dan
SaO2 100% via bagging. Setelah 20 menit kondisi klien drop lagi dan klien dinyatakan meninggal pukul
14.55 WIB
C. Perencanaan Keperawatan
Dalam membuat perencanaan dilakukan langkah-langkah sesuai kondisi dan kebutuhan klien sesuai
dengan Asuhan Keperawatan sesuai dengan teori Stroke Hemoragik yaitu memprioritaskan masalah yang
muncul pada klien, kemudian langkah selanjutnya adalah menetapkan waktu yang lebih spesifik untuk
masing-masing diagnosa, menyesuaikan kondisi yang mungkin bisa dicapai oleh klien dalam waktu yang
lebih spesifik.
Pada tahap penetapan tujuan dari kriteria hasil terdapat kesenjangan antara teori dan kasus. Pada teori
tidak dialokasikan waktu, sedangkan pada kasus ditetapkan waktu dan pencapaian tujuan yaitu 3 x 24
jam yakni berfokus pada kebutuhan sesuai dengan kondisi klien, kemampuan perawat serta kelengkapan
alat-alat dan adanya kerjasama dengan klien, keluarga dan perawat ruangan yang menjadi faktor
pendukung.
D. Pelaksanaan Keperawatan
Pada tahap pelaksanaan diagnosa dilakukan 3 x 24 jam untuk semua diagnosa. Dalam melakukan
tindakan penulis berfokus pada perencanaan yang dibuat sesuai kondisi dan kebutuhan klien, karena ada
kesenjangan antara teori dan kasus. Penulis bekerjasama dengan perawat ruangan dalam melakukan
Asuhan Keperawatan dan pendokumentasian semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
Untuk secara keseluruhan semua diagnosa sudah dilaksanaan sesuai perencanaan yang dibuat sesuai
kondisi dan kebutuhan klien saat ini, karena keluarga dan perawat ruangan sangat membantu penulis
dalam melakukan proses keperawatan.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dalam melakukan proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai seluruh
hasil implementasi yang telah dilaksanakan.
Pada diagnosa keperawatan pertama bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya
akumulasi secret di jalan napas. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
diharapkan jalan napas klien dapat efektif adekuat, Kriteria hasil : Sekret di ET dan mulut berkurang atau
tidak ada, RR dalam batas normal (16-24x/menit), Suara ronkhi berkurang atau hilang.
Pada diagnosa keperawatan kedua, pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan (infark serebri pada batang otak etcause intracerebral haemoragie), Tujuan :Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan pola napas klien dapat efektif. Kriteria
hasil : Napas adekuat spontan (16-24x/menit), KU dan VS stabil, Retraksi otot intercosta berkurang, dan
Weaning off ventilator.
Pada diagnosa keperawatan ketiga, gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses
difusi pada alveoli Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan
pertukaran gas klien dapat adekuat Kriteria hasil : KU dan VS stabil, Napas adekuat spontan (16-
24x/menit), dan BGA dalam batas normal.
Pada diagnosa keperawatan keempat, gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya
perdarahan intraserebral, tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan
perfusi jaringan serebral klien dapat adekuat. Kriteria hasil : Kesadaran membaik, Reflek pupil +/+, Pupil
isokor.
Pada diagnosa keperawatan kelima ,resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif
dan bedrest total Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan tidak
terjadi infeksi pada klien. Kriteria hasil, KU dan VS stabil, Suhu normal (36.5-37.5), Leukosit normal, dan
Monitor KU dan VS termasuk suhu klien/jam.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam kasus ini pengkajian meliputi keluhan utama klien, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu dan keluarga, pemeriksaan fisik head to toe dengan hasil dapat diketahui klien
mengalami penurunan kesadaran dengan diagnosa medis stroke hemoragik.
2. Hasil pengkajian asuhan keperawatan pada pasien stroke ditemukan beberapa diagnosa. Diagnosa
keperawatan yang muncul antara lain bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
secret dijalan napas, Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark
serebri pada batang otak etcause intracerebral haemoragie), Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan kegagalan proses difusi pada alveoli, Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
adanya perdarahan intraserebral, Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan
bedrest total.
