Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi Cytomegalovirus (CMV) dalam sering dikelompokkan dalam infeksi


TORCH yang merupakan singkatan dari Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, dan
Herpes simplex virus. Seperti pada infeksi TORCH, infeksi CMV dipopulerkan
sebagai penyakit yang berdampak negatif terhadap janin atau fetus yang dikandung
oleh wanita hamil yang terinfeksi. Pada infeksi CMV, infeksi maternal atau ibu hamil
kebanyakan bersifat silent, asimtomatik tanpa disertai keluhan klinik atau gejala, atau
hanya menimbulkan gejala yang minim bagi ibu, namun dapat memberi akibat yang
berat bagi fetus yang dikandung. Dapat pula menyebabkan infeksi kongenital, perinatal
bagi bayi yang dilahirkan. Keadaan seperti ini memang perlu diketahui dan dideteksi
agar dapat diberikan pengelolaan yang tepat, sebab infeksi prenatal dapat berakibat
fatal, sedangkan infeksi kongenital atau perinatal yang pada awalnya berjalan tanpa
gejala dapat bermanifestasi di kemudian hari.1
Sitomegalovirus (CMV) merupakan virus yang umum dan dapat menginfeksi
pada hampir semua orang. Virus ini memiliki kemampuan khusus untuk dapat
bersembunyi pada tubuh manusia dalam waktu yang cukup lama, sehingga sebagian
besar penderita tidak menyadari bahwa mereka sedang terinfeksi dengan virus CMV
karena infeksi virus ini jarang sekali menimbulkan gejala. Akan tetapi infeksi CMV
dapat bermanifestasi pada penderita yang sedang mengandung ataupun pada penderita
yang memiliki kelemahan pada sistem kekebalan tubuhnya.2,3
Di Amerika Serikat, CMV menyebabkan infeksi pada 0,2% 2,4% dari seluruh
bayi yang lahir hidup. Sebagian besar bayi yang terkena infeksi CMV kongenital tidak
menunjukkan gejala pada waktu lahir, tetapi pada pemeriksaan selanjutnya 5%-15%
dari bayi tersebut menunjukkan gejala penyulit seperti tuli sensoris dan retardasi
mental. Pada bayi yang telah menunjukkan gejala klinis pada saat lahir dan berhasil
melewati masa kritis, hampir 90% kasus mengalami tuli sensoris dan retardasi mental.

1
Beberapa peneliti menyatakan bahwa CMV merupakan virus tersering yang
menyebabkan retardasi mental. 1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Cytomegalovirus (CMV) merupakan virus yang umum dan dapat menginfeksi
pada hampir semua orang. Virus ini memiliki kemampuan khusus untuk dapat
bersembunyi pada tubuh manusia dalam waktu yang cukup lama, sehingga sebagian
besar penderita tidak menyadari bahwa mereka sedang terinfeksi dengan virus CMV
karena infeksi virus ini jarang sekali menimbulkan gejala. Akan tetapi infeksi CMV
dapat bermanifestasi pada penderita yang sedang mengandung ataupun pada penderita
yang memiliki kelemahan pada sistem kekebalan tubuhnya.2,3

EPIDEMIOLOGI
Infeksi CMV ini dapat dijumpai secara endemik dan dapat timbul kapan saja
tanpa dipengaruhi oleh perubahan musim. Tidak diketahui vector yang menyebabkan
terjadinya penularan antar manusia. Prevalensi infeksi CMV tinggi di negara yang
sedang berkembang dan kasusnya banyak dijumpai pada masyarakat sosial ekonomi
rendah serta banyak menyerang kelompok usia muda. Sumber infeksi adalah urin,
sekret orofaring, sekret serviks dan vagina, semen, air susu ibu, air mata dan darah
pasien.1
39-56% bayi yang berusia sampai dengan usia 6 bulan terinfeksi oleh CMV di
Amerika Serikat, hal ini diperkirakan oleh karena seringnya pemberian ASI. Sekitar
76% didapatkan kadar titer sero-positif pada anak sampai dengan usia 2 tahun dari
kelompok social ekonomi rendah di Kibbutz, Israel, dan hanya 44%-54% yang sero-
positif pada daerah perkotaan. Dari 16.218 ibu hamil yang diteliti oleh Stagno
ditemukan angka sero-positif 36,5%pada ibu hamil dari golongan social ekonomi
tinggi, sedangkan ibu hamil yang berasal dari golongan social ekonomi rendah insidens
meningkat menjadi 76,6%.1

3
Cytomegalovirus (CMV) merupakan penyebab infeksi kongenital dan perinatal
yang paling umum di seluruh dunia. Prevalensi infeksi CMV kongenital bervariasi luas
di antara populasi yang berbeda, ada yang melaporkan sebesar 0,2 3% 5, ada pula
sebesar 0,7 sampai 4,1%. Peneliti lain mendapatkan angka infeksi 1%-2% dari seluruh
kehamilan. Ogilvie melaporkan bahwa penularan seperti ini terjadi kira-kira pada 1 dari
3 kasus wanita hamil. Infeksi fetus in utero yang terjadi ketika ibu mengalami
reaktivasi, reinfeksi, biasanya bersifat asimtomatik saat lahir dan kurang menimbulkan
sequelae (gejala sisa) dibandingkan dengan infeksi primer. Hal ini disebabkan karena
antibodi IgG anti-CMV maternal dapat melewati plasenta dan bersifat protektif.
Keadaan asimtomatik saat lahir dijumpai pada 5 17%, ada pula yang melaporkan 90%
dari infeksi CMV kongenital. Infeksi kongenital simtomatik dapat terjadi bila ibu
terinfeksi dengan strain CMV lain. Numazaki melaporkan sekitar 7% kasus dengan
gejala cytomegalic inclusion disease (CID) dijumpai pada saat lahir, sedangkan Lipitz
melaporkan sebesar 10 15%, dan dapat menimbulkan risiko kehilangan pendengaran
sensorineural yang progresif (progressive sensorineural hearing loss atau SNHL), atau
lain-lain defek perkembangan neurologik (retardasi mental) di kemudian hari.
Progresivitas komplikasi neurologic ini berhubungan dengan infeksi CMV yang
persisten, replikasi virus atau respons tubuh anak4, 5

