Anda di halaman 1dari 28

TEKNIK PEMBENIHAN BOTIA (Chromobotia macracanthusBleeker)

DI BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN HIAS


(BPPBIH) DEPOK,
JAWA BARAT

PROPOSAL MAGANG

Oleh :
NUR AISAH
NPM. 0310060312

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2014
HALAMAN PENJELASAN
TEKNIK PEMBENIHAN BOTIA (Chromobotia
macracanthusBleeker) DI BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
BUDIDAYA IKAN HIAS (BPPBIH) DEPOK,
JAWA BARAT

Oleh :
NUR AISAH
NPM. 0310060312

Magang Sebagai Salah Satu Syarat untuk


Menempuh Ujian Praktek Magang
Program Studi Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan
Universitas Pekalongan

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN

2014
HALAMAN PENGESAHAN MAGANG

: TEKNIK PEMBENIHAN BOTIA (Chromobotia macracanthus Bleeker) DI BALAI PENELITIAN


DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN HIAS (BPPBIH) DEPOK, JAWA BARAT.

Nama Mahasiswa : Nur Aisah

Nomor Pokok Mahasiswa : 0310060312

Progras Studi : Budidaya Perairan

Fakultas : Perikanan

Universitas : Universitas Pekalongan

Pekalongan, 05 Januari 2015

Disetujui :

Dekan Fakultas Perikanan Pembimbing


Universitas Pekalongan

( Ir. Hadi Pranggono, M.Pi) ( Tri Yusufi M., S.Pi. M.Si )


NPP. 131642656 NPP. 111000135
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
petunjuknya penulis dapat menyelesaikan proposal usulan magang dengan judul TEKNIK
PEMBENIHAN BOTIA (Chromobotia macracanthus Bleeker) DI BALAI PENELITIAN
DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN HIAS (BPPBIH) DEPOK, JAWA BARAT. Usulan magang
ini dibuat sebagai pedoman untuk melakukan praktek magang di Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depok, Jawa Barat .
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Ir. Hadi Pranggono, M.Pi selaku Dekan
Fakultas Perikanan, Universitas Pekalongan, Ibu Tri Yususfi Mardiana, S.Pi, M.Si selaku Ketua Program
Studi dan pembimbing yang telah membimbing dalam penyusunan proposal magang ini, kepada segenap
dosen Fakultas Perikanan, serta kepada Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias
(BPPBIH) Depok. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh pihak dan rekan-rekan yang telah
banyak membantu dalam penyusunan usulan praktek magang ini.
Di samping itu, penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk
kesempurnaan penyusunan proposal usulan magang ini ke arah yang lebih baik. Harapan penulis
semoga proposal ini memberi manfaat kepada penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Pekalongan, 05 Januari 2015

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
HALAMAN PENJELASAN
HALAMAN PENGESAHAN MAGANG
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
1.3. Manfaat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi Ikan Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker)
2.2. Teknik Pembenihan Ikan Botia
BAB III MATERI DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat
3.2. Bahan dan Alat
3.3. Metode Kerja
3.4. Metode Pengumpulan Data
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah dimana berpotensi
pada sektor perikanan. Besarnya potensi perikanan di Indonesia didukung dengan luasnya wilayah
perairan Indonesia dan letaknya yang berada di iklim tropis mengakibatkan banyaknya biota-biota perairan
yang dapat dijumpai dan dibudidayakan sehingga akan menguntungkan masyarakat Indonesia dalam
meningkatkan perekonomian masyarakat. Kegiatan mengembangkan sektor perikanan salah satunya
adalah budidaya. Budidaya perikanan adalah suatu usaha memproduksi biota atau organisme dalam
rangka meningkatkan produktifitas dan menghasilkan keuntungan sehingga dapat dijadikana sebagai
kegiatan bisnis.

Sektor perikanan yang mengalami penaikan setiap tahunnya adalah budidaya ikan hias. Menurut Soni
Wibowo (2010), rata rata pertumbuhan permintaaan negara pengimpor ikan hias mencapai 15 % per
tahun. Negara negara yang dikenal sebagai negara pengimpor ikan hias utama didunia antara lain
Amerika Serikat (AS), Jerman, Inggris, Belanda, Belgia, Prancis, Kanada, Jepang, Taiwan, dan juga
beberapa negara dikawasan timur tengah. AS merupakan negara pengimpor terbesar, dengan sekitar 70
% persediaan ikan hias dipasar dunia diserap negara ini. Di sisi lain, negara negara di Asia Tenggara
merupakan negara pemasok terbesar ikan hias, mampu memasok sekitar 60% kebutuhan ikan hias dunia.
Indonesia, yang merupakan produsen ikan hias utama, memasok sekitar 15 % pasokan ikan hias
dunia. Singapura tercatat sebagai pengekspor terbesar. Konon ikan ikan yang di ekspor singapura
merupakan ikan ekspor dari Indonesia, Filipina, dan Malaysia.

Ikan botia (Chromobotia macracanthus Bleeker) adalah komoditas ikan ekspor andalan dengan nilai
ekonomis tinggi. Ikan tersebut merupakan spesies ikan hias air tawar yang banyak ditemukan diperairan
umum Sumatera dan Kalimantan. Ikan ini adalah ikan endemik Indonesia yang hanya dapat dijumpai di
perairan Indonesia sehingga banyak diminati oleh pecinta ikan hias. Selain berpeluang pada pasar ekspor,
ikan botia juga diminati oleh masyarat dalam negeri untuk dipelihara.

