Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LatarBelakang

Seperti yang sudah kita ketahui bahwa negara Indonesia pernah mengalami krisis
ekonomi yang berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu.Tingginya tingkat krisis yang dialami
negri kita ini diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi.Sebagai dampakdari inflasi,
terjadipenurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke
luarnegeri,serta terhambatnya pertumbuhanekonomi.Kondisi seperti ini tak bias dibiarkan untuk
terus berlanjut dan memaksa pemerintah untuk menentukan suatu kebijakan dalam
mengatasinya.

Kebijakan moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh pemerintah
mencerminkan arah ke system pasar. Artinya, orientasi pemerintah dalam mengelola
perekonomian telah bergeser kearah makin kecilnya peran pemerintah.Tujuan pembangunan
bukan lagi semata-mata pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi lebih kepada pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhanekonomi yang
tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga.Untuk mencapai
tujuantersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara
persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan
kerjapenuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan
dengan instrument sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi di pasar
valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila
mengalami kesulitan likuiditas.
Krisis keuangan di Asia yang terjadi pada dasarnya bersumber dari kelemahan kualitas
system keuangan di Asia. Reformasi keuangan yang terjadi pada awal tahun 1980-an ternyata
hanya memberikan peningkatan kuantitas lembaga-lembaga keuangan dan kuantitas aliran modal
yang masuk (capital inflow) ke suatu negara. Terjadinya gejolak di pasar uang, pasar valas dan
pasar modal serta meningkatnya ketidakpastian (uncertainty) dapat mengakibatkan semakin

1
memburuknya adverse selection dan moral hazard yang pada gilirannya mengakibatkan
runtuhnya kestabilan sector keuangan.

Untuk kasus Indonesia, gejolak nilai tukar negara-negara regional memiliki pengaruh
paling utama yang menyebabkan terjadinya krisis yang berkepanjangan.Kuatnya tekanan
terhadap rupiah mengakibatkan ketidakmampuan Bank Indonesia untuk menyangga pita
intervensi (band intervention) yang ada sehingga system nilai tukar mengambang bebas (Free
floating system) menjadi salah satu alternative system nilai tukar yang akhirnya dipilih untuk
tetap menjaga cadangan devisa. Disamping sebagai dampak dari bergejolaknya nilai rupiah,
sector perbankan mengalami krisis yang sangat mendalam karena menurunnya kepercayaan
masyarakat terhadap sistempe rbankan. Hal tersebut semakin diperberat oleh lemahnya kondisi
internal sector perbankan, terutama sebagai dampak dari konsentrasi kredit yang berlebihan,
lemahnya manajemen bank, moral hazard yang timbul akibat mekanisme exit yang belum tegas
serta belum efektifnya peagawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia.

1.2.RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diambil rumusan masalah sebagaiberikut :
1. Pengertian kebijakan moneter.
2. Hubungan kebijakan moneter dengan nilai tukar.
3. Hubungan kebijakan moneter dengan inflasi.
4. Hubungan kebijakan moneter dengan tingkat suku bunga.
5. Hubungan kebijakan moneter dengan kinerja sistem keuangan.

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui tentang kebijakan moneter di Indonesia
2. Mengetahui bagaimana perkembangan moneter di Indonesia
3. Mengetahui bagaimana perkembangan kebijakan moneter yang dilakukan oleh
pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter di
Indonesia.
4. Mengetahui tentang kinerja sistem keuangan di Indonesia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam
bentuk pengendalian besaran moneter (monetary aggregates) untuk mencapai perkembangan
kegiatan perekonomian yang diinginkan. Kebijakan moneter merupakan bagian integral
kebijakan ekonomi makro yang dilakukan dengan mempertimbangkan siklus kegiatan ekonomi,
sifat perekonomian suatu negara, serta faktor-faktor fundamental ekonomi lainnya. (Warjiyo,
2004)

2.2 Tingkat Suku Bunga

Kebijakan moneter yang menggunakan suku bunga sebagai sasaran antara akan
menetapkan tingkat suku bunga yang ideal untuk mendorong kegiatan investasi. Apabila suku
bunga menunjukkan kenaikan melampaui angka yang ditetapkan, bank sentral akan segera
melakukan ekspansi moneter agar suku bunga turun sampai pada tingkat yang ditetapkan
tersebut, dan begitu sebaliknya.

2.3 Inflasi

2.3.1. Nanga

Menyatakan bahwa inflasi adalah suatu gejala di mana tingkat harga umum mengalami
kenaikan secara terus-menerus. Kenaikan tingkat harga umum yang terjadi sekali waktusaja
tidaklah dapat dikatakan sebagai inflasi.

3
2.3.2 Rahardja

Menyatakan inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara


umum dan terus-menerus.Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi,
tetapi jika kenaikanmeluas kepada sebagian besar harga barang-barang maka hal ini disebut
inflasi.

2.4 Nilai Tukar

Menurut mankiw (2007), nilai tukar mata uang antara dua Negara adalah harga dari mata
uang yang digunakan oleh prnduduk Negara-negara tersebut untuk saling melakukan
perdagangan antar satu sama lain.

4
BAB III
METODE PENULISAN

3.1 Prosedur Pengumpulan Data

Penulisan makalah ini bersifat deskriptif dengan tujuan agar akurat oleh karena itu
penulis mencari sumber pustaka dari berbagai literatur yang relevan dengan masalah yang
dipilih untuk digunakan sebagai referensi.Referensi yang digunakan terutama adalah jurnal
ilmiah, makalah-makalah, artikel-artikel yang dimuat di koran dan internet,serta buku-buku
yang berkaitan dengan masalah penulisan.

3.2 Analisis Sumber Data

Setelah mencari mengkaji dan menelaah berbagai data dan informasi dan sumber
pustaka yang ada penulis melakukan analisa terhadap konsep dan hal-hal yang terkait
dengan perumusan masalah.Setelah melakukan analisa dan sintesis terhadap fakta-fakta
yang ada,maka penulis kemudian menarik kesimpulan yang menjawab perumusan masalah
tersebut.

5
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pengertian Kebijakan Moneter


Kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah menyangkut perilaku bank sentral dalam
penawaran uang dan pengaturan uang yang beredar pada suatu negara. Kebijakan moneter pada
dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal
(pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga serta pemerataan pembangunan) dan
keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) juga tercapainya tujuan ekonomi
makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja,
kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang.

4.2 Jenis-Jenis Kebijakan Moneter

1. Kebijakan Moneter Ekspansif (Monetary Expansive Policy)


Kebijakan moneter ekspansif adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang
yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya
beli masyarakat (permintaan masyarakat). Kebijakan ini diterapkan pada saat perekonomian
mengalami resesi atau depresi.

Kebijakan moneter ekspansif ini disebut juga sebagai kebijakan moneter longgar(easy
monetary policy). Penerapan kebijakan ini seperti :
a. Politik diskonto (penurunan tingkat suku bunga)
b. Politik pasar terbuka (pembelian surat-surat berharga, misalnya saham dan obligasi).
c. Politik cash ratio (penurunan cadangan kas)
d. Politik kredit selektif (pemberian kredit longgar)
2. Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary Kontractive Policy)

6
Kebijakan moneter kontraktif adalah kebijakan yang dilakukan dalam rangka mengurangi
jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi.
Kebijakan moneter kontraktif disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).
Kebijakan ini dapat diterapkan berupa :
a. Politik diskonto (peningkatan suku bunga)
b. Politik pasar terbuka (penjualan surat berharga)
c. Politik cash ratio (peningkatan cadangan kas)
d. Politik kredit selektif (pengetatan pemberian kredit)

4.3 Instrumen Kebijakan Moneter

Terdapat 4 instrumen pokok kebijakan moneter :


1. Politik Pasar Terbuka
Politik pasar terbuka merupakan kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral dalam rangka
menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara menjual atau membeli surat-
surat berharga pemerintah (government securities).Surat-surat berharga pemerintah diantaranya
adalah SBI (Sertifikat Bank Indonesia), SBPU (Surat Berharga Pasar Uang), saham, dan obligasi.
Jika pemerintah ingin mengurangi jumlah uang yang beredar maka pemerintah akan
menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Dengan menjual SBI, uang dari
masyarakat akan tertarik masuk ke bank sehingga diharapkan jumlah uang beredar berkurang.
SBI hanya dijual oleh bank sentral.
Namun, jika pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar maka pemerintah akan
membeli surat berharga. Dengan membeli SBI, pemerintah akan mengeluarkan uang kepada
masyarakat dalam pembeliannya sehingga terjadilah penambahan jumlah uang yang beredar di
masyarakat.
2. Politik Diskonto (Discount Rate)
Politik diskonto adalah kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral dalam pengaturan jumlah
uang yang beredar dengan memainkan tingkat suku bunga. Tingkat bunga pada tiap-tiap bank
umum akan dipengaruhi oleh tingkat bunga bank sentral. Bank umum kadang-kadang
mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral.

