Anda di halaman 1dari 13

Penyakit Hawar Pada Daun Padi

Klasikasi Xanthomonas campestris pv. Oryzae Dye


adalah sebagai berikut:

Phylum : Prokaryota

Kelas : Scizomycetes

Ordo : Pseudomonadales

Famili : Pseudomonadaceae

Genus : Xanthomonas

Spesies : Xanthomonas campestris pv. Oryzae

Bakteri Xanthomonas campestris pv. Oryzae berbentuk batang pendek, di


ujungnya mempunyai satu flagel dan berfungsi sebagai alat gerak. Bakteri ini
berukuran 6-8 bersifat aerob,gram negatif dan tidak membentuk spora . Diatas
media PDA bakteri ini membentuk koloni bulat cembung yang berwarna kuning
keputihan sampai kuning kecoklatan dan mempunyai permukaan yang
licin. Penyakit hawar daun bakteri pertama kali ditemukan di Fukuoka Jepang
pada tahun 1884. Pada awal abad XX penyakit ini telah diketahui tersebar luas
hampir diseluruh jepang kecuali dipulau Hokkaido. Diindonesia , penyakit ini
mula-mula ditemukan oleh Reitsman dan Schure oada tanaman muda didaerah
Bogor dengan gejala layu. Penyakit ini dinamakan kresek dan patogennya
dinamai xanthomonas kresek schure. Terbukti bahwa penyakit ini sama dengan
penyakit hawar daun bakteri yang terdapat di Jepang.

Pengembangan varietas padi unggul dengan dengan hasil tinggi tetapi peka
terhadap penyakit menyebabkan semakin tersebar luasnya penyakit ini.Gejala
serangan penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi bersifat sistematis dan
dapat menginfeksi tanaman pada berbagai stadium pertumbuhan. Gejala penyakit
ini dapat dibedakan menjadi tiga macam,yaitu: (1). Gejala layu (kresek) pada
tanaman muda atau tanaman dewasa yang peka ,(2). Gejala hawar dan (3). Gejala
daun kuning pucat.

Gejala layu yang kemudian dikenal dengan nama kresek umumnya terhadap pada
tanaman muda berumur 1-2 minggu setelah tanam atau tanaman dewasa yang
rentan .Pada awalnya gejala terdapat pada tepi daun atau bagian daun yang luka
berupa garis bercak kebasahan, bercak tersebut meluas berwarna hijau keabu-
abuan , selanjutnya seluruh daun menjadi keriput dan akhirnya layu seperti
tersiram air panas. Sering kali bila air irigasi tinggi, tanaman yang layu terkulai
kepermukaan air dan menjadi busuk.Pada tanaman yang peka terhadap penyakit
ini,gejala terus berkembang hingga seluruh permukaan daun,bahkan kadang-
kadang pelepah padi sampai mengering.Pada pagi hari cuaca lembab ,eksudat
bakteri sering keluar ke permukaan daun dan mudah jatuh oleh hembusan
angin,gesekan angin,geekan daun atau percikan air hujan. Eksudat ini merupakan
sumber penularan yang efektif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit hawar daun bakteri


kultivar padi mempunyai tingkat ketahanan yang berbeda terhadap
Xanthomonas.Ketahanan disebabkan karena: 1. Bakteri terhambat penetrasinya, 2.
Bakteri tidak dapat meluas secara sistematik, dan 3. Tanaman bereaksi langsung
tehadap bakteri. Penyebaran penyakit yang disebabkan oleh Xanthomonas dibantu
juga oleh hujan,karena hujan akan meningkatkan kelembaban dan membantu
pemencaran bakteri. Intensitas penyakit yang tertinggi terjadi pada akhir musim
hujan.Menjelang musim kemarau,suhu optimum untuk perkembangan
Xanthomonas adalah sekitar 300C.

Pengendalian penyakit hawar daun bakteri akan lebih berhasil bila dilaksanakan
secara terpadu, mengingat berbagai faktor dapat mempengaruhi penyakit ini
dilapangan,misalnya keadaan tanah,pengairan,pemupukan,kelembaban,suhu dan
ketahanan varietaspadi yang ditanam.Usaha terpadu yang dapat dilaksanakan
mencangkup penanaman varietas yang tahan,pembuatan persemaian kering atau
tidak terendam air,jarak tanam tidak terlalu rapat, tidak memotong akar dan daun
bibit yang akan ditanam, air tidak terlalu tinggi pada waktu tanaman baru ditanam
dan menghindari pemberian pupuk N yang terlalu tinggi.

Upaya pengendalian untuk mengatasi penyakit ini yaitu dengan melakukan


beberapa hal :
1. Perbaikan cara bercocok tanam,melalui:
Pengolahan tanah secara optimal.