Meningkatnya kebutuhan masyarakat akan salah satu jenis ikan hias ini menimbulkan tingkat
kebutuhan benih ikan botia yang terus bertambah. Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat
akan ikan botia adalah ketersediaan stok benih yang masih mengandalkan tangkapan dari alam. Hasil
tangkapan di alam pun tidak selalu terpenuhi dikarenakan ketersediaannya masih bergantung pada musim
dan kondisi alam yang berpengaruh. Jika ekspliotasi ikan botia dilakukan secara terus-menerus akan
mengakibatkan penurunan ketersediaan ikan botia di alam bahkan terjadinya kepunahan maka dari itu
perlu adanya suatu peraturan dalam penangkapan ikan berekonomis tinggi ini guna mencegah terjadinya
penangkapan berlebihan dan menjaga keberlanjutan ketersediaanya dialam. Selain itu juga harus
didukung dengan usaha pengembangbiakkan agar masyarakat tidak hanya bergantung pada fluktuasi
ketersediaan di alam.
Pemenuhan kebutuhan ikan botia tersebut diantaranya dengan penerapan teknologi pembenihan
yang baik dan benar sebagai upaya untuk menyediakan benih ikan botia yang selanjutnya dapat
dibudidayakan kembali sehingga kelestarian ikan botia terus berlanjut dan tetap terjaga. Dalam hal
demikian, mahasiswa khususnya dibidang perikanan perlu mengetahui teknologi-teknologi dalam menjaga
dan membudidayakan ikan baik secara pendidikan formal maupun non folmal, salah satunya yaitu melalui
kegiatan Magang guna menambah wawasan dan informasi mengenai teknik pembenihan ikan Botia sesuai
cara budidaya ikan yang baik dn benar (CBIB) sehingga dapat diaplikasikan kepada masyarakat guna
menjaga kelangsungan hidup ikan botia, menjaga ketersediaannya dialam, mengebangbiakkan dan
memenuhi kebutuhan masyarakat akan ketersediaan ikan botia.

1.2. Tujuan
Tujuan dilaksanakannya kegiatan magang ini adalah :

A. Mengetahui dan mempelajari secara langsung tentang teknik pembenihan, pemeliharaan, permasalahan
serta solusinya dalam usaha pembenihan Ikan Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker).

B. Mengetahui dan memahami cara budidaya ikan hias Botia yang baik dan benar serta mampu
mengaplikasikannya.

1.3. Manfaat
Manfaat dari kegiatan magang ini adalah sebagai berikut :

Untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan tentang teknik pembenihan Ikan Botia (Chromobotia
macracanthus Bleeker) yang dilakukan di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias
(BPPBIH), Depok.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi Ikan Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker)


2.1.1 Kasifikasi Ikan Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker)

Menurut Kottelat (1992) dan Mill (1993), Penyebaran Ikan hias botia di Sumatera dan
Kalimantan. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut :

Phylum : Chordata

Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Sub Ordo : Cyprinoidae

Famili : Cobitidae

Genus : Botia

Spesies : Chorombotia Macracanthus Bleeker.

Saanin (1984) menyebutkan bahwa genus botia memiliki 2 spesies, yaitu Botia macracanthus dan B.
hymenophysa. Sedangkan Kottelat, dkk (1993), dalam buku Freshwater Fishes of Western Indonesia and
Sulawesi, mencatat adanya tiga spesies. Selain kedua spesies tersebut, satu spesies lainnya adalah B.
reversa (Rangga Wiryawan,2012).

Adapun perbedaan dari ketiga spesies ikan botia ini menurut Ghufran dan Kordi (2009) diantaranya :

1. Botia Macracanthus

Spesies yang mempunyai warna paling indah dengan warna dasar kuning keemasan atau sawo
matang yang dibalut warna hitam atau pita hitam di tiga tempat. Pita hitam ini mirip selendang, yang
menyebabkan botia disebut sebagai ratu ikan air tawar. Pita hitam pertama memotong diatas kepala,
melintas persis di mata. Pita yang dibagian tengah tubuh agak lebar, dan yang melintas di pangkal ekor
merambat sampai sirip punggung. Spesies ini hanya terdapat di Indonesia, terutama Sumatera dan
Kalimantan.

2. Botia Hymenophysa

Spesies jenis ini mempunyai ciri warna dasar abu abu atau kecoklatan dan bagian perut berwarna
keperakan. Bentuk tubuhnya mirip spesies Botia macracanthus, hanya saja ukurannya lebih
panjang. Pada tubuhnya terdapat 12 -14 pita tegak berwarna kebiru biruan bertepi hitam. Yang berwarna
pucat lebih lebar. Pada sirip punggung terdapat 12 13 jari jari bercabang, dan terdapat bercak dan garis
warna pada ujung sirip punggung. Spesies ini terdapat di Sumatra, Kalimantan, dan Malaysia.
3. Botia Reversa

Spesies ini memiliki warna dasar abu abu atau kecoklatan. Bentuk tubuh dan kepala mirip
spesies Botia hymenophsa. Pada tubuhnya terdapat 12 pita tegak berwarna hitam. Pita yang berwarna
gelap lebih lebar dari pada yang pucat. Pada sirip punggung terdapat 9 11 jari jari bercabang. Spesies
ini ditemukan di sungai sungai di dataran tinggi. Terdapat di Sumatra, Kalimantan, dan Jawa.

2.1.2 Morfologi Ikan Botia

Soni Wibowo (2010) menyatakan bahwa morfologi ikan botia adalah berbentuk seperti torpedo, agak
bulat memanjang, pipih kesamping, perut nyaris lurus, badan agak melengkung, kepala agak meruncing
pipih kearah mulut, mulut agak kebawah. Diatas mulut memiliki sungut 4 pasang, pada bagian bawah mata
terdapat patil atau duri. Patil tersebut yang akan keluar apabila botia marasa ada bahaya. Sirip dada dan
sirip perut atau anal berpasangan, sirip punggung tunggal dan sirip ekor bercagak agak dalam. Sirip
punggung lebih depan dari serip perut .

Ikan botia (Chromobotia macracanthus Bleeker) juga memiliki warna tubuh kuning keemasan atau
sawo matang dengan 3 garis lebar atau pita hitam lebar yang melingkari tubuhnya. Pita
pertama pada kepala melewati mata, yang kedua dibagian depan sirip punggung dan pita yang ketiga
memotong sirip punggung bagian belakang sampai ke pangkal ekor. Sirip berwarna merah oranye kecuali
sirip punggung yang terpotong garis hitam (Darti dkk. 2007).

Gambar 1. Ikan Hias Botia


(Chromobotia macracanthus Bleeker)
2.1.3 Penyebaran
Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker) adalah ikan endemik yang merupakan spesies ikan asli
indonesia yang hanya dapat ditemui diwilayah perairan indonesia, yaitu perairan Sumatra dan Kalimantan
(Fauzan Mustofa, 2010).