7
Jika pemerintah akan menambah jumlah uang yang beredar maka pemerintah menurunkan
tingkat suku bunga bank sentral. Dengan begitu, minat masyarakat untuk menabung di bank pun
berkurang. Sehingga, jumlah uang yang beredar bertambah. Selain itu, juga mengakibatkan suku
bunga kredit turun dan mengakibatkan masyarakat banyak tertarik untuk mengajukan pinjaman
ke bank.
Serta sebaliknya, jika pemerintah akan mengurangi jumlah uang yang beredar maka
pemerintah akan menaikkan tingkat bunga. Sehingga, hasrat masyarakat untuk menabung di
bank pun tinggi yang mengakibatkan jumlah uang yang beredar di masyarakat berkurang. Selain
itu, kenaikan suku bunga tabungan akan meningkatkan suku bunga kredit. Dengan naiknya suku
bunga kredit, masyarakat akan enggan untuk mengajukan kredit.

3. Politik Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)


Rasio cadangan wajib adalah kebijakan bank sentral untuk menambah atau mengurangi
jumlah uang yang beredar dengan cara menaikan atau menurunkan cadangan minimum yang
harus dipenuhi oleh bank umum dalam mengedarkan atau memberikan kredit kepada
masyarakat.
Ketika pemerintah ingin menambah jumlah uang yang beredar maka pemerintah menurunkan
rasio cadangan wajib. Jika bank sentral menurunkan cadangan kas, berarti bank sentral ingin
menambah jumlah uang yang beredar. Dalam hal ini bank-bank umum diberi kesempatan untuk
dapat mengedarkan uang lebih banyak.
Sebaliknya, ketika pemerintah ingin mengurangi jumlah uang yang beredar maka pemerintah
menaikkan rasio cadangan wajib. Hal ini terjadi karena dengan naiknya cadangan kas berarti
bank umum harus lebih banyak menahan uang tunai untuk tidak diedarkan.

4. Kebijakan Kredit Selektif


Kebijakan kredit selektif adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam pemberian
atau tidaknya suatu kredit. Kredit selektif ini dilakukan dengan cara menentukan syarat-syarat
kredit yang dikenal dengan 5C. Pada saat pemerintah ingin menambah jumlah uang yang beredar
maka pemerintah akan melonggarkan pemberian kredit. Namun, jika pemerintah ingin
mengurangi jumlah uang yang beredar maka pemerintah akan mengetatkan pemberian kredit.

8
Selain instrumen di atas, ada beberapa instrumen lain yang dipergunakan oleh pemerintah
dalam melaksanakan kebijakan moneter, diantaranya :
1. Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Imbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan cara
memberi imbauan kepada para pelaku ekonomi. Contohnya, menghimbau perbankan pemberi
kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar.
2. Politik Saneering
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank
Indonesia. Kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral dengan cara pengguntingan
(pemotongan) uang disebut dengan politik saneering.
Politik saneering diterapkan ketika terjadi hiperinflasi. Instrumen ini pernah dilakukan BI
pada tanggal 13 Desember 1965. Pada saat itu, dilakukan pemotongan uang dari Rp.1.000
menjadi Rp.1. Hal ini dilakukan untuk menyehatkan kembali nilai uang yang sudah jatuh.
3. Devaluasi
Devaluasi adalah kebijakan bank sentral untuk menurunkan nilai rupiah terhadap mata uang
asing.
4. Revaluasi
Revaluasi adalah kebijakan bank sentral untuk menaikkan nilai mata uang dalam negeri
terhadap mata uang asing.

9
4.4 Hubungan Kebijakan Moneter dengan Nilai Tukar

Gambar 4.1 Pergerakan Nilai Kurs Rupiah (IDR) Terhadap Dolar Amerika (USD)
Periode tahun 1998 2012

Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa nilai tukar Rupiah (IDR) terhadap Dollar Amaerika (USD)
dari tahun 1998- 2012 mengalami flluktuasi. Nilai tukar Rupiah (IDR) semenjak diberlakukannya
sistem kurs mengambang bebas terus mengalami depresiasi hingga mencapai nilai terendahnya pada
bulan Juni 1998 yaitu sebesar Rp.14.900,00 per Dollar Amerika (USD). Hal ini disebabkan pengaruh
krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997. Rupiah (IDR) mulai menguat sejak Januari 1999 seperti
yang ditunjukkan oleh turunnya pertumbuhan nilai tukar Rupiah (IDR). Pada tahun 2004 nilai tukar
Rupiah terhadap USD yaitu Rp 9.311/USD. Pada tahun 2005, akibat dari melambungnya harga
minyak dunia yang menembus level US$70/barrel memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
meningkatnya permintaan valuta asing. Kondisi ini menyebabkan nilai tukar rupiah melemah
terhadap US$ dan berada kisaran Rp 9.200 sampai Rp10.200 per US$. Pada tahun selanjutnya tahun
2006 rupiah mengalami depresiasi yaitu Rp 9.447/USD, dan pada tahun 2007 Rupiah mengalami
depresiasi yang cukup besar yaitu menjadi Rp 11.005/USD. Pada tahun 2005,. (Laporan
Perekonomian Indonesia, berbagai edisi).
Meskipun pada tahun 2007 nilai tukar Rupiah terhadap USD cukup besar namun karena
perekonomian yang berangsur membaik mampu menguatkan kembali nilai tukar, yaitu sebesar Rp
9.466/USD, dan pada tahun tahun selanjutnya hingga tahun 2012 nilai tukar rupiah terhadap USD

