Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ILEUS OBSTRUKTIF
A. Definisi

Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena


adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga
menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase
lumen usus terganggu
Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi intestinal
untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi Intestinal ini merujuk pada
adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik parsial atau total dari usus besar dan usus
halus.

B. Epidemiologi

Perlekatan usus sebagai penyebab dari Ileus saat ini menempati urutan pertama.
Maingot melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab dari Ileus adalah perlekatan. Survey
Ileus Obstruksi di RSUD DR. Soetomo pada tahun 2001 mendapatkan 50% dari
penyebabnya adalah perlekatan usus, kemudian diikuti Hernia 33,3%, keganasan 15%,
Volvulus 1,7%.(5,10).
C. Etiologi
Gambar 2.3 Penyebab ileus obstruktif
(Sumber: Simatupang, 2010)

Tabel 2.1. : Beberapa Penyebab Obstruksi Mekanik dari Intestinal (Whang et al.,
2005) (Thompson, 2005)
Obturasi Intraluminal Lesi Ekstrinsik Lesi Intrinsik
Benda Asing Adhesi Kongenital
- Iatrogenik Benda Asing - Atresia, stenosis,
- Tertelan Hernia dan webs
- Batu Empedu - Eksternal - Divertikulum
- Cacing - Internal Meckel
Intususepsi Massa Inflamasi
Pengaruh Cairan - Anomali organ atau - Divertikulitis
- Barium pembuluh darah - Drug-induced
- Feses - Organomegali - Infeksi
- Meconium - Akumulasi Cairan - Coli ulcer
- Neoplasma Neoplasma
- Tumor Jinak
Post Operatif
- Karsinoma
Volvulus
- Karsinoid
- Limpoma
- Sarcoma
Trauma
- Intramural
Hematom

D. Patofisiologi

Gambar 2.4 Patofisiologi Ileus Obstruktif


(Sumber : Simatupang, 2010)
Strangulasi
Obstruksi strangulasi adalah hilangnya aliran darah di segmen obtruksi
dari intestinal. Hal ini dapat terjadi karena adanya penekanan langsung dari vasa
mesenteric atau sebagai akibat perubahan lokal pada dinding intestinal.
Komplikasi ini sering berhubungan dengan obstruksi yang disebabkan oleh hernia
dan volvulus. Obstruksi strangulasi pada kolon paling sering disebabkan oleh
volvulus.
Iskemia intramural dapat terjadi karena berbagai sebab. Distensi dan
peningkatan tekanan pada intramural dapat menyebabkan kongesti dari vena,
kebocoran kapiler, edema dinding usus besar dan perdarahan serta thrombosis
dari arteri dan vena. Peningkatan pertumbuhan bakteri terjadi dalam beberapa jam
setelah strangulasi. Hal ini menyebabkan produksi toksin intralumen dan dapat
merangsang pelepasan mediator vasoaktif seperti prostaglandin. Mukosa dari
intestinal lebih peka terhadap iskemia dan beberapa faktor tampaknya memainkan
peranan penting untuk mendukung terjadinya iskemia, termasuk hipoksia,
protease pankreas dan radikal bebas. Mukosa pada intestinal lebih peka terhadap
terjadinya iskemia dibandingkan mukosa pada kolon. Saat terjadi nekrosis
mukosa, bakteri dan toksin dapat dengan segera berpindah tempat dari dinding
intestinal menuju ke cavum peritoneal, limfe pada mesenterikum, dan sirkulasi
sistemik. Hal ini menggiring pada terjadinya iskemia, sepsis, perforasi frank yang
dapat disertai dengan peritonitis dan kematian akibat syok sepsis. Gut iskemia dan
terjadinya reperfusion juga mendukung terjadinya gagal organ, seperti paru.

Tabel 2.2 Perbedaan ileus obstruktif simple dan strangulate


(Sumber : Bickle dan Kelly, 2002)