ETIOLOGI
Virus Cytomegalovirus (CMV) termasuk keluarga virus Herpes. Sekitar 50%
sampai 80% orang dewasa memiliki antibodi anti CMV. Infeksi primer virus ini terjadi
pada usia bayi, anak - anak, dan remaja yang sedang dalam kegiatan seksual aktif.
Penderita infeksi primer tidak menunjukkan gejala yang khusus, tetapi virus terus
hidup dengan status laten dalam tubuh penderita selama bertahun tahun3
Bersama dengan Cytomegalovirus hewan, Cytomegalovirus manusia (HCMV)
juga disebut dalam literatur terbaru sebagai manusia herpesvirus 5 (HHV-5), milik
keluarga Herpesviridae, subfamili Betaherpesvirinae, Cytomegalovirus genus. Nama
ini berasal dari fakta bahwa hal itu menyebabkan pembesaran sel yang terinfeksi

4
(cytomegaly) dan mendorong badan inklusi karakteristik. Genom HCMV terdiri dari
DNA untai ganda dengan sekitar 230.000 pasangan basa. Genom ini tertutup oleh
kapsid icosahedral (diameter 100-110 nm, 162 capsomers). Antara kapsid dan amplop
virus terdapat lapisan protein yang dikenal sebagai tegument. Amplop virus berasal dari
membran sel. Setidaknya delapan glikoprotein virus yang berbeda yang tertanam di
lapisan ganda lipid. Partikel virus matang memiliki diameter 150-200 nm. Seperti
semua herpesvirus, HCMV sensitif terhadap pH rendah, agen lipiddissolving dan
panas. HCMV memiliki waktu paruh sekitar 60 menit pada 37C dan relatif stabil pada
-20C. Perlu disimpan di setidaknya -70C untuk mempertahankan infektivitasnya.

Gambar 1. HCMV Human Cytomegalovirus 3.

Pada penelitian terbaru, tiga CMV monyet diakui sebagai spesies dalam klasifikasi
ICTV terbaru, sedangkan virus dari monyet rhesus (RhCMV), simpanse (ChCMV),
dan monyet hijau Afrika (AgmCMV). CMVs lebih besar dari herpesvirus lainnya (200-
300 nm diameter) dan cenderung disebabkan pleomorfik dengan bentuk amplop tidak
teratur. Genom CMV juga merupakan terbesar di antara genom virus herpes. ChCMV
adalah relatif dekat CMV manusia (HCMV). Genom HCMV dan ChCMV hampir
sempurna. Pada saat yang sama homologi urutan gen orthologous dalam genom ada di
moderat rata-rata rendah. Meskipun RhCMV jelas lebih jauh dari HCMV dari ChCMV,
fitur penting dari infeksi HCMV cukup erat tercermin pada monyet rhesus terinfeksi

5
RhCMV. Model monyet rhesus (RhCMV) menyediakan peluang bagus untuk
mempelajari patogenesis penyakit CMV dalam sebuah host immunocompromised,
terutama SIV-imunosupresi kera dengan SAIDS. Walaupun penyakit bawaan CMV
tidak teramati di kera, dapat eksperimen diinduksi oleh inokulasi langsung intrauterine
fetus monyet rhesus dengan RhCMV. Pengembangan vaksin profilaksis efektif dan
HCMV terapi, kompleksitas tugas yang tangguh, dapat difasilitasi oleh pengujian
berbagai protokol imunisasi menggunakan RhCMV / model monyet rhesus3.
Virus CMV akan aktif apabila host mengalami penurunan kondisi fisik, seperti
wanita yang sedang hamil atau orang yang mengalami pencangkokan organ tubuh. Jika
infeksi pada wanita hamil terjadi pada awal kehamilannya maka kelainan yang
ditimbulkan semakin besar3.
Hanya sekitar 5 hingga 10 bayi yang terinfeksi CMV selama masa kehamilan
menunjukkan gejala kelainan sewaktu dilahirkan. Gejala klinis yang umum dijumpai
adalah berat badan rendah, hepatomegali, splenomegali, kulit kuning, radang paru -
paru, dan kerusakan sel pada jaringan syaraf pusat. Gejala non syaraf akan muncul pada
beberapa minggu pertama, cacat pada jaringan syaraf yang akan berlanjut menjadi
kemunduran mental, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, dan raikrosefali3.
CMV lebih sering menyerang mata yang dapat dengan cepat menyebabkan kebutaan.
Bila tidak diobati CMV dapat menyebar ke seluruh tubuh dan menginfeksi ke beberapa
organ lain sekaligus. Risiko infeksi CMV paling tinggi terjadi bila sel CD4 kurang dari
1003.

TRANSMISI INFEKSI CMV


Virus ini secara umum dapat menularkan dari penderita yang terinfeksi dengan
virus CMV melalui cairan tubuh seperti saliva, ASI, secret servikal dan vaginal, urin,
semen, darah dan tinja. Diperlukan kontak yang erat untuk terjadinya penularan infeksi
CMV, hal ini dikarenakan sifat virus yang labil. Penyakit CMV biasanya baru
bermanifestasi pada saat tubuh dalam keadaan imunokompromis, seperti pada
penderita HIV atau pada penderita yang telah mendapatkan transplantasi organ. Infeksi

6
CMV yng terjadi setelah proses kelahiran dapat menimbulkan manifestasi pada
seorang bayi yang terlahir dengan bayi berat lahir sangat rendah atau bayi berat lahir
rendah. 1, 3, 5
Menyentuh mata atau bagian dalam hidung atau mulut setelah kontak dengan
cairan tubuh penderita yang terinfeksi merupakan cara yang paling umum terjadi dalam
penyebaran infeksi CMV karena virus ini dapat masuk melalui membran mukosa. 3
Risiko menjadi meningkat pada wanita yang sedang hamil, kontak dengan penderita,
dan penderita immunocompromised. 5
Penyebaran infeksi CMV dapat terjadi melalui: 1, 3, 5
1. Vertikal
Penyebaran infeksi CMV dari ibu yang sedang hamil kepada janin yang sedang
dikandung.
Kurang lebih 30-50% wanita di Amerika Serikat belum pernah terinfeksi dengan
CMV, dimana sekitar 14/100 wanita ini mendapatkan infeksi CMV selama proses
kehamilannya. Sepertiga dari wanita (33 tiap 100) dengan infeksi primer CMV
pada saat kehamilan akan menularkan infeksi tersebut kepada bayinya.
Virus yang terdapat di dalam darah dari seorang ibu yang terinfeksi CMV dapat
melewati barrier plasenta dan menginfeksi janinnya. Diantara bayi yang terlahir
dengan infeksi kongenital CMV, sekitar 1 diantara 5 bayi menderita kecacatan yang
bersifat menetap, seperti gangguan pertumbuhan dan perkembangan atau
kehilangan kemampuan indera pendengarannya.