Darti dkk. (2007) menyebutkan penyebaran ikan botia sangat luas yaitu di sungai-sungai Sumatera
bagian Selatan dan Kalimantan. Hidup dalam kelompok mulai dari hulu sampai ke muara. Daerah
penangkapan ikan ini adalah diperairan yang tenang yaitu rawa-rawa dan sungai bagian hilir. Anak- anak
botia umumnya ditangkap di nursery ground yaitu ditempat air pasang sampai ke hilir sungai.
2.1.3 Habitat dan Kebiasan Makan

Habitat asli botia adaah sungai atau rawa-rawa yang memiliki perairan jernih. Kondisi daerah
sungai dengan pH air antara 5,0 - 7,0 , suhu 24- 30 C. Perairannyajernih dengan batu-batuan
dasar merupakan tempat botia tinggal. Dari survey yang dilakukan di daerah Sumatera Selatan (sungai
Musi) diketahui anak-anak botia hidup di daerah yang berarus lemah, dasar lumpur dengan kedalaman 5-
10 m. Sementara induknya berada di daerah dengan arus kuat (hulu) yang jernih dan kasar berpasir dan
bebatuan maximum kedalaman adalah sekitar 2 m. Ikan botia hidup di dasar perairan (termasuk ikan
dasar). Termasuk ikan yang pemalu sehingga lindungan atau sembunyian dalam pemeliharaan amat
diperlukan (Fauzan Mustofa, 2010).

Ikan Botia merupakan jenis ikan nocturnal yang aktif pada malam hari. Botia menggunakan sungut
sebagai alat peraba dalam mencari dan mendeteksi makanannya. Ikan tersebut tergolong
karnivora. Sebagai ikan dasar maka pakannya adalah organisme dasar perairan seperti cacing baik cacing
rambut (Tubifex sp)merupakan salah satu pakan yang baik karna mengandung pigmen yang dapat
memperindah warna botia atau larva insekta dasar seperti cacing darah (Chironomus sp.) dan pellet
dengan kandungan protein 30% ( Soni Wibowo, 2010).

2.2. Teknik Pembenihan Ikan Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker)


2.2.1 Metode Pembenihan

Pengembangan usaha pengembangbiakan ikan botia dilakukan secara secara buatan (induced
breeding) dapat diterapkan guna menyediakan benih-benih ikan hasil budidaya. Diluar habitat aslinya,
botia merupakan jenis ikan hias yang masih sulit dipijahkan secara alami maka dalam kegiatan pembenihan
ikan tersebut menggunakan pembenihan sisten intensif atau cara buatan dengan teknologi stimulasi
hormon untuk merangsang pemijahan dan pembuahan (Lisnawati, 2012).

2.2.2 Teknik Pembenihan

Tahapan dalam pembenihan botia sebagai berikut :

A. Persiapan Prasarana dan Sarana

Sebelum memulai kegiatan pembenihan, hal yang perlu diperhatikan adalah persiapan perlengkapan
prasarana dan saranayang menunjang keberhasilan kegiatan pembenihan botia. Perlengkapan tersebut
diantaranya adalah media yaitu air bersih bebas dari polusi dan kualitas air baik. Sebelum digunakan air
tersebut terlebih dahulu diendapkan 24 jam untuk mengendapkan kotoran dan zat yang merugikan.
Perlengkapan lain yaitu wadah pembenihan seperti kolam atau bak perawatan dan pemeliharaan induk,
bak pemijahan, bak penetasan telur, bak perawatan larva serta bak perawatan benih. Mempersiapkan
peralatan pendukung diantaranya seser, mangkok atau baskom plastik, aerasi, spuit, timbangan elektrik,
dan selang sipon.

Hal tersebut juga dijelaskan oleh Soni Wibowo (2010), bahwa Persiapan wadah pemeliharaan induk
diawali dengan setting peralatan, penempatan alat, pengisian air dan desinfeksi media. Sistem
pemeliharaan dengan metode resirkulasi menggunakan 4 (empat) komponen yang terdiri dari wadah
pemeliharaan ikan, fiter biologi besar dan filter biologis kecil serta bak penampunga air. Setelah
penempatan yang tepat, bak dibiarkan selama 2 hari agar bahan-bahan kimia seperti lem dapat
mengering dan bau lem hilang. Wadah induk botia diisi menggunakan air sumur yang telah diendapakan
dan diresirkulasi di tandon yang berukuran 2x2x2 m. Sebelum air dimasukkan ke dalam wadah
pemeliharaan induk, wadah sebelumnya didesinfeksi menggunakan formalin 20 ppm untuk mencegah
penyakit yang bersumber dari wadah pemeliharaan yang baru. Kemudian diisi air dan diresirkulasi selama
6 7 hari. Pengisian air pada wadah pemeliharaan induk botia diisi sebanyak 7000-8000 liter (Soni
Wibowo, 2010).

Pembenihan ikan botia dilakukan secara buatan. Wadah yang digunakan untuk menampung telur dan
sperma menggunakan wadah yang licin dan bebas air seperti mangkok dan petri untuk menghindari
terjadinya kerusakan pada telur dan mempermudah dalam peroses pembuahan. Persiapan lain adalah
spuit 1,0 ml yang sudah diambil jarumnya untuk menyedot sperma yang keluar. Larutan garam fisiologis
atau NaCl 0,9 % juga dipersiapkan untuk mengencerkan sperma dan untuk mempertahankan
sperma. Selain itu untuk mempertahankan sperma disiapkan juga cool box yang diisi es untuk
penyimpanan sperma sementara. (Darti dkk. 2007).

Melakukan sanitasi terhadap semua peralatan dicuci bersih dan dikeringkan sebelum digunakan agar
terhindar dari sumber penyakit dan kegagalan kegiatan pembenihan.

B. Pemeliharaan Induk

Wadah pemeliharaan induk botia di tempatkan di sebuah ruang khusus, berukuran 10x5 m dinamai
Sirkulasi Bak Bundar (SBB). Dengan kondisi ruangan yang gelap dan hanya menggunakan lampu dengan
daya 5 watt dan dilengkapi dengan pendingin ruangan (air condisioner,AC) dengan suhu air 25 - 260C(
Soni Wibowo, 2010) .

Pemeliharaan induk botia dilakukan pada wadah akuarium atau fiberglas dengan kepadatan 6 8
ekor /m2 dan ketinggian air 40 cm. Kualitas air dalam media pemeliharaan induk botia antara lain suhu
dengan kisaran 26 30C, pH 6,5 7,0 dan oksigen terlarut >5 ppm. Wadah ditutup atau dinaungi dengan
bahan gelap dan pada dalan wadah diberi tempat persembunyian berupa genting dan paralon (Lisnawati,
2012).

