Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS PORTOFOLIO

HIPERTENSI EMERGENSI

Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Dokter Internsip

oleh
dr. Rani Meidawati

Pembimbing:
dr. Siti Nur Rokhmah

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIMO
KABUPATEN BOYOLALI
2014
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS PORTOFOLIO


HIPERTENSI EMERGENSI

Simo, Desember 2013

Mengetahui :

Pembimbing Internship

dr.Siti Nur Rokhmah


NIP : 197001122002122003
STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Klego
Tanggal masuk : 21 Oktober 2013

B. Anamnesis
Autoanamnesis dengan penderita dilakukan tanggal 21 Oktober 2013
1. Keluhan Utama : pusing
2. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Lokasi : kepala
b. Onset : perlahan semakin memberat
c. Kualitas : kepala terasa berat
d. Kuantitas : hilang timbul
e. Faktor memperberat : saat beraktivitas
f. Faktor memperingan : istirahat
g. Gejala penyerta : pandangan kabur, batuk, gelisah
h. Kronologis :
Satu hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh pusing
yang semakin berat. Selain itu, pasien juga mengeluh leher cengeng,
pandangan kabur, batuk, dan tampak gelisah. Pasien mengaku pusing
bertambah bila sedang banyak masalah. Pusing bertambah bila
beraktivitas dan berkurang bila pasien tiduran. Oleh puskesmas, pasien
segera dirujuk ke RSUD Simo. Di ruang IGD, tekanan darah pasien
210/100 mmHg. Buang air besar lancar 1-2 x sehari masing-masing 2-3
gelas belimbing, berbentuk, tidak ada lendir dan darah. Buang air kecil
lancar 5-6 x sehari masing-masing 1-2 gelas belimbing, warna kuning
jernih.
Tiga hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh nyeri
kepala. Keluhan dirasakan semakin memberat saat pasien beraktivitas.
Nyeri kepala dirasakan berkurang bila istirahat. Selain itu, pasien juga
mengeluh pandangan kabur dan batuk. Pasien dibawa ke dokter terdekat
oleh keluarga. Di tempat praktik dokter, tekanan darah pasien 180/100
mmHg. Pasien disuntik obat dan diberi resep obat minum oleh dokter.
Keluhan berkurang setelah diberi obat oleh dokter. Menurut
keluarganya, pasien tidak minum obat secara teratur. Pasien biasa
minum obat bila terdapat keluhan pusing. Pasien biasa minum captopril.
Buang air besar lancar 1-2 x sehari masing-masing 2-3 gelas belimbing,
berbentuk, tidak ada lendir dan darah. Buang air kecil lancar 5-6 x
sehari masing-masing 1-2 gelas belimbing, warna kuning jernih.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat sakit gula : disangkal
b. Riwayat alergi : disangkal
c. Riwayat sakit ginjal : disangkal
d. Riwayat sakit serupa : (+) sejak tahun 1988
e. Riwayat mondok : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat penyakit dengan keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat sakit gula : disangkal
c. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
d. Riwayat alergi : disangkal

5. Riwayat Lingkungan Sosial


Pasien adalah ibu rumah tangga dan sudah memiliki tiga anak. Pasien
tinggal bersama suami dan dua orang anak. Pasien menggunakan fasilitas
kesehatan Jamkesmas.

C. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 21 Oktober 2013
Keadaan Umum : lemah, tampak gelisah
Kesadaran : komposmentis
BB/TB : 58 kg/155 cm
Status gizi : 24,16 (normoweight)
Tanda Vital
- TD : 210/100 mmHg
- Nadi :
Frekuensi : 124 x/menit
Irama : reguler
Isi : cukup
Tegangan : sedang
- Frekuensi napas : 20 x/menit
- Suhu : 36,8C
Kulit : ikterik (-), pucat (-), pteki (-), sianosis (-)
Turgor : normal
Tonus : normotonus
Kepala : mesosefal, rambut rontok (-)
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (+/+), edema palpebra (-/-), pandangan kabur
(+/+)
Telinga : discharge (-/-), nyeri (-/-).
Hidung : nafas cuping hidung (-), mukosa hiperemis (-)
Tenggorokan : tonsil T1-1 hiperemis (-), faring hiperemis (-)
Mulut : sianosis (-),bibir pucat (-), bibir kering (-), gigi geligi
(+),mukosa hiperemis (-), lidah deviasi (-)
Leher : simetris, deviasi trakea (-) pembesaran kelenjar limfe
(-), pembesaran tyroid (-), kaku kuduk (-), leher
cengeng (+)
Thorax : bentuk normochest, simetris, pengembangan dada
kanan sama dengan kiri, retraksi interkostal (-),
spider nevi (-), ginekomastia (-), pernafasan
torakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran
kelenjar getah bening axilla (-/-)
Paru-paru
Depan
Inspeksi Statis : normochest, simetris, sela iga melebar (-),
retraksi (-)
Dinamis : pengembangan dada kanan sama dengan
pengembangan dada kiri, sela iga melebar (-), retraksi
intercostal (-)
Palpasi Statis : simetris
Dinamis : pergerakan dada kanan sama dengan
pergerakan dada kiri, tidak ada yang tertinggal, penanjakan
dada kanan sama dengan penanjakan dada kiri , fremitus
raba kanan sama dengan fremitus raba kiri
Perkusi Sonor / sonor
Auskultasi Kanan : suara dasar vesikuler intensitas normal, suara
tambahan wheezing (-/-), ronki basah kasar (-/-), ronki
basah halus basal paru (-/-), krepitasi (-/-)
Kiri : suara dasar vesikuler intensitas normal, suara
tambahan wheezing (-/-), ronki basah kasar (-/-), ronki
basah halus basal paru (-/-), krepitasi (-/-)
Belakang
Inspeksi Statis : normochest, simetris, sela iga melebar
kanan dan kiri (-), iga mendatar (-)
Dinamis : pengembangan dada simetris kanan sama
dengan kiri, sela iga melebar kanan dan
kiri (-), retraksi interkostal kanan dan
kiri (-)
Palpasi Statis : dada kanan dan kiri simetris, sela iga
melebar , kanan dan kiri (-), retraksi
interkostal kanan dan kiri (-), gerakan
tertinggal kanan dan kiri (-)
Dinamis : pergerakan kanan sama dengan kiri,
simetris, fremitus raba kanan sama dengan
fremitus raba kiri, penanjakan dada kanan
sama dengan kiri
Perkusi Sonor/ sonor
Auskultasi Kanan : suara dasar vesikuler normal, wheezing kanan dan
kiri (-), ronki basah kasar kanan dan kiri (-/-),
ronki basah halus di basal paru kanan dan kiri (-/-),
krepitasi kanan dan kiri (-)
Kiri : suara dasar vesikuler intensitas normal, wheezing
kanan dan kiri (-), ronki basah kasar kanan dan kiri
(-), ronki basah halus di basal paru kanan dan kiri (-
/-), krepitasi kanan dan kiri (-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak, pulsasi epigastrium (-), pulsasi
prekordial (-), pulsasi parasternal (-)
Palpasi : iktus kordis teraba di SIC V 2 cm medial linea
midklavikularis sinistra
Perkusi : batas jantung kanan atas: SIC II linea sternalis dextra
batas jantung kanan bawah SIC IV linea sternalis dextra
batas jantung kiri atas: SIC II linea sternalis sinistra
batas jantung kiri bawah: SIC V 2 cm medial linea mid
klavikularis sinistra
Kesan: konfigurasi jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, intensitas normal, reguler, bising
(-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding thoraks, distended (-),
venektasi (-), sikatrik (-), stria (-), caput medusae (-)
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), undulasi (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien kesan tidak
membesar
Ekstremitas : Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Eritema palmaris -/-
Akral dingin -/- -/-
Edema -/- -/-
Clubing finger -/- -/-
Capillary Refill < 2 detik < 2 detik
Kekuatan 5/5 5/5