Pengaturan pola tanam dan waktu tanam serempak dalam satu hamparan.

Pergiliran tanam dan varietas tahan

Penanaman varietas unggul dari benih yang sehat.

Pengaturan jarak tanam.

Penanaman varietas unggul dari benih yang sehat.

Pengaturan jarak tanam

Pemupukan berimbang (N,P,K dan unsur mikro) sesuai dengan fase pertumbuhan
dan musim

Pengaturan sistem pengairan sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman.


2. Sanitasi lingkungan.

3. Pemanfaatan agensi hayati Corynebacterium.

4. Penyemprotan bacterisida anjuran paling efektif dan diizinkan secara bijaksana


berdasarkan.

hasil pengamatan.

Hawar Pelepah Padi

Klasifikasi Rhizoctonia solani sebagai berikut:

Kingdom : Fungi

Phylum : Basidiomycota

Class : Agaricomycetes

Order : Cantharellales

Family : Ceratobasidiaceae

Genus : Rhizoctonia

Species : R. Solani

Hawar pelepah padi menjadi penyakit yang semakin penting di beberapa negara
penghasil padi.Di indonesia, hawar pelepah mudah ditemukan pada ekosistem
padi dataran tinggi sampai dataran rendah.Gejala penyakit dimulai pada bagian
pelepah dekat permukaan air.Gejala berupa bercak-bercak besar berbentuk jorong,
tepi tidak teratur berwarna coklat dan bagian tengah berwarna putih
pucat.Semenjak dikembangkan varietas padi yang beranakan banyak dan
didukung oleh pemberian pupuk yang berlebihan terutama nitrogen, serta cara
tanam debgan jarak yang rapat menyebabkan perkembangan hawar pelepah
semakin parah.Kehilangan hasil padi akibat penyakit hawar pelepah dapat
mencapai 30%.

Dilihat dari segi biologi dan ekologinya,Penyakit hawar pelepah mulai terlihat
berkembang di sawah pada saat tanaman padi stadia anakan maksimum dan terus
berkembang sampai menjelang panen, namun kadang tanaman padi di pembibitan
dapat terinfeksi parah. Rhizoctonia solani Kuhn termasuk cendawan tanah,
sehingga disamping dapat bersifat sebagai parasit juga dapat sebagai saprofit.
Pada saat tidak ada tanaman padi, cendawan ini dapat menginfeksi beberapa
gulma di pematang juga tanaman palawija yang biasanya digunakan untuk
pergiliran tanaman seperti jagung dan kacang-kacangan. Cendawan ini bertahan di
tanah dalam bentuk sklerosia maupun miselium yang dorman. Sklerosia banyak
terbentuk pada tumpukan jerami sisa panen maupun pada seresah tanaman yang
lain. Selama pengolahan tanah sklerosia tersebut dapat tersebar ke seluruh petakan
sawah dan menjadi inokulum awal penyakit hawar pelepah pada musim tanam
berikutnya.Fenomena ini menunjukkan bahwa sumber inokulum penyakit hawar
pelepah selalu tersedia sepanjang musim.

Rhizoctonia solani terutama menyerang benih tanaman dibawah permukaan tanah,


tetapi juga dapat menginfeksi polong,akar,daun dan batang.Gejala yang paling
umum dari Rhizoctonia adalah redaman off, atau kegagalan benih yang
terinfeksi untuk berkecambah.Rhizoctonia soloni dapat menyerang benih sebelum
berkecambah atau dapat membunuh bibit sangat muda segera setelah terjadi
perkecambah.Ada berbagai kondisi lingkungan yang menempatkan tanaman pada
risiko tinggi infeksi karena Rhizoctonia patogen lebih suka iklim basah hangat
untuk infeksi dan pertumbuhan. Bibit adalah yang paling rentan terhadap penyakit
hawar pada pelepah.