Menurut Soni Wibowo (2010), indukan yang digunakan dalam pembenihan biasanya menggunakan
indukan yang berasal dari alam sehingga perlu dilakukan adaptasi indukan ke lingkungan baru. Adaptasi
calon induk menggunakan akuarium atau bak yang ditempatkan pada ruang karantina yang
tenang agar tidak terganggu. karena Akuarium untuk karantina ditutup plastik hitam dan bagian atas
akuarium juga ditutup untuk menghindari ikan loncat keluar. Adaptasi ikan dilakukan sekitar 3 minggu,
kemudian ikan dapat dipindahkan dalam bak pemeliharaan induk. Untuk menghindari terjadinya
penyakit akibat stres dapat diberi larutan formalin 20 ppm selama 24 jam dan dilanjutkan dengan
Oxytetracyclin (OTC) 10 ppm selama 8 hari. Lakukan penyiponan dan pergantian air untuk menjaga
kualitas air tetap optimal dan sesaui dengan habitat asli ikan botia. Induk diberi pakan bernutrisi tinggi.
Pakan yang diberikan berupa cacing tanah (Lumbricus sp) yang telah dibersihkan terlebih dahuludan pelet
untuk mempercepat kematangan gonad induk.
Gambar 2. Tempat Pematangan Induk
C. Seleksi Induk

Seleksi induk dilakukan untuk memilih induk matang gonad yang siap untuk dipijahkan dengan kriteria
tertentu agar benih yang dihasilkan berkualitas. Tahapan dalam menyeleksi induk betina matang
gonad menurut Rangga Wirywan (2012), yaitu :

Cara visual dan rabaan.

a. Induk Betina

Ciri-ciri bagian gendut, jika diraba lembut, bentuk badan yang agak melebar dan pendek, bentuk lubang
genital agak membulat dan pada sekitar lobang genital agak kemerahan, bobot lebih dari 80 gram.

b. induk jantan

a. Perut lebih langsing, ujung genital papilla (penis) yang berwarna agak merah dan menonjol, bobot lebih dari
40 gram. Jika dlakukan pengurutan keluar sperma yaitu cairan putih susu berarti Induk betina
dibius dengan phenoxy ethanol sebanyak 0,3 mL/L hingga induk diam atau pinsan.

b. Masukkan karterer kedalam lubang genital induk betina sedalam 5-7 cm, sementara ujung yang lain dapat
disedot dengan mulut hati-hati. Telur tersebut akan masuk kedalam selang kateter.

c. Memeriksa warna, ukuran dan stadium.

induk tersebut matang gonad. Induk yang baik minimum berbobot 80 gram, optimum 100 gram.

Cara kanulasi atau katerisasi

Warna abu-abu agak kehijauan menandakan telur sudah mulai matang. Ukuran telur dapat diperiksa
dibawah mikroskop binokuler dengan menambahkan larutan garam fisiologis (larutan NaCl 0,9 %) dalam
cawan petri. Telur yang sudah matang akan berukuran diameter antara 1,2-1,4 mm dan sudah homogen.
Stadium telur diperiksa untuk melihat kedudukan intinya dengan mikroskop binokuler. Untuk keperluan ini
digunakan larutan serra yang dapat dibuat dari campuran antara asam asetat,formalin 40% dan etanol
70% dengan perbandingan 1:1:1 . dapat pula dengan etanol 60% ,formalin 30% dan asam asetat
10% . Larutan Serra dapat melisiskan atau melunturkan isi telur sehingga isi telur yang lisis paling akhir
akan kelihatan letaknya, oleh karena itu untuk melihat telur dalam larutan serra ini harus cepat. Telur yang
sudah matang inti telur terletak dipinggir. Telur yang sudah siap ovulasi inti sudah berada dipinggir dan
pecah (dekomposisi) yang disebut stadium Germinal Vesicle Break Down atau SVBD (Fauzan Mustofa,
2010).

Gambar 3. induk jantan dan betina Botia

Gambar 4. Kanulasi Telur


D. Penyuntikan Hormon

Penyuntikan hormon dilakukan untuk merangsang ovulasi atau spermiasi pada induk yang sudah
matang gonad, salain itu juga untuk menyempunakan kematangan gonad induk sehingga telur yang
dihasilan lebih optimal. Rangsangan hormon tersebut menggunaan hormon gonadrotropin yaitu ovaprim.
Ovaprim merupakan hormon GNrH serta domperidon. Dosisi yang digunakan dalam penyuntikan adalah 1
ml/kg dari berat induk. Penyuntikan dilakukan dua kali, penyuntikan pertama untuk pematangan sel telur
dengan dosis 0,4 ml/kg. Sedangkan yang kedu untuk sistem pemijahan dengan dosis 0.6 ml/kg. Induk
betina disuntik dua kali (0,4 dan 0,6 ml/kg) sekitar jam 16.00-17.00 , sedangkan induk jantan dilakukan
penyuntikan satu kali (1 ml/kg) dengan interval 6 jam (Fauzan Mustofa, 2010).

Soni Wibowo (2010) juga menyatakan bahwa tempat suntikan dibawah sirip punggung kira-kira 1
cm. Arah jarum adalah 300 ke arah kepala agar ikan tidak berontak maka penggunaan bius seperti saat
kanulasi dapat dilakukan. Sesudah disuntik ikan dapat dimasukkan kembali ke tempat pemeliharaan yang
sudah diamati.
Gambar 5. Penyuntikan Hormon pada Induk
E. Stripping

Stripping yaitu sistem pengeluaran telur dan sperma dari induk jantan maupun betina lewat cara
mengurut sisi genital induk.

Tahapan dalam stripping menurut Darti dkk. (2007) adalah sebagai berikut :

Stripping Induk Jantan

1) Stripping pada induk jantan dilakukan bila induk sudah tampak gelisah dan berenang dengan mengibas -
ngibaskan ekornya.

2) lap tubuh induk jantan hingga kering agar sperma yang diambil tidak bercampur air, kemudian bius
menggunakan MS22 atau phenoxy ethanol 0,3 ml/l air.

3) Sedot sperma menggunakan spuit berisi garam fisiologis, kemudian tampung ke dalam wadah berupa
mangkuk kecil.

4) Encerkan sperma dengan menambahkan larutan garam fisiologis perbandingan 1 : 3. Simpan dalam suhu
dingin seperti kulkas atau ice box. Sperma ini dapat tahan sampai 4-6 jam.

