PENDAHULUAN
Respon risiko adalah tindakan penanganan yang dilakukan terhadap risiko yang mungkin terjadi.
Metode yang dipakai dalam menangani risiko: 9
1) Menahan risiko (Risk retention) Merupakan bentuk penanganan risiko yang mana akan
ditahan atau diambil sendiri oleh suatu pihak. Biasanya cara ini dilakukan apabila risiko
yang dihadapi tidak mendatangkan kerugian yang terlalu besar atau kemungkinan
terjadinya kerugian itu kecil, atau biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi risiko
tersebut tidak terlalu besar dibandingkan dengan manfaat yang akan diperoleh.
2) Mengurangi risiko (Risk reduction) Yaitu tindakan untuk mengurangi risiko yang
kemungkinan akan terjadi dengan cara:
a. Pendidikan dan pelatihan bagi para tenaga kerja dalam menghadapi risiko
b. Perlindungan terhadap kemungkinan kehilangan
c. Perlindungan terhadap orang dan properti
3) Mengalihkan risiko (Risk transfer) Pengalihan ini dilakukan untuk memindahkan risiko
kepada pihak lain. Bentuk pengalihan risiko yang dimaksud adalah asuransi dengan
membayar premi.
4) Menghindari risiko (Risk avoidance) Menghindari risiko sama dengan menolak untuk
menerima risiko yang berarti menolak untuk menerima pekerjaan tersebut.
Berdasarkan PMK 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien, Insiden keselamatan pasien
yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien,
terdiri dari :
Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien.
Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah terjadinya insiden yang belum
sampai terpapar ke pasien.
Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah terpapar ke
pasien, tetapi tidak timbul cedera.
Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang sangat
berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
Kejadian katastropik/ sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau
cedera yang serius
Risk Management: Proactive strategy (Sheenu Jhawar, Mid Stafford General Hospital, UK )
Prosedur operasional untuk mengangkat dan mengarahkan isu-isu risiko klinis yang
mungkin terjadi melalui kejelasan tanggung jawab dan kendali pada semua lini pelayanan.
Pemahaman terhadap tingkat dan proses pengambilan keputusan sehingga tidak terjadi
tumpang tindih
Pendekatan multidisiplin dalam mengelola risiko
Pelatihan orientasi bagi karyawan baru, terutama dalam mengoperasikan peralatan
medis/klinis
Kebijakan dalam pemeliharaan peralatan yang dikerjakan secara konsisten
Kebijakan dalam: fire safety; infectious and non-infectious waste management;infection
control
Audit klinis yang dilaksanakan secara teratur dengan tindak lanjut yang nyata.
Pengelolaan dokumen rekam medik, pencatatan medik yang akurat dan terjamin
ketelursuran
Komunikasi dalam tim medis, tim keperawatan terpelihara dengan baik
Serah terima dilakukan secara adekuat
Adanya komunikasi yang terdokumentasi antara staff dan pasien/keluarga mengenadi
keputusan terapi/tindakan klinis
Dokumentasi spesifik keadaan-keadaan medis tertentu, misalnya alergi, dsb, pada rekam
medik, yang secara legal ditandatangani.
Probability
1. Extreme risk
2. High risk
3. Moderate risk
4. Low risk
Extreme
Major
Moderate
Minor
Minimal 0
restating in death or
neurologica damage
death
to wrong family
Staff: Death of staff member or Staff: Permanent niury to staff Staff. Medical expenses. lost timeStaff: First ad treatment only withStaff: No injury or review required
hospitalisation of 3 or more staff nhentber. hospitalisation of 1 or 2 orresticted duties or initryflnessno lost time or restricted duties
start. or 3 or more staff for 1 or 2 stall
expenencng lost time or
restricted duty or Aness
Visitors: Death of vis&Or or Visitors: Hospitalisation of 1 or 2 Visitors: medical expenses Visitors: Evaluation and Visitors. No treatment requred or
hospitalisation of 3 or more esnors maned or treatment of 1 or 2 treatment with no expenses refused treatment
isitors v visitors but not reghuno
hospitalisaition
Services: Complete loss of Services: Major loss of Services: Disnrpion to users dueServices: Reduced efficiency or Services: No loss of service
service or output !service to users toagency problems disruptionto
Financial: Cntcal finanoal loss Financial: Major frianeul loss Financial: Moderate financial lossFinancial: Minor financial loss < Financial: No tv racial loss
> 1 000 000 $100,000 - $1,000 000 10000 - 100 000 $10,000
hrormen : Mx ease nvro -site ease vronmen -site release vronmen Environmental- Nuisance
off-s.te with detrrnental effect with no detrimental effects or fire contained with outside assistancecontained without outside releases
Fire requiring evacuation that grows larger tiara an incipient or fire incipient stage or less assistance
stage
IF ANY OF THE ABOVE IWADENTS ARE UKELY TO EVOKEEXTERNAL INTEREST.
