New Referat Obs
New Referat Obs
PERDARAHAN PASCA-SALIN
Pembimbing :
dr. Febriansyah, Sp.OG
Disusun Oleh :
Elang Rangga Wiguna
1420221114
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME, atas Rahmat dan Hidayah-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas Referat ini. Tugas ini berisi pembahasan mengenai Perdarahan
Pasca-Salin. Dalam penyusunannya kami menggunakan beberapa referensi baik yang
bersumber dari buku ataupun artikel dari internet. Dengan demikian kami berharap tugas ini
dapat memenuhi kebutuhan para pembaca.
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu
dalam penyusunan makalah ini. terutama kepada pembimbing sekaligus moderator dr.
Febriansyah, Sp.OG yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam
penyusunan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini terdapat kekurangan dan masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai
masukan untuk perbaikan demi kesempurnaan presentasi referat ini. Semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi teman-teman dan pihak yang berkepentingan bagi pengembangan ilmu di
bidang kedokteran.
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
dengan penegangan tali pusat terkendali, diikuti dengan masase uterus.
6
II.1.3.1 Tonus
A. Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk
berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim.
Perdarahan pasca salin secara fisiologis di control oleh kontraksi serat-
serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah
yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi
ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia
uteri, uterus membesar dan lembek pada palpusi. Atonia uteri juga dapat
timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus
dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang
sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab
utama perdarahan pasca salin.
II.1.3.2 Tissue
a. Retensio plasenta
b. Sisa plasenta
c. Plasenta acreta dan variasinya
4
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal
itu dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena :
plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas
akan tetapi belum dilahirkan.
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan,
tapi apabila terlepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang
merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena:
- kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (
plasenta adhesive.
- Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis
komalis menembus desidva sampai miometrium sampai
dibawah peritoneum ( plasenta akreta perkreta ).
- Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi
belum keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk
melahirkan atau karena salah penanganan kala III. Sehingga
terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang
menghalangi keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta ). Sisa
plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25 % dari kasus
perdarahan pasca salin.
Penemuan Ultrasonografi adanya masa uterus yang echogenic
mendukung diagnosa retensio sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan
jika perdarahan beberapa jam setelah persalinan ataupun pada late
post partum hemorraghe. Apabila didapatkan cavum uteri kosong
tidak perlu dilakukan dilatasi dan curettage.
II.1.3.3 Trauma
Sekitar 20% kasus perdarahan pasca salin disebabkan oleh trauma jalan lahir.
a. Ruptur uterus
b. Inversi uterus
c. Perlukaan jalan lahir
d. Vaginal hematom
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa
5
menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat
operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oxytosin.
Repture uterus sering terjadi akibat jaringan parut section secarea
sebelumnya.
Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan
biasanya terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan
pervaginam dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacuum
atau forcep, walau begitu laserasi bisa terjadi pada sembarang
persalinan. darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan
hematom, perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi
berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa
menyebabkan terjadinya syok. Episiotomi dapat menyebabkan
perdarahan yang berlebihan jika mengenai artery atau vena yang besar,
jika episitomi luas, jika ada penundaan antara episitomi dan persalinan,
atau jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episitomi.
Perdarahan yang terus terjadi ( terutama merah menyala ) dan
kontraksi uterus baik akan mengarah pada perdarahan dari laserasi
ataupun episitomi. Ketika laserasi cervix atau vagina diketahui sebagai
penyebab perdarahan maka repair adalah solusi terbaik.
Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kovum uteri,
sehingga tundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri.
Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta
keluar.
Inversio uteri dapat dibagi
- Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar
dari ruang tersebut.
- korpus uteri yang terbalik sudah masuk ke dalam vagina
- Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar
terletak diluar vagina.
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat
crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada
tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus.(3,6)
6
Pada penderita dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak
ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan
selesai. Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas
servix uteri atau dalam vagina. Kelainan tersebut dapat menyebabkan
keadaan gawat dengan angka kematian tinggi ( 15 70 % ).
Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk
keselamatan penderita.
7
II.1.4 Diagnosa Perdarahan Pasca Salin
Beberapa gejala yang bisa menunjukkan perdarahan pasca salin :
1. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol
2. Penurunan tekanan darah
3. Peningkatan detak jantung
4. Penurunan hitung sel darah merah ( hematokrit )
5. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar
perineum
8
Gejala dan Tanda Umum Gejala dan Tanda Kemungkinan
Lain Diagnosis
Plasenta atau sebagian Uterus Tertinggalnya
selaput (mengandung berkontraksi sebagian plasenta atau
pembuluh darah) tidak tetapi tinggi ketuban
lengkap fundus tidak
Perdarahan segera berkurang
Uterus tidak teraba Syok Inversio uteri
Lumen vagina terisi massa neurogenik
Tampak tali pusat (Jika Pucat dan
plasenta belum lahir) limbung
Perdarahan segera
Nyeri ringan atau berat
Subinvolusi uterus Anemia Perdarahan pasca
Nyeri tekan perut bawah Demam persalinan tertunda
endometriosis atau
Perdarahan >24 jam
sisa plasenta
setelah persalinan.
(terinfeksi atau tidak)
Perdarahan bervariasi
(ringan atau berat, terus
menerus atau tidak teratur)
& berbau (jika disertai
infeksi)
9
Perdarahan akibat gangguan koagulasi baru dicurigai bila penyebab yang
lain dapat disingkirkan apalagi disertai riwayat hal yang sama pada persalinan
sebelumnya, tendensi perdarahan pada bekas jahitan, bekas suntikan, atau
timbul hematoma. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil faal hemostasis
abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang,
trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (Fibrin
Degradation Product). Predisposisi terjadinya hal ini adalah solusio plasenta,
kematian janin dalam rahim, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis.
10
Tabel 4. Penurunan Risiko Pascapersalinan
Aspek Klinis Penurunan Risiko
Perawatan rutin Pastikan plasenta lahir lengkap.
Lakukan penjahitan robekan perineum
dan vagina, monitor semua perempuan
pascapersalinan dengan menilai tonus
uterus tiap - jam, dan masase
jika tonus kurang adekuat, serta
ajarkan pasien. Mendukung secara
aktif untuk berkemih segera setelah
melahirkan dan mendukung
pelepasan oksitosin alamiah dengan
menjaga pasien tetap hangat dan
tenang, membantu pemberian ASI
segera, serta memfasilitasi kontak
kulit-kulit ibu dengan bayi (periksa
kondisi bayi, risiko jatuh, dsb)
11
II. 1.5 PENATALAKSANAAN PERDARAHAN PASCA-SALIN
12
kesadaran, nadi, tekanan darah, dan bila fasilitas memungkinkan,
saturasi oksigen harus dimonitor.
13
4. M : Massage the uterus
Jika kompresi bimanual interna tidak berhasil, minta bantuan orang lain
melakukan kompresi bimanual eksterna sambil melakukan tahap
penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya jika penolong hanya seorang diri.
Kompresi bimanual eksterna dilakukan dengan meletakkan satu tangan
pada dinding perut, sedapat mungkin meraba bagian belakang uterus,
tangan yang lain terkepal pada bagian depan korpus uteri, kemudian jepit
uterus di antara kedua tangan tersebut.
14
5. O : Oxytocin infusion/ prostaglandins IV/ per rectal/ IM/
intramyometrial
Dapat dilakukan pemberian oksitosin 40 unit dalam 500 cc
normal salin dengan kecepatan 125 cc/jam. Hindari kelebihan cairan
karena dapat menyebabkan edema pulmoner hingga edema otak yang
pada akhimya dapat menyebabkan kejang karena hiponatremia. Hal
ini timbul karena efek antidiuretic hormone (ADH) - like effect dan
oksitosin; sehingga monitoring ketat masukan dan keluaran cairan
sangat esensial dalam pemberian oksitosin dalam jumlah besar.