Pada stripping induk betina dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut ini, yaitu:

1) Lap tubuh induk hingga kering dan lakukan pembiusan.

2) Setelah dibius, lakukan pengurutan hingga telur keluar. Tampung telur dalam wadah berupa mangkuk atau
piring yang permukaannya halus.

3) Bila ketika diurut masih terasa berat, tunggu sejenak hingga terasa ringan kembali.

4) Lakukan pengurutan sedikit demi sedikit hingga telur habis.


Gambar 6. Stripping Induk Betina
Pembuahan atau fertilisasi ikan botia dilakukan dengan cara artificial atau buatan yaitu mencampur
telur dengan sperma. Telur yang sudah dikoleksi dalam wadah disemprotkan atau dicampurkan dengan
sperma yang sudah diencerkan. Tambahkan air atau air mineral perlahan-lahan secukupnya sambil
digoyang -goyangkan dengan merata selama sekitar 1(satu) menit. Pada telur yang cukup banyak
jumlahnya maka dapat digunakan kuas halus atau bulu ayam untuk mencampur atau mengaduk telur dan
sperma agar merata. Setelah itu cuci dengan air lagi beberapa kali sampai kelihatan airnya bersih. Telur
siap ditetaskan atau diinkubasikan. (Darti dkk.2007)

F. Penetasan Telur

Penetasan telur dilakukan dalam bak berbentuk corong yang dilengkapi dengan sirkulasi (air
mengalir). Setelah telur menetas (sekitar 18 jam pada suhu 26-270C.larva dapat dipindahkan ke akuarium
dan dapat diberi pakan tetasan artemia, setelah 3 - 4 hari ( Aan Spuriatna, 2014).

Gambar 7. Tempat Penetasan Telur Botia


Fertilization Rate
Penghitungan FR dilakukan dengan menghitung jumlah telur yang dibuahi pada sampling kemudian
dibandingkan dengan jumlah total telur yang ada di toples sampling ( Muhammad Zainudin, 2013).
Menurut Sumandinata (1981), FR merupakan derajat pembuahan telur yang dilakukan oleh induk
jantan, nilai FR ini tergantung pada kualitas telur dan kualitas maupun kuantitas sperma. Nilai FR dapat
dihitung menggunakan rumus berikut:

FR = Telur terbuahi x 100%

Total telur

Hatching Rate
Hatching Rate merupakan suatu parameter yang digunakan untuk melihat derajat penetasan telur
(Sumandinata 1981). Hatching rate (HR) adalah daya tetas telur atau jumlah telur yang menetas. Untuk
mendapatkan HR sebelumnya dilakukan sampling larva untuk mendapatkan jumlah larva. Menurut Murtidjo
(2001), HR dapat dihitung menggunakan rumus berikut ini :

HR = Jumlah telur yang menetas x 100%

Jumlah telur yang terbuahi

Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur yang dikeluarkan dalam sekali pemijahan. Jumlah telur botia sangat
dipengaruhi oleh ukuran induk, diameter telur dan faktor nutrisi . Fekunditas adalah jumlah telur yang
dihasilkan oleh induk betina per ekor, sedangkan fekunditas nisbi adalah jumlah telur yang dihasilkan induk
betina per satuan berat badan (Muhammad Zainudin, 2013).

Menurut Murtidjo (2001) fekunditas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

F= W x n

Keterangan :

F = Fekunditas.

W = Berat telur total (g).

w = Berat telur sampel (g).

n = Jumlah total telur yang dihitung saat sampling (butir).

G. Pemeliharaan Larva

Daya tetasnya masih rendah sekitar 40%. Hal ini karena umumnya induk botia susah
beradaptasi. Jika dirawat dengan baik, peluang hidup larva dapat mencapai 80-90%. Larva yang menetas
akan lebih baik dipelihara dalam corong sampai 4 hari yaitu sampai makan artemia. Baru sesudah itu larva
dapat dipindahkan ke tempat pemeliharaan larva seperti akuarium atau bak. Pakan larva botia adalah
pakan alami. Mulut botia akan membuka pada hari ke-4. Ukuran bukaan mulut sudah sekitar 0,2 0,3 mm
sehingga nauplii Artemia tetasan 24 36 jam yang berukuran 0,1 0,15 mm sudah dapat ditelan (Fauzan
Mustofa, 2010).
Gambar 8. Pemeliharaan Larva Ikan Botia
H. Perawatan Benih

Setelah larva menetas, larva tidk perlu diberi pakan sampai umur 3-4 hari pasca menetas dikarenakan
larva masih mempunyai yolk sack atau kuning telur sebagai cadangan makanan. Setelah larva berumur 4
dapat diberi pakanmenyesuaikan bukaan mulut. Bukaan mulut larva botia cukup besar sehingga nauplii
Artemia tetasan 2436 jam sudah tertelan. Hari ke-5 larva sudah dapat makan dengan baik dan hari ke-6
kuning telur sudah habis sama sekali (Soni Wibowo, 2010).

Sirip-sirip mulai tumbuh dan semua anggota badan lengkap pada hari ke-13 (Legendre et al.,
2005). Benih ukuran 2,5 cm (1 inchi ) akan dicapai dalam waktu 30 hari pemeliharaan. Pakan benih biasa
diberikan cacing atau pellet halus. (Darti dkk. 2007)

Gambar 9. Perkembangan larva Botia


I. Manajemen Pakan

Pakan yang diberikan pada kegiatan pembenihan adalah pakan yang megandung nutrisi dan gizi
tinggi untuk mempercepat kematangan gonad pada induk, pertumbuhan, energi, serta untuk menjaga daya
tahan tubuh agar tidak mudah terserang penyakit. Induk diberi pakan alami berupa cacing tanah serta
pelet, suplemen juga perlu diperhatikan tuntuk menghasilkan benih yang baik seperti vitamin E dalam
kematangan gonad serta vitamin C guna kekebalan tubuh.

Menurut Lisnawati (2012) Jenis pakan induk ikan botia berupa cacing sutera (Tubifex sp) dan pelet
dengan kadar protein >35% diperkaya dengan vitamin E 500 mg/kg pakan. Frekuensi pemberian 2 kali
sehari dengan jumlah pemberian dengan metode adlibitum (sekenyangnya).