CONSIDERATION MUST BE GIVEN TO REAPPRAJSING THE SACRATING FOR THAT INCICIENT.
1.2.4 Root Cause Analysis
Langkah RCA,
investigasi kejadian,
rekonstruksi kejadian,
analisis sebab,
menyusun rencana tindakan, dan
melaporkan proses analisis dan temuan
Investigasi kejadian
menentukan masalah,
mengumpulkan bukti-bukti yang nyata,
melakukan wawancara,
meneliti lingkungan kejadian,
mengenali faktor-faktor yang berkontribusi terhadap timbulnya kejadian,
menggambarkan rantai terjadinya kejadian.
Rekonstruksi kejadian
mengenali kejadian-kejadian yang mengawali terjadinya adverse event ataupun near
miss,
melakukan analisis dengan menggunakan pohon masalah untuk mengetahui kegiatan atau
kondisi yang menyebabkan timbul kejadian,
lanjutkan sehingga dapat dikenali sistem yang melatar belakangi timbulnya kejadian atau
sampai tidak beralasan lagi untuk melanjutkan
Analisis penyebab
mengidentifikasi akar-akar penyebab:
- Faktor manusia: kelalaian, incompetence, sistem pengelolaan sumber daya manusia
termasuk reward system
- Sistem breakdown, system failure, system incapability
- Sistem pengendalian
- Sumber daya (fasilitas dan peralatan) dan manajemen sumber daya
rumuskan pernyataan akar masalah
Data Umum :
1 Luas Tanah : 4667 m2
2. Luas Bangunan : 2017 m2
3. Kelas Perawatan : Kelas III
4. Kapasitas Tempat Tidur
a. Rawat Inap : 12 Unit Tempat Tidur
b. UGD : 6 Tempat Tidur
c. Ruang Tindakan : 2 Tempat Tidur
Sistem pengelolaan di RSUD A masih dalam proses menuju BLUD (Badan Layanan Umum
Daerah). Dengan demikian, RSUD A saat ini masih belum memiliki fleksibilitas tersendiri dalam
pengelolaan rumah sakit untuk mampu bersaing dengan rumah sakit lain yang ada di daerah Kota S
pada umumnya. RSUD A tentunya harus segera berbenah diri dan mulai memperbaiki kualitas
pelayanan dalam upaya menjamin mutu pelayanan kesehatan sehingga mampu memberikan rasa
aman dan meningkatkan kepercayaan pasien terhadap RSUD A.
BAB II
CONTOH KASUS CLINICAL RISK MANAJEMEN
KASUS I
Sebelum saya ditugaskan untuk tugas belajar, IFRSUD A belum mempunyai struktur organisasi
yang disahkan oleh Pejabat yang berwenang (Kepala Dinas Kesehatan Kota S). Struktur
organisasi waktu itu masih bersifat penugasan secara lisan dilingkungan IFRS dan belum disahkan
oleh direktur RSUD A.
Sumber daya manusia di IFRS A berjumlah 4 orang, yaitu :
- Tenaga apoteker : 1 orang (PNS) (Ka IFars)
- S1 Farmasi : 1 orang THL (bagian gudang)
: 1 orang magang (bagian pelayanan) tidak di gaji
- SMK Farmasi : 1 orang (THL) (bagian pelayanan dan administrasi apotek)
Di IFRS hanya terdapat 2 shift, yaitu shift pagi pukul 08.00-14.00 dan shift sore pukul 14.00-
21.00. Poli rawat jalan pagi dimulai pukul 08.00-12.00 sedangkan poli rawat jalan sore dimulai
pukul 16.00-20.00.