Siklus penyakit Rhizoctonia solani dapat bertahan dalam tanah selama bertahun-
tahun dalam bentuk sclerotio.Sclerotia dari Rhizoctonia memiliki lapisan luar
tebal memungkinkan untuk bertahan hidup dan berfungsi sebagai pelindung dari
suhu dingin,pathogen juga dapat mengambil bentuk miselium yang berada di
permukaan tanah.Jamur tertarik oleh rangsangan kimia yang dilepaskan oleh
tanaman yang tumbuh atau residu tanaman membusuk.Proses penetrasi dari
sebuah host dapat dicapai dalam beberapa cara.Pathogen dapat melepaskan enzim
yang dapat memecahkan dinding sel tanaman,dan terus menjajah dan tumbuh di
dalam jaringan yang mati.Ini adalah rincian dari sel dinding dan kolonisasi
pathogen dalam host adalah apa bentuk sclerotia tersebut.Baru innoculum
diproduksi didalam jaringan host,dan siklusyang baru diulang saat tanaman baru
menjadi tersedia.Siklus penyakit dimulai seperti 1) yang sclerotia atau miselium
melewati musim dingin pada tanaman puing,tanah atau host. 2) Para hifa muda
dan basidia berbuah (jarang) muncul dan menghasilkan miselium dan
basidiospora. 3) Produksi sangat jarang dari basidiospora berkecambah menembus
stoma sedangkan tanah miselium pada permukaan tanaman dan mengeluarkan
enzim yang diperlukan ke permukaan tanaman dalam rangka untuk memulai
infeksi dari tanaman inang. 4) Setelah mereka berhasil menyerang miselium host-
nekrosik dan membentuk sclerotia dalam dan di sekitar jaringan yang terinfeksi
yang kemudian mengarah ke berbagai gejala yang berhubungan dengan penyakit
seperti tanah busuk,busuk batang,rendaman dan lain sebagainya.

Dilihat dari cara hidupnya patogen dikenal lebih menyukai cuaca yang
basah,hangat dan wabah biasanya terjadi pada bulan-bulan awal musim panas
kebanyakan gejala patogen tidak terjadi sampai akhir musim panasdan dengan
demikian sebagian besar petani tidak menyadari tanaman terjangkit sampai
panen.Kombinasi faktor lingkungan telah dikaitkan dengan prevalensi patogen
seperti:adanya tanaman inang,curah hujan sering atau irigasi dan suhu meningkat
di musim semi dan musim panas.Selain itu, pengurangan drainase tanah karena
berbagai teknik seperti pemadatan tanah juga dikenal untuk menciptakan
lingkungan yang menguntungkan bagi patogen.Patogen tersebar sebagai
sclerotia,dan sclerotia ini dapat berpergian dengan sarana angin,air atau tanah
gerakan antara tanaman inang.

Pengendalian hawar pelepah padi (Rhizoctonia solani Kuhn) dapat dikendalikan


secara kimia,biologi dan teknik budidayanya. Pengendalian secara kimia dengan
menggunakan fungisida berbahan aktif benomyl,difenoconazal,mankozeb,dan
validamycin dengan dosis 2cc atau 2g per satu liter air dapat menekan
perkembangan cendawa R. Solani kuhn
Pengendalian secara biologi dengan penyemprotan beberapa bakteri antagonis
dapat mengurangi tingkat keparahan hawar pelepah. Penambahan bahan organik
yang sudah terdekomposisi sempurna/sudah matang (kompos jerami dengan C/N
rasio 10) dengan dosis 2 ton/ha, dapat menekan perkecambahan sklerosia di
dalam tanah dan menghambat laju perkembangan penyakit hawar pelepah di
pertanaman.

Pengendalian dengan teknik budidaya diantaranya yaitu menerapkan jarak tanam


tidak terlalu rapat, pemupukan komplit dengan pemberian nitrogen sesuai
kebutuhan, serta didukung oleh cara pengairan yang berselang. Cara ini dapat
menekan laju infeksi cendawan R. solani pada tanaman padi. Disamping itu,
pengurangan sumber inokulum di lapangan dapat dilakukan dengan sanitasi
terhadap gulma-gulma disekitar sawah.Pengendalian penyakit hawar pelepah
mempunyai peluang keberhasilan yang lebih tinggi bila taktik-taktik pengendalian
tersebut di atas dipadukan (pengendalian penyakit secara terpadu).

Penyakit Blas

Klasifikasi penyakit blas sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Mycota

Kelas : Deuteromycetes

Ordo : Moniliales

Family : Moniliaceae

Genus : Pyricularia

Spesies : Pyricularia oryzae Cav.


Di Indonesia Penyakit blas (Pyricularia grisea) merupakan penyakit penting
terutama pada padi gogo. Akhir-akhir ini penyakit blas khususnya blas leher
menjadi tantangan yang lebih serius karena banyak ditemukan pada beberapa
varietas padi sawah di Jalur Pantura Jawa Barat. Penyebab penyakit dapat
menginfeksi tanaman pada semua stadium tumbuh dan menyebabkan tanaman
puso. Pada tanaman stadium vegetatif biasanya menginfeksi bagian daun, disebut
blas daun (leaf blast). Pada stadium generatif selain menginfeksi daun juga
menginfeksi leher malai disebut blas leher (neck blast).