Pemberian pakan pada larva disesuaikan dengan bukan mulut larva. Larva botia memiliki bukaan
mulut yang lebar sehingga dapat diberi pakan alami berupa artemia. Larva memiliki yolk sack sehingga
selama 3-4 hari setelah menetas tidak perlu diberi pakan. Yolk sac akan habis setelah hari ke 5-6, nmun
untuk antisipasi beberapa kuning telur larva habis lebih awal maka perlu diberi pakan alami. Setelah 15
hari, benih dapat diberi pakan berupa cacing sutra ( Rangga Wiryawan, 2012).

Pakan yang diberikan dalam keadaan bersih. Pakan diberikan secukupnya agar tidak menyisakan
sisa pakan yang akan berpengaruh pada kemunduran kualitas air, frekuensi pemberian 2x sehari dn
dengan waktu yang sama setiap harinya.

J. Manajemen Kualitas Air

Kualitas air sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup botia. Menjaga kualitas air optimum seperti
habitat asli ikan botia tersebut dengan cara melakukan pengukuran kualitas air setiap hari, penyiponan
terhadap akuarium atau bak yang kotor serta pergantian air baru yang rutin dilakukan.

Kualitas air optimal tersebut meliputi suhu 26 - 360 C, pH 5,5 - 7,0 , DO 5 8 ppm ( > 5 ppm), amoniak
< 1,0 ppm, salinitas 0 ppm (Soni Wibowo, 2012).

K. Manajemen Kesehehatan Ikan

Parasit adalah organisme yang menjadikan inangnya sebagai sumber makanan. Sedangkan penyakit
adalah segala sesuatu yang menimbulkan perubahan atau gangguan fungsi atau morfologi yang terjadi
pada tubuh ikan botia baik secara langsung maupun tidak. Kesehatan ikan bergantung pada nutrisi pakan
yang diberikan, kualitas air dan lingkungan, serta pada sumber parasit itu sendiri (Nur Aisah, 2014).

Parasi dan penyakit yang biasa menyerang pada ikan umumya adalah sebagai berikut :

Bakteri Aeromonas

Menurut Fahrur razi (2013), Penyakit yang menyerang botia salah satunya adalah bakteri Aeromonas
sp. yang menyerang bagian tubuh ikan mulai dari sisik, sirip, insang sehingga mengakibatkan terjadinya
infeksi dan pendarahan pada tubuh ikan. Ikan yang sakit biasanya berenang ke permukaan dan
menggosok-gosokan badannya kedinding aquarium karena gatal. Gerakan tutup insang akan terlihat lebih
cepat karena pertukaran gas oksigen, karbodioksida dan amoniak terganggu fungsinya serta ikan
cenderung bergerombol. Pengobatan botia terjangkit dengan merendam ikan botia yang sakit selama 5-10
menit dalam larutan garam yang berkadar 0,1-0,3 ppm setelah itu ikan yang telah direndam cuci kembali
dalam air tawar yang bersih.
Bacterial Finn rot / Rusak sirip

Gejala ikan terserang penyakit ini adalah sirip rusak parah terutama ujung ujungnya. Untuk pengobatan
penyakit ini adalah ikan direndam dengan Chloramphenicol dosis 50 ppm selama 2
jam atau Sulphonamidedengan dosis 50 ppm selama 4 jam (Dunia Perikanan, 2013).

Penyakit white spot /bintik putih/ Ichthyiophthiriasis

Botia merupkan ikan tidak bersisik sehingga rentan terhadap penyakit ick dan boleh hampir dikatakan
tidak memiliki perlindungan terhadap bahan-bahan beracun dalam akuarium. Oleh karena itu hindarkan
dari segala jenis kondisi lingkungan yang dapat memicu berjangkitnya ick atau keracunan

Penyakit yang sering menyerang ikan botia adalah Ichthyopthirius multifilis ditandai adanya bintik putih
pada seluruh bagian tubuh terutama penyerangan tubuh bagian luar ikan (kulit, sirip dan insang) dan
akibatnya dapat menyebabkan kematian (Lisnawati,2012).

Gejalanya adalah ikan terserang berbentuk bintik bintik dengan diaeter 0.5 1 mm. Penyakit ini Sering
menyerang pada kulit, sirip dan insang dan dapat merusak fungsi insang , ciri lain adalah terjadi
pendarahan di sirip dan tubuh ikan mengalami iritasi. Tindakan pencegahan adalah dengan menjaga
kualitas air antara 27 30C dan pemberian imunostimulan vitamin C dosis 500 mg/kg ikan atau glukan
dosis 400 mg/kg ikan yang dicampur pada pakan dengan lama pemberian 5 7 hari berturut-turut.
Sedangkan tindakan pengobatan menggunakan Methilien blue 3 ppm melalui perendaman selama 24 jam
(Lisnawati,2012) .

Untuk cara pengobatan penyakit tersebut dengan perendaman dengan larutan NaCl dosis 10-15
gram/l selama 20 menit, Malachite green oxalat dosis 15 gram / meter kubik, Methylen blue dosis 2-4 cc
dalam 4 liter air rendam 24 jam, Chloramine 1 gram/liter direndam selama beberapa hari, dapat pula
dengan Formalin dosis 200 ppm selama 15 menit diulang selama 14 hari (Nur Aisah, 2014).

BAB III

MATERI DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat


Kegiatan magang ini akan dilaksanakan pada tanggal 05 Januari 31 Januari 2015, bertempat di Di
Balai Penelitian Dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depok, Jawa Barat.

3.2. Bahan dan Alat


3.2.1. Bahan bahan Pembenihan
1. Induk Ikan
Induk Botia jantan dan Betina yang telah matang gonad dengan bobot induk betina inimal
80 gram, optimal 100 gram.
2. Ovaprim
Ovaprim adalah hormon perangsang untuk menyempurnakan kematangan gonad,
pemijahan dan mengoptimalkan hasil fertilisasi.
3. Natrium Clorida (NaCl)
Larutan fisiologis (NaCl) berfungsi untuk pengenceran dan memperpanjang umur
sperma.
4. Aquadest
Aquadest digunakan dalam proses pencucian sperma dan telur. Proses pencucian
berfungsi untuk mencuci kotoran serta sperma yang menumpuk dan mempermudah
proses bertemunya sperma dengan sel telur.
5. Pakan
Pakan yang digunakan dalam kegiatan pemenihan adalah cacing tanah ( Lumbricus sp)
dan pelet untuk pengelolaan induk. Sementara dalam pemeliharaan larva pakan yang
diberikan adalah artemia dan cacing sutra.
3.2.2. Alat alat Pemijahan
Alat yang digunakan dalam proses pemijahan adalah sebagai berikut :
Bak Pemeliharaan induk, bak penetasan induk, bak penetasan telur, bak pemeliharaan larva dan benih.