Tipe infeksi CMV:


1. Infeksi pada ibu
3 jenis infeksi CMV pada ibu hamil:
a. Infeksi primer: infeksi CMV pertama kali yang mungkin terjadi pada
saat masih bayi, anak, remaja, atau pada ibu yang sedang hamil. Infeksi
kongenital lebih sering terjadi pada ibu yang mendapatkan infeksi

7
primer pada saat kehamilan, terutama infeksi yang terjadi pada saat
trimester pertama kehamilan. 1, 3
b. Reaktivasi dari infeksi laten (rekurens): insidens lebih sering terjadi
pada ibu hamil daripada infeksi primer
c. Reinfeksi
2. Infeksi pada bayi: bentuk kongenital atau perinatal
a. Infeksi kongenital yaitu infeksi CMV ke janin yang dikandungnya
melalui plasenta (transplasental).
b. Infeksi perinatal yaitu infeksi yang terjadi pada saat bayi baru lahir dan
terkontaminasi virus yang berada dalam jalan lahir, melalui air susu ibu
atau melalui transfusi.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ada hubungan antara infeksi kongenital


CMV dengan disfungsi plasenta akibat infeksi CMV pada plasenta. Tidak ada
tindakan yang dapat menghilangkan semua risiko mendapatkan CMV dari anak
kecil, tetapi ada beberapa tindakan yang dapat mengurangi penyebaran.1
Di Amerika Serikat, kurang lebih 30-50% wanita tidak pernah terinfeksi dengan
CMV. Sekitar 1 4 tiap 100 wanita yang tidak pernah terinfeksi dengan CMV
mendapatkan infeksi CMV selama kehamilan. Sepertiga dari wanita (33 tiap 100)
yang terinfeksi dengan CMV untuk pertama kalinya selama kehamilan akan
menularkan infeksi tersebut kepada bayinya.
Di Amerika Serikat, kurang lebih 50-80% dari wanita yang berusia sampai 40 tahun
telah terinfeksi dengan CMV pada usia 40 tahun. Jika seorang wanita terinfeksi
dengan CMV sebelum hamil, risiko untuk menularkan virus tersebut kepada
bayinya adalah 1 tiap 100 bayi.
Pada wanita hamil, paparan utama dari CMV adalah melalui kontak seksual dan
melalui kontak urine dan saliva dari anak kecil yang terinfeksi dengan CMV.
2. Horizontal
a. Kontak intim dengan penderita

8
b. Transfusi darah
c. Transplantasi jaringan
d. Sexual
Penyebaran melalui transfusi darah atau transplantasi jaringan (infeksi
nosocomial)ditemukan 1-2 minggu setelah transfusi darah. Diperkirakan sebanyak
7% terjadi infeksi primer CMV pada resipien yang menerima transfusi darah.
Gejala infeksi CMV akan timbul 3-12 minggu setelah pemberian transfusi darah
dan 4 minggu 4 bulan setelah transplantasi jaringan dari donor yang positif
menderita infeksi CMV.
Penelitian yang dilakukan oleh Stagno mendapatkan bahwa tingginya prevalensi
penyebaran infeksi CMV pada anak di daerah perkotaan sangat dipengaruhi oleh
faktor kepadatan jumlah penduduk, bukan oleh karena faktor tempat tinggal,
tinggal pengetahuan orang tua dan daerah dari kedua orang tua. 1
Penderita yang terinfeksi dengn CMV dapat menularkan virus (melalui virus dari
cairan tubuh, seperti urine, saliva, darah, dan semen ke lingkungannya). Anak kecil
seringkali menyebarkan CMV beberapa bulan setelah infeksi pertamanya. Orang
tua dapat tertular virus dari anak-anaknya yang terinfeksi, CMV tidak dapat
menyebar dengan mudah. Kurang dari 1 diantara 5 orang tua dari anak-anak yang
terinfeksi mendapatkan infeksi dalam kurun waktu setahun. 5

9
Tingkat infeksi CMV
Media Transmisi Rata-rata tingkat infeksi (dalam pasien)
Transplasental
Primer 50%
Rekurens 0,5% - 2%
Perinatal
ASI 25%- 50%
Sekret servikal 10%
Postnatal
Perawatan Anak 10% - 70 %
Intrafamilial 50%
Seksual
Oral Tidak ada data
Genital Tidak ada data
Nosokomial
Transfusi 2% - 10% (transfusi dengan darah yang belum
Petugas rumah sakit dikrining/difilter)
< 1%

PATOGENESIS
Tidak seperti halnya penyakit infeksi lainnya, misal rubella dan toxoplasma,
transmisi in utero terjadi pada ibu hamil yang pertama kali terinfeksi, pada CMV,
transmisi utero dapat terjadi baik pada saat terjadi infeksi primer ataupun pada infeksi
yang rekurens. Sebagian besar infeksi CMV pada ibu hamil tidak memberikan gejala.
Sekitar 30% - 40% infeksi kongenital CMV ditemukan pada infeksi primer. Selain itu,
infeksi rekurens, bayi yang terkena infeksi kongenital mempunyai gejala klinis yang
lebih ringan daripada infeksi primer oleh karena imunitas ibu dalam beberapa hal akan
melemahkan infeksi terhadap janin. Umur kehamilan tidak mempengaruhi terjadinya
transmisi in-uetero, tetapi infeksi primer yang terjadi pada saat usia kehamilan masih
awal mempunyai prognosis yang lebih buruk daripada kehamilan tua. Pada kebanyakan
ibu hamil, CMV dapat ditemukan dalam sekret serviks dan urin selama kehamilannya,
akan tetapi hasil isolasi CMV dari ibu hamil tersebut dapat negative walaupun bayinya
menderita infeksi CMV kongenital. Dengan demikian, hasil isolasi CMV dari urin ibu
hamil tidak dapat dijadikan indikator tidak adanya infeksi kongenital. 1
Pada infeksi kongenital CMV, janin dalam kandungan akan terinfeksi CMV
yang sebelumnya telah menimbulkan infeksi pada plasenta. Dari plasenta, virus

10
kemudian menyebar secara hematogen ke janin. Terdapat teori yang menjelaskan
kemungkinan terjadinya infeksi CMV pada janin yang disebabkan reaktivasi infeksi
CMV yang berasal dari endometrium, myometrium dan kanalis servikalis. Teori yang
lain mengatakan, infeksi CMV pada ovarium atau semen yang mengandung CMV
dapat menyebabkan terjadinya infeksi kongenital CMV.1