Dilihat dari segi biologi dan ekologinya, gejala penyakit blas dapat timbul pada
daun, batang, malai, dan gabah, tetapi yang umum adalah pada daun dan pada
leher malai. Gejala pada daun berupa bercak-bercak berbentuk seperti belah
ketupat dengan ujung runcing. Pusat bercak berwarna kelabu atau keputih-putihan
dan biasanya memmpunyai tepi coklat atau coklat kemerahan. Gejala penyakit
blas yang khas adalah busuknya ujung tangkai malai yang disebut busuk leher
(neck rot). Tangkai malai yang busuk mudah patah dan menyebabkan gabah
hampa. Pada gabah yang sakit terdapat bercak-bercak kecil yang bulat.

Penularan penyakit blas terjadi melalui konidia yang terbawa angin. Konidia
dibentuk dan dilepas waktu malam, meskipun serimg terjadi siang hari sehabis
turun hujan. Konidium ini hanya dilepaskan jika kelembaban nisbi udara lebih
tinggi dari 90%. Pelepasan terjadi secara eksplosif, karena pecahnya sel kecil di
bawah konidium sebagai akibat dari pengaruh tekanan osmotik. Penetrasi
kebanyakan terjadi secara langsung dengan menembus kutikula. Permukaan atas
daun dan daun-daun yang lebih muda lebih mudah dipenetrasi. Patogen P. oryzae
dapat mempertahankan diri pada sisa-sisa tanaman dan gabah dalam bentuk
miselium dan konidium.

Penyakit blas tingkat keparahannya di pengaruhi oleh beberapa faktor.Kelebihan


nitrogen dan kekurangan air menambah kerentanan tanaman. Diduga bahwa
kedua faktor tersebut menyebabkan kadar silikon tanaman rendah. Kandungan
silikon dalam jaringan tanaman menentukan ketebalan dan kekerasan dinding sel
sehingga mempengaruhi terjadinya penetrasi patogen kedalam jaringan tanaman.
Tanaman padi yang berkadar silikon rendah akan lebih rentan terhadap infeksi
patogen. Pupuk nitrogen berkorelasi positif terhadap keparahan penyakit blas.
Artinya makin tinggi pupuk nitrogen keparahan penyakit makin tinggi.

Perkecambahan konidium Pyricularia grisea memerlukan air. Jangka waktu


pengembunan atau air hujan merupakan kondisi yang sangat menentukan bagi
konidium yang menempel pada permukaan daun untuk berkecambah dan
selanjutnya menginfeksi jaringan tanaman. Bila kondisi sangat baik yaitu periode
basah lebih dari 5 jam, sekitar 50% konidium dapat menginfeksi jaringan tanaman
dalam waktu 6-10 jam. Suhu optimum untuk perkecambahan konidium dan
pembentukan apresorium adalah 25-28 C.
Untuk mengendalikan penyakit blaz agar tidak berlebihan maka sampai saat ini
pengendalian yang paling efektif adalah dengan varietas tahan. Varietas
Limboto, Way Rarem, dan Jatiluhur di beberapa tempat di Purwakarta, Subang,
dan Indramayu tergolong tahan terhadap penyakit blas leher. Patogen P. grisea
sangat mudah membentuk ras baru yang lebih virulen dan ketahanan varietas
sangat ditentukan oleh dominasi ras patogen. Hal ini menyebabkan penggunaan
varietas tahan sangat dibatasi oleh waktu dan tempat. Artinya varietas yang
semula tahan akan menjadi rentan setelah ditanam beberapa musim dan varietas
yang tahan di satu tempat mungkin rentan di tampat lain. Ketahanan varietas yang
hanya ditentukan oleh satu gen (monogenic resistant) mudah terpatahkan. Untuk
itu pembentukan varietas tahan yang memiliki lebih dari satu gen tahan (polygenic
resistant) sangat diperlukan. Penggunaan varietas harus disesuaikan dengan
kondisi struktur populasi ras yang ada. Pergiliran varietas dengan varietas unggul
lokal yang umumnya tahan terhadap penyakit blas sangat dianjurkan. Penyakit
blas merupakan penyakit yang terbawa benih (seed borne pathogen), maka untuk
mencegah penyakit blas dianjurkan tidak menggunakan benih yang berasal dari
daerah endemis penyakit blas.

Kita tahu bahwa ketahanan varietas terhadap penyakit tidak berlangsung lama,
maka diperlukan pendukung untuk menjaga ketahanan varietas itu yaitu dengan
menggunakan fungisida.Fungisida merupakan teknologi yang sangat praktis untuk
mengatasi penyakit blas,namun hal tersebut menyebabkan terganggunya
ekosistem disekitarnya.,maka fungisida harus digunakan secara rasional yaitu
harus memperhatikan jenis,dosis dan waktu aplikasi yang tepat

DAFTAR PUSTAKA

Abadi,A.,2005.Ilmu Penyakit Tumbuhan.Bayu media.Jakarta.