Kateter atau selang kanulasi.

Timbangan elektrik.

Alat suntik atau spuit.

Mangkok plastik untuk menampung sel telur.

Seser.

Aerasi.

Tisu atau kain lap.

Peralatan parameter kulitas air.

Selang sipon.

3.3. Metode Kerja


Data yang diambil saat kegiatan magang ini menggunakan metode deskriptif yaitu suatu metode yang
bertujuan untuk memberikan gambaran umum, sistematis dan faktual mengenai data-data
kegiatanpembenihan botia. Pengambilan data tidak hanya terbatas pada pengumpulan data dan
penyusunan data tetapi juga meliputi analisis dan pembahasan data-data tersebut. Data yang diambil
meliputi data primer dan data sekunder.

3.4. Metode Pengumpulan Data


3.4.1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat untuk
pertama kalinya melalui prosedur dan teknik pengambilan data berupa wawancara, observasi, partisipasi
aktif maupun memakai instrumen pengukuran yang khusus sesuai dengan tujuan (Azwar, 1998).

A. Observasi
Observasi atau pengamatan secara langsung adalah pengambilan data dengan menggunakan indera
mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut (Nazir. 1988). Observasi dilakukan
terhadap berbagai hal yang berhubungan dengan kegiatan pembenihan meliputi Persiapan Prasarana dan
sarana, pemeliharaan induk, seleksi innduk, pemijahan, penetasan telur, pemeliharaan larva dan benih.

B. Wawancara
Wawancara merupakan cara mengumpulkan data dengan cara tanya jawab sepihak yang dikerjakan
secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian. Wawancara memerlukan komunikasi yang baik
dan lancar antara peneliti dengan subjek sehingga pada akhirnya bisa didapatkan data yang dapat
dipertanggungjawabkan secara keseluruhan (Nazir. 1988). Wawancara di BPPBIH Depok dilakukan
dengan cara tanya jawab dengan teknisi mengenai segala hal yang berhubungan dengan
teknik pembeihan ikan botia dan permasalahan yang dihadapi dalam menjalankan kegiatan.

C. Partisipatif
Partisipatif adalah keterlibatan dalam suatu kegiatan yang dilakukan secara langsung di lapangan
(Nazir, 1998). Kegiatan yang dilakukan adalah memilih dan menyiapkan induk, proses pemijahan,
pemberian pakan, pengelolaan kualitas air.

3.4.2. Data Sekunder


Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber tidak langsung dan telah dikumpulkan serta
dilaporkan oleh orang di luar dari penelitian itu sendiri (Azwar, 1998). Data ini dapat diperoleh dari data
dokumentasi, lembaga penelitian, dinas perikanan, pustaka pustaka, laporan laporan pihak swasta,
masyarakat dan pihak lain yang teknik pembenihan ikan botia yang baik dan benar.

Pengumpulan data tersebut meliputi data Fertilization Rate (FR) jmlah telur yang dibuahi sperma pada
pemijahan ikan botia, Hatching Rate (HR) untuk mengetahui derajat penetasan telur pada kegiatan
pembenihan, serta (F) guna mengetahui jumlah telur yang dikeluarkan induk pada saat pemijahan.

Langkah dalam penghitungan yaitu dengan menghitung jumlah telur yang dibuahi pada sampling
kemudian dibandingkan dengan jumlah total telur yang ada di toples sampling. Perhitungan Hatching rate
(HR) atau daya tetas telur dengan melakukan sampling larva untuk mendapatkan jumlah larva yang
menetas kemudian bandingkan dengan jumlah larva total sampling. Sedangkan pada Fekunditas telur
dengan mengitung berat total telur, berat telur pada sampling dan jumlah total telur pada sampling. (
Muhammad Zainudin, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Anzwar, S. 1998. Metode Penelitian. Pustaka Belajar. Yogyakarta.