10
cenderung stabil yaitu dikisaran Rp 9.084/USD hingga Rp 9.664/USD. Pergerakan nilai tukar yang
fluktuatif ini mempengaruhi perilaku masyarakat dalam memegang uang seperti tingkat suku bunga
dan inflasi.Kondisi ini didukung oleb laju inflasi yang meningkat tajam dan menurunnya
kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional.
Awal September 2008 , nilai tukar rupiah merosot ke posisi Rp 9.445 per 1 dolar AS ,yang
terjadi karena imbas dari depresiasi nilai tukar dari sejumlah mata uang di kawasan Asia terhadap
dollar , yang menurut Kompas karen para investor memburu dolar AS yang amat murah
harganya.Tekanan terhadap nilai tukar rupiah semakin berat karena banyak investor asing di
Indonesia menjnual aset-aset rupiah mereka di sertifikat bank Indonesaia (SBI) , surat utang negara
(SUN) . dan surat-surat berharga lainnya , dan menukar rupiah mereka yan didapatkan dari pelepasan
surat-surat berharga tersebut dengan dollar AS.Tindakan ini ,terutama karena semakin banyaknya
perusahaan keuangan skala besar global yang menghadapi kesulitan keuangan yang sangat serius ,
dengan sendirinya menambah kenaikan permintaan terhadap dollar AS di pasar valas yang tambah
memperlemah nilai tukar.Selain itu,pada waktu yang sama,akibat pelepasan surat-surat berharga
tersebut,indeks harga saham gabungan di BEJ merosot.
Jadi,sebenarnya tindakan menjual aset-aset rupiah oleh investor-investor asing dan
mengambil kembali dolar-dolar mereka sama seperti penyebab krsisis rupiah pada tahun 1997
lalu.Hanya saja jumlah modal asing yang keluar dari Indonesia kali ini ,walaupun jumlahnya
besar,diperkirakan masih jauh lebih kecil dibandingkan jumlah modal yang lari pada tahun
1997.Namun demikian,itu sudah berdampak sangat serius terhadap likuiditas di dalam negeri yang
menjadi semakin kering , yang sebelumnya sudah ketat sebagai konsekuensi dari kebijakan uang
yang ketat diterapkan oleh BI selama periode Mei-September dengan suku bunga sebesar 125 basis
poin (bp) , dengan tujuan utama untuk meredam laju inflasi.Kekeringan likuiditas ini di dalam negeri
di perparah karena dana pemerintah sebanayak Rp 120 triliun yang disimpan di BI tidak juga
disalurkan ke pasar.
Damapaknya,seperti yang diberitakan di Kompas rasio likuiditas perbankan umum dengan
jumlah yang beredar dari 119,3 % pada triwulan I-2008 menjadi 111,9 % pada triwulan
berikutnya.Jika rasio ini terus menurun hingga di bawah 100%,maka perbankan nasional terancam
akan mengalami nasib yang sama seperti krisis 1997/1998,karena perbankan kesulitan menyediakan
dana yang ingin ditarik nasabah.
Menghadapi kondisis seperti ini , nbank-bank melakukan tindakan yang sama seperti yang
pernah di lakukan pada saat krisis 1997/1998 yakni menaikkan suku bunga deposito berjangka
(walaupun tidak sebesar pada krsisis 1997/1998) , baik resmi maupun tidak resmi , agar perbankan
11
bisa menarik lebih banyak lagi dana masyarakat.Sedangkan langkah-langkah yaang diambil oleh BI
untuk menghadapi kondisi ini adalah sebagai berikut :
Untuk jangka panjang BI akan tetap menerapkan kebijakan moneter kontraktif ( penguatan
likuiditas) yang bisa menurunkan tingkat inflasi ke posisi 6,5% , -7,5% pada tahun 2009.Sedangakan
untuk jangka pendek , BI menerapkan kebijakan moneter ekspansif ( pelongaran likuiditas).
Kebijakan ini dilakukan dengan tetap menjaga efektivitas kebijakan moneter untuk mengendalikan
inflasi sebagai prioritas utama.Dalam melonggarkan likuiditas , BI menyusun tenor dan suku bunga
transaksi repo ( penjualan surat berharga dengan perjanjian kembali) , lelang menjadi lebih menarik
dan fleksibel.Untuk mendukung kebijakan ini,BI menurunkan suku bunga repo semalam dari BI plus
300 bp menjadi BI rate plus 100 bp , dan menyesuaikan fasilitas BI dari semula BI rate minus 200 bp
menjadi BI rate minus 100 bp.
Selain itu , BI juga menyediakan fasilitas likuiditas kepada perbankan yang membutuhkan
melalui operasi pasar terbuka , termasuk melalui pembelian surat berharga.BI juga melakukan
penyempurnaan berbagai aturan tentang pemberian fasilitas repo sehingga mempermudah perbankan
untuk mendaptkan likuiditas tambahan dari BI.
Suku bunga, inflasi dan nilai tukar sangat berhubungan erat. Dengan merubah tingkat suku
bunga, bank sentral suatu negara bisa mempengaruhi inflasi dan nilai tukar mata uang. Suku bunga
yang lebih tinggi akan menyebabkan permintaan mata uang negara tersebut meningkat. Investor
domestik dan luar negeri akan tertarik dengan return yang lebih besar.Namun jika inflasi kembali
tinggi, investor akan keluar hingga bank sentral menaikkan suku bunganya lagi. Sebaliknya, jika
bank sentral menurunkan suku bunga maka akan cenderung memperlemah nilai tukar mata uang
negara tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh inflasi, tingkat suku bunga
tersebut terhadap kurs rupiah semenjak tahun 1998 sampai dengan tahun 2012.

12
4.5 Hubungan Kebijakan Moneter dengan Inflasi

Secara historis, tingkat dan volatilitas inflasi Indonesia lebih tinggi dibanding negara-
negara berkembang lain. Sementara negara-negara berkembang lain tingkat inflasinya
mencapai sekitar tiga sampai lima persen per tahun dalam periode 2005 sampai 2013, tingkat
inflasi di Indonesia mencapai rata-rata 8.5 persen per tahun dalam periode yang sama.

Gambar 4.2 Inflasi Indonesia 2000-2014

Puncak volatilitas inflasi Indonesia berhubungan dengan kebijakan penyesuaian harga


oleh pemerintah. Harga-harga energi (bahan bakar minyak dan listrik) ditetapkan oleh
pemerintah dan oleh karena itu tidak mengikut kondisi pasar, yang berarti defisit yang
muncul harus diserap oleh subsidi. Hal ini mengakibatkan tekanan besar pada defisit
anggaran tahunan pemerintah dan juga membatasi pengeluaran publik dalam hal-hal
produktif jangka panjang, seperti infrastruktur dan pengeluaran untuk soal sosial. Selain itu,
mengatur ulang subsidi energi (menaikkan harga energi) dapat mengakibatkan timbulnya
risiko politik karena keresahan sosial akan timbul bilamana ada tekanan inflasi. Salah satu
ciri khas Indonesia adalah bahwa sebagian besar penduduknya berada sedikit di atas garis
kemiskinan, yang berarti bilamana kejutan inflasi yang relatif kecil terjadi, mereka akan jatuh
ke bawah garis kemiskinan itu. Waktu pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
memutuskan untuk mengurangi subsidi BBM secara besar-besaran di akhir tahun 2005,
dikarenakan harga minyak dunia yang naik cukup tinggi, tingkat inflasi Indonesia langsung
13
berubah menjadi dua digit antara 14 sampai 19 persen (year on year) sampai bulan oktober
2006. Selanjutnya, inflasi inti di Indonesia - yang tidak termasuk barang-barang yang rentan
terhadap volatilitas harga sementara - juga kena volatilitas karena efek samping penyesuain
harga energi pada ekenomi (misalnya kenaikan harga transportasi).
Pengurangan subsidi energi tetap menjadi prioritas utama pemerintah. Awal tahun 2012,
pemerintah mengusulkan kenaikan harga BBM, tetapi keresahan sosial dan oposisi politik di
parlemen menolak rencana dadakan ini. Akhirnya pada bulan Juni 2013, harga premium naik
44 persen menjadi Rp 6,500 dan solar naik sebanyak 22 persen menjadi Rp 5,500 per liter.
Meskipun terjadi kenaikan harga pada tahun 2013, sebagian besar harga BBM Indonesia
masih disubsidi dan oleh karena itu berbagai organisasi internasional (seperti Bank Dunia
dan Dana Moneter Internasional/IMF) serta institusi-institusi dalam negeri (seperti Kamar
Dagang Indonesia/Kadin) menyokong sepenuhnya pengurangan subsidi secara lebih lanjut.
Pada tahun 2013 dan 2014, pemerintah juga telah mengurangi subsidi listrik - baik untuk
rumah tangga (kecuali segmen masyarakat miskin) maupun industri.

Outlook inflasi Indonesia sangat dipengaruhi oleh keputusan pengurangan tidaknya


subsidi tersebut. Bank Dunia memperkirakan kenaikan harga BBM sebanyak Rp 2,000 dapat
menambahkan sekitar tiga poin persentase pada tingkat inflasi umum dan dapat
menambahkan sekitar satu poin persentase pada inflasi inti. Kenaikan harga listrik
diperkirakan akan menyebabkan efek yang lebih kecil (< 1 persen) terhadap laju inflasi.
Sebagai gambaran, Bank Indonesia menargetkan tingkat inflasi sebanyak 4.5 persen pada
tahun 2013. Namun setelah kenaikan harga BBM dan listrik, inflasi naik menjadi 8.37 persen
di akhir tahun (yoy).

14
Tabel 4.1 Inflasi Indonesia 2008-2015

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Inflation
9.8 4.8 5.1 5.4 4.3 8.4 - -
(annual percent change)

Bank Indonesia Target


5.0 4.5 5.0 5.0 4.5 4.5 4.5 4.0
(annual percent change)

Tingkat inflasi stabil Indonesia yang menyebabkan penyimpangan tradisional lebih besar
dari proyeksi inflasi tahunan Bank Indonesia. Konsekuensi ketidakpastian inflasi tersebut adalah
bahwa hal itu menciptakan biaya ekonomi, seperti biaya pinjaman yang lebih tinggi (domestik
dan internasional) negara dibandingkan dengan rekan-rekan emerging market-nya. Ketika track
record yang baik untuk memenuhi target inflasi tahunan didirikan, kredibilitas kebijakan moneter
yang lebih besar akan mengikuti.

Kurangnya kuantitas dan kualitas infrastruktur Indonesia juga memerlukan biaya


ekonomi yang kuat. Hal ini menghambat konektivitas di Nusantara, sehingga meningkatkan
biaya transportasi untuk layanan dan produk. Gangguan distribusi karena masalah infrastruktur
yang terkait sering dilaporkan dan membuat pemerintah menyadari pentingnya investasi lainnya
di infrastruktur negara. Infrastruktur telah dicap sebagai prioritas utama dalam Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI disingkat); rencana
pembangunan ambisius pemerintah jangka panjang yang belum berbuah.