Agros.G.,1999.Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University


Press.Yogyakarta.

Andoko.A.,2002.Budidaya Padi Secara Organik.Penebaran Swasembada.Jakarta.

Anonymous,2011.http://wikipedia.org/wiki/hama

Anonymous,2011.http://wikipedia.org/wiki/gejala

Anonymaus,2011.http://wikipedia.org/wiki/tamda

Anonymous,2011.http://wikipedia.org/wiki/patogen

Anonymous,2012.http://www.klasifikasi penyakit tumbuhan.html

Barnet.H.,1988.Imperfect Fungi.Burgess Publishing Compony. Virginia


Harapan.I,1988.Pengendalian Hama Penyakit Tanaman.Penerapan
Swasembada.Jakarta

Luh B.,1991.Rice Production.Unyversity Of California.New York.

Mornawy.H.,1984.Perlindungan Tanaman.Kansius.Yogyakarta

Semangun.H,.1993.Penyakit Tanaman Pangan DiIndonesia.Gaadjah Mada


University Press.Yogyakarta.

Sinaga.M.,2004.Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan.Penebaran


Swadaya.Jakarta.

Singh.R.,2001.Plant Diseases. Oxford And IBH Publishing CO.New Delhi.

Steert.R,B.,1980 .Diagnosis Penyakit Tanaman Terjemahan Imam


Santoso.University Of Arizonza Press.Tuscan,USA.

Hawar Daun Bakteri

Hawar daun bakteri yang menyerang tanaman padi adalah bakteri Xanthomonas
oryzae pv. oryzae. Penyakit hawar daun bakteri (bacterial leaf blight = BLB)
menyerang di semua musim, baik musim kemarau maupun musim hujan serta di
semua tempat baik pertanaman padi di dataran rendah maupun dataran tinggi.
Ketika musim hujan penyakit ini biasanya berkembang lebih baik. Kerugian hasil
akibat serangan penyakit hawar daun bakteri dapat mencapai 60%.
Pengendalian dilakukan dengan rotasi tanaman, pengaturan jarak tanam,
penggunaan varietas tahan serangan BLB, serta pemupukan berimbang.
Pengendalian secara kimiawi dapat menggunakan bakterisida dari golongan
antibiotik, bahan aktif yang bisa digunakan antara lain streptomisin sulfat,
oksitetrasiklin, asam oksolinik, atau kasugamisin hidroklorida. Dosis/konsentrasi
sesuai petunjuk di kemasannya.

Hawar Daun Jingga

Hawar daun jingga yang menyerang tanaman padi sawah disebabkan oleh
cendawan Pseudomonas sp. Penyakit hawar daun jingga (Bacterial Red
Stripe/BRS) tersebar di hampir seluruh Pulau Jawa-Sumatera, terutama di dataran
rendah (<100 m dpl). Saat musim kemarau, serangan terjadi pada fase generatif.
Di Jalur Pantura Jawa Barat penyakit ini dijumpai merata di kabupaten Karawang,
Subang, Indramayu, Cirebon. Varietas tahan hawar daun jingga sampai saat ini
belum tersedia. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa perkembangan
penyakit HDJ sangat dipengaruhi oleh perlakuan selama proses budidaya seperti
pemupukan, jarak tanam, serta pengairan.
Pengendalian penyakit hawar daun jingga selama budidaya dilakukan dengan
pemupukan berimbang, jarak tanam lebar, serta pengeringan secara berkala.
Pengendalian kimiawi bakterisida dari golongan antibiotik, bahan aktif yang bisa
digunakan antara lain streptomisin sulfat, oksitetrasiklin, asam oksolinik, atau
kasugamisin hidroklorida. Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk di kemasannya.

Hawar Pelepah

Serangan ini disebabkan oleh cendawan Rhizoctonia solani kuhn. Penyakit hawar
menyerang tanaman padi baik di dataran tinggi maupun dataran rendah. Gejala
penyakit dimulai dari bagian pelepah dekat permukaan air, berupa bercak-bercak
besar berbentuk jorong, tepi tidak teratur berwarna coklat sedangkan bagian
tengah berwarna putih pucat. Hawar pelepah muncul sejak dikembangkan varietas
padi beranakan banyak, didukung oleh pemberian pupuk kandungan nitrogen
tinggi secara berlebihan, serta cara tanam berjarak rapat. Kehilangan hasil
produksi akibat serangan penyakit hawar pelepah dapat mencapai 30%.
Cara pengendalian penyakit ini adalah dengan pengaturan jarak tanam,
pemupukan berimbang, serta aplikasi trichoderma. Pengendalian kimiawi
menggunakan fungisida berbahan aktif simoksanil, propamokarb hidroklorida,
asam fosfit, kasugamisin, atau dimetomorf dengan dosis/konsentrasi sesuai
petunjuk yang tertera di kemasan.