3 orang SDM Farmasi berjaga di shift pagi, 1 asisten S1 di gudang, 1 asisten SMF di apotek
pelayanan rawat jalan, dan saya selaku Apoteker terkadang membantu pelayanan di Apotek rawat
jalan, terkadang juga di gudang dan tentunya bila ada undangan meeting di DinKes atau rapat
bulanan di rumah sakit bersama direksi, maka saya pun harus meninggalkan pekerjaan di IFRS,
padahal semua pekerjaan kefarmasian bertumpu di pagi hari.
Pasien rawat jalan dalam 1 shift pagi sekitar 50 orang/per shift dan pasien rawat inap dan
kebidanan rata-rata berjumlah 15 orang per hari, jadi total rata-rata sekitar 65 resep masuk dan
dikerjakan di apotek rawat jalan. Untuk pasien rawat inap diberlakukan system one daily dose.
Suatu hari sekitar 4 bulan setelah RSUD A resmi beroprasi, saat saya sedang staff meeting
bersama direksi, saya dipanggil oleh dr.Kepala Ruangan perawatan yang kebetulan baru selesei
visit dan memang tidak ikut rapat. Beliau menjelaskan terjadi kesalahan pemberian obat pada
pasien rawat inap yaitu ceftriaxone inj dan cefixime inj. Beliau meresepkan cefixime 2ampul tapi
yang diberikan adalah ceftriaxone inj 2 ampul, kemudian ditambahkan juga oleh perawat jaga
bahwa kesalahan obat tersebut sudah terjadi dari beberapa minggu yang lalu, hanya segera
diperbaiki oleh asisten di apotek rawat jalan dan selesai begitu saja, tapi karena ini sudah untuk
kesekian kalinya maka mereka pun melaporkan hal tersebut kepada saya.
Beberapa contoh kesalahan obat yang dilaporkan oleh perawat jaga, diantaranya :
Cimetidin tab vs Pavaperin tab
Digoxin tab vs Piroxicam tab vs CTM tab
Kemudian saya selaku penanggung jawab IFRS menanyakan hal yang dilaporkan dari bagian
perawatan ke asisten apoteker di bagian pelayanan apotek. Dan memang diakui bahwa kesalahan
tersebut beberapa kali terjadi saat peak hour dan saat dia bekerja sendiri (kemungkinan saat saya
rapat, atau dinas keluar atau saat saya di gudang), dengan kondisi pasien yang mungkin sudah
banyak mengeluh/komplain karena menunggu obat lama (karena yang mengerjakan seorang diri,
terutama untuk obat racikan/kapsul), kemudian tuntutan dari perawat di bagian rawat inap untuk
obat segera diantarkan karena sudah waktunya untuk diberikan ke pasien, kemudian kondisi
ruangan yang sempit dan pengap kemudian dia juga melakukan pekerjaan sendirian tanpa double
croscek maka sangat memungkinkan kesalahan pemberian obat itu dapat terjadi, terutama untuk
obat-obatan LASA.
Sangat disayangkan bahwa asisten apoteker saya tidak pernah mengeluhkan keterbatasan dia,
selama ini karena mungkin posisi semua asisten adalah sebagai tenaga magang dan THL sehingga
mungkin tidak berani untuk mengeluh dan bersikap menyembunyikan permasalahan yang ada dan
menyeleseikan permasalahan sendiri tanpa memberi tahu saya. Kelemahan saya pun adalah
keterbatasan untuk membagi waktu antara mengurus semua administrasi gudang, laporan dsb,
kemudian tugas luar, dan berbagai meeting sehingga saya pun kurang kontrol terhadap pelayanan
di apotek.