Harga pangan tradisional yang sangat volatile di Indonesia dan kemudian memaksakan
beban besar pada rumah tangga miskin yang hidup di bawah atau sedikit di atas garis
kemiskinan. Rumah tangga ini menghabiskan lebih dari setengah dari total pengeluaran mereka
pada makanan. Oleh karena itu harga pangan yang lebih tinggi menyebabkan inflasi keranjang
kemiskinan yang serius yang dapat menyebabkan peningkatan tingkat kemiskinan. Gagal panen
dalam kombinasi dengan reaksi lambat dari pemerintah untuk menggantikan produk makanan
dengan impor pangan adalah penyebab puncak inflasi.
15
Pembuangan penyesuaian harga administered, ada dua puncak tahunan tradisional inflasi
di Indonesia. Periode Desember-Januari selalu membawa harga yang lebih tinggi karena
perayaan Natal dan Tahun Baru, sementara banjir tradisional pada bulan Januari (di tengah
puncak musim hujan) hasil dalam saluran distribusi terganggu di beberapa daerah dan kota,
sehingga menyebabkan lebih tinggi biaya logistik. Puncak kedua datang dalam periode Juli-
Agustus. Tekanan inflasi dalam dua bulan ini muncul sebagai akibat dari masa liburan, suci
bulan puasa (Ramadan), perayaan Idul Fitri dan kedatangan tahun ajaran baru. Sebuah
peningkatan yang ditandai terdeteksi dalam pengeluaran untuk makanan dan bahan habis pakai
lainnya, disertai dengan pengecer menyesuaikan harga ke atas.

Kebijakan Moneter dan BI Rate

Dengan pertumbuhan PDB tahunan mendekati enam persen, perekonomian Indonesia


telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, ditandai dengan lonjakan permintaan
domestik (rekening konsumsi domestik selama sekitar dua-pertiga dari pertumbuhan ekonomi
negara), pertumbuhan kredit sektor swasta yang kuat dan peningkatan bisnis akses terhadap
kredit. Selain itu, upah sektor publik telah meningkat karena reformasi administrasi dan
pertumbuhan upah sektor swasta telah dipercepat (upah minimum regional di Indonesia
dibesarkan secara signifikan pada tahun 2012 dan 2013). Seperti pertumbuhan ekonomi yang
kuat membawa serta tekanan inflasi, kebijakan moneter baru-baru ini (tahun 2013 dan 2014)
yang bertujuan untuk menjaga stabilitas keuangan, terutama setelah inflasi melonjak karena 2013
harga BBM mendaki dan tengah akhir menjulang program pelonggaran kuantitatif Federal
Reserve (yang menyebabkan arus keluar modal besar dari emerging market, termasuk
Indonesia), dengan mengorbankan pertumbuhan ekonomi lebih lanjut.

Bank Indonesia (BI), bank sentral di Indonesia, telah sebagai tujuan utama untuk
memastikan stabilitas rupiah. Ini menggunakan berbagai instrumen untuk membendung
meningkatnya tekanan inflasi di dalam negeri. Kebijakan suku bunga bank yang disesuaikan
ketika target inflasi tidak terpenuhi. Antara Februari 2012 dan Juni 2013, suku bunga acuan di
negara itu (BI rate) telah ditetapkan pada rendah bersejarah 5,75 persen. Setelah periode ini,
tekanan inflasi meningkat karena harga bahan bakar yang lebih tinggi dan ketidakpastian global
mengenai program quantitative easing US. Arus keluar modal selanjutnya mengakibatkan
depresiasi rupiah yang tajam. Oleh karena itu, Bank Indonesia disesuaikan BI rate ke atas.
16
Ukuran lain untuk mengetatkan kebijakan moneter adalah peningkatan persyaratan cadangan
pada kedua deposito mata uang lokal dan asing di perbankan Indonesia. Terakhir, BI membatasi
permintaan investor asing untuk tagihan Bank Sentral (SBI) dengan memperpanjang holding
period yang diperlukan dari satu sampai enam bulan, peregangan kematangan isu SBI sampai
sembilan bulan dan dengan memperkenalkan deposito non-tradable lagi jatuh tempo (yang
tersedia untuk bank saja). Langkah-langkah ini bertujuan untuk mengurangi aliran 'uang panas'
ke Indonesia.

4.6 Hubungan Kebijakan Moneter dengan Tingkat Suku Bunga

Tabel 4.2 Tingkat Suku Bunga di Indonesia dan Bank Perkreditan Rakyat Idonesia (BPR)

Bank Persero Bank Pemerintah Daerah


Periode BI Rate Modal Modal
Investasi Konsumsi Investasi Konsumsi
Kerja Kerja
2014
Januari 7.50 12.05 10.91 11.91 13.34 12.21 13.35
Februari 7.50 12.06 10.96 11.91 13.34 12.27 13.42
Maret 7.50 12.09 10.98 11.90 13.36 12.23 13.34
April 7.50 12.23 11.04 11.93 13.30 12.34 13.35
Mei 7.50 12.38 11.13 12.06 13.19 12.18 13.19
Juni 7.50 12.26 11.20 12.13 13.64 12.31 13.36
Juli 7.50 12.34 11.40 12.19 13.27 12.22 13.22
Agustus 7.50 12.37 11.42 12.22 13.62 12.37 13.36
September 7.50
2013
Januari 5.75 11.75 10.13 12.20 13.60 12.18 13.73
Februari 5.75 11.67 10.09 11.79 13.71 12.20 13.66
Maret 5.75 11.72 10.07 12.14 13.44 12.20 13.52
April 5.75 11.75 10.07 12.06 13.66 12.25 13.57
Mei 5.75 11.78 10.04 12.00 13.63 12.27 13.52
Juni 6.00 11.79 10.35 11.85 13.60 12.24 13.46
Juli 6.50 11.89 10.46 11.79 13.59 12.23 13.41
Agustus 7.00 11.69 10.54 11.76 13.62 12.26 13.39
September 7.25 11.71 10.53 11.81 13.61 12.27 13.36
Oktober 7.25 11.86 10.72 11.86 13.46 12.23 13.36

17
November 7.50 11.94 10.79 11.88 13.46 12.20 13.35
Desember 7.50 11.94 10.84 11.88 13.37 12.23 13.34
2012
Januari 6.00 12.39 10.21 12.86 13.47 12.37 13.92
Februari 5.75 12.38 10.16 12.89 11.28 11.24 11.14
Maret 5.75 12.19 10.12 12.81 13.62 12.40 14.01
April 5.75 12.05 10.05 12.73 13.64 12.20 14.00
Mei 5.75 11.95 10.01 12.79 13.62 12.22 14.01
Juni 5.75 12.00 9.98 12.72 13.63 12.33 13.99
Juli 5.75 11.99 9.98 12.70 13.64 12.32 13.99
Agustus 5.75 11.97 9.92 12.10 13.73 12.27 13.98
September 5.75 11.91 9.94 12.06 13.76 12.29 13.98
Oktober 5.75 11.93 9.86 12.00 13.76 12.31 13.92
November 5.75 11.83 9.92 11.94 13.74 12.32 13.87
Desember 5.75 11.70 10.08 12.34 13.66 12.25 13.78
2011
Januari 6.50 13.02 10.71 13.08 13.54 12.44 14.01
Februari 6.75 12.99 10.67 13.13 13.58 12.47 13.94
Maret 6.75 11.68 10.61 13.84 13.56 12.50 13.91
April 6.75 11.65 10.61 13.92 13.52 12.49 13.91
Mei 6.75 11.59 10.59 13.80 13.59 12.54 13.94
Juni 6.75 11.52 10.60 13.82 13.57 12.55 13.95
Juli 6.75 12.62 10.60 13.05 13.64 12.52 13.97
Agustus 6.75 12.61 10.56 12.99 13.64 12.52 14.01
September 6.75 12.51 10.57 12.97 13.70 12.54 14.03
Oktober 6.50 12.47 10.53 13.00 13.77 12.55 14.02
November 6.00 12.41 10.49 13.01 13.73 12.48 14.03
Desember 6.00 12.37 10.39 12.91 13.52 12.40 13.91
2010 6.50 13.06 10.81 13.05 13.57 12.44 14.10
Januari 6.50 13.05 12.04 13.87 13.79 12.74 14.14
Februari 6.50 13.02 11.99 13.91 13.79 12.82 14.31
Maret 6.50 13.63 12.11 13.66 13.67 12.79 14.34
April 6.50 13.52 11.97 13.62 13.70 12.79 14.32
Mei 6.50 13.33 11.87 13.61 13.65 12.74 14.22
Juni 6.50 13.28 11.78 13.45 13.68 12.49 14.22
Juli 6.50 13.36 11.71 13.39 13.69 12.50 14.21
Agustus 6.50 13.64 11.09 13.28 13.47 12.52 14.29
September 6.50 13.20 11.01 13.21 13.68 12.55 14.18
Oktober 6.50 13.23 10.95 13.16 13.69 12.54 14.14
November 6.50 13.17 10.89 13.12 13.69 12.51 14.12
Desember 6.50 13.06 10.81 13.05 13.57 12.44 14.10

