Anda di halaman 1dari 3

BERBAGAI DEFINISI PERANG ASIMETRIS

Oleh: Kresno Aji

Perang asimetris adalah suatu model peperangan yang dikembangkan dari cara berpikir yang
tidak lazim, dan di luar aturan peperangan yang berlaku, dengan spektrum perang yang sangat
luas dan mencakup aspek-aspek astagatra (perpaduan antara trigatra; geografi, demografi, dan
sumber daya alam, dan pancagatra; ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya). Perang
asimetri selalu melibatkan peperangan antara dua aktor atau lebih, dengan ciri menonjol dari
kekuatan yang tidak seimbang.

Dewan Riset Nasional (DRN), 2008, Suatu Pemikiran tentang Perang Asimetris
(Asymetric Warfare), Jakarta.

Peperangan asimetris adalah perang antar pihak dimana perbedaan kekuatannya besar, atau
dimana strategi atau taktiknya sangat berbeda.
Wikipedia.com, http://en.wikipedia.org/wiki/Asymmetric_warfare#cite_note-1, 2 Juli
2013.

Peperangan asimetris dapat dideskripsikan sebagai sebuah konflik dimana dari dua pihak yang
bertikai berbeda sumber daya inti dan perjuangannya, cara berinteraksi dan upaya untuk saling
mengeksploitasi karakteristik kelemahan-kelemahan lawannya. Perjuangan tersebut sering
berhubungan dengan strategi dan taktik perang unconvensional, pejuang yang lebih lemah
berupaya untuk menggunakan strategi dalam rangka mengimbangi kekurangan yang dimiliki
dalam hal kualitas atau kuantitas.
Tomes, Robert, Spring 2004, Relearning Counterinsurgency Warfare, Parameter, US
Army War College.

Konflik selalu melibatkan satu pihak yang mencari celah keuntungan asimetris atas pihak
lainnya dengan cara memperbesar pendadakan, penggunaan teknologi atau metode operasi baru
secara kreatif. Sisi asimetri dicari dengan menggunakan pasukan konvensional, khusus dan tidak
biasa dalam rangka menghindari kekuatan-kekuatan musuh dan memaksimalkan keunggulan
yang dimilikinya. Semua perang kontemporer didasarkan pada pencarian keunggulan asimetris.
Asimetri muncul pada saat diketahui adanya perbedaan perbandingan antara dua hal. Asimetri
militer dapat diartikan dengan perbedaan tujuan, komposisi pasukan, kultur, teknologi dan
jumlah.
Land Warfare Doctrine 1, 2008, The Fundamentals of Land Warfare, Australias
Department of Defence, p.15.