D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium Tanggal 21 Oktober 2013
21/8/2013 Satuan Harga Normal
Hb 13,5 g/dl 12,3-15,3
AE 4,24 x 106l 4,5-5,9
Hct 39,3 % 35-47
AL 10,2 x 103/l 4,0-11,3
AT 205 x 103l 150-400
Hitung Jenis
Eosinofil % 0-4
Basofil % 0-2
Netrofil % 55-80
Limfosit 11,7 % 22-44
Monosit 1,4 % 0-7
Retikulosit % 0,5-1,5
Kimia Klinik
GDS 116 mg/dl 60-140

E. Data Abnormalitas
1. Data Anamnesis
a. Pusing
b. Pandangan kabur
c. Leher cengeng
d. Batuk
e. Gelisah
2. Data Pemeriksaan Fisik
a. TD 210/100 mmHg
b. Keadaan umum tampak lemas dan gelisah
c. Pandangan kabur

F. Analisis Masalah
Dari anamnesis didapatkan adanya keluhan pusing, pandangan kedua
mata kabur, leher cengeng, dan pasien tampak gelisah sedangkan pada
pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 210/100 mmHg. Dari data
tersebut pasien dapat didiagnosis hipertensi emergensi.
Hipertensi emergensi adalah kenaikan tekanan darah mendadak
ditandai tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan atau tekanan diastolik >120
mmHg yang disertai kerusakan organ target yang progresif. Keadaan ini
memerlukan penatalaksanaan segera untuk menurunkan tekanan darah dalam
waktu menit/jam. Kerusakan target organ dapat meliputi gangguan pada
sistem saraf, mata, ginjal, kardiovaskular, dan obstetri.

G. Daftar Masalah
Hipertensi emergensi

H. Rencana Pemecahan Masalah


Problem Hipertensi emergensi
Assessment : Retinopati hipertensi, HHD, CKD
IpDx : Funduskopi, ureum, kreatinin, ekokardiografi
IpTx : O2 3-4 lpm
Infus RL 16 tpm
Injeksi furosemid 1 amp/12 jam
Nifedipin 2 x 10 mg
Captopril 3 x 25 mg
Ip Mx : Balance cairan, diuresis, dan tanda-tanda vital
Ip Ex : Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai penyakit
pasien.
Prognosis : Ad vitam : dubia
Ad sanam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
The Seventh Report Join National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7)
memasukkan krisis hipertensi dalam hipertensi dengan keadaan khusus.
Krisis hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik (TDS) lebih dari
180 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) lebih dari 120 mmHg secara
mendadak dengan atau tanpa disertai kerusakan target organ.1 Menurut
Perhimpunan Hipertensi Indonesia (InaSH), krisis hipertensi adalah suatu
keadaan peningkatan tekanan darah yang mendadak (sistolik >180 mmHg
dan atau diastolik >120 mmHg), pada penderita hipertensi yang
membutuhkan penanggulangan segera.2

B. Epidemiologi
Dari setiap penderita hipertensi dapat timbul krisis hipertensi di mana
tekanan darah diastolik meningkat sampai 120-130 mmHg yang
membutuhkan tatalaksana segera. Menurut beberapa laporan, angka kejadian
krisis hipertensi di negara maju 2-7% dari populasi penderita hipertensi.
Krisis hipertensi banyak terjadi pada usia 40-60 tahun dengan pengobatan
yang tidak teratur selama 2-10 tahun.3 Pasien dengan krisis hipertensi dapat
disertai kerusakan organ seperti infark serebral (24,5%), ensefalopati (16-
30%), perdarahan intraserebral atau subarachnoid (4,5%), gagal jantung akut
dengan edema paru (36,8%), miokard infark akut atau angina tidak stabil
(12%), diseksi aorta (2%), eklampsia (4-5%), dan ginjal (1%).2

C. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis Krisis Hipertensi


Krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan prioritas penatalaksanaan,
yaitu:
1. Hipertensi emergensi2,3
Kenaikan tekanan darah mendadak ditandai tekanan darah diastolik
>120 mmHg yang disertai kerusakan organ target yang progresif.
Keadaan ini memerlukan penatalaksanaan segera untuk menurunkan
tekanan darah dalam waktu menit/jam.
2. Hipertensi urgensi2,3
Kenaikan tekanan darah mendadak yang tidak disertai kerusakan
organ target. Keadaan ini memerlukan penatalaksanaan untuk
menurunkan tekanan darah dalam waktu 24-48 jam.
Beberapa istilah yang berhubungan dengan krisis hipertensi antara lain3:
1. Hipertensi refrakter
Respon pengobatan tidak memuaskan dan tekanan darah > 200/110
mmHg meskipun telah diberikan pengobatan yang efektif pada pasien.
2. Hipertensi akselerasi
Tekanan darah diastolik meningkat >120 mmHg disertai kelainan
funduskopi kuadran III. Bila tidak diberikan penatalaksanaan tepat,
dapat berlanjut ke fase maligna.
3. Hipertensi maligna
Pasien hipertensi akselerasi dengan tekanan darah diastolik >120-130
mmHg dan kelainan funduskopi kuadran IV disertai papiledema,
peninggian tekanan intracranial, gagal ginjal akut, ataupun kematian
bila pasien tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna biasanya
pada pasien dengan riwayat hipertensi esensial atau sekunder.
4. Hipertensi ensefalopati
Kenaikan tekanan darah dengan tiba-tiba dengan keluhan sakit kepala
hebat, perubahan kesadaran, dan keadaan ini reversible bila tekanan
darah diturunkan.
Manifestasi klinis krisis hipertensi2:
1. Neurologi: sakit kepala, hilang atau kabur penglihatan, kejang, defisit
neurologis fokal, gangguan kesadaran.
2. Mata: funduskopi berupa perdarahan retina, eksudat retina, atau
edema papil.
3. Kardiovaskular: nyeri dada, edema paru.
4. Nefrologi: azotemia, proteinuria, oliguria.
5. Obstetri: preeklamsia dengan gejala berupa gangguan penglihatan,
sakit kepala hebat, kejang, nyeri abdomen kuadran atas, gagal jantung
kongestif, oliguria, dan gangguan kesadaran.

D. Faktor Risiko
Keadaan-keadaan berikut berisiko terjadi krisis hipertensi2:
1. Penderita hipertensi yang tidak meminum obat atau meminum obat
antihipertensi tidak teratur
2. Kehamilan
3. Pengguna NAPZA
4. Penderita dengan rangsangan simpatis yang tinggi seperti luka bakar
berat, feokromositoma, penyakit kolagen, penyakit vascular, atau
trauma kepala
5. Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal

E. Diagnosis
Krisis hipertensi dapat didiagnosis dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang.
1.
Anamnesis2,3,4
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, meliputi riwayat hipertensi
(lama dan beratnya), obat antihipertensi yang dikonsumsi dan
kepatuhannya, usia pasien, gejala gangguan pada target organ (saraf,
ginjal, kardiovaskular, mata).
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan kecurigaan organ target yang
terkena berdasarkan data yang diperoleh saat anamnesis. Pengukuran
tekanan darah dilakukan pada kedua lengan. Palpasi denyut nadi
dilakukan pada keempat ekstremitas sedangkan auskultasi untuk
mendengar ada tidaknya bruit pembuluh darah besar, bising jantung,
dan ronki paru.
3. Pemeriksaan penunjang2,3
a. Pemeriksaan awal
Darah rutin, ureum, kreatinin, gula darah sewaktu, elektrolit,
urinalisis, dan EKG.
b. Pemeriksaan lanjutan
CT scan kepala, ekokardiografi, USG.