18
Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Bank Campuran Bank Umum
Periode BI Rate Modal Modal Modal
Investasi Konsumsi Investasi Konsumsi Investasi Konsumsi
Kerja Kerja Kerja
2014
Januari 7.50 12.68 12.63 12.97 9.96 10.87 27.37 12.23 11.92 13.17

Februari 7.50 12.86 12.69 13.04 10.09 11.04 27.40 12.33 11.98 13.20

Maret 7.50 12.87 12.72 13.11 10.20 10.97 27.68 12.37 12.00 13.21

April 7.50 12.79 12.77 13.19 10.19 10.99 27.59 12.38 12.06 13.25

Mei 7.50 13.19 12.96 13.18 10.25 11.04 27.72 12.63 12.18 13.26

Juni 7.50 13.00 12.74 13.00 10.27 11.00 27.84 12.51 12.10 13.26

Juli 7.50 13.36 13.06 13.17 10.41 10.78 28.00 12.70 12.32 13.32

Agustus 7.50 12.95 12.74 13.07 10.44 10.91 27.59 12.54 12.17 13.31

September 7.50
2013
Januari 5.75 11.68 11.88 12.98 8.00 9.55 27.87 11.49 11.29 13.40
Februari 5.75 11.64 11.87 12.95 8.03 9.55 27.64 11.45 11.27 13.22
Maret 5.75 11.58 11.82 12.92 8.04 9.44 27.59 11.44 11.24 13.28
April 5.75 11.53 11.77 12.85 8.05 9.45 27.52 11.44 11.21 13.22
Mei 5.75 11.55 11.72 12.81 8.03 9.43 28.32 11.46 11.17 13.20
Juni 6.00 11.46 11.67 12.83 8.11 9.49 28.13 11.41 11.14 13.14
Juli 6.50 11.85 11.86 12.77 8.46 9.66 27.62 11.66 11.29 13.06
Agustus 7.00 11.90 11.93 12.78 8.74 9.90 27.48 11.63 11.37 13.05
September 7.25 12.15 12.16 12.72 9.23 10.24 27.45 11.80 11.50 13.03
Oktober 7.25 12.26 12.28 12.80 9.47 10.46 27.23 11.93 11.65 13.08
November 7.50 12.42 12.39 12.88 9.69 10.55 27.27 12.06 11.73 13.12
Desember 7.50 12.55 12.51 12.91 9.84 10.71 27.36 12.12 11.82 13.13
2012
Januari 6.00 12.34 12.58 13.60 8.52 9.71 30.74 12.14 11.73 14.14
Februari 5.75 12.36 12.54 13.60 8.25 9.63 30.60 12.02 11.62 13.62
Maret 5.75 12.27 12.42 13.58 8.25 9.44 30.97 12.01 11.62 14.13
April 5.75 12.11 12.38 13.62 8.04 9.46 30.60 11.86 11.56 14.10
Mei 5.75 12.06 12.31 13.48 7.97 9.43 30.20 11.78 11.51 14.03
Juni 5.75 12.02 12.23 13.17 7.98 9.54 30.66 11.79 11.46 13.90
Juli 5.75 12.03 12.18 13.32 7.93 9.50 30.36 11.78 11.42 13.92
Agustus 5.75 11.99 12.11 13.25 7.96 9.52 30.93 11.73 11.35 13.69

19
September 5.75 11.95 12.10 13.25 7.96 9.58 31.01 11.70 11.36 13.67
Oktober 5.75 11.88 12.03 13.18 8.00 9.60 31.08 11.68 11.29 13.60
November 5.75 11.81 11.97 13.10 7.95 8.93 31.22 11.61 11.24 13.53
Desember 5.75 11.68 11.88 12.98 7.90 9.47 30.92 11.49 11.27 13.58
2011
Januari 6.50 13.00 13.21 13.92 9.44 10.56 31.80 12.75 12.25 14.48
Februari 6.75 12.95 13.11 13.96 9.34 10.79 31.81 12.72 12.20 14.50
Maret 6.75 12.96 13.03 13.87 9.45 10.96 31.59 12.32 12.18 14.83
April 6.75 12.90 13.02 13.84 9.46 10.64 30.79 12.30 12.16 14.81
Mei 6.75 12.82 13.01 13.85 9.42 10.64 30.85 12.24 12.16 14.79
Juni 6.75 12.81 12.97 13.83 9.55 10.65 30.88 12.24 12.13 14.78
Juli 6.75 12.80 12.96 13.78 9.55 10.47 30.97 12.55 12.11 14.32
Agustus 6.75 12.75 12.94 13.78 9.34 10.56 30.76 12.50 12.10 14.30
September 6.75 12.63 12.89 13.71 9.14 10.11 30.59 12.39 12.06 14.25
Oktober 6.50 12.61 12.81 13.63 9.03 10.20 30.56 12.36 12.02 14.21
November 6.00 12.56 12.76 13.56 8.86 10.06 30.43 12.31 11.97 14.18
Desember 6.00 12.34 12.64 13.58 8.71 14.89 30.73 12.16 12.04 14.15
2010 6.50 13.02 13.20 14.05 10.23 11.82 31.66 12.83 12.28 14.53
Januari 6.50 14.95 14.58 16.58 11.34 12.52 35.96 13.75 13.24 16.32
Februari 6.50 14.88 14.54 16.56 11.04 12.37 35.32 13.68 13.21 16.36
Maret 6.50 13.98 13.38 14.91 11.02 12.21 35.24 13.54 12.72 15.42
April 6.50 13.84 13.34 14.91 10.82 12.07 34.82 13.42 12.62 15.34
Mei 6.50 13.71 13.30 14.68 10.67 12.16 33.86 13.26 12.59 15.23
Juni 6.50 13.55 13.60 14.45 10.52 11.96 32.71 13.17 12.70 14.99
Juli 6.50 13.57 13.49 14.37 10.56 11.74 32.48 13.21 12.60 14.92
Agustus 6.50 13.52 13.26 14.18 10.55 11.69 32.35 13.19 12.40 14.83
September 6.50 13.29 13.33 14.10 10.29 11.61 32.37 13.00 12.41 14.75
Oktober 6.50 13.30 13.33 14.05 10.14 11.52 32.10 13.01 12.38 14.65
November 6.50 13.20 13.25 14.01 10.26 11.79 31.54 12.96 12.35 14.53
Desember 6.50 13.02 13.20 14.05 10.23 11.82 31.66 12.83 12.28 14.53

20
Tabel 4.3 Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 2010-2014

2010 2011 2012 2013 2014


Indikator
Desember Desember Desember Desember September

Jumlah BPR 1,706 1,669 1,653 1,634 1,634

Sumber Dana (Rp.


Ribu) 36,660,750,071 45,072,454,876 54,822,984,694 63,519,502,252 69,162,822,874

- Tabungan 9,856,741,217 12,035,146,905 14,468,225,636 16,583,440,562 17,305,299,030

- Deposito 21,455,017,992 26,174,279,692 30,401,387,373 33,840,614,036 37,294,945,786

- Antarbank
Pasiva 4,738,549,367 6,420,023,982 9,527,822,133 12,681,661,001 14,050,320,382

- Pinj. Diterima 610,441,495 443,004,297 425,549,552 413,786,653 512,257,676

Penanaman Dana
(Rp. Ribu) 43,876,859,053 53,533,826,782 64,753,088,638 74,522,813,622 81,009,035,205
- Kredit yg
diberikan 33,844,259,282 41,099,515,666 49,818,402,968 59,182,806,166 66,988,029,015

- Antarbank
Aktiva 10,032,599,771 12,434,311,116 14,934,685,670 15,340,007,456 14,021,006,190
- SBI

Jumlah Nasabah
(Rekening) 11,459,442 12,338,065 12,581,965 12,932,844 2,293,512,932

- Tabungan 7,804,000 8,551,718 8,947,762 9,388,138 2,289,871,726

- Deposito 413,082 424,840 422,472 438,763 450,268


- Debitur 3,242,360 3,361,507 3,211,731 3,105,943 3,190,938
Total Asset (Rp.
Ribu) 45,742,317,543 55,799,288,624 67,396,513,781 77,278,269,030 84,009,957,443

21
Jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang berkurang setiap tahunnya, namun kredit
yang dibukukan terus bertumbuh. Pada 2010, terdapat 1.706 BPR, berkurang di 2011 jadi 1.669
bank. Lalu berkurang lagi jadi 1.635 bank di 2012. Bahkan, sejak beroperasi di 2005, Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) telah mencabut izin usaha 46 BPR.
Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Indonesia (Perbarindo) Joko Suyanto
menyebut, BPR yang dilikuidasi merupakan bank-bank bervolume kecil. Kemudian, bank-bank
banyak berkurang karena melakukan merger.