PATOLOGI
Sitomegalovirus dapat menyerang susunan saraf pusat, mata, system
hematopoetik, ginjal, kelenjar endokrin, saluran cerna, paru dan plasenta. Ukuran sel
organ yang diserang akan menjadi bertambah besar dengan inti yang juga membesar,
bulat, oval atau berbentuk ginjal. Pada sitoplasma dijumpai adanya inclusion yang
letaknya terpisah dari membrane inti sel. Inclusion terdiri dari struktur DNA disebut
juga owls eye appearance yang dengan pewarnaan PAS (periodic acid-schiff)
memberikan hasil positif. 1

Gambar 2. Pewarnaan hematoxylin-eosin pada potongan paru menunjukan inklusi


mata burung hantu yang tipikal (Wiedbrauk, dalam Akhter & Wills, 2010)

11
Infeksi pada susunan saraf pusat dapat bermanifestasi meningitis atau
periependimitis. Infeksi pada SSP dapat menimbulkan kalsifikasi pada otak. Virus
kadang-kadang dapat diisolasi dari cairan serebrospinal. Sedangkan kelainan pada
mata menyebabkan korioretinitis, neuritis, optic, katarak, koloboma dan mikroftalmia.
Secara klinis dapat ditemukan pembesaran hati, dengan kadar bilirubin direk dan
transaminase serum yang meninggi. Secara patologis dijumpai adanya kolangitis
intralobular, kolestasis, kolestasis obstruktif yang akan menetap selama masa anak.
Inclusion dijumpai pada sel Kupffer dan epitel saluran empedu, mungkin hal ini yang
menyebabkan terjadinya atresia biliaris. Tidak ada bukti yang menyatakan bahwa lesi
patologis hati akan berkembang menjadi kronik dan tidak ada satu kasus pun yang
berkembang menjadi sirosis hati. Pada ginjal, tidak terjadi perubahan makroskopik tapi
secara mikroskopik. Inclusion dapat terlihat pada tubulus distal, collecting ducts dan
kadang-kadang pada kapsul Bowman dan tubulus proksimal. Infeksi CMV dapat
mengenai kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, pancreas, dan hipofisis bagian depan.
Kelainan paru oleh infeksi CMV dapat menyebabkan reaksi peradangan ringan,
pneumonitis, tetapi tidak pernah dilaporkan kasus fatal kecuali pada bayi premature
yang mendapat transfusi darah dari donor yang ternyata menderita infeksi CMV.
Kelainan pada system hematopoetik yang dijumpai adalah trombositopenia dan
anemia. 1

MANIFESTASI KLINIS3,4,5,6
1. Manifestasi Klinis Secara Umum
Pada populasi dewasa normal, CMV bersifat dormant (tidak aktif) dalam
tubuh. CMV hanya bermanifestasi jika kekebalan tubuh orang bersangkutan
merosot. Misalnya, mendapat transplantasi organ, sedang menjalani kemoterapi
atau terinfeksi HIV. Pada sebagian orang, infeksi primer CMV pada saat
dewasa menimbulkan infeksi mononukleosis. Gejalanya mirip infeksi yang
disebabkan oleh virus Epstein Barr, antara lain; demam, rash (bintik merah) di
tubuh, pembengkakan kelenjar limfe di leher, rasa capai hebat, kehilangan nafsu

12
makan, sakit kepala, nyeri otot, pembesaran hati dan limpa. Gejala ini,
sebagaimana gejala flu, bisa sembuh sendiri tanpa diobati. Cukup beristirahat
dua sampai enam minggu. Antara tiga dan dua belas minggu setelah terinfeksi
beberapa pasien mungkin mengalami demam, kelelahan umum dan kelenjar
bengkak. Pasien dengan risiko tinggi dapat mengembangkan pneumonia dan
batuk. Komplikasi infeksi CMV dijabarkan sebagai berikut :
a. Cytomegalovirus pneumonia didefinisikan sebagai tanda-tanda dan gejala
penyakit paru dalam kombinasi dengan deteksi CMV dalam cairan
bronchoalveolar atau jaringan paru-paru. Tingkat tertinggi pneumonia
CMV serta keparahan terbesar terjadi antara penerima transplantasi paru-
paru yang berisiko.
b. Cytomegalovirus hepatitis didefinisikan sebagai bilirubin tinggi dan atau
tingkat enzim hati dalam kombinasi dengan deteksi CMV tanpa adanya
penyebab lain untuk hepatitis. Hepatitis telah sering diamati pada pasien
dengan infeksi CMV primer dan mononukleosis. Tingkat enzim
hepatoseluler mungkin ringan dan transiently meningkat dan dalam kasus
yang jarang, penyakit kuning dapat berkembang. Prognosis hepatitis CMV
pada host imunokompeten biasanya menguntungkan, tetapi kematian telah
dilaporkan pada pasien imunosupresi.
c. CMV gastritis dan kolitis adalah kombinasi dari gejala pada saluran atas
dan bawah GI. Lesi mukosa terlihat pada endoskopi. CMV dapat
menginfeksi saluran pencernaan dari rongga mulut melalui usus besar.
Manifestasi khas penyakit adalah lesi ulseratif. Dalam rongga mulut ini
dapat dibedakan dari ulkus yang disebabkan oleh HSV atau ulserasi
aphthous. Gastritis dapat muncul sebagai sakit perut dan bahkan
hematemesis, sedangkan kolitis lebih sering muncul sebagai penyakit
diare.
d. Cytomegalovirus penyakit SSP merupakan gejala SSP dalam kombinasi
dengan deteksi CMV dalam CSF.