ANALISIS KASUS
Pengukuran Kualitatif Frekuensi/ Kemungkinan (likehood)
Termasuk mungkin (bobot nilai 3) yaitu mungkin terjadi sewaktu-waktu, pada saat :
- petugas di apotek hanya 1 orang,
- peak hour
- banyak resep racikan sehingga membuat pasien gelisah dan marah-marah
kemudian membuat petugas menjadi tidak focus dalam mengerjakan pekerjaannya
- perawat/ petugas yang lain mendesak untuk menyegerakan tersedianya obat
Dan dampak yang ditimbulkan berbobot nilai satu (1) yaitu tidak bermakna dan tidak ada cedera,
kerugian keuangan kecil karena untuk pasien rawat inap ada croscek ulang dari perawat ruangan
pada saat akan memberikan ke pasien, sehingga kesalahan bisa langsung diperbaiki Yang
dikhawatirkan adalah kesalahan kepada pasien rawat jalan yang tidak terdeteksi dan tidak ada
laporan kepada pihak Rumah Sakit.
Dampak
Nilai :
1-3 4-6 8-12 15-25
Rendah Sedang Bermakna Tinggi
Bobot likehood = 3
Bobot dampak = 1
Bobot total penilaian adalah berada di kolom hijau yaitu rendah.
PEMBAHASAN
Kejadian yang terjadi saat itu,mengarahkan saya untuk membuat suatu laporan kepada direktur
RS, tetapi hanya lewat lisan dan sayangnya tidak di dokumentasikan. Menerangkan kronologis
kejadian pada minggu-minggu sebelumya bahwa terdapat beberapa kelalaian dari pihak kami
intern IFRSUD AM dalam kesalahan penyiapan obat. Saya memutuskan untuk mengajukan
tambahan tenaga SDM asisten apoteker sebanyak 1 orang di tiap shift nya sehingga akan ada 2
orang SDM dalam setiap shift.
Sayangnya, RSUD AM belum BLUD dan masih UPT, yaitu berada dibawah Dinas Kesehatan,
sehingga untuk mengajukan tambahan SDM sangatlah sulit, dan sampai sekarang IFRSUD AM
belum bisa menambah tenaga di apotek ataupun di gudang.
Dan yang bisa saya lakukan saat itu adalah :
- Saat shift pagi dan peak hour pada hari-hari tertentu (senin, kamis, dan jumat) , asisten di
gudang membantu pelayanan di apotek.
- Menempatkan obat-obatan LASA antara satu dan lainnya di tempat atau jeda terpisah yang
cukup berbeda, missal obat Digoksin ditempatkan di lemari kaca, sedangkan obat CTM
ditempatkan di keranjang di atas meja racik karena CTM bsnysk dipergunakan untuk racikan
obat anak, sehingga pengambilannya pun akan terpisah. (biasanya CTM dan digoksin
tempatnya berdampingan karena urutan abjad C dan D)
- Pengamprahan kebutuhan obat dan alkes ruangan yaitu R.IGD, R.Tindakan, R. Rawat inap,
dan R.Kebidanan dilakukan 1x seminggu yaitu hanya pada hari selasa, akan tetapi untuk
kebutuhan cito bisa langsung menghubungi petugas gudang.
- Untuk resep racikan, disediakan nomor antrian, sehingga tidak ada lagi yang merasa bahwa
antrian resepnya terdahului oleh resep non racikan.
- Untuk resep rawat inap dengan pendistribusian ODD (one daily dose) dibuat untuk
kebutuhan 1 hari nya itu dari jam 12siang sampai ke pemakaian pagi di hari berikutnya
(sebelum dokter visite) sehingga saat pagi dokter setelah visite, resep yang dituliskan itu
adalah pemakaian obat untuk dari siang hari sehingga resep rawat inap bisa dikerjakan
setelah mengerjakan resep rawat jalan,dan tidak ada lagi perawat ruangan yang mendesak
untuk segera disiapkan obat untuk pasien rawat inap di pagi hari (peak hour jam 8.00-10.00)
akan tetapi untuk kebutuhan cito, perawat ruangan bisa langsung ke apotek dan meminta
obat langsung pada asisten yang ada diapotek, atau perawat ruangan bisa menggunakan stok
obat cadangan di ruangan untuk kasus pasien cito di ruangan, dan resep akan diberikan
menyusul setelah keadaan cito tertangani.