Kredit yang disalurkan BPR memang meningkat. Statistik Perbankan Indonesia mencatat,
pinjaman yang digelontorkan oleh BPR pada 2011 yakni Rp 41,1 triliun. Ini kemudian
meningkat 21,1% jadi Rp 49,8 triliun di 2012.
"Dalam 4 tahun terakhir, pertumbuhan BPR moderat 21%," ucap Joko.

Rasio kredit macet atau (Non Performing Loan/NPL) BPR pun dalam bertambah baik.
NPL tersebut menurun dari 5,22% di 2011 menjadi 4,75% pada akhir 2012.
Joko menyatakan, pada prinsipnya tidak ada kaitan antara kenaikan kredit dengan entitas BPR
yang berkurang. Ini juga karena volume outlet yang terus bertambah.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), jumlah kantor BPR memang terus naik. Pada 2010, ada
3.910 unit kantor BPR. Lalu di 2011 menjadi 4.172. Dan bertambah lagi jadi 4.424 kantor di
akhir 2012.
Tahun ini, Joko optimistis kredit BPR mampu tumbuh antara 22-24%. Ia menyatakan,
untuk itu ada strategi internal dan eksternal yang dilakukan.
Pada internal, industri perbankan menyadari tantangan persaingan ketat karena pelaku industri
keuangan bertambah.
"Kita mengupayakan tata kelola efisien. Berusaha menarik perhatian masyarakat,"
sebutnya.
Pada sisi eksternal, ia melihat adanya perekonomian segmen kecil, menengah, dan mikro
yang selalu bertumbuh. Lalu pendapatan per kapita yang naik, secara tidak langsung mendorong
pertumbuhan kredit BPR.

22
4.7 Sistem Keuangan

Sistem keuangan secara prinsip diartikan sebagai kumpulan pasar, institusi, peraturan dan
teknik dimana surat berharga diperdagangkan, tingkat suku bunga ditentukan, jasa keuangan
dihasilkan dan ditawarkan ke seluruh dunia. Sistem keuangan merupakan suatu jaringan dari
berbagai unsur-unsur yang saling kait-mengkait yang terdiri dari Rumah Tangga, Lembaga
Pemerintah, Lembaga Keuangan yang membentuk pasar keuangan. Sistem keuangan dalam
suatu negara terdiri dari unitunit lembaga keuangan baik institusi perbankan, lembaga keuangan
bukan bank serta pasar yang saling berinteraksi secara kompleks dengan tujuan memobilisasi
dana untuk investasi dan menyediakan fasilitas sistem pembayaran untuk pembiayaan aktivitas
komersial.
Dalam Sistem keuangan terjadi intermediasi antara yang memiliki dana dan yang
membutuhkan dana, transformasi dan pengelolaan risiko serta penemuan harga pasar. Dan pada
akhirnya, tujuan dari perancangan sistem keuangan yang baik ialah untuk menumbuhkan-
kembangkan perekonomian masyarakat, dan lebih luas ialah perekonomian suatu Negara.
Ditinjau dari perspektif perkembangan pertukaran, proses perkembangan ekonomi menurut
Bruno Hilderbrand terjadi melalui tiga tahap, yaitu: perekonomian barter, perekonomian uang,
dan pereknomian kredit. Pada tahap perekonomian barter, pertukaran dilakukan antara barang
dengan barang. Dan masuk pada tahap perekonomian uang, di mana pertukaran dilakukan
dengan menggunakan instrument uang. Sedangkan pada tahap perekonomian kredit, pertukaran
dilakukan dengan menggunakan alat pembayaran kredit (instrument kredit), seperti kartu kredit,
cek, dan lain-lain.
Seperti telah dikemukan pada penjelasan di atas, bahwa suatu sistem keuangan merupakan
rangkaian sistem aliran dana dari masyarakat yang mempunyai kelebihan dana kepada
masyarakat yang kekurangan dana, baik itu secara langsung (direct finance) maupun secara tidak
langsung (indirect financial) melalui financial intermediaries/ lembaga keuangan.

23
Fungsi Sistem Keuangan

Sistem keuangan mempunyai tugas utama mengalihkan dana (loanable funds) dari
penabung kepada peminjam untuk kemudian digunakan membeli barang dan jasa-jasa di
samping untuk investasi sehingga ekonomi dapat tumbuh dan meningkatkan standar kehidupan,
oleh karena itu sistem keuangan memiliki peran yang sangat prinsipil dalam perekonomian dan
kehidupan. Sistem keuangan dalam perekonomian modern memiliki sekurang-kurangnya tujuh
fungsi pokok sebagai berikut:

1) Fungsi Tabungan.
Sistem pasar keuangan dan lembaga keuangan menyediakan instrumen untuk tabungan. Obligasi,
saham dan instrumen uang lain diperjualbelikan di pasar uang dan pasar modal yang menjanjikan
suatu pendapatan dan dengan risiko yang rendah bagi masyarakat penabung yang mengalir
melalui pasar keuangan kemudian digunakan untuk investasi sehingga barang-barang dan jasa
dapat diproduksi.
2) Fungsi Penyimpanan Kekayaan.
Intrumen keuangan yang diperjualbelikan dalam pasar uang dan pasar modal menyediakan suatu
cara yang terbaik untuk menyimpan kekayaan (yaitu menahan nilai aset yang dimilik) sampai
dana tersebut dibutuhkan untuk dibelanjakan.
3) Fungsi Likuiditas.
Kekayaan yang disimpan dalam bentuk instrumen keuangan dapat dengan mudah dicairkan
melalui mekanisme pasar keuangan.

4) Fungsi Kredit.
Pasar keuangan menyediakan kredit untuk membiayai kebutuhan konsumsi dan investasi dalam
ekonomi.
5) Fungsi Pembayaran.
Sistem keuangan menyediakan mekanisme pembayaran atas transaksi barang dan jasa-jasa.
Instrumen pembayaran yang tersedia antara lain cek, giro bilyet, kartu kredit, termasuk
mekanisme kliring dalam perbankan.
6) Fungsi Risiko.

24
Pasar keuangan menawarkan kepada unit usaha dan konsumen proteksi terhadap jiwa, kesehatan
dan risiko pendapatan atau kerugian. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menjual berbagai polis
asuransi.
7) Fungsi Kebijakan.
Pasar keuangan telah telah menjadi instrumen pokok yang dapat digunakan oleh pemerintah
untuk melakukan kebijakan guna menstabilkan ekonomi dan mempengaruhi inflasi melalui
kebijakan moneter.
Unsur-unsur dalam Sistem Keuangan
Dari uraian definisi di atas, maka dapatlah diketahui bahwa unsur-unsur dari sistem
keuangan terdiri dari:
a. Rumah tangga
Rumah tangga merupakan para pelaku dalam sebuah sistem keuangan, di mana ada pihak
yang kekurangan dana dan juga pihak yang mempunyai kelebihan dana. Rumah tangga yang
dimaksudkan di sini ialah bisa saja individu ataupun organisasi/perusahaan.
b. Lembaga Pemerintah
Dalam kasus ini, lembaga pemerintah yang dimaksud merupakan lembaga otoritas yang
mengatur perekonomian suatu Negara dengan peraturan perundang-undangan yang dibuat
sedemikian rupa, dalam rangka tercapainya suatu tujuan bernegara, yakni terciptanya suatu
masyarakat adil dan sejahtera. Pemerintah berkewajiban menyediakan sarana dan prasarana
(infrastruktur) demi kelancaran dan perkembangan perekonomian masyarakat. Serta menjadi
sebuah kontrol terhadap jalannya semua aktivitas yang menyangkut kemashlahatan orang
banyak.
c. Lembaga Keuangan
Lembaga keuangan adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset
keuangan atau tagihan (claims) dibandingkan aset nonfinancial atau aset riil. Lembaga keuangan
memberikan kredit kepada nasabah dan menanamkan dananya dalam surat-surat berharga. Di
samping itu, lembaga keuangan juga menawarkan berbagai jasa keuangan antara lain
menawarkan berbagai jenis skema tabungan, proteksi asuransi, program pensiun, penyediaan
sistem pembayaran dan mekanisme transfer dana. Lembaga keuangan terdiri dari lembaga
keuangan bank, dan lembaga keuangan non-bank. Lembaga keuangan merupakan bagian dari