Penyakit Busuk Batang

Penyakit busuk batang yang menyerang tanaman padi sawah adalah candawan
Helminthosporium sigmoideum. Penyakit busuk batang merupakan salah satu
penyakit utama tanaman padi di Indonesia. Penyakit ini selalu ditemukan di setiap
musim tanam mulai dari kategori infeksi ringan sampai sedang. Saat musim
hujan, lebih dari 60% tanaman padi di jalur pantura Jawa Barat mengalami
kerebahan akibat terinveksi cendawan H. Sigmoideum. Kerebahan menyebabkan
prosentase gabah hampa meningkat. Kehilangan hasil produksi akibat serangan
penyakit ini mencapai 25-30%. Busuk batang ditemukan lebih parah pada varietas
padi beranakan banyak, terutama ditanam di lokasi kahat kalium serta berdrainase
jelek.
Cara pengendaliannya adalah dengan pengaturan jarak tanam, pemupukan
berimbang, pengapuran lahan untuk mencapai pH ideal, serta pengeringan sawah
secara berkala. Pengendalian kimiawi menggunakan fungisida berbahan aktif
propamokarb hidroklorida, simoksanil, difenokonazol, tebukonazol, atau
dimetomorf dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk yang tertera di kemasan.

Penyakit Blas

Penyakit blas yang menyerang tanaman padi disebabkan oleh cendawan


Pyricularia grisea. Blas merupakan penyakit penting terutama padi gogo. Daerah
endemik penyakit blas di Indonesia diantaranya Lampung, Sumatera Selatan,
Jambi, Sumatera Barat, Sulawesi Tangah, Sulawesi Tenggara, serta Jawa Barat
bagian selatan (Sukabumi dan Garut). Akhir-akhir ini penyakit blas khususnya
blas leher menjadi tantangan serius karena banyak ditemukan di beberapa varietas
di Jalur Pantura Jawa Barat. Penyakit blas menginfeksi tanaman di semua
stadium, disamping itu juga menyebabkan tanaman puso. Saat tanaman memasuki
fase vegetatif serangan biasanya menginfeksi bagian daun, disebut blas daun (leaf
blast). Sedangkan saat memasuki fase generatif selain menginfeksi daun juga
menginfeksi leher malai, disebut blas leher (neck blast). Pemupukan tidak
berimbang, terutama kandungan nitrogen tinggi disertai kondisi kekurangan air
sangat disenangi oleh penyakit ini. Artinya makin tinggi pupuk nitrogen
keparahan penyakit akan semakin tinggi.
Pengendalian penyakit blas selama budidaya antara lain dengan pengaturan jarak
tanam, penggunaan benih bebas infeksi patogen, pemupukan berimbang,
pengapuran lahan untuk mencapai pH ideal, serta pengeringan sawah secara
berkala. Pengendalian kimiawi dengan aplikasi fungisida berbahan aktif
karbendazim, metil tiofanat, difenokonazol, mankozeb, atau klorotalonil.
Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasannya.

Bercak Daun Cercospora

Bercak daun cercospora selama budidaya disebabkan oleh cendawan Cercospora


leaf spot. Penyakit ini sering disebut bercak coklat sempit (narrow brown leaf
spot), disebabkan oleh jamur Cercospora oryzae Miyake. Bercak daun cercospora
merupakan salah satu jenis penyakit merugikan terutama budidaya untuk padi
sawah tadah hujan yang kahat (kekurangan) kalium. Penurunan hasil akibat
serangan penyakit ini disebabkan oleh keringnya daun sebelum waktunya serta
keringnya pelepah daun (menyebabkan tanaman rebah). Gejala serangan ditandai
adanya bercak-bercak sempit memanjang pada daun, berwarna coklat kemerahan,
sejajar dengan ibu tulang daun, berukuran panjang kurang lebih 5 mm, lebar 1-1,5
mm. Saat tanaman padi membentuk anakan, bercak ini semakin meningkat.
Infeksi batang dan pelepah meyebabkan batang maupun pelepah daun busuk
sehingga tanaman menjadi rebah.
Cara pengendaliannya dengan pemberian pupuk NPK berimbang, pengaturan
jarak tanam, serta melakukan pengapuran lahan untuk meningkatkan pH tanah.
Pengendalian kimiawi menggunakan fungisida berbahan aktif karbendazim, metil
tiofanat, difenokonazol, mankozeb, atau klorotalonil. Dosis/konsentrasi sesuai
petunjuk pada kemasannya.