3.
51
Intervensi yang dilakukan pada diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif dengan intervensi kaji keadaan
jalan nafas, evaluasi pergerakan dada dan auskultasi suara napas pada kedua paru, lakukan suction.
Intervensi yang dilakukan pada diagnosa depresi pusat pernapasan dengan intervensi napasnya cepat
dan dangkal, RR 38x/menit, terdapat retraksi intercosta, Intervensi yang dilakukan pada diagnosa
gangguan pertukaran gas, dengan intervensi menunjukkan peningkatan frekuensi napas yaitu RR 38
x/menit. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa, gangguan perfusi jaringan serebral dengan intervensi
adanya perdarahan intraserebral sehingga mempengaruhi proses perfusi jaringan ke serebral. Intervensi
yang dilakukan pada diagnosa, resiko tinggi infeksi intervensi yang dilakukan prosedur invasif dapat
memungkinkan terjadinya infeksi karena merupakan port de entri mikroorganisme, di ET, NGT dan
Kateter.
B. Saran
a. Pada ruang intensive care unit (ICU) sebaiknya terdapat protab perawatan DC, dressing infuse,
perawatan NGT sesuai dengan waktu yang ditentukan.
b. Untuk perawat di ruang intensive care unit (ICU) sebaiknya perawat yang benar-benar terlatih
dalam keperawatan kritis, sehingga lebih peka terhadap perawatan pasien di intensive care unit (ICU).
2. Perawat
a. Pasien stroke dengan bedrest dimungkinkan terjadinya decubitus, sehingga perawat perlu lebih
memperhatikan pasien dengan tanda-tanda decubitus dan penatalaksanaan decubitus.
b. Perawat diharapkan mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien serta memakai
alat pelindung diri untuk mencegah terjadinya resiko infeksi dan infeksi nosokomial pada pasien di
intensive care unit (ICU.
c. Perawat diharapkan melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab dan kesadaran masing-
masing yang bertujuan untuk kesembuhan dan keselamatan pasien. Keluarga Pada keluarga sebaiknya
senantiasa mendampingi dan memberikan support kepada pasien meskipun dalam kondisi koma
sekalipun.
Diharapkan dapat memanfaatkan waktu yang telah diberikan dengan efektif dan efisien untuk
melakukan asuhan keperawatan. Mahasiswa / i juga diharapkan secara aktif untuk membaca dan
meningkatkan keterampilan serta menguasai kasus yang diambil untuk mendapatkan hasil asuhan
keperawatan yang komprehensif.
4. Institusi Pendidikan
Makalah ini diharapkan bisa digunakan sebagai referensi yang menunjang pembelajaran dan referensi
untuk penulisan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
hAdib, Muhammad. 2009 Cara Mudah Memahami Dan Menghindari Hipertensi Jantung Dan Stroke :
Yogyakarta.
Artiani, Ria. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem Persyarafan, Jakarta, EGC.
Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Stroke Facts and Statistics. : Division for Heart Disease
and Stroke Prevention. Available from: http://www.cdc.gov/stroke/statistical_reports.htm di askses pada
tangal 23 April 2015.
Muttaqin,arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba
Medika.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2007. Guideline Stroke 2007. Jakarta: PERDOSSI.
World Health Organization, 2005. WHO STEPS Stroke Manual: The WHO STEP wise Approach to Stroke
Surveillance. World Health Organization.
Yayasan Stroke Indonesia. Tahun 2020, Penderita Stroke Meningkat 2 Kali. Jakarta: Yayasan Stroke
Indonesia. Available from: http://www.yastroki.or.id/berita.php?id=4 di askses pada tangal 23 April 2015.
Yastroki, 2009. Yastroki Tangani Masalah Stroke di Indonesia. www.yastroki.or.id di askses pada tangal 23
April 2015.