Obstruksi Gelung Tertutup


Terjadi saat obstruksi terdapat di dua tempat. Volvulus merupakan sebab
yang paling sering dan dapat juga menyebabkan terjadinya perputaran
mesenterium. Obstruksi di bagian distal dari usus besar juga dapat menyebabkan
terjadinya closed loop obstruction jika katup ileocekal masih tersisa. Saat tekanan
intralumen di segmen obstruksi meningkat, sekresi cairan ke dalam lumen
meningkat sementara absorbsinya menurun. Kepentingan klinis yang mungkin
terjadi akibat fenomena ini ialah meningkatnya resiko kejadian strangulasi.
Distensi pada obstruksi gelung tertutup terjadi sangat cepat sehingga biasanya
strangulasi terjadi lebih dahulu bahkan sebelum gejala klinis dari obstruksi
tampak jelas.
Obstruksi Parsial Intestinal
Pada obstruksi parsial, lumen tak sepenuhnya tersumbat. Adhesi
merupakan penyebab tersering dari gangguan ini dan jarang sekali mengakibatkan
terjadinya strangulasi. Obstruksi parsial kronis dapat menyebabkan terjadinya
penebalan dinding intestinal akibat hipertrofi otot. Perpanjangan waktu kontraksi
dan peningkatan kelompok kontraksi merupakan karakteristik yang dapat
ditemukan. Kelainan motoris ini dan kemungkinan berhubungan dengan
pertumbuhan bakteri dapat menyebabkan terjadinya malabsorbsi, distensi dan
diare sekretorik.
Obstruksi kolon
Patofisiologi terjadinya obstruksi pada kolon berbeda dengan intestinal.
Kolon khususnya yang bagian distal memiliki kemampuan yang terbatas pada
absorbsi. Akumulasi Cairan dan gas di kolon terjadi lebih lambat karena posisinya
yang berada paling distal dari saluran pencernaan dan karena sebagian besar
cairan telah diabsorbsi di usus halus. Distensi yang terjadi secara perlahan ini
memungkinkan kolon untuk beradaptasi dan dekompresi dapat terjadi karena
katup ileocecal yang inkompeten. Seperti disebutkan sebelumnya, katup ileocecal
yang kompeten dapat menyebabkan terjadinya closed loop obstruction. Dilatasi
cecal dan penipisan dinding cecum akibat penambahan diameter dapat
meningkatkan resiko terjadinya rupture. Rupture dapat disebabkan oleh iskemia
yang terjadi pada dinding kolon, diastasis dari lapisan otot, ataupun karena invasi
bakteri di dinding kolon. Obstruksi kolon berakibat pada motilitas abnormal
namun tidak hiperperistaltik.
Tabel 2.3. Perbedaan ileus obstruktif usus halus dan usus besar
(Sumber : Bickle dan Kelly, 2002)

E. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok


(Yates, 2004) :
a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.

Berdasarkan Lokasi Obstruksi :

a. Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum


b. Letak Tengah : Ileum Terminal
c. Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum

Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong, 2005):
1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya
pembuluh darah.
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau
gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari
jaringan gangren.
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar suatu
gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.
Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif dibagi
dua (Ullah et al., 2009):
1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai duodenum,
jejunum dan ileum
2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon,
sigmoid dan rectum.

F. Manifestasi Klinis

Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :


1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).

Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:


1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus (Ullah et al., 2009)

Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan obstipasi.
Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri khas dari
obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang
berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah obstruksi. Nyerinya
menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada bagian tengah
abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri
menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark.
(Whang et al., 2005)
Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang akan
sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi bisa tak
terjadi bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan peningkatan bising
usus. Hasil laboratorium terlihat penurunan volume intravaskuler, adanya
hemokonsentrasi dan abnormalitas elektrolit. Mungkin didapatkan leukositosis
ringan.
Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih
sering saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah linear
dengan tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada obstruksi
letak tinggi. Obstruksi letak tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting dan letak
rendah muntah lebih bersifat malodorus. (Thompson, 2005).
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk
membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi pada
obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi. Diare yang
terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi partial.
Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya, namun
distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda awal yang
muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba dapat di
diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun strangulasi. Auskultasi
digunakan untuk membedakan pasien menjadi tiga kategori : loud, high pitch dengan
burst ataupun rushes yang merupakan tanda awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat
bising usus tak terdengar dapat diartikan bahwa obstruksi telah berlangsung lama,
ileus paralitik atau terjadinya infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan
tanda-tanda strangulasi mulai tampak. Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui
adanya hernia serta rectal toucher untuk mengetahui adanya darah atau massa di
rectum harus selalu dilakukan.
Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam,
takikardia, dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga
menyebabkan diagnosis strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada obstruksi
karena strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal, demam, leukositosis dan
asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactate dehidrogenase, fosfat, dan
potassium mungkin meningkat. Penting dicatat bahwa parameter ini tak dapat
digunakan untuk membedakan antara obstruksi sederhana dan strangulasi sebelum
terjadinya iskemia irreversible.