Bercak Daun Coklat

Penyakit daun coklat yang menyerang tanaman padi adalah cendawan


Helminthosporium oryzae. Gajala serangan ditandai bercak coklat pada daun
berbentuk oval merata di permukaan daun dengan titik tengah berwarna abu-abu
atau putih. Titik abu-abu di tengah bercak merupakan gejala khas penyakit bercak
daun coklat di lapangan. Bercak masih muda berwarna coklat gelap atau
keunguan berbentuk bulat. Serangan berat menyebabkan jamur menginfeksi
gabah, gejalanya bercak berwarna hitam atau coklat gelap).
Cara mengendaliak penyakit bercak daun coklat selama budidaya diantaranya
dengan pemberian pupuk NPK berimbang, pengaturan jarak tanam, serta
pengapuran lahan untuk meningkatkan pH tanah. Pengendalian kimiawi
menggunakan fungisida berbahan aktif azoxistrobin, belerang, difenokonazol,
tebukonazol, karbendazim, metil tiofanat, atau klorotalonil. Dosis/konsentrasi
sesuai petunjuk pada kemasannya.

Cendawan = Jamur

** Bakteri 1. Rhizobium Fungsi rhizobium untuk


pertanian dan perkebunan adalah untuk menyuburkan tanah
Bakteri Rhizobium bisa mengikat Nitrogen dari udara. Satu bakteri
berpotensi mengikat N antara 100 300 kg perhektar. Berperan dalam
siklus nitrogen sebagai bakteri pengikat nitrogen yaitu Rhizobium
leguminosarum yang hidup bersimbiosis dengan akar tanaman kacang-
kacangan. 2. Azospirillum Fungsi azospirillum untuk
pertanian dan perkebunan adalah untuk menambah jumlah percabangan
akar. Bakteri ini memiliki kemampuan menambat N2 dan menghasilkan
fitohormon. Fitohormon adalah hormon tumbuhan yang berupa senyawa
organik yang dibuat pada suatu bagian tanaman dan kemudian diangkut ke
bagian lain, yang dengan konsentrasi rendah menyebabkan suatu dampak
fisiologis. Fitohormon yang dihasilkan berupa auksin, giberelin, sitokinin dan
etilen. Misalnya bakteri Azospirillum sp. diintroduksikan kedalam tanaman
mangga maka tanaman tersebut akan mengalami pertumbuhan yang lebih
cepat dibandingkan dengan tanaman mangga yang tidak diintroduksi dengan
bakteri ini. Hal ini dipengaruhi oleh adanya fitohormon yang dihasilkan
bakteri Azospirillum sp. jika pada umumnya tanaman mangga mulai berbuah
pada umur 4 tahun maka dengan bantuan bakteri ini mangga dapat berbuah
pada umur 2 tahun. 3. Azotobacter Fungsi azotobacter untuk pertanian
dan perkebunan menghasilkan hormon pertumbuhan dan mengurangi
serangan hama. Bakteri dari famili Azotobacteraceae merupakan sebagian
besar dari bakteri pemfiksasi nitrogen yang hidup bebas. Azotobacter yang
diinokulasi dari tanah atau biji dengan Azotobacter efektif meningkatkan
hasil tanaman budidaya pada tanah yang dipupuk dengan kandungan bahan
organik yang cukup. Azotobacter juga diketahui mampu mensintesis
substansi yang secara biologis aktif seperti vitamin-vitamin B, asam indol
asetat, dan giberelin dalam kultur murni. Organisme ini memiliki sifat dapat
menghambat pertumbuhan jamur (fungistatik) bahkan jamur tertentu yang
sangat patogen seperti Alternaria dan Fusarium. Sifat Azotobacter ini dapat
menjelaskan pengaruh menguntungkan yang dapat diamati pada bakteri ini
dalam meningkatkan tingkat perkecambahan biji, pertumbuhan tanaman,
tegakan tanaman, dan pertumbuhan vegetatif. Beberapa eksperimen yang
dilaksanakan di daerah beriklim sedang di dunia menunjukkan bahwa fiksasi
nitrogen pada tanah yang diinokulasi dengan Azotobacter tidak akan lebih
dari 10 sampai 15 kg N/ha/tahun, tergantung tersedianya sumber karbon
(Rao, 1986). Bakteri ini juga memiliki potensi mengekskresikan berbagai
senyawa eksopolisakarida (EPS) dan asam lemak (Suryatmana et al., 2006).
Eksopolisakarida dapat berfungsi sebagai biosurfaktan yang dapat
