Anda di halaman 1dari 1

ASTUTI RAHAYU ENDAH LESTARI-PSIKOLOGI F-201110230311172

1. Saat semester 5 kemarin namun saya lupa waktu tepatnya kapan. Dosen mata kuliah intervensi
kelompok memberi kami tugas untuk melakukan intervensi dan kami memilih di panti asuhan.
Dalam kelompok tersebut tentu ada yang berperan sebagai konselor, co-konselor, dokumentasi
serta observer. Saat itu saya menunjuk salah satu dari anggota kelompok untuk menjadi
konselor. Padahal sebenarnya saya yang menginginkan peran tersebut, namun dalam
perencanaannya saya menjadi observer. Namun ketika beberapa hari sebelum pelaksanaan,
teman saya yang berperan sebagai co-konselor tidak memungkinkan untuk menjalankan peran
tersebut dikarenakan aktivitas luar kampusnya yang begitu banyak sehingga semua anggota
kelompok langsung menunjuk saya sebagai co-konselor.
2. Hari Senin tanggal 10 Maret 2014 kemarin, saat saya dan dua orang teman saya yang lain. Kami
bertiga berniat menyelesaikan tugas intervensi komunitas dengan tema permasalahan yang ada
di lingkungan pendidikan. Kami menemukan sekumpulan anak yang sedang bolos sekolah di
pujasera UB. Setelah kami ingin kembali ke kampus kami menemukan seorang yang terlihat
sangat tidak terurus. Berdasarkan informasi yang kami peroleh ia adalah seorang yang gila
atau biasa dalam istilah psikologi dikenal dengan sebutan schizophrenia. Kami sedikit merasa
takut kemudian saya mengatakan kepada teman saya, katanya anak psikologi, yah masa
takut!. Padahal sementara saya sendiri sebenarnya juga merasa takut karena orang tersebut
mendekat kepada kami, dan buru-buru kami meninggalkan tempat tersebut.
3. Saat semester 2 di sela mata kuliah, saya dengan ketiga orang teman saya akhirnya memutuskan
untuk bolos kuliah. Awalnya saya mencoba menanyakan kepada salah satu dari mereka, kamu
ngerasa sumpek gak? Maksud saya menanyakan hal tersebut adalah sebenarnya saya lah yang
merasa sumpek kemudian mengajak mereka membolos kuliah. Dan akhirnya salah dari mereka
menyetujui apa yang saya katakan. Ternyata ia juga merasakan hal yang sama. Entah apakah
mereka benar-benar merasa sumpek ataukah karena sedikit sugesti dari saya akhirnya mereka
bertiga pun dan saya sendiri sepakat untuk membolos satu mata kuliah. Saya masih ingat betul
saat itu adalah mata kuliah psikologi sosial 2. Dan kejadian tersebut adalah bolos saya yang
pertama kali selama kuliah.
4. Seorang ayah yang memarahi anaknya ketika pulang malam dengan cara yang tidak
menyenangkan bagi anaknya. Sebenarnya ia sama sekali tidak menginginkan untuk membuat
anaknya menjadi tidak nyaman, namun justru sangat menyayangi anaknya. Bentuk kasih sayang
yang ditunjukkan oleh ayah tersebut terlihat bertolak belakang dari makna yang ingin beliau
sampaikan. Sehingga menurut saya ini salah satu contoh kejadian proyektif dalam kehidupan
sehari-hari.
5. Sekitar bulan Agustus tahun kemarin salah seorang sahabat SMP saya mendapat musibah,
ayahnya meninggal. Kebetulan informasi tersebut saya dapatkan dari Ali (teman dekat saya)
yang juga berteman dengan Tiwi (sahabat saya saat SMP). Ali mengatakan bahwa ia ingin
melayat ke rumah Tiwi. Namun yang membuat saya sedikit kecewa adalah ia mengetahui bahwa
saya memang bersahabat dengan Tiwi, namun ia tidak mengajak saya. Akhirnya saya pun marah
dan mengatakan," aku kira aku gak penting untuk datang ke sana. Kamu saja lah. Hati-hati ya
salam buat Tiwi." menurut saya kejadian tersebut juga termasuk dalam proyeksi karena
sebenarnya saya juga menginginkan untuk ikut melayat ke rumah Tiwi namun karena tidak
diajak akhirnya saya melakukan proyeksi setelah beberapa saat berpikir kembali.

Anda mungkin juga menyukai