- SOP wajib double crosscek masih berusaha dilakukan, yaitu antara asisten apoteker yang
mengerjakan resep/menyiapkan obat dan yang memberikann obat kepada pasien harus
berbeda , atau double crosscek antara asisten apoteker dengan perawat ruangan yang
menerima obat.
- SOP wajib menuliskan nomor telepon di balik lembar resep, terutama untuk resep rawat
jalan, sehingga memudahkan untuk melakukan penelusuran saat terjadi kesalahan
pemberian obat.
- Bekerjasama dengan sekolah SMF terdekat, agar siswa-siswi SMF tersebut bisa PKL di
RSUD A sehingga bisa menambah SDM di IFRSUD A sementara waktu menunggu
tambahan tenaga asisten apoteker dari Dinas Kesehatan.
- Mengajukan kebutuhan asisten apoteker kepada pihak kepegawaian Dinas Kesehatan, untuk
meminimalisir kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi saat petugas farmasi hanya
bertugas sendirian.
Demikian kasus yang saya alami diawal pekerjaan saya menjadi penanggung jawab IFRSUD A,
terlihat seperti kasus yang ringan akan tetapi tetap bisa menimbulkan resiko apabila tidak
dilakukan double crosscek. Semoga segala kesalahan yang terjadi bisa didokumentasikan sebagai
acuan untuk menentukan langkah terbaik di masa yang akan datang.
KASUS II
Sekitar bulan Maret tahun lalu, RSUD A mendapat tambahan 1 orang dokter. Diawal berdirinya,
RSUD AM hanya mempunyai 2 dokter umum, 1 sebagai dokter pemeriksa yaitu dr. A, dan 1 lagi
adalah direktur RSUD AM yaitu dr. M., MARS yang beliau pun terkadang harus ikut membantu
pelayanan di poliklinik rawat jalan. Keterbatasan tersebut dikarenakan RSUD A adalah tempat
pelayanan kesehatan yang memang baru sekali diresmikan oleh Walikota sebagai RSUD gratis
bagi warga Kota Sukabumi, SDM kami sangat terbatas sehingga penambahan dokter saat itu
sangat membantu.
Dokter baru tersebut (dr. I) memberikan pelayanan pemeriksaan di poli rawat jalan sedangkan
dokter senior kami yang sebelumnya melakukan visite untuk pasien rawat inap di ruangan.
Beberapa resep rawat jalan dari dokter I yang masuk ke apotek adalah sebagai resep yang menurut
saya tidak biasa saat itu saya masih terbatas dengan EBM, dan hanya mengandalkan brosur dari
kemasan obat. Sebagai contoh :
Simvastatin tablet 10mg Signa 1x1 pagi
Omepzaloze kapsul 20mg Signa 3x1 + Omeprazole Injek 1x1 vial
Ctm 10tab + dexamethasone 10tab add OBH sirup no I Signa 3x2C (dewasa)
Ctm 5tab + dexamethasone 5tab add Citocetin sirup no I Signa 3x2cth (anak 5tahun)
Klorampenikol Caps no VI mf pulv dtd no X Signa 3x1 bungkus (kapsul kloramfenikol
dibukauntuk anak-anak, padahal ada kloramfenikol syrup)
Loperamid no IV mf pulv dtd no X Signa 3x1 bila mencret (diberikan untuk bayi berumur 9bln
diagnosis GE)
Setiap kali saya merasa tidak biasa dengan resep-resep dari dokter I, saya selalu mengkonfirmasi hal
tersebut kepadanya, kekurangan saya adalah saya hanya membawa brosur obat (tanpa EBM), sampai
dokter tersebut pernah bilang Brosur kan cuma teori teh, saya ini belajar langsung dari dokter
penyakit dalam loh dan benar ko apa yang saya resepkan , akhirnya saya pun mengalah dan saya
hanya meminta dokter I untuk membubuhkan tanda tangannya di resep yang ia tulis.
Mungkin karena untuk kesekian kalinya saya konfirmasi ke dia dan meminta dia untuk
membubuhkan tanda tangan di resep, akhirnya dr.I merasa kesal dengan saya dan dia melapor ke
dokter A, kemudian dr. A pun memanggil saya. Saat itu adalah setelah kejadian pemberian
Loperamid no IV mf pulv dtd no X Signa 3x1 bila mencret (diberikan untuk bayi berumur 9bln). Dr.