Pemberian ergometrin sebagai lini kedua dari oksitosin dapat
diberikan secara intramuskuler atau intravena. Dosis awal 0,2 mg
(secara perlahan), dosis lanjutan 0,2 mg setelah 15 menit bila masih
diperlukan. Pemberian dapat diulang setiap 2-4 jam bila masih
diperlukan. Dosis maksimal adalah 1 mg atau 5 dosis per hari.
Kontraindikasi pada pemberian ergometrin yaitu preeklampsia,
vitiumcordis, dan hipertensi. Bila PPS masih tidak berhasil diatasi,
dapat diberikan misoprostol per rektal 800-1000ug.
Pada perdarahan masif perlu diberikan transfusi darah, bahkan
juga diperlukan pemberian fresh frozen plasma (FFP) untuk
menggantikan faktor pembekuan yang turut hilang. Direkomendasikan
pemberian 1 liter FFP (15 mL/kg) setiap 6 unit darah. Pertahankan
trombosit di atas 50.000, bila perlu diberikan transfusi trombosit.
Kriopresipitat direkomendasikan bila terjadi DIC yang ditandai dengan
kadar fibrinogen <1 gr/dl (10 gr/L).
6. S : Shift to theatre exclude retained products and trauma/ bimanual
compression (konservatif; non-pembedahan)
Bila perdarahan masif masih tetap terjadi, segera evakuasi pasien
ke ruang operasi. Pastikan pemeriksaan untuk menyingkirkan adanya
sisa plasenta atau selaput ketuban. Bila diduga ada sisa jaringan,
segera lakukan tindakan kuretase. Kompresi bimanual dapat dilakukan
selama ibu dibawa ke ruang operasi
15
7. T : Tamponade balloon/ uterine packing (konservatif; non-pembedahan)
Bila perdarahan masih berlangsung, pikirkan kemungkinan
adanya koagulopati yang menyertai atonia yang refrakter.
Tamponade uterus dapat membantu mengurangi perdarahan.
Tindakan ini juga dapat memberi kesempatan koreksi faktor
pembekuan. Dapat dilakukan tamponade test dengan menggunakan
Tube Sengstaken yang mempunyai nilai prediksi positif 87%
untuk menilai keberhasilan penanganan PPS.
Bila pemasangan tube tersebut mampu menghentikan
perdarahan berarti pasien tidak memerlukan tindakan bedah lebih
lanjut. Akan tetapi, bila setelah pemasangan tube, perdarahan masih
tetap masif, maka pasien harus menjalani tindakan bedah. Pemasangan
tamponade uterus dengan menggunakan baloon relatif mudah
dilaksanakan dan hanya memerlukan waktu beberapa menit.
Tindakan ini dapat menghentikan perdarahan dan mencegah
koagulopati karena perdarahan masif serta kebutuhan tindakan bedah.
Hal ini perlu dilakukan pada pasien yang tidak membaik dengan
terapi medis.
Pemasangan tamponade uterus dapat menggunakan Bakri
SOS baloon dan tampon balon kondom kateter. Biasanya
dimasukkan 300-400 cc cairan untuk mencapai tekanan yang cukup
adekuat sehingga perdarahan berhenti. Balon tamponade Bakri
dilengkapi alat untuk membaca tekanan intrauterin sehingga dapat
diupayakan mencapai tekanan mendekati tekanan sistolik untuk
menghentikan perdarahan. Segera libatkan tambahan tenaga dokter
spesialis kebidanan dan hematologis sambil menyiapkan ruang ICU.
8. A : Apply compression sutures B-Lynch/ modified (pembedahan
konservatif)
Ikatan kompresi yang dinamakan Ikatan B-Lynch (B-Lynch
suture) pertama kali diperkenalkan oleh Christopher B-Lynch. Metode
B-Lynch, terbukti efektif mengontrol perdarahan pada atonia uteri
dan mengurangi angka histerektomi. Prinsip metode ini adalah
16
kompresi uterus difus. Metode B-Lynch mengkompresi uterus pada
bagian anterior dan posterior dengan dua jahitan jelujur vertikal
menggunakan benang kromik.Benang yang dapat dipakai adalah
kromik catgut no.2, Vicryl 0 (Ethicon), chromic catgut 1 dan PDS 0
tanpa adanya komplikasi. Akan tetapi, perlu diingat bahwa tindakan
B-Lynch ini harus didahului tes tamponade yaitu upaya menilai
efektifitas tindakan B- Lynch dengan cara kompresi bimanual uterus
secara langsung di meja operasi.
