Anda di halaman 1dari 4

Gangguan mood/ Suasana Perasaan

12.1 Depresi Berat dan Gangguan Bipolar

Gangguan mood meliputi sekelompok besar gangguan dengan mood patologis serta
gangguan yang terkait mood yang mendominasi gambaran klinisnya. Istilah gangguan mood,
yang dalam edisi Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) sebelumnya
dikenal sebagai gangguan afektif, saat ini lebih disukai karena istilah ini mengacu pada keadaan
emosi yang menetap, bukan hanya ekspresi eksternal (afektif) pada keadaan emosional
sementara. Gangguan mood paling baik dianggap sebagai sindrom (bukannya penyakit terpisah),
yang terdiri atas sekelompok tanda dan gejala yang bertahan selama berminggu-minggu hingga
berbulan-bulan, yang menunjukkan penyimpangan nyata fungsi habitual seseorang serta
kecenerungan untuk kambuh, sering dalam bentuk periodik atau siklik. Mood dapat normal,
meningkat, atau menurun. Orang normal mengalami berbagai variasi mood yang luas dan
memiliki berbagai ekspresi afektif yang sama besarnya, mereka kurang-lebih merasa di bawah
kendali mood dan efek. Pada ganggguan mood, pengendalian hilang dan terdapat pengalaman
subjektif akan adanya penderitaan yang berat.

Pasien dengan mood meningkat menunjukkan adanya ekspansivitas flight of ideas, tidur
berkurang, haraga diri mrningkat, serta gagasan kebesaran. Pasien dengan mood menurun
menunjukkan hilangnya energi dan minat, rasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilang nafsu
makan, serta pikiran mengenai kematian atau bunuh diri. Gejala atau tanda lain mencakup
perubahan tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, pembicaraan, serta fungsi vegetatif (cth., tidur,
nafsu makan, aktifitas seksual, serta ritme biologis lainnya). Gangguan ini hampir selalu
menimbulkan gangguan fungsi interpersonal, social, dan pekerjaan.

Pasien yang hanya menderita episode depresif berat dikatakan memiliki gangguan
depresif berat atau depresi unipolar. Pasien dengan episode manik maupun depresif atau pasien
dengan episode manik saja dikatakan memiliki gangguan bipolar. Istilah mania unipolar, mania
murni, atau mania euforik kadang-kadang digunakan untuk pasien bipolar yang memiliki
episode depresif. Hipomania merupakan episode gejala manik yang tidak memenuhi keseluruhan
criteria revisi teks DSM edisi keempat (DSM-IV-TR) untuk episode manik.
Bidang pskiatri memisahkan depresi berat dan gangguan bipolar sebagai gangguan yang berbeda,
terutama 20 tahun terakhir ini. Meskipun demikian pertimbangan kembali telah dilakukan baru-
baru uni terhadap kemungkinan bahwa gangguan bipolar sebenarnya adalah ekspresi depresi
berat yang lebih parah. Banyak pasien yang didiagnosis memiliki gangguan depresif berat, pada
pemeriksaan yang teliti menunjukkan adanya episode manik atau perilaku hipomanik di masa
lampau yang hilang tanpa terditeksi. Disamping itu, depresi biaasanya menyebabkan rasa
penderitaan yang hebat untuk pasien daripada mania, sehingga pasien lebih cenderung mencari
bantuan. Untuk alas an ini, dipikirkan bahwa terdapat diagnosis yang relative berlebihan pada
gangguan depresif berat unipolar.

Klasifikasi gangguan mood DSM-IV-TR

Menurut DSM-IV-TR, gangguan depresif berat (juga dikenal sebagai depresi unipolar)
terjadi tanpa riwayat episode manik, campuran, atau hipomanik. Episode depresif berat harus ada
setidaknya 2 minggu dan seseorang yang didiagnosis memiliki episode depresif berat terutama
juga harus mengalami setidaknya empat gejala dari daftar yang mencakup perubahan berat badan
dan nafsu makan, perubahan tidur dan aktifitas, tidak ada energi, rasa bersalah, masalah dalam
berpikir dan membuat keputusan, serta pikiran berulang mengenai kematian dan bunuh diri.

Episode manik adalah suatu periode khas mood ubnormal, terus meningkat, ekspansif,
atau iritabel setidaknya selama 1 minggu atau kurang jika pasien dirawat inap. Episode
hipomanik memiliki durasi setidaknya 4 hari dan menyerupai episode manik kecuali bahwa pada
hipomanik, gangguan tidak cukup berat untuk menimbulkan hendaya fungsi sosial atau
pekerjaan serta tidak ada ciri psikotik. Baik mania maupun hipomania dihubungkan dengan
meningkatnya harga diri, berkurangnya keinginan tidur, perhatian mudah teralih, aktivitas fisik
dan mental yang hebat, serta perilaku bersenang-senang yang berlebihan. Menurut DSM-IV-TR,
gangguan bipolar I diidentifikasikan sebagai gangguan dengan perjalanan klinis satu atau lebih
episode manik dan kadang-kadang episode depresif berat. Episode campuran adalah suatu varian
gangguan bipolar ditandai dengan episode hipomania dan bukannya mania dikenal sebagai
gangguan bipolar II.