A adalah dokter yang kooperatif dan bisa diajak diskusi.. walaupun dengan segala keterbatasan info
yang saya berikan dan hanya mengandalkan brosur bahwa loperamid tidak boleh untuk usia
dibawah 2tahun, beliau pun mengerti dan beliau pun membenarkan hal itu. Waktu itu saya
dipanggil siang hari setelah poli rawat jalan pagi selesai, sehingga obat loperamid tersebut sudah
saya berikan kepada pasien (atas dasar tanda tangan dokter I sebagai bukti saya sudah konfirmasi).
Akhirnya dr.A menyuruh saya untuk menghubungi ibu dari pasien bayi tersebut dan untuk
disarankan kembali ke RS dengan alasan harus kontrol di shift sore ini dengan dr. A. Kebetulan
memang di apotek, sudah SOP wajib menanyakan no telp pasien saat menyerahkan obat, dan
wajib menuliskannya di balik resep. Awalnya tidak mudah untuk menghubungi no tersebut,
karena tidak diangkat dan sms pun tidak dibalas, saya ulang berapa kali dan Alhamdulillah saya
bisa berbicara dengan ayah pasien bayi tersebut, dan saya pun menjelaskan untuk adik bayi nya
control lagi dengan dr.A pada poli rawat jalan sore. Alhamdulillah sore hari nya pasien bayi
tersebut datang dan diberikan resep yang berbeda oleh dr.A.
ANALISIS KASUS
Pengukuran Kualitatif Frekuensi/ Kemungkinan (likehood)
Kasus no II diatas bersifat kadang-kadang (Unlikely) dapat terjadi sewaktu-waktu dengan bobot
nilai 2, yaitu pada keadaan :
- Dokter kurang faham akan standar terapi pengobatan pasien
- Dokter kurang up to date
- Apoteker tidak mengassesment resep
- Apoteker tidak up to date
- Sumber EBM tidak ada
Berdasarkan dampak, adalah rendah, yaitu pertolongan pertama dapat diatasi, kerugian keuangan
sedang dan berbobot nilai 2.
Tidak ada pasien rawat jalan yang sudah menerima obat dari dr.I mengadu ataupun complain ke RS
karena mendapat efek samping atau gejala-gejala lainnya. Akan tetapi untuk pasien bayi 9bulan
yang menerima loperamid dan sudah mengkonsmsi loperamid nya 1bungkus, langsung ditelp hari
itu juga untuk datang lagi ke RS dan diperbaiki pengobatannya oleh dr.A.
Dampak
Nilai :
1-3 4-6 8-12 15-25
Rendah Sedang Bermakna Tinggi
Bobot likehood = 2
Bobot dampak = 2
Bobot total penilaian adalah berada di kolom kuning yaitu sedang
PEMBAHASAN
Kejadian saat itu membuat saya dan dr.A membahas beberapa resep yang hanya perasaan saya
adalah sesuatu yang tidak biasa(karena hanya berdasarkan kebiasaan dokter lain dan hanya
berdasar brosur tanpa EBM) dan sudah ada tanda tangan dari dr.I.
Tapi ternyata dr.A pun mengatakan juga bila ada pasien IGD yang awalnya ditangani oleh dr.I
kemudian memang harus opname, dan diruangan di tangani oleh beliau, maka beliau pun selalu
mengubah resep awal yang dari dr.I tersebut. Kemudian disimpulkan bahwa dr.A lah yang akan
berbicara langsung dengan dr.I dan mungkin akan berdiskusi tentang standar pengobatan yang
rasional sesuai dengan kebutuhan pasien, karena menurut beliau, dr.I mungkin belum bisa
menerima saran dari seorang Apoteker yang memang saat itu saya juga lemah dengan EBM.
Pelajaran untuk kita sebagai tenaga medis, adalah untuk selalu berusaha up to date dan banyak
sharing, berdiskusi bersama dengan tenaga medis lain guna pencapaian tujuan keberhasilan
pengobatan/ terapi pasien.
DAFTAR PUSTAKA