Apabila tindakan B-Lynch tidak berhasil, dipertimbangkan untuk
dilakukan histerektomi.
17
II. 1.5.1 Uterotonika Pilihan untuk Manajemen PPS
REKOMENDASI
B) Jika oksitosin tidak tersedia, atau perdarahan tidak berespon dengan oksitosin dan
metil ergometrin sebaiknya diberikan misoprostol
C) Jika lini kedua tidak tersedia, atau jika perdarahan tidak berespon terhadap lini
kedua, prostaglandin sebaiknya ditawarkan sebagai lini ketiga.
18
II. 1.5.2 Pilihan Terapi Cairan Pengganti atau Resusitasi Penggunaan
Kristaloid sebagai Terapi Pengganti Cairan pada Perempuan yang
Mengalami PPS
Pengganti cairan merupakan komponen yang penting dalam resusitasi
terhadap perempuan yang mengalami PPS, namun pilihan cairan masih
kontroversial. Pengganti cairan intravena dengan kristaloid isotonik
sebaiknya digunakan dibandingkan dengan koloid untuk resusitasi
perempuan yang mengalami PPS. Bukti yang ada menunjukkan
bahwa koloid dosis tinggi menyebabkan efek samping yang lebih
sering daripada penggunaan kristaloid.
19
Cochrane tahun 2002 (diupdate bulan Januari 2008) ditujukan
untuk terapi PPS sekunder. Belum ditemukan percobaan yang
memenuhi kriteria inklusi kelompok reviewer dan belum ada
rekomendasi yang diputuskan mengenai terapi yang efektif.
Investigasi mengenai PPS sekunder sebaiknya melibatkan swab
vagina rendah dan tinggi, kultur darah jika demam, darah lengkap,
dan C-reactive protein. Pemeriksan USG pelvis dapat membantu
mengeksklusi adanya produk sisa konsepsi, meskipun penampakan
uterus segera setelah postpartum masih belum bisa dinilai baik.
Telah diterima secara umum bahwa PPS sekunder sering
berhubungan dengan infeksi dan terapi konvensional yang
melibatkan antibiotik dan uterotonika. Pada perdarahan yang
berlanjut, insersi balon kateter dapat bersifat efektif. Sebuah ulasan
Cochrane tahun 2004 secara spesifik ditujukan untuk menilai regimen
antibiotik yang digunakan untuk endometritis setelah persalinan.
Kesimpulannya adalah bahwa kombinasi dari klindamisin dan
gentamisin tepat digunakan; dimana regimen gentamisin harian
adalah paling tidak sama efektifnya dengan regimen tiga kali
harian. Ketika endometritis secara klinis perbaikan dengan terapi
intravena, tidak ada keuntungan tambahan untuk memperpanjang
terapi oral. Antibiotik ini tidak dikontraindikasikan pada ibu
menyusui
20
ALGORITMA PENATALAKSANAAN PERDARAHAN PASCA-SALIN
4T
21
BAB III
KESIMPULAN
atau lebih yang terjadi segera setelah bayi lahir sampai 24 jam kemudian,
Perdarahan pasca salin sekunder adalah Perdarahan yang terjadi pada masa
nifas 500 ml atau lebih setelah 24 jam bayi dan plasenta lahir.
4T yaitu tone (Atonia uteri), trauma (Robekan /laserasi, luka jalan lahir),
tekanan darah menurun, denyut nadi cepat dan halus, ekstremitas dingin,
Laboratorium.
HAEMOSTASIS
22
DAFTAR PUSTAKA
23