13
e. Cytomegalovirus retinitis adalah salah satu infeksi oportunistik yang paling
umum pada orang dengan AIDS, biasanya mereka dengan jumlah CD4+ di
bawah 50 sel/uL. Meskipun jumlah kasus mengalami penurunan dengan
penggunaan ART, kasus baru tetap dilaporkan. Individu dengan retinitis
CMV biasanya menunjukkan penurunan progresif ketajaman visual, yang
dapat berkembang menjadi kebutaan jika tidak diobati. Unilateral dan
bilateral penyakit mungkin ada. Pengobatan jangka panjang CMV
diperlukan untuk mencegah kambuh retinitis .
2. Manifestasi klinis pada Ibu Hamil :
Umumnya >90% infeksi CMV pada ibu hamil asimpomatik, tidak
terdeteksi secara klinis. Gejala yang timbul tidak spesifik, yaitu: demam, lesu,
sakit kepala, sakit otot dan nyeri tenggorok. Wanita hamil yang terinfeksi CMV
akan menyalurkan pada bayi yang dikandungnya, sehingga bayi yang
dikandungnya akan mendapatkan kelainan kongenital. Selain itu wanita yang
hamil dapat mengalami keguguran akibat infeksi CMV.
3. Manifestasi Klinis pada Bayi
Transmisi dari ibu ke janin dapat terjadi selama kehamilan, Infeksi pada
kehamilan sebelum 16 minggu dapat mengakibatkan kelainan kongenital berat.
Gejala klinik infeksi CMV pada bayi baru lahir jarang ditemukan. Dari hasil
pemeriksaan virologis, CMV hanya didapat 5-10% dari seluruh kasus infeksi
kongenital CMV. Kasus infeksi kongenital CMV hanya 30-40% saja yang
disertai persalinan prematur. Dari semua yang prematur setengahnya disertai
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT). 10% dari janin yang menunjukkan tanda-
tanda infeksi kongenital mati dalam dua minggu pertama. infeksi kongenital
pada anak baru lahir jelas gejalanya. Gejala infeksi pada bayi baru lahir
bermacam-macam, dari yang tanpa gejala apa pun sampai berupa demam,
kuning (jaundice), gangguan paru, pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran
hati dan limpa, bintik merah di sekujur tubuh, serta hambatan perkembangan
otak (microcephaly). Hal ini bisa menyebabkan buta, tuli, retardasi mental

14
bahkan kematian. Tetapi ada juga yang baru tampak gejalanya pada masa
pertumbuhan dengan memperlihatkan gangguan neurologis, mental, ketulian
dan visual. Komplikasi yang dapat muncul pada infeksi CMV antara lain:
a. Infeksi pada sistem saraf pusat (SSP) antara lain: meningoencephalitis,
kalsifikasi, mikrosefali, gangguan migrasi neuronal, kista matriks
germinal, ventriculomegaly dan hypoplasia cerebellar). Penyakit SSP
biasanya menunjukan gejala dan tanda berupa: kelesuan, hypotonia,
kejang, dan pendengaran defisit.
b. Kelainan pada mata meliputi korioretinitis, neuritis optik, katarak,
koloboma, dan mikroftalmia.
c. Sensorineural hearing defisit (SNHD) atau kelainan pendengaran dapat
terjadi pada kelahiran, baik unilateral atau bilateral, atau dapat terjadi
kemudian pada masa kanak-kanak. Beberapa pasien memiliki pendengaran
normal untuk pertama 6 tahun hidup, tetapi mereka kemudian dapat
mengalami perubahan tiba-tiba atau terjadi gangguan pendengaran. Di
antara anak-anak dengan defisit pendengaran, kerusakan lebih lanjut dari
pendengaran terjadi pada 50%, dengan usia rata-rata perkembangan
pertama pada usia 18 bulan (kisaran usia 2-70 bulan). Gangguan
pendengaran merupakan hasil dari replikasi virus dalam telinga bagian
dalam.
d. Hepatomegali dengan kadar bilirubin direk transaminase serum meningkat.
Secara patologis dijumpai kolangitis intralobar, kolestasis obstruktif yang
akan menetap selama masa anak. Inclusian dijumpai pada sel kupffer dan
epitel saluran empedu.
Bayi dengan infeksi CMV kongenital memiliki tingkat mortalitas 20-30%.
Kematian biasanya disebabkan disfungsi hati, perdarahan, dan intravaskuler
koagulopati atau infeksi bakteri sekunder.

15
DIAGNOSIS 1, 5,7
Jika didapatkan penderita yang dicurigai telah terinfeksi CMV (kongenital CMV),
maka sangat penting untuk dilakukan pemeriksaan penunjang dalam waktu 2-3
mingggu setelah kelahiran. Jika dilakukan pada umur yang lebih lama, maka tes yang
dilakukan tidak lagi sensitive untuk mendeteksi CMV kongenital, karena mungkin saja
infeksi yang didapatkan melalui air susu ibu ataupun oleh karena paparan dari orang
lain yang terinfeksi..
1. Isolasi Virus 1, 5
Infeksi CMV yang sedang aktif dapat dideteksi dengan baik melalui isolasi
virus dari cairan serebrospinal, urin, saliva, bilas bronchoalveolar, ASI, secret
servikal, buffy coat, dan jaringan yang dihasilkan dari biopsi. Identifikasi cepat (24
jam) saat ini menjadi hal yang rutin, kultur dengan menggunakan metode
sentrifugasi yang dipercepat didasarkan pada deteksi awal antigen CMV
menggunakan antibody monoclonal.
Infeksi juga dapat didiagnosa in utero dengan isolasi virus dari cairan amnion.
Kultur yang negative tidak menyingkirkan infeksi fetal karena interval antara
infeksi maternal dengan infeksi fetal belum diketahui. Infeksi CMV kongenital
dapat didiagnosis dengan isolasi virus dalam 3 minggu pertama kehidupannya.
Urin lebih disukai sebagai bahan untuk isolasi virus karena mengandung jumlah
virus yang lebih banyak dibandingkan air liur (saliva).

2. Pemeriksaan Serologik 1, 5
Seseorang yang telah terinfeksi dengan cytomegalovirus (CMV) akan
membentuk antibody terhadap virus yang akan tetap tinggal di dalam tubuh selama
hidupnya . Apabila bayi mengalami infeksi CMV kongenital, IgG anti CMV akan
memberikan hasil positif dengan titer yang semakin meningkat sampai bayi berusia
4-9 bulan. Pemeriksaan ini dapat memberikan kepastian informasi terhadap infeksi
CMV. Pemeriksaan untuk mengetahui adanya IgG anti CMV adalah cara
complement fixation test, ELISA, anti complement imunofluoresence, radio

16
immunoassay (RIA) dan hemagglutination indirect. Selain IgG anti CMV, maka
dapat juga dilakukan pemeriksaan IgM anti CMV pada bayi yang lebih besar. IgM
anti CMV dapat diperiksa dengan cara ELISA dan RIA.

3. Pemeriksaan Rheumatoid Factor 1


Janin yang mengalami infeksi CMV kongenital dan bayi baru lahir yang terkena
infeksi CMV perinatal akan memproduksi rheumatoid factor. Selain infeksi CMV,
rheumatoid factor ditemukan juga pada infeksi rubella, toksoplasmosis dan sifilis.
Dengan demikian, apabila pemeriksaan rheumatoid factor positif, mungkin
terdapat infeksi CMV, sehingga beberapa peneliti menyatakan bahwa rheumatoid
factor dapat dipakai sebagai skrining pada neonatus.