F. Tatalaksana Krisis Hipertensi


Obat antihipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis
hipertensi tergantung dari apakah pasien merupakan hipertensi emergensi
atau urgensi. Pasien dengan hipertensi emergensi harus dirawat di ruang
perawatan intensif untuk memantau tekanan darah secara berkelanjutan
sedangkan pasien dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di
rumah sakit.1,3
1. Hipertensi Emergensi2,5
Tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan menit sampai jam
sesuai tahap berikut:
a. 5 menit s.d. 120 menit pertama tekanan darah rata-rata (mean
arterial blood pressure) diturunkan 20-25%.
b. 2 s.d. 6 jam kemudian tekanan darah diturunkan sampai
160/100 mmHg
c. 6-24 jam berikutnya diturunkan sampai < 140/90 mmHg bila
tidak ada gejala iskemi organ
Obat-obatan yang digunakan pada hipertensi emergensi
a. Clonidin (catapres) iv 150 mcg/ampul
1) Clonidin 900 mcg dimasukkan dalam cairan infuse
dextrose 5% 500cc dan diberikan dengan mikrodrip 12
tpm, setiap 15 menit dapat dinaikkan 4 tetes sampai
tekanan darah yang diharapkan tercapai
2) Bila tekanan darah target trcapai, pasien diobserasi
selama 4 jam kemudian diganti dengan clonidin tablet
sesuai kebutuhan. Clonidin tidak boleh dihentikan
mendadak karena akan terjadi rebound phenomen.
b. Diltiazem (herbesser) iv 10 mg dan 50 mg/ampul
1) Diltiazem 10 mg iv diberikan dalam 1-3 menit
kemudian diteruskan dengan infus 50 mg/jam selam 20
menit. Bila tekanan darah telah turun > 20% dari awal,
dosis diberikan 30 mg/menit sampai target tercapai.
2) Diteruskan dengan dosis maintenance 5-10 mg/jam
dengan observasi 4 jam kemudian diganti dengan obat
oral.
c. Nicardipin (perdipin) iv 2 mg dan 10 mg/ampul
1) Nicardipin diberikan 10-30 mcg/kgBB bolus
2) Bila tekanan darah stabil diteruskan 0,5 6
mcg/kgBB/menit sampai target tekanan darah tercapai
d. Labetalol (normodyne) iv
Labetalol diberikan 20-80 mg iv bolus setiap 10 menit atau
dapat diberikan dalam cairan infus dengan dosis 2
mg/menit.
e. Nitroprusside (nitropress, nipride) iv
Nitroprusside diberikan dalam cairan infus dengan dosis
0,25 10 mcg/kg/menit
Dari beberapa penelitian, adanya kecenderungan penggunaan obat oral
seperti nifedipin dan captopril dalam penatalaksanaan hipertensi
emergensi.3
2. Hipertensi Urgensi3,5
Obat antihipertensi yang digunakan pada hipertensi urgensi
a. Nifedipin
Pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10 menit), buccal
(onset 5-10 menit), atau oral (15-20 menit). Durasi 5-15 menit
secara sublingual atau buccal. Efek samping sakit kepala,
takikardi, hipotensi, dan flushing.
b. Clonidin
Pemberian secara oral dengan onset 30-60 menit. Durasi 8-12
jam. Dosis 0,1-0,2 mg dilanjutkan 0,05 mg-0,1 mg setiap jam
sampai dengan 0,7 mg. Efek samping sedasi, mulut kering.
c. Captopril
Pemberian secara oral atau sublingual dengan dosis 25 mg dan
dapat diulang setiap 30 menit sesuai kebutuhan. Efek samping
gagal ginjal akut pada penderita bilateral renal arteri sinosis,
rash.
d. Prazosin
Pemberian seecara oral dengan dosis 1-2 mg dan diulang per
jam bila perlu. Efek samping hipotensi ortostatik, sinkop,
palpitasi, dan sakit kepala.
TINJAUAN PUSTAKA

1. Lily IR. Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta: Badan penerbit


FKUI; 2012. pp.263-267.
2. Perhimpunan Hipertensi Indonesia. Ringkasan Eksekutif. Jakarta:
inaSH; 2008. pp. 1-8
3. Abdul Majid. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. 2004.
Didapat dari
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1999/1/fisiologi-
abdul%2520majid.pdf
4. Yogiantoro M. Hipertensi Esensial. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2006. p.
600-603.
5. Roesma J. Krisis Hipertensi. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2006. p. 616-
617.

Anda mungkin juga menyukai