25
sistem keuangan dalam ekonomi modern yang melayani masyarakat pemakai jasa-jasa
keuangan. [2]
Untuk itu, dapat dipahami bahwa terdapat beberapa fungsi lembaga keuangan di antaranya
adalah:
1) Pengalihan aset
Di dalam sebuah perekonomian terdapat unit-unit yang mengatur surplus dan defisit dana.
Fungsi lembaga keuangan di sini adalah mengalihkan dana dari unit surplus ke unit defisit.
Contoh pemberian kredit oleh perbankan.
2) Likuiditas
Lembaga keuangan sangat berperan dalam menciptakan likuditas. Likuiditas berhubungan
dengan kemampuan menyediakan uang tunai dan ini sangat dibutuhkan. Jika kita membutuhkan
uang tunai dan memiliki rekening di bank, maka kita dapat memiliki uang dengan mengambilnya
ke bank.
3) Pengalokasian pendapatan
Banyak individu yang memiliki pendapatan tetap dan memadai berpikir untuk
memanfaatkan dana di kemudian hari. Lembaga keuangan berfungsi untuk menyediakan jasa
pengalokasian pendapatan. Dengan demikian, kita bisa menikmati pensiun tanpa khawatir tidak
mempunyai pendapatan, dan ada dana pensiun yang diselenggarakan oleh lembaga keuangan. [3]
Dalam menunjang sistem keuangan yang stabil, dibutuhkan lembaga keuangan yang sehat.
Pentingnya kesehatan lembaga keuangan, khususnya perbankan, dalam penciptaan sistem
keuangan yang sehat mempunyai beberapa alasan antara lain:
1) Keunikan karakteristik perbankan yang rentan terhadap serbuan masyarakat yang menarik dana
secara besar-besaran (bank runs) sehingga berpotensi merugikan deposan dan kreditur bank.
2) Penyebaran kerugian diantara bank-bank sangat cepat melalui contagion effectsehingga
berpotensi menimbulkan sistem problem.
3) Proses penyelesaian bank-bank bermasalah membutuhkan dana dalam jumlah yang tidak
sedikit. Sebagai perbandingan, persentase biaya terhadap PDB di negara-negara yang
mengalami krisis sektor perbankan.
4) Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sebagai lembaga intermediasi akan
menimbulkan tekanan-tekanan dalam sektor keuangan (financial distress).

26
5) Ketidakstabilan sektor keuangan akan berdampak pada kondisi makro ekonomi, khususnya
dikaitkan dengan tidak efektifnya transmisi kebijakan moneter.
d. Pasar Keuangan
1. Pasar uang
Pasar uang (money market) adalah mekanisme untuk memperdagangkan dana jangka pendek,
yaitu dana berjangka waktu kurang dari satu tahun. Kegiatan dipasar ini terjadi karena ada dua
pihak, pihak pertama yang kekurangan dana yang sifatnya berjangka pendek, pihak kedua
kelebihan dana dalam waktu jangka pendek juga. Mereka itu dipertukarkan di dalam pasar uang,
sehingga unit yang kekurangan memperoleh dana yang dibutuhkan, sedangkan unit yang
kelebihan memperoleh penghasilan atas uang berlebihan tersebut [4].
Ada beberapa jenis instrumen pasar uang memenuhi permintaan konsumen yang bervariasi.
Berikut ini beberapa karakteristik instrumen pasar uang, yaitu:
1) Treasury Bills
Treasury bills adalah surat utang jangka pendek pemerintah AS (surat utang yang sama di
indonesia bernama sertifikat Bank Indonesia/ SBI). Instrumen ini memiliki resiko default yang
paling rendah dibandingkan instrumen utang lainya, sehingga pemegang T-bills/SBI merasa
aman. Hal ini membentuk pasar sekunder yang dalam (deep secondary market),
banyak supplier dan demander. Selain itu, T-bills/SBI memiliki likuiditas yang tinggi karena
dapat ditransaksikan dengan cepat dan dengan ongkos transaksi yang rendah.
2) Federal Fund
Federal fund merupakan instrumen jangka pendek, dimana bank dan lembaga keuangan
lainnya saling pinjam dana yang disimpan di bank sentral (fed), untuk jangka waktu yang sangat
singkat, misalnya satu hari (overnight money). Meskipun demikian, pinjaman fed funds dengan
waktu jatuh tempo lebih lama dimungkinkan.
3) Repurchase Agreements
Perusahaan atau lembaga keuangan meminjam dana kepada perusahaan atau lembaga
keuangan lainnya dengan jaminan T-bills, dengan perjanjian akan dibeli kembali (repurchase
agreements). Repurchase agreements merupakan instrumen utang dengan jangka waktu yang
sangat singkat (satu hingga 14 hari) dan memiliki jaminan, sehingga merupakan instrumen utang
yang berisiko rendah dan memberikan pengembalian yang rendah pula.
4) Commercial Papers

27
Commercial papers (CP), merupakan surat utang jangka pendek (kurang dari 270 hari),
yang diterbitkan oleh perusahaan besar yang memiliki peringkat kredit tinggi.Commercial
papers dijual dengan cara diskon, dan biasanya dibeli oleh investor lembaga atau perusahaan
lain. Suku bunga yang ditawarkan (diukur berdasarkan besarnya diskon) menggambarkan tingkat
risiko yang dihadapi perusahaan.
Penjualan commercial papers kepada investor dilakukan secara langsung atau secara
tidak langsung, yaitu melalui dealers. Perusahaan besar yang menerbitkancommercial
papers dalam jumlah besar, pada umumnya menerbitkan sekuritas secara langsung.
5) Negotiable Certificate of Deposits
Negotiable certificate of deposits (CD) adalah utang bank komersial kepada deposen
yang memberikan bunga tetap dan membayar utang pokoknya pada waktu jatuh
tempo. Negotiable certificate of deposits merupakan bearer instrumen, yaitu yang memegang
instrumen menerima bunga dan utang pokoknya pada waktu jatuh tempo sehingga Negotiable
certificate of deposits dapat diperjual belikan dipasar sekunder.
6) Bankers Acceptance
Bankers acceptance adalah garansi yang diberikan oleh bank terhadap cek yang
dikeluarkan oleh perusahaan. Bankers acceptance memfasilitasi perdagangan
internasional. Bankers acceptance merupakan instrumen utang yang berisiko rendah, karena
hanya bank besar (bank dengan kredibilitas tinggi) yang dipercaya menerbitkan instrumen
tersebut. Oleh karena itu, bankers acceptance memberikan suku bunga yang rendah.
2. Pasar Modal
Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka
panjang yang bisa diperjual belikan, baik dalam berbentuk modal maupun hutang[5].
Adapun instrumen pasar modal adalah sekuritas yang memiliki waktu jatuh tempo lebih
dari satu tahun. Yang instrumen utamanya adalah saham dan obligasi. Saham adalah klaim
terhadap penghasilan bersih dan aset perusahaan, yaitu dividen yang dibagikan
kepada stockholder (pemegang saham) setelah perusahaan memenuhi semua kewajibannya,
seperti membayar gaji karyawan, pajak, dan kewajiban utangnya, termasuk kewajibannya
terhadap pemegang obligasi (bondholder).
Sedangkan Obligasi adalah surat utang jangka panjang yang memberikan bunga tetap
secara periodik dan mengembalikan pinjaman pokoknya pada waktu jatuh tempo. Dengan

28
demikian, pemegang obligasi memperoleh penghasilan yang tetap sampai waktu jatuh tempo,
tidak dipengaruhi oleh kondisi keuntungan atau kerugian perusahaan penerbitnya.