4. Pemeriksaan IgM 1
Peninggian kadar IgM pada bayi baru lahir dapat dijadikan uji untuk monitoring
yang bersifat tidak spesifik. Pemeriksaan IgM pada tali pusat ataupun darah dari
bayi dapat menduga adanya infeksi CMV kongenital tetapi mempunyai sensitivitas
dan spesifisitas yang rendah, oleh karena hanya sekitar 70% kasus infeksi CMv
kongenital pada bayi yang dapat dideteksi.

5. Pemeriksaan IgG
IgG CMV yang negative pada darah tali pusat bayi menunjukkan tidak adanya
infeksi CMV kongenital, tetapi jika positif ada dua kemungkinan yaitu disebabkan
transfer pasif dari ibu atau adanya indikasi infeksi kongenital.
Meningkatnya antibody IgG dapat disebabkan oleh infeksi primer maupun
ulang dan harus diinterpretasikan dengan hati-hati. Untuk mengukut IgG
predominan, diperlukan serum specimen serial sejak lahir yang berguna untuk
membedakan kelainan kongenital dari infeksi natal atau pascanatal.

17
6. Polimerase Chain Reaction (PCR)
Diagnosis infeksi CMV secara cepat dapat dilakukan dengan pemeriksaan
DNA CMV. Pemeriksaan berkala DNA-CMV dari darah perifer dengan
pemeriksaan kuantitatif PCR dapat berguna untuk mengidentifikasi penderita yang
berisiko tinggi dan memantau efek terapi antiviral. PCR dan hibridisasi merupakan
teknik pemeriksaan yang cepat, yang dewasa ini sering dilakukan secara rutin untuk
mendeteksi CMV. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan
diagnosis enseffalitis CMV.

7. Radiografi
Pemeriksaan thoraks foto (radiologi dada) dapat digunakan pada CMV
pneumonia, tetapi hasil dari pemeriksaan ini tidak dapat membedakan penyebab
pneumonia. Hasil thoraks foto yang dengan pneumonia dan hasil lavage
bronchoalveolar (UUPA) yang positif CMV merupakan metode yang umumnya
digunakan untuk menegakkan diagnosis.
Pada neonates dengan infeksi CMV kongenital simptomatis, CT Scan dan MRI
kepala merupakan predictor yang baik untuk melihat keluaran perkembangan
neurodevelopmental. Abnormal CT Scan kepala dengan kalsifikasi intraserebral
paling sering ditemukan, berupa kalsifikasi periventrikuler dan ventrikulomegali.
Sebagai tambahan, gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium tidak dapat
memprediksi kelainan neuroradiografik pada neonates dengan infeksi CMV
kongenitak simptomatis.

DIAGNOSIS BANDING8
1. Toksoplasma Kongenital
Gambaran toksoplasmosis kongenital mirip sekali dengan infeksi CMV
kongenital. Hampir semua manifestasi yang didapat pada CID juga didapatkan
pada toksoplasmosis. Perbedaan antara keduanya masih belum banyak diketahui.

18
Kalsifikasi pada toksoplasmosis biasanya terdapat pada korteks serebri, hal ini
tidak terjadi pada CID.
Rash makulopapular dapat muncul pada toksoplasmosis, tetapi tidak disertai
komponen petekie maupun purpura. Korioretinitis pada CID biasanya terjadi
bersama dengan mikrosefali sedangkan pada toksoplasmosis gejala korioretinitis
disertai dengan mikrophtalmia dan hidrosefalus.
Apabila toksoplasma kongenital mengenai SSP, terdapat peningkatan protein
dalam cairan serebrospinal disertai dengan pleositosis yang jarang dijumpai pada
infeksi CMV kongenital. Kepastian diagnosis dapat diketahui dari pemeriksaan uji
serologis terhadap toksoplasma dan CMV.

2. Sindrom Rubela Kongenital


Sindrom rubella kongenital terjadi sebagai akibat infeksi virus rubella pada
kehamilan trimester pertama. Baik CMV maupun rubella dapat menyebabkan
petekie dan purpura, icterus, hepatosplenomegali, trombositopenia, mikrosefali,
dan retardasi mental. Kedua, penyakit ini juga berhubungan dengan prematuritas
dan retardasi pertumbuhan intrauterine. Tetapi CMV lebih jarang menyebabkan
katarak dan kelainan jantung kongenital dibanding rubella. Rubella lebih sering
menimbulkan rash purpura dibandingkan rash petekie, kelainan tersebut lebih
sering didapatkan di daerah muka dan leher. Korioretinitis pada CMV distribusinya
bersifat fokal, sementara pada sindrom rubella kongenital tersebar mirip gambaran
garam dan lada.
Diagnosis sindrom rubella kongenital ditegakkan melalui anamnesis ibu yang
mendapatkan infeksi rubella pada saat kehamiln bulan ke 3-4 dan dikonfirmasi
dengan pemeriksaan virologik dan serologis.

3. Eritroblastosis Fetalis
Pada eritroblastosis fetalis dijumpai icterus, purpura, dan letargi, disertai uji
Coomb positif. Adanya gangguan fungsi hati pada infeksi CMV kongenital dapat

19
membedakan dengan eritroblastosis fetalis. Perlu pula dibedakan dengan infeksi
parvovirus B19 dengan gejala gagal jantung dan edema.

4. Herpes Simpleks
Kelainan kulit terdapat pada 80% bayi dengan infeksi herpes perinatal, jarang
terdapat pada infeksi CMV kongenital. Kalsifikasi serebral tidak terdapat pada
infeksi herpes, walaupun pernah dilaporkan pada beberapa kasus. Isolasi virus
herpes dari lesi kulit atau jaringan lain dapat memastikan diagnosis.

5. Sepsis Neonatal
Sepsis neonatal ditandai dengan letargi, icterus, dan hepatomegaly. Biakan
darah akan memastikan organisme penyebab sepsis.

6. Sifilis Kongenital
Sifilis kongenital dapat dibedakan dengan uji serologic dan adanya kelainan tulang,
yaitu osteitis pada gambaran foto radiologic.