meningkatkan biodegradasi limbah minyak bumi (Iwabuchi et al., 2002).
Sedangkan Vater et al. (2002) menyatakan bahwa asam lemak berfungsi
sebagai biosurfaktan karena merupakan senyawa amfifatik yang memiliki
gugus liofobik dan liofilik. Sel Azotobacter berukuran besar dengan bentuk
batang, banyak isolat hampir seukuran khamir, dengan diameter 2-4 m atau
lebih, biasanya polimorfik. Pada media yang mengandung karbohidrat, kapsul
tambahan atau lapisan lendir diproduksi oleh bakteri pengikat nitrogen yang
hidup bebas ini. Meskipun Azotobacter adalah bakteri aerob obligat, enzim
nitrogenase yang dimilikinya yaitu enzim yang mengkatalisis pengikatan N2,
bersifat sensitif terhadap O2. Sehingga diduga bahwa karakteristik
Azotobacter yang mempunyai kapsul lendir yang tebal membantu melindungi
enzim nitrogenase dari O2. Azotobacter dapat tumbuh pada berbagai macam
jenis karbohidrat, alkohol, dan asam organik. Metabolisme senyawa karbon
teroksidasi sempurna, sedangkan asam atau produk fermentasi yang lain
jarang dihasilkan. Semua anggota dapat mengikat nitrogen tetapi
pertumbuhan dapat juga terjadi pada media dengan senyawa nitrogen
sederhana seperti amoniak, urea, dan nitrat. Azotobacter dapat membentuk
struktur sel istirahat yang disebut kista. Seperti halnya bakteri berendospora,
kista Azotobacter resisten terhadap proses pengeringan, penghancuran
mekanik, ultraviolet, dan radiasi. Namun, tidak seperti endospora, kista
Azotobacter tidak resisten terhadap panas dan tidak mengalami dormansi
secara lengkap (Madigan et al., 2000). Azotobacter merupakan bakteri Gram
negatif. Jenis azotobacter diantaranya Azotobacter chlorococcum dan
Azotobacter vinelandi. 4. Actinomycetes dapat membentuk miselium yang
sangat halus dan bercabang-cabang. Miselium vegetatif tumbuh di dalam
medium, dan miselium udara ada di permukaan medium. Bakteri ini dapat
berkembang biak dengan spora, secara fragmentasi dan segmentasi, dengan
chlamydospora, serta dengan bertunas. Bakteri ini umumnya mempunyai
habitat pada lingkungan dengan pH yang tinggi. Cara hidupnya ada yang
bersifat saprofit, simbiosis dan beberapa sebagai parasit. Frankia adalah
actinomycetes yang mampu menambat nitrogen dan dapat bersimbiosis
dengan tanaman. Jenis-jenis Frankia membentuk simbiosis mutualisme
dengan akar tumbuhan sehingga membantu pertumbuhan tanaman.
Actinobacteria atau Actinomycetes adalah kelompok bakteri Gram positif
dengan nisbah G/C yang tinggi. Bakteri ini pernah diklasifikasi sebagai fungi
(jamur, Mycota) karena ada anggotanya yang membentuk berkas-berkas
mirip hifa serta menghasilkan antibiotik. Ketika diketahui memiliki sejumlah
ciri bakteri (ukurannya kecil dan dapat diserang virus bakteriofag), kelompok
ini pernah dianggap bukan fungi maupun bakteri. Baru setelah pengujian
DNA dimungkinkan, kelompok ini diketahui sebagai bakteri. Kebanyakan
Actinobacteria ditemukan di tanah. Sebagian yang lain tinggal di dalam
tumbuhan dan hewan, termasuk beberapa patogen seberti Mycobacterium.
5. Nitromonas dan Nitrosococcus (bakteri nitrit) yang mengoksidasi
senyawa amonia menjadi ion nitrit, dapat menyuburkan tanah.
6. Nitrobacter (bakteri nitrat) dapat mengubah Nitrit (NO2) yang bersifat
racun pada tanaman menjadi nitrat yang dibutuhkan oleh akar tanaman
7. Clostridium pasteurianum, jenis bakteri yang mampu memfiksasi N2
(nitrogen bebas dari udara) di atmosfer ke dalam tanah, yang kemudian N2
ini akan dimanfaatkan oleh tumbuhan dalam pembentukan protein.
8. Rhodospirillium rubrum, bakteri yang mampu memfiksasi N2 di
atmosfer ke dalam tanah, yang kemudian akan dimanfaatkan oleh tumbuhan.

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ

Anda mungkin juga menyukai