Anda di halaman 1dari 2

KARENA RASA DAN LOGIKA

TAK SE-SEDERHANA KA-BA-TA-KU

Tulisan ini hanya sebuah curahan. Tak pantas dijadikan landasan apalagi rujukan.
Bagaimanalah, mengukur diri yang hanya seorang penyuka matematika dan bingung melihat
dunia.
Kadang saya bingung saat melihat apa yang terjadi saat ini nampak aneh, nampak tak
nyambung. Jika diriku sendiri yang merasa demikian maka tak apa. Namun tak hanya diriku
yang memandang begitu. Hingga tak jarang kami berpikir berjamaah, kenapa begini, kenapa
begitu, kenapa masalahnya ini tapi solusinya begitu, kenapa harusnya ini yang prioritas tapi
kenapa itu yang terus diangkat dan dipermasalahkan?
Hm, baiklah kadang penonton sering merasa paling tahu dan paling bisa. Tapi
masalahnya, terkadang saya tak juga menjadi penonton namun ditarik terlibat dalam pusaran
masalah persis seperti melihat sinema 4D bahkan lebih nyata. Apa yang salah?
Sahabat dan guru matematikaku pernah berkata yang intinya, saat seseorang bingung
memutuskan solusi dari masalah yang ada berarti ada rasa dan logika yang perlu diasah.
Rasa dan logika?
Seperti halnya murid-muridku yang kadang bingung dengan soal cerita. Ceritanya
tentang apa? Masalahnya apa? Apa yang harus ditulis? Mau dibagaimanakan? Mulainya dari
mana? Apa yang dihitung? Dan serangkaian pertanyaan muncul saat soal cerita diberikan.
Terlebih saat soal cerita ditambah operasi hitung campuran kali, bagi, tambah, dan kurang.
Pusing.
Pernah pula mendengar istilah Ka-Ba-Ta-Ku untuk membantu menyelesaikan masalah
operasi hitung campuran. Namun nyatanya tak semudah itu. Dalam cerita, kadang tak selalu
kali lebih prioritas daripada bagi untuk diselesaikan. Atau sebaliknya, kadang kurang malah
lebih penting untuk didahulukan dan diselesaikan daripada tambah. Itulah, rasa dan logika tak
bisa diselesaikan dengan menghapal rumus. Kadang cerita dan kisah nyata lebih rumit dari
sekedar deretan huruf, suku kata, atau angka yang dihapal.
Apa mungkin kita masih terpaku dengan rumus, ikatan teori atau apalah dalam
menghadapai masalah hingga solusinya begitu kaku bahkan malah menjadi tidak nyambung.
Atau mungkin memang sengaja dibuat tak nyambung agar kita sama-sama berpikir. Entahlah.
Yang pasti, masalah dalam hidup kadang tak bisa diselesaikan dengan sebuah rumusan baku
yang kita hapal.
Lantas apalah menghapal rumus, singkatan, trik, cara cepat atau apalah namanya itu
menjadi salah? Tidak. Hanya saja saya berpikir bahwa proses penguraian masalah haruslah jelas
bahkan nyata bagi murid kita. Jika memungkinkan dijelaskan kenapa begini dan begitu tak
hanya ujug-ujug jadi. Itulah mengapa kotretan begitu penting. Dari proses yang terlihat itu
kita akan dengan jelas melihat bagaimana alur sebuah masalah diselesaikan dengan apa yang
telah kita pelajari. Jikapun salah kita bisa melihat di proses mana yang harus diperbaiki. Belajar
memahami bahwa masalah tidak bisa selesai dengan sim salabim tanpa proses. Instan. Belajar
bahwa kita tidak boleh menghalalkan segala cara untuk mendapatkan hasil yang kita inginkan.
Belajar bahwa uang dan kuasa bukanlah solusi instan untuk setiap masalah. Eh.
Maka tugas saya untuk mengajak diri saya dan murid-murid saya untuk mengasah logika
dan rasa. Agar kami dapat lebih jeli dan sabar dalam menemukan makna. Agar dapat mengurai
masalah dengan baik, menentukan prioritas masalah dengan tepat, dan menyusun solusi
dengan tepat. Karena pelajaran sekolah sejatinya tak hanya agar menyelesaikan masalah untuk
dapat bertahan di kelas namun juga hidup di dunia nyata.
Wallahualam.

Anda mungkin juga menyukai