TATALAKSANA DAN PENGOBATAN 1, 5,8


Pencegahan Infeksi Maternal
Sampai dengan saat ini belum terdapat standart terapi untuk infeksi CMV maternal
yang terdiagnosis pada saat kehamilan. Penelitian terbaru menunjukkan pemberian
CMV hyperimmune globulin kepada ibu hamil dengan infeksi primer CMV dan kepada
janin yang sudah terkonfirmasi terinfeksi via cairan amnion, mampu menurunkan
angka sekuele bayi saat kehamilan dari 50% menjadi 3%.
Penanganan Infeksi CMV pada Neonatus
Sekitar 80% bayi yang terlahir dengan infeksi CMV kongenital dapat tumbuh dan
berkembang dengan sehat. Pada bayi yang terdiagnosis sebagai infeksi CMV
kongenital, harus dilakukan evaluasi lengkap termasuk pemeriksaan darah perifer
lengkap, pengukuran kadar transaminase dan bilirubin direk. Pungsi lumbal (protein

20
CSF > 120mg/dL) dan CT Scan kepala (gambaran kalsifikasi periventrikuler,
ventrikulomegali dan hidrosefalus) dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya
keterlibatan system saraf pusat. Pemeriksaan oftalmologik dilakukan untuk
mengevaluasi kemungkinan korioretinitis. Pemeriksaan fungsi pendengaran juga perlu
dilakukan dalam 2 tahun pertama.
Pengelolaan bayi dengan infeksi CMV kongenital adalah dengan memberikan
perawatan suportif di Unit Perawatan Bayi Baru Lahir atau NICU. Pemberian ASI tetap
dianjurkan. Bayi yang terinfeksi sering membutuhkan fototerapi untuk
hiperbilirubinemia dan transfusi PRC dan trombosit concentrate untuk anemia berat
dan trombositopenianya.
Beberapa pengalaman tentang ganciclovir, merupakan obat anti virus yang dapat
mencegah penurunan fungsi pendengaran dan gangguan perkembangan system saraf
pada bayi yang terlahir dengan infeksi kongenital CMV. Bagaimanapun, obat ini
memiliki berbagai efek samping dan telah dilakukan uji pada anak-anak dengan gejala
berat dari infeksi CMV.

PENGOBATAN 1, 4,10
Sampai dengan sekarang, pengobatan untuk infeksi CMV masih belum
memuaskan, dan masih dilakukan berbagai penelitian dan uji klinis untuk mendapatkan
anti virus yang efektif dan tidak toksik. Anti virus yang ada saat ini dan telah dicoba
untuk pengobatan infeksi CMV kongenital dan perinatal adalah idoksiviridae, 5-fluoro-
2-deoksiviridae, sitosin arabinosid, adenine arabinosid, asiklovir, interferon, interferon
stimulator, dan ganciclovir. Di Amerika Serikat, ganciclovir telah direkomendasikan
untuk pengobatan retinitis dan koroiditis pada infeksi CMV.
Dua agen antivirus yang dipakai yaitu ganciclovir dan foscarnet.
1. Ganciclovir merupakan nuklosid trifosfat dan berfungsi sebagai suatu
terminator DNA.
2. Ganciclovir dikombinasikan dengan immunoglobulin, yaitu immunoglobulin
intravena standart (IVIG) atau hiperimmun CMV IVIG, telah digunakan untuk

21
infeksi CMV pada penderita dengan immunokompromised (penerima
transplantasi sumsum tulang, ginjal, jantung, dan penderita dengan AIDS). Dua
regimen yang dipublikasikan adalah:
Ganciclovir (7,5mg/kgBB/24jam IV dibagi setiap 8 jam selama 14 hari),
dengan CMV IVIG (400mg/kgBB pada hari ke 1, 2, dan 7 serta 200
mg/kgBB pada hari ke 14)
Dan ganciclovir (7,5mg/kgBB/24 jam IV dibagi setiap 8 jam selama 20
hari) dengan IVIG 500mg/kgBB untuk hari sesudahnya selama 10 hari

3. Foscarnet analog pirofosfat sebagai suatu inhibitor selektif terhadap DNA


polymerase merupakan alternative agen antiviral, meskipun informasi
penggunaannya pada anak-anak masih terbatas. Umumnya digunakan untuk
mengobati CMV retinitis pada pasien AIDS. Obat ini bersifat nefrotoksik, efek
samping lainnya yaitu kejang, hipokalsemia, nausea, ataksia, dan perubahan
status mental tetapi tidak myelotoksik. Foscarnet digunakan pada penderita
yang secara klinik resisten dan intoleransi terhadap ganciclovir, telah dicatat
10% penderita dengan AIDS yang sudah mendapatkan ganciclovir selama > 3
bulan. Dosis pemberiannya telah diteliti yaitu 60mg/kgBB/hari dengan
didapatkan efek samping tercatat lebih sedikit dibanding dengan dosis 90-
120mg/kgBB/hari. 1, 4
Pemberian gansiclovir intravena dikhawatirkan dapat menyebabkan supresi
sumsum tulang yang dihubungkan dengan dosis obat, yang umumnya berupa
neutropenia, anemia dan trombositopenia, yang dapat kembali normal setelah
penghentian obat.
Ganciclovir juga tersedia dalam sediaan oral untuk pasien AIDS yang terinfeksi
CMV, namun sediaan ini kurang diabsorbsi dalam saluran cerna. Obat ini terutama
digunakan sebagai terapi untuk CMV retinitis, dengan dosis 1gram, 3 kali sehari.
Bentuk oral lain yang lebih baik penyerapannya adalah derivate ganciclovir yaitu

22
valganciclovir, dengan dosis 900mg/hari dan sudah terbukti efektif pada orang dewasa.
Efek sampingnya meliputi leukopenia ringan dan neutropenia. Pemberian ganciclovir
ini umumnya disertai dengan hyperimmuneglobulin, terutama bagi pasien dengan
transplantasi organ.
CMV retinitis dan penyakit gastrointestinal muncul dan secara klinis responsive
terhadap terapi, tetapi sering berulang. Toksisitas terhadap terapi, tetapi sering
berulang. Toksisitas dengan ganciclovir sering terjadi dan sering menjadi berat,
termasuk neutropenia, trombositopenia, disfungsi hati, reduksi pada spermatogenesis
dan gangguan gastrointestinal dan renal.

Infeksi Kongenital
Penelitian tahap II dengan ganciclovir (12mg/kgBB/24jam untuk total 6 minggu)
memperlihatkan peningkatan pendengaran atau stabilisasi pada 5 dari 30 bayi.
Penelitian acak dari infeksi CMV kongenital simptomatik menunjukkan adanya
perbaikan.