G. Diagnosis

Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus
ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan
atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai
konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus
obstruktif diperoleh dari :
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi
sebelumnya atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004). Pada ileus obstruktif
usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus
besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus
berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi

Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup


kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat
adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita
yang kurus/sedang juga dapat ditemukan darm contour (gambaran kontur usus)
maupun darm steifung (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada saat
penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga pada ileus
obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan
kolik.
Gambar 2.5 Gerakan Peristaltik Usus (Sumber : Faradilla, 2009)

b. Palpasi dan perkusi

Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi Hipertympani yang


menandakan adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi
peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup defance muscular
involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal.
c. Auskultasi

Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik


gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa tenang. Tetapi
setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi,
maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun
parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau
ileus obstruktif strangulata.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan
rectum dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter
ani biasanya cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama apabila
telah terjadi perforasi akibat obstruksi. Mukosa rectum dapat ditemukan licin dan
apabila penyebab obstruksi merupakan massa atau tumor pada bagian anorectum
maka akan teraba benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan,
konsistensi, serta jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat
dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat ditemukan pada lokal maupun general
misalnya pada keadaan peritonitis. Kita juga menilai ada tidaknya feses di dalam
kubah rektum. Pada ileus obstruktif usus feses tidak teraba pada colok dubur dan
tidak dapat ditemukan pada sarung tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan
darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik
dengan ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara obstruksi
parsial atau komplit dan membedakan obstruksi sederhana dengan strangulasi.
Hal penting yang harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi abdomen
(curiga akan adanya adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya (karsinoma
intraabdomen atau sindroma iritasi usus) yang dapat membantu kita menentukan
etiologi terjadinya obstruksi. Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus
dilakukan. Feses juga harus diperiksa untuk melihat adanya darah atau tidak,
kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi.
d. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi


intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen,
kreatinin dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang sederhana tidak akan
menyebabkan perubahan pada hasil laboratorium jadi pemeriksaan ini tak akan
banyak membantu untuk diagnosis obsruksi intestinal yang sederhana.
Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal dapat mendeteksi adanya
hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia pada 50% pasien.
e. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi
dekubitus) dan posisi tegak thoraks

Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus (
diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan
kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi
adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah.
Pada foto abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara lain:
1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi
2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
4) Posisi supine dapat ditemukan :
a. distensi usus
b. step-ladder sign
5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet
6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan
gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus yang oedem.
7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.(Moses, 2008)

Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa


dengan obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada
pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi berada di proksimal usus halus dan
ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada udara. Dengan
demikian menghalangi tampaknya air-fluid level atau distensi usus. Keadaan
selanjutnya berhubungan dengan obstruksi gelung tertutup. Meskipun terdapat
kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan pemeriksaan yang penting
pada pasien dengan obstruksi usus halus karena kegunaannya yang luas namun
memakan biaya yang sedikit.
Tabel 2.4 Perbedaan Radiologi obstruksi intestinal dan ileus
Temuan Radiologis Osbtruksi Mekanik Ileus
Air-fluid Level Present proximal to Prominent throughout
obstruction
Gas in small intestine Large bowel shape loops; Gas present diffusely;
stepladder pattern moveable
gas ini colon Absent or diminished Increase throughout
Thickened bowel wall Present if chronic or Present with inflamation
strangulation
Intraabdominal fluid Rare Often present
Diapraghm Slightly elevated; normal Elevated; decrease motion
motion
Gastrointestinal contrast Rapid progression to point of Slow progression to colon
media obstruction

Gambar 2.7 Multipel air fluid level dan


Gambar 2.6 Dilatasi usus (Nobie, 2009) string of pearls sign (Nobie, 2009)
Gambar 2.8 Herring bone appearance (Nobie,2009)

Gambar 2.9 Coffee bean appearance (Bickle dan Kelly, 2002)


Gambar 2.10 Step ledder sign (Nobie, 2009)

b. Enteroclysis

Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk


membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto polos
abdomen memperlihatkan gambaran normal namun dengan klinis menunjukkan
adanya obstruksi atau jika penemuan foto polos abdomen tidak spesifik. Pada
pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor
rekuren dan kerusakan akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi
negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras. Barium merupakan
kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk
mendiagnosa obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun perforasi.
Namun, penggunaan barium berhubungan dengan terjadinya peritonitis dan
penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi. (Nobie, 2009)
Gambar 2.11 Intususepsi (coiled-spring appearance).(Khan,2009)

c. CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi
strangulate dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis
dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat membedakan penyebab
obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik dari
neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab intrinsik. Obstruksi ditandai
dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian
yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm. (Nobie, 2009)

Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat


spesifisitasnya sekitar 70-905 untuk mendeteksi adanya obstruksi intestinal.
Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi usus proksimal, dekompresi usus
bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat melewati bagian obstruksi dan
kolon yang mengandung sedikit cairan dan gas. CT scan juga dapat memberikan
gambaran adanya strangulasi dan obstruksi gelung tertutup. Obstruksi Gelung
tertutup diketahui melalui gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat
distribusi radial vasa mesenteric yang berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi
ditandai dengan penebalan dinding usus, intestinal pneumatosis (udara didinding
usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake kontras intravena ke dalam
dinding dari bowel yang affected. CT scan juga digunakan untuk evaluasi
menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya mengetahui etiologi dari obstruksi.
Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya yang rendah
(<50%) untuk mendeteksi grade ringan atau obstruksi usus halus parsial. Zona
transisi yang tipis akan sulit untuk diidentifikasi. (Nobie, 2009)

Gambar 2.12 CT Scan Ileus Obstruktif akibat tumor mesenterium


(Khan, 2009)

Gambar 2.13 CT Scan Ileus Obstruksi Akibat Intususepsi : tampak distensi usus halus
yang tidak diikuti dengan distensi kolon (Vriesman dan Robin, 2005)
d. CT enterography (CT enteroclysis)

Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan klinis.


Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada ileus obstruksi intermiten atau pada
pasien dengan riwayat komplikasi pembedahan (seperti tumor, operasi besar).
Pada pemeriksaan ini memperlihatkan seluruh penebalan dinding usus dan dapat
dilakukan evaluasi pada mesenterium dan lemak perinerfon. Pemeriksaan ini
menggunakan teknologi CT-scan dan disertai dengan penggunaan kontras dalam
jumlah besar. CT enteroclysis lebih akurat disbanding dengan pemeriksaan CT
biasa dalam menentukan penyebab obstruksi (89% vs 50%), dan juga lokasi
obstruksi (100% vs 94%).(Nobie, 2009)
e. MRI

Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya


obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari obstruksi.
Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain kurang terjangkau dalam hal
transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa dan inflamasi. (Nobie,
2009)

Gambar 2.14 Kehamilan dengan ileus obstruktif (Edelman, 2010)


f. USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi
dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan ilues obtruksi,
USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang distensi. USG dapat dengan
akurat menunjukkan lokasi dari usus yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi
yang lain, USG dapat memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu
membedakan obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG lebih
murah dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya
dilaporkan mencapai 100%. (Nobie, 2009)

Gambar 2.15 USG Abdomen tumor dinding epigastrium (Khan, 2009)

Gambar 2.16 USG Longitudinal dari abdomen bagian bawah menunjukkan distensi
multiple dari usus halus akibat invaginasi (Hagen-Ansert, 2010).
H. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu (Nobie, 2009)


1. Ileus paralitik
2. Appensicitis akut
3. Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier
4. Konstipasi
5. Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium
6. Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease
7. Pancreatitis akut
I. Penatalaksanaan

Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan


kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian cairan
intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor
dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan
pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya
hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk menilai kekurangan cairan. Antibiotik
spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi
bakteri pada ostruksi intestinal. (Evers, 2004)
Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk
dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk
mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena
muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi
parsial dapat diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja.
Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 85% pada obstruksi
parsial. (Evers, 2004)
Terapi Operatif
Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan terapi
operatif. Pendekatan non operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi intestinal
komplit telah diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi yang lama
tak akan menimbulkan masalah yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda
demam, takikardia, nyeri tekan atau leukositosis. Namun harus disadari bahwa terapi
non operatif ini dilakulkan dengan berbagai resikonya seperti resiko terjadinya
strangulasi pada daerah obstruksi dan penundaan terapi pada strangulasi hingga
setelah terjadinya injury akan menyebabkan intestinal menjadi ireversibel. Penelitian
retrospektif melaporkan bahwa penundaan operasi 12 24 jam masih dalam batas
aman namun meningkatkan resiko terjadinya strangulasi.
Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat
diterapi dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati hati dalam
pelepasan adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa dan untuk
menghindari enterotomi yang tidak perlu. Hernia incarcerata dapat dilakukan secara
manual dari segmen hernia dan dilakukan penutupan defek.
Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat
keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah menyebar,
terapi non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan yang terbaik; walaupun hanya
sebagian kecil kasus obstruksi komplit dapat berhasil di terapi dengan non-operatif.
Pada kasus ini, by pass sederhana dapat memberikan hasil yang lebih baik baik
daripada by pass yang panjang dengan operasi yang rumit yang mungkin
membutuhkan reseksi usus.
Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai viabilitas dari
segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas usus masih meragukan,
segmen tersebut harus dilepaskan dan ditempatkan pada kondisi hangat, salin
moistened sponge selama 15-20 menit dan kemudian dilakukan penilaian kembali.
Bila warna normalnya telah kembali dan didapatkan adanya peristaltik, berarti
segmen usus tersebut aman untuk dikembalikan. Ke depannya dapat digunakan
Doppler atau kontras intraoperatif untuk menilai viabilitas usus.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus.
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata
non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian
usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan
sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung
usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi strangulata, dan sebagainya.

Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif


bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan
penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan
kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Ullah et
al., 2009).

Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi
usus yang masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan
yang terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh
karena catatan tersebut mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat
diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal,
walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus telah
berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi sama sekali
belum baik.
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare
pasca bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta
menjaga keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan
pada pasca bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi
strangulasi, monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 - 7
hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan
sepsis. Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah.
Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur
kuman sangatlah penting.

J. Komplikasi
Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan
keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat
menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian (Ullah et al., 2009).

K. Prognosis

Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan


operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan
atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas
sampai sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan
dilakukan dengan cepat (Nobie, 2009).
DIABETES MELITUS

A. Definisi
Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang dikarakteristikan
dengan hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat, lemak danprotein
diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya.Hiperglikemia
kronis pada diabetes melitus akan disertai dengan kerusakan,ganguan fungsi beberapa
organ tubuh khususnya mata, ginjal, saraf, jantung, danpembuluh darah. Walaupun pada
diabetes melitus ditemukan ganguanmetabolisme semua sumber makanan tubuh kita,
kelainan metabolisme yangpaling utama ialah kelainan metabolisme karbohidarat.Oleh
karena itu diagnosisdiabetes melitus selalu berdasarkan tinginya kadar glukosa dalam
plasma darah.
Diabetes Melitus tipe 2, disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan
baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin
untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Karena insulin tetap dihasilkan oleh
sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe 2 dianggap sebagai non insulin
dependent diabetes mellitus.Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi
hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini dengan obesitas atau kegemukan
dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.
B. Klasifikasi

Klasifikasi Diabetes Melitus, yaitu:


1. Diabetes Melitus Tipe 1
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat
kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering kencing (terutama
malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat
badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin
seumur hidup.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar
insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk
metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi
sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini dengan obesitas
atau kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.
3. Diabetes Melitus Tipe lain
a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pancreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional

C. Patofisiologi DM Tipe II
Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan
insulin secara relatif maupun absolut.Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan,
yaitu:
a. Rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus,zat kimia,dll)
b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pancreas
c. Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu:
- Resistensi insulin
- Disfungsi sel B pancreas
DM tipe 2 mungkin mencakup berbagai gangguan dengan fenotipe umum dari
hiperglikemia.
D. Faktor Resiko
Faktor Resiko Diabetes Melitus:
1. Obesitas
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada
derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa
darah menjadi 200mg%.
2. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan eratdengan tidak
tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada
sirkulasi pembuluh darah perifer.
3. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes.
Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat
homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes Mellitus.
4. Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida >
250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL
(< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.
5. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah> 45
tahun.
6. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi > 4000
gram.
7. Alkohol dan Rokok
Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan peningkatan
frekuensi DM tipe 2.Walaupun kebanyakan peningkatan inidihubungkan dengan
peningkatanobesitas dan pengurangan ketidakaktifan fisik, faktor-faktor lain yang
berhubungan dengan perubahan darilingkungan tradisional kelingkungankebarat-
baratan yang meliputiperubahan-perubahan dalam konsumsialkohol dan rokok, juga
berperandalam peningkatan DM tipe 2. Alkoholakan mengganggu metabolisme gula
darah terutama pada penderita DM,sehingga akan mempersulit regulasigula darah
dan meningkatkan tekanan darah.

E. Manifestasi Klinik
Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik. Gejala akut diabetes
melitus yaitu: Poliphagia (banyak makan), polidipsia (banyak minum), poliuria(banyak
kencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah namun berat badan turun
dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah.
Gejala kronik diabetes melitus yaitu: Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti
tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan
mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun bahkan
pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian
janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg.
PENURUNAN KESADARAN
KESIMPULAN

- Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena


adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga
menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan
pasase lumen usus terganggu.
- Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga mekanisme ;
1. blokade intralumen (obturasi), 2. intramural atau lesi intrinsik dari dinding usus,
dan 3. kompresi lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari intestinal.
- Diabetes Melitus tipe 2, disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik,
kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk
metabolisme glukosa tidak ada atau kurang.
- Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik. Gejala akut diabetes
melitus yaitu: Poliphagia (banyak makan), polidipsia (banyak minum),
poliuria(banyak kencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah
namun berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah
lelah.
- Gejala kronik diabetes melitus yaitu: Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti
tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk,
pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual
menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi
keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih
dari 4kg.

Anda mungkin juga menyukai