Halaman 1
RANGKUMAN TENTANG PERANG ASIMETRIS
Perang Asimetris kurang lebih artinya perang antara pihak-pihak terlibat dimana
kekuatan militernya atau strategi dan taktiknya sangat berbeda secara signifikan.
Perbedaan signifikan kekuatan militer, strategi dan taktik dapat terjadi pada kelompok
sipil. Kelompok-kelompok sipil yang memiliki pemimpin yang cerdas, akses luas ke
media dan pengaruh kuat di level akar rumput bisa menjadi modal kekuatan untuk
melancarkan perang asimetris.
Kelompok sipil tentunya tidak memiliki senjata, tidak memiliki pengalaman
perang dan tidak mungkin menguasai taktik tempur. Ketiga komponen tersebut
dimonopoli oleh organisasi militer yang bernama Tentara Nasional Indonesia atau TNI.
Namun, di balik ketidakmampuan kelompok sipil menguasai tiga komponen tersebut,
mereka memiliki kekuatan dahsyat yang sulit sekali dilawan dalam perang modern non-
konvensional.
Ada banyak sekali contoh keunggulan kelompok-kelompok sipil yang berhasil
memenangkan pertempuran. Dalam buku Why Big Nations Lose Small Wars, Andrew
Mack mengungkapkan keunggulan-keunggulan kelompok yang lemah secara militer
dalam menghadapi perang asimetri. Seperti perang Vietnam, kekuatan militer Amerika
Serikat tidak kuasa menghadapi kekuatan-kekuatan rakyat Vietnam yang berperang
secara bergerilya dengan menggunakan persenjataan sangat terbatas dan tradisional.
Mantan Gubernur Lemhannas Sayidiman Suryohadiprojo memberi contoh
keberhasilan rakyat Indonesia menghadapi negara penjajah Belanda sebagai suatu
perang asimetris. Dimana jika rakyat Indonesia mengandalkan perang konvensional
dengan mengandalkan senjata dan prajurit terlatih, maka sulit bagi rakyat Indonesia
untuk meraih kemerdekaan.
Strategi dalam perang asimetris tidak mendasarkan pada kekuatan senjata.
Banyak faktor yang menyebabkan kelompok yang lemah dalam hal persenjataan,
strategi dan taktik tempur, keluar sebagai pemenang dalam perang asimetris. Kekuatan
opini publik, pengaruh massal, pengakuan luar negeri, pemanfaatan teknologi
informasi, penguasaan media massa hingga penggunaan kosa kata menjadi senjata
ampuh yang digunakan dalam perang asimetris.
Dalam perang Hamas-Israel, kelompok Hamas yang telah dicap organisasi teroris
oleh Amerika Serikat dan Barat, tidak pernah menyerah menghadapi agresor Israel.
Justru, dibalik kelemahan-kelemahan Hamas dalam persenjataan, ada kekuatan yang
tidak terkalahkah, yakni opini publik yang menyebutkan bahwa aktivis Hamas adalah
pejuang Palestina dan Israel adalah negara penjajah. Hamas pun senantiasa menjaga
kepercayaan rakyat di Jalur Gaza dengan menerapkan pemerintahan yang jujur, adil
dan merangkul semua pihak. Dengan begitu, rakyat Gaza merasakan kehadiran sosok
pemimpin yang bisa melindungi mereka, meski pada kenyataannya banyak warga sipil
Gaza yang tewas akibat digempur oleh pasukan Israel. Kekuatan opini publik yang
dilakukan banyak aktivis dunia terkait Gaza, menjadikan posisi Israel tersudut. Amerika
Serikat dan sekutunya pun tidak bisa berbuat banyak saat Majelis Umum PBB harus
menerima kenyataan 138 negara menyetujui status Palestina sebagai observer di PBB.
Perang asimetri adalah perang dilakukan oleh orang-orang non pemerintah dan
tidak terbuka. Perang semacam ini bisa dalam bentuk hit and run yang disebabkan
ketidakseimbangan antara dua pihak yang terlibat dalam peperangan. Bisa saja orang-

Halaman 2
orang pemerintah menyewa pihak ketiga untuk memberangus kelompok lain yang tidak
disukai atau dianggap sebagai ancaman. Motivasinya bermacam-macam, diantaranya
agar negara bisa bernegosiasi dengan kelompok tersebut atau untuk menghindari
negara dituduh sebagai pelaku peperangan dan tidak bertanggung-jawab atas dampak
yang terjadi setelah perang.
Dalam konteks terorisme, perang asimetris dianggap memiliki keterkaitan, meski
ada yang tidak setuju dengan pendapat tersebut. Dalam konteks modern, faktor-faktor
asimetri semakin dianggap sebagai komponen perang generasi keempat yang sering
didefinisikan sebagai terorisme. Pandangan lain menyatakan bahwa perang asimetris
tidak bertepatan dengan terorisme karena dalam suatu konflik asimetris sisi yang
dominan dapat saja menuduh pihak yang lemah menjadi bandit, penjarah atau teroris.
Hal ini terjadi pada perlawanan rakyat Irak terhadap Amerika Serikat, dimana Amerika
Serikat menggunakan media massa untuk menciptakan opini publik perlawanan rakyat
tersebut adalah bentuk terorisme.

Halaman 3

Anda mungkin juga menyukai