KOMPLIKASI 3,9
Pada beberapa kasus, tetapi jarang, CMV dapat menyebabkan komplikasi menjadi
lebih berat:
1. CMV mononucleosis. Sindrom ini menyerupai mononukleosis infeksiosa,
tetapi virus Epstein-Barr (EBV) menyebabkan mononukleosis klasik. Jika
didapatkan tanda-tanda dan gejala yang menyerupai infeksi mononucleosis,
seperti sakit tenggorokan, pembengkakan kelenjar dan tonsil, kelelahan serta
mual, dapat dilakukan tes antibody terhadap virus Epstein Barr. Jika didapatkan
hasil yang negatif, kemungkinan gejala tersebut disebabkan oleh infeksi CMV.
2. Gastrointestinal. Infeksi CMV pada saluran pencernaan dapat mengakibatkan
terjadinya diare, demam, nyeri perut (radang usus) serta ditemukannya darah
dalam tinja.

23
3. Hepatologi. Infeksi CMV dapat menyebabkan gangguan fungsi normal dari hati
dan demam yang tidak dapat dijelaskan.
4. Neurologi. Berbagai komplikasi neurologis telah dilaporkan sebagai akibat dari
infeksi CMV pada sistem saraf, termasuk keradangan pada otak (ensefalitis).
5. Respirasi. Infeksi CMV dapat menyebabkan terjadinya peradangan pada
jaringan paru-paru (pneumonitis).

PROGNOSIS
Bayi dengan infeksi CMV kongenital simptomatik mempunyai angka mortalitas
sekitar 10% - 15%. Dan sekitar 50% - 90% yang masih hidup akan mengalami kelainan
dengan gejala sisa berupa ketulian yang bersifat sensoris, retardasi mental, gangguan
tumbuh kembang, cerebral palsy, epilepsy, kelainan penglihatan dan mikrosefali.
Prognosis pada infeksi CMV yang didapat, secara umum baik untuk penderita yang
sebelumnya kondisinya baik. Pasien yang berkembang menjadi sindrom Guillain-
Barre, sembuh dengan sempurna. Infeksi CMV yang dikarenakan transfusi darah
mempunyai prognosis baik pada penderita yang tidak imunokompromised, kecuali
pada bayi kecil preterm yang menerima darah dari donor dengan antibody CMV positif.
Pasien dengan CMV mononucleosis biasanya sembuh total, sekalipun beberapa
memiliki gejala yang berkepanjangan. Sebagian besar pasien immunokompromised
juga sembuh, tetapi dari pengalaman, pasien dengan pneumonitis berat, mempunyai
tingkat kefatalan tinggi bila terjadi hipoksemia. Infeksi CMV mungkin merupakan
peristiwa akhir pada individu dengan kerentanan terhadap infeksi yang meningkat,
seperti pasien dengan AIDS.

PENCEGAHAN
Sampai dengan sekarang, masih belum ditemukan vaksin/imunisasi yang dapat
mencegah terjadinya infeksi CMV. Bagi mereka yang memiliki kontak erat dengan
anak-anak atau wanita hamil, tindakan mencuci tangan akan bermanfaat dalam

24
mengurangi risiko terjadinya infeksi CMV. Sebaiknya penderita yang terinfeksi CMV
tidak berbagi alat makan dengan oarng lainnya.
Seorang ibu yang terinfeksi dengan CMV sebaiknya tidak menghentikan
pemberian ASInya kepada anaknya, karena didapatkan adanya keuntungan dengan
pemberian ASI, yaitu terjadi penurunan risiko terjadinya infeksi CMV kepada bayi.
Cara-cara pencegahan:
1. Waspada dan hati-hati pada saat mengganti popok bayi, cuci tangan dengan
baik sesudah mengganti popok bayi dan buanglah kotoran bayi di tempat
kotoran.
2. Hindari melakukan transfusi kepada bayi baru lahir dari ibu yang seronegatif
dengan darah donor seropositive CMV.
Hindari transplantasi jaringan organ dari donor seropositive CMV kepada resipien
yang seronegatif. Jika hal ini tidak dapat dihindari, maka pemberian IG hiperimun
atau pemberian antivirus profilaktif dapat diberikan.

25
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Infeksi Cytomegalovirus (CMV) tersebar luas di seluruh dunia, dan terjadi
endemik tanpa tergantung musim. Iklim tidak mempengaruhi prevalensi. Pada
populasi dengan keadaan sosial ekonomi yang baik, kurang lebih 60-70% orang
dewasa, menunjukkan hasil pemeriksaan laboratorium positif terhadap infeksi
CMV. Kejadian infeksi CMV pada Ibu hamil sangat tinggi dan menyebabkan
kelainan congenital pada janin. Diagnosis dini dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang amatlah penting untuk menentukan status infeksi
dan penentuan perlu tidaknya mendapat terapi untuk mencegah mortalitas dan
morbiditas. Untuk mengurangi risiko kelainan congenital pada janin perlu
memperhatikan tindakan pencegahan yang efektif.

B. SARAN
a. Perlunya sosialisasi pencegahan infeksi TORCH termasuk di dalamnya infeksi
CMV untuk mengurangi risiko kelainan congenital pada janin
b. Perlunya tindakan skrining infeksi TORCH tersebar luas dan terjangkau di
sarana pelayanan kesehatan

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Hadinegoro, dkk. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi II. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 2012. P:276-291
2. Akhter, Kauser dan Wills, Todd S. 2010. Cytomegalovirus. eMedicine Infectious
Disease. [cited on june , 15] Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/215702-overview
3. Chin, J. 2007. Infeksi Sitomegalovirus. Dalam: Manual Pemberantasan Penyakit
Menular. Jakarta : Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan. h.143-4
4. Dwindra, Mayenru. 2009. Infeksi Cytomegalovirus. Universitas Riau : Riau
5. Griffiths PD, 2012: Emery VC. Cytomegalovirus. Dalam: Clinical Virology.
Washington: ASM Press. h.433-55
6. Karger, Freiburg. 2011. Cytomegalovirus (CMV). [cited on june , 15] Available
from URL:
http://www.cdc.gov/cmv/transmission.html.
7. Kauser, Akhter. 2013. Cytomegalovirus. [cited on june , 15] Available from
URL:
http://emedicine.medscape.com/article/215702-overview
8. Kim CS. 2013. Congenital and Perinatal Cytomegalovirus Infection. Korean
Journal of Pediatrics. 53(1): 14-20.
9. Marino T, B Laartz, SE Smith, SG Gompf, K Allaboun, JE Marinez, et al. 2015.
Viral Infections and Pregnancy. [cited on june , 15] Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/235213-overview.
10. Schleiss, M.R., 2012. Cytomegalovirus Infection: Treatment & Medication.
[cited on june , 15] Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/963090-treatment.

27

Anda mungkin juga menyukai