Hubungan Sistem Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi

Beberapa studi komparasi lintas negara serta analisis pada level industri dan perusahaan
menyimpulkan bahwa sistem keuangan memainkan peran vital dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi. Literatur menunjukkan bahwa perkembangan sistem keuangan memengaruhi tingkat
tabungan, investasi, inovasi teknologi dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang di suatu negara.
Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa negara-negara yang berhasil mengembangkan sistem
keuangan yang relatif lebih maju dan berfungsi dengan baik adalah negara-negara yang
kemudian menjadi pemimpin perekonomian dunia pada masanya (Zulverdi, Syarifuddin, dan
Prastowo, 2005).
Peran vital sistem keuangan dalam pembangunan ekonomi muncul karena berbeda
dengan kondisi ideal yang menjadi landasan teori ekonomi neoklasik. Dalam realitas sehari-hari
para pelaku ekonomi selalu dihadapkan pada biaya informasi dan biaya transaksi keuangan yang
tinggi, yang mengakibatkan transaksi langsung antara pihak pemilik dana dengan pihak yang
membutuhkan dana tidak berjalan optimal. Akibatnya, berbagai kesempatan investasi dan
konsumsi yang seharusnya dapat mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi menjadi tidak
terealisir. Tingginya biaya yang terkait dengan pengumpulan informasi, penerapan kontrak, dan
pelaksanaan transaksi tersebut mendorong berkembangnya berbagai jenis kontrak keuangan,
pasar keuangan, dan lembaga intermediasi keuangan, yang merupakan komponen penting dalam
suatu sistem keuangan. Merton dan Bodie (1995) sebagai mana dikutip oleh Levine (1997)
mengemukakan bahwa sistem keuangan dapat mengurangi biaya-biaya tersebut dengan cara
memfasilitasi pengalokasian sumber daya antar ruang dan waktu.

29
Stabilitas Sistem Keuangan

Definisi dan Prasyarat Stabilitas Sistem keuangan


Belum terdapat definisi baku mengenai stabilitas sistem keuangan (SSK). Sementara
itu, Schinasi mendefinisikan stabilitas keuangan sebagai kondisi dimana sistem keuangan:
a. Secara efisien memfasilitasi alokasi sumber daya dari waktu ke waktu, dari deposan ke
investor, dan alokasi sumber daya ekonomi secara keseluruhan.
b. Dapat menilai/ mengidentifikasi dan mengelola risiko-risiko keuangan.
c. Dapat dengan baik menyerap gejolak yang terjadi pada sektor keuangan dan ekonomi.
Secara umum, stabilitas sistem keuangan adalah ketahanan sistem keuangan terhadap
guncangan perekonomian, sehingga fungsi intermediasi, sistem pembayaran dan penyebaran
risiko tetap berjalan dengan semestinya. pada prinsipnya, stabilitas keuangan berkaitan dengan
2 elemen,yaitu stabilitas harga dan stabilitas sektor keuangan, yang mencakup lembaga keuangan
serta pasar keuangan yang secara keseluruhan mendukung jalannya sistem keuangan. Sistem
keuangan yang stabil mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan (shock) yang
terjadi sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor riil dan sistem keuangan.
Dalam kerangka kestabilan sistem keuangan, keberadaan instrumen hukum diharapkan dapat
meminimalisir asimetri informasi yang terjadi dan paling tidak difokuskan pada 3 aspek
pengaturan penting yakni:
(ii) Mengatur semua transaksi pemindahan dana dari pihak-pihak/individu individu
dalam lembaga keuangan
(ii) Mengatur perilaku (behaviour) individu-individu/pihak-pihak dalam lembaga
keuangan, serta
(iv) Menyelesaikan konflik yang terjadi diantara pihak -pihak dalam lembaga keuangan
secara efisien dan cepat. Dengan pengaturan pada ketiga cakupan aspek hukum tersebut
diarahkan agar kestabilan sistem keuangan dapat tercapai.
Setidaknya terdapat empat faktor terkait yang mendukung terciptanya stabilitas sistem
keuangan, yakni (i) lingkungan ekonomi makro yang stabil, (ii) lembaga keuangan yang dikelola
dengan baik, (iii) pengawasan institusi keuangan yang efektif, dan (iv) sistem pembayaran yang
aman dan handal.

30
Urgensi dari Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan

Telah dipahami bahwa sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam
perekonomian seiring dengan fungsinya untuk menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan
dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana. Apabila sistem keuangan tidak bekerja
dengan baik, maka perekonomian menjadi tidak efisien dan pertumbuhan ekonomi yang
diharapkan tidak akan tercapai. Perlu diingat juga, system pembayaran yang baik akan
memperlancar aktivitas ekonomi, dengan kata lain system pembayaran sangat mendukung
terhadap majunya perekonomian masyarakat. Maka dari itu, sebuah system keuangan yang stabil
sangat dibutuhkan dalam rangka mendukung aktivitas perekonomian yang ada.

. Peran Bank Sentral terhadap stabilitas sistem


Krisis keuangan yang terjadi di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia pada tahun
1997 semakin menyadarkan akan pentingnya stabilitas sistem keuangan. Ketidakstabilan sistem
keuangan menimbulkan dampak yang sangat buruk yakni hilangnya kepercayaan masyarakat dan
menurunnya pertumbuhan ekonomi dan pendapatan. Disamping itu biaya pemulihan ekonomi
khususnya sektor keuangan akibat krisis tersebut sangat besar. Sementara proses pemulihannya
juga berjalan kurang sesuai dengan harapan. Oleh karena itu, stabilitas sistem keuangan wajib
dipelihara untuk menjamin kepentingan publik.
Dalam beberapa tahun terakhir paska krisis, topik stabilitas keuangan menjadi agenda
utama para pembuat kebijakan baik ditingkat nasional maupun internasional, yang ditandai
dengan semakin banyaknya publikasi, hasil kajian, seminar dan konvensi yang membahas
stabilitas keuangan. Semakin banyak juga bank-bank sentral maupun organisasi keuangan
internasional yang secara khusus membentuk divisi/unit khusus untuk memonitor dan menilai
kondisi keuangan negara masing-masing dan menerbitkannya dalam suatu laporan stabilitas
keuangan. Sementara organisasi internasional juga melakukan hal yang sama untuk konteks
stabilitas skala regional maupun internasional.
Pelaksanaan fungsi mendorong terciptanya stabilitas sistem keuangan dilakukan oleh
bank sentral. Mengapa demikian? Karena bank sentral dapat dengan cepat memitigasi dampak
terjadinya instabilitas terhadap ekonomi melalui instrumen yang dimiliknya untuk mengurangi

31
tekanan likuiditas maupun mempercepat pemulihan kepercayaan masyarakat. Permasalahan
likuiditas dapat diatasi dengan open market operations dan bantuan likuiditas melalui lender of
last resort. Kebijakan lain yang dapat dilakukan Bank Sental dengan
penyesuaian reserve requirements atau dengan kebijakan suku bunga untuk mendorong ekonomi
bergerak ke arah normal.
Bank sentral dalam hal ini mempunyai dua tugas penting, yaitu menjaga stabilitas
moneter dan juga menjaga stabilitas keuangan. Stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan
ibarat dua sisi dari satu koin yang saling mempengaruhi satu terhadap yang lain. Namun
demikian, terdapat perbedaan mendasar antara keduanya. Perhatikan tabel berikut:

Tabel 4.4 Perbedaan Tugas Bank Sentral sebagai Penjaga Stabilitas Moneter dan Penjaga
Stabilitas Sistem Keuangan

Stabilitas Moneter Stabilitas Sistem Keuangan


Definisi Stabilnya harga untuk Kestabilan institusi dan pasar
mengendalikan inflasi keuangan dan tiadanya tekanan dan
pergolakan harga yang menyebabkan
guncangan perekonomian
Struktur Ya, tergantung pada lags (kondisi Sangat terbatas, dan sulit untuk
pengontrol waktu sebelumnya) disesuaikan
Instrumen Central tendency of distribution Tails of distribution
proyeksi
Alat proyeksi Standar forecast Simulasi atau stress test

Dari dua peran tersebut, dapat dikatakan bahwa Bank Sentral mempunyai peran sangat
strategis dalam menunjang perekonomian Negara yang mapan.walaupun memang, masih sangat
perlu didukung komponen-komponen perekonomian lainnya.

32
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

33
DAFTAR PUSTAKA

http://www.tribunnews.com/bisnis/2013/02/26/jumlah-bpr-menurun-kredit-terus-tumbuh ,
diakses pada hari Kamis,20 November 2014 , pukul 20.09 WIB
http://www.indonesia-investments.com/id/keuangan/angka-ekonomi-makro/inflasi-di-
indonesia/item254, diakses pada hari Kamis,20 November 2014 , pukul 19.34 WIB
http://www.bi.go.id , di akses pada hari Selasa,18 November 2014 , pukul 09.00 WIB
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/ekonomi/article/download/3325/2753 , di akses pada Rabu,19
November 2014 , pukul 13.22 WIB
Tambunan,Tulus T.H.2009.Perekonomian Indonesia.Bogor.Gala Media

34

Anda mungkin juga menyukai