Dua gangguan mood tambahan lainnya, yaitu gangguan distimik dan siklotimik (lihat
bagian 12.2), juga telah dikenal secara klinis selama beberapa waktu. Gangguan distimik dan
siklotimik ditandai dengan adanya gejala yang lebih ringan dari pada gejala gangguan depresif
berat dan gangguan bipolar I DSM-IV-TR mengidentifikasikan gangguan distimik sebagai
gangguan yang ditandai dengan mood yang menurun yang tidak cukup hebat untuk dapat
dimasukkan ke dalam diagnosis episode depresif berat. Gangguan siklotimik ditandai dengan
gejala hipomanik yang sering terjadi selama setidaknya 2 tahun dan tidak sesuai dengan
diagnosis episode manik serta gejala depresi yang tidak sesuai dengan diagnosis depresif berat.

DSM-IV-TR memasukkan tiga kategori gangguan mood berdasarkan penelitian


(gangguan depresif minor, gangguan depresif singkat rekurens, dan gangguan disforik
premenstrual). Diagnosis DSM-IV-TR lainnya adalah gangguan mood akibat kondisi medis
umum serta gangguan mood terinduksi zat. Kategori ini dirancang untuk memperluas pengenalan
diagnosis gangguan mood, menjelaskan gejala gangguan mood secara lebih terperinci
dibandingkan sebelumnya, serta memudahkan diagnosis banding gangguan mood. Akhirnya,
DSM-IV-TR mencakup tiga gangguan residual-gangguan bipolar yang tidak tergolongkan,
gangguan depresif yang tidak tergolongkan, dan gangguan mood yang tidak tergolongkan.

Epidemiologi

Gangguan depresif berat adalah gangguan yang lazim ditemukan dengan prevalensi
seumur hidup sekitar 15%, pada perempuan mungkin 25%. Insiden gangguan depresif berat 10%
pada pasien yang berobat di fasilitas kesehatan primer dan 15% di tempat rawat inap. Gangguan
bipolar I lebih jarang daripada gangguan depresif berat, dengan prevalensi seuumur hidup sekitar
1%, serupa dengan gambaran skizofrenia. Tabel 12.1-1 mencantumkan prevalensi seumur hidup
gangguan mood

Aksis Adrenal

Peran kortisol. Hubungan antara hipersekresi kortisol dan depresi merupakan salah satu
penelitian terlama di bidang psikiatri biologis. Riset dasar dan klinis mengenai hubungan ini
menghasilkan pemahaman tentang bagaimana pelepasan kortisol diatur pada seseorang dengan
atau tanpa depresi. Sekitar 50% pasien yang mengalami depresi memiliki tingkat kortikal yang
meningkat. Neuron didalam nucleus paraventrikular melepaskan hormon pelepas korrikotropin
(CRH) yang merangsang pelepasan hormone adenokortikotropik (ACTH) dari hipofisis anterior.
ACTH dilepaskan bersama dengan -endorfin dan -lipotropin, yaitu dua peptida yang disintesis
dari protein sintesis asal prekusor yang sama dengan ACTH. Selanjutnya, ACTH merangsang
pelepasan kortisol dari korteks adrenal. Umpan balik kortisol pada lingkaran bekerja melalui
setidaknya dua mekanisme. Mekanisme umpan balik cepat, yang sensitive terhadap laju
peningkatan konsentrasi kortisol, bekerja melalui reseptor kortisol pada hipokampus dan
menyebabkan berkurangnya pelepasan ACTH. Mekanisme umpan balik lambat sensitive
terhadap konsentrasi kortisol yang cenderung stabil, diperkirakan bekerja melalui reseptor
hipofisis dan adrenal.

Aksis Tiroid

Pada sekitar 5-10% orang dengan depresi, gangguan tiroid sering ditemukan. Satu implikasi
klinis langsung hubungan ini sangat penting untuk menguji semua pasien yang mengalami
gangguan efek untuk menguji semua pasien yang mengalami gangguan efek untuk menentukan
status tiroidnya. Sekitar sepertiga pasien dengan gangguan depresif berat yang tidak memiliki
aksis tiroid normal ditemukan memiliki respon tirotropin dan hormone perangsang tiroid (TSH)
yang tumpul, terhadap infuse protirelin, hormone pelepas tirotropin (TRH). Meskipun demikian,
abnormalitas yang sama ini telah dilaporkan di dalam kisaran luas diagnosis psikiatri, hingga
kegunaan uji ini untuk diagnostic dibatasi.

Anda mungkin juga menyukai