Dunia Perikanan. (2013). Ikan Botia Macrantha. Diakses dari http://dunia-perairan.blogspot.com/2013/03/ikan-botia-
botia macracantha.html. pada tanggal 18 Desember 2014.
Ghufran, M., & Kordi K, H. 2009. Berbisnis Dari Budidaya Ikan Botia. Yogyakarta.
Kottelat, Maurice, Anthony, J., Nurani, S., Kartikasari, & Wirjoatmodjo, S. 1993. Freshwater Fishes of Western
Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition (HK) Ltd.
Lesmana Darti, S., Daelami, D. 2009. Panduan Lengkap Ikan Hias Air Tawar Populer. Jakarta.
Lesmana Darti, S., Mundriyanto, H., Subandiyah, S., Chumaidi, Sudarto, Taufik, P. 2007. Teknologi Pembenihan
Ikan Botia Skala Laboratorium. Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar. Depok.
Lisnawati. (2012). Pengembangbiakan Ikan Botia Chromobotia macracanthus Bleeker Secara Buatan Induce
Breeding. Diakses dari http://lisnawativedca.wordpress.com/2012/06/13/pengembangbiakan-ikan-botia-
chromobotia-macracanthus-bleeker-secara-buatan-induced-breeding/. pada tanggal 17 Desember 2014.
Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar. 2006. Pembenihan Ikan Botia. Direktorat Jenderal Perikanan Departemen
Kelautan dan Perikanan. Depok.
Mustofa, F. (2010). Pembenihan Ikan Botia (Botia macracanthus Bleeker) . Diakses dari http://fauzan-
mustopa.blogspot.com/. Pada tanggal 10 Desember 2014.
Murtidjo, B.A. 2001. Beberapa Metode Pemijahan Ikan Air Tawar. Kanisius : Yogyakarta.
Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Sumantadinata, K. 1983. Pengembangbiakan Ikan-ikan Peliharaan di Indonesia. Bogor: Sastra Hudaya.
Supratna, A. (2014). Pembenihan Ikan Hias Botia. Diakses dari http://lalaukan.blogspot.com/2014/03/pembenihan-
ikan-hias-botia.html. pada tanggal 10 Desember 2014.
Wibowo, S. (2010). Teknik Budidaya Ikan Botia Chromobotia. Diakses dari http://stp-
dkpakuakultur.blogspot.com/2010/08/teknik-budidaya-ikan-botia-chromobotia.html. Pada tangal 20
November 2014.
Zainudin, M. 2013. Laporan Magang Pembenihan Ikan Lele Afrika. Pekalongan : Universitas Pekalonagan .
LAMPIRAN
DAFTAR QUESIONER
A. Keadaan Lokasi
Sejak kapan didirikannya Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias
(BPPBIH) Depok?
Apa latar belakang didirikannya Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias
(BPPBIH) Depok?
Berapa luas lahan yang dimiliki oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan
Hias (BPPBIH) Depok?
Bagaimana keadaan geografis serta batas-batas wilayah Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depok?
Bagaimana susunan organisasi di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan
Hias (BPPBIH) Depok?
Fasilitas apa saja yang dimiliki oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan
Hias (BPPBIH) Depok?
Komoditas apa saja yang dikembangkan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depok?
Dari mana sumber dana untuk operasional ?
Adakah jenis usaha perikanan lain disekitar lokasi ?
B. Sarana dan Prasarana
Sarana
1. Kolam/Bak
Berapa banyak kolam/bak yang dimiliki Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Ikan Hias (BPPBIH) Depok untuk proses pembenihan ikan Botia (Chromobotia
macracanthus Bleeker) ?
Apa fungsi dari masing-masing kolam/bak tersebut ?
Berapakah ukuran dan bagaimana keadaan dari masing-masing kolam/bak tersebut ?
Berapa kapasitasnya ?
2. Induk
Dari manakah induk ikan Botia (Chromobotia macracanthusBleeker)?
Bagaimanakah ciri-ciri induk yang baik ?
Berapa harganya ?
1. Pakan
a. Induk
Jenis pakan apa saja yang dibutuhkan untuk induk Botia di Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depok?
Berapa jumlah pakan yang diberikan tiap berat biomassa ?
Berapa kali pemberian pakan ?
b. Larva
Jenis pakan apa saja yang dibutuhkan untuk larva di Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depok?
Berapa jumlah pakan yang diberikan tiap berat biomassa ?
Berapa kali pemberian pakan ?
Pakan yang diberikan apakah di berikan pengkayaan nutrisi yang lain ?
Prasarana
1. Sistem Penyediaan Air
Dari manakah sumber airnya ?
Bagaimana cara memperoleh air tersebut (alat yang digunakan) ?
Bagaimana treatment air sebelum digunakan atau dialirkan ?
Berapa kapasitas yang dimiliki tandon tersebut untuk menampung air ?
2. Penerangan
Penerangan apa yang digunakan di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan
Hias (BPPBIH) Depok?
Berapa kapasitasnya ?
Berapa tegangannya ?
3. Komunikasi
Alat komunikasi apa yang digunakan di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Ikan Hias (BPPBIH) Depok?
Bagaimana kondisinya ?
Berapa jumlahnya ?
4. Transportasi
Alat transportasi apa yang dimiliki oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Ikan Hias (BPPBIH) Depok?
Bagaimanakah kondisinya ?
Berapakah jumlahnya ?
C. Teknik Pembenihan ikan Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker)
1. Persiapan
Bahan dan Alat apa saja yang dibutuhkan dalam kegiatan pembenihan Botia?
Treatment apa saja yang dilakukan ?
Bagaimana pembersihan bak/kolam pembenihan?
Zat apa saja yang digunakan dalam pembersihan bak dan peraltan pembenihan ?
2. Pemeliharaan Induk
Di dapat dari mana ikan Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker)yang akan dijadikan
calon induk ?
Bagaimana cara yang diterapkan di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan
Hias (BPPBIH) Depok untuk pemeliharaan induk Botia ?
Bagaimana treatment yang dilakukan bagi induk baru ( karantina ) ?
Bagaimana desain kolam yang digunakan untuk pemeliharaan induk ?
Berapa kepadatan induk pada tiap kolamnya ?
Bagaimanakah manajemen kualitas airnya ?
Bagaimana cara manajemen pemberian pakannya ?
Bagaimana manajemen kesehatan induk botia dalam pemeliharaan induk ?
Bagaimana ciri-ciri induk yang sudah matang gonad ?
Berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai induk matang gonad ?
3. Seleksi Induk
Bagaimana cara yang diterapkan di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan
Hias (BPPBIH) Depok untuk menyeleksi calon induk ikan Botia (Chromobotia
macracanthus Bleeker) yang baik?
Bagaimana ciri-ciri induk ikan Botia (Chromobotia macracanthusBleeker) yang bagus
untuk dipijahkan ?
Bagaimana cara membedakan antara induk jantan dan induk betina ?
2. Penyuntikan Hormon
Sistem apa yang digunakan dalam pembenihan botia ?
Hormon apa saja yang digunakan dalam mempercepat kematangan gonad induk Botia
di BPPBIH Depok ?
Berapa dosis yang digunakan ?
Peralatan yang digunakan dalam penyuntikan hormon induk ?
Bagaimana waktu dalam melakukan penyuntikan ?
Bagaimana tahapan dan cara dalam penyuntikan Hormon ?
3. Streeping
Bagaimana waktu dalam streeping induk?
Bagaimana Ciri-ciri induk yang siap di stripping ?
Bagaimana tindakan yang dilakukan ?
4. Pemijahan dan pembuahan
Bagaimana cara dalam pemijahan/ pembuahannya ?
Bagaimana desain kolam yang digunakan sebagai tempat pemijahan ?
Berapa waktu yang dibutuhkan dalam pemijahan ?
Bagaimana kualitas air yang dibutuhkan untuk pemijahan ?
Berapa perbandingan/rasio untuk induk jantan dan betina yang digunakan?
Berapa jumlah telur (fekunditas) yang dihasilkan selama pemijahan ?
Berapa jumlah telur yang digunakan dalam setiap melakukan pemijahan ?
5. Penetasan Telur
Bagaimana cara yang diterapkan di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan
Hias (BPPBIH) Depok untuk penetasan telur ?
Bagaimana desain bak yang digunakan dalam penetasan telur ?
Berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai telur menetas ?
Berapa padat penebaran telur dalam setiap bak penetasan?
Berapa rata-rata telur yang menetas (HR) ?
Bagaimana cara menghitung jumlah telur yang dibuahi dan telur yang menetas?
6. Pemeliharaan Larva
Bagaiamana desain bak yang digunakan untuk pemeliharaan larva ?
Berapa padat penebaran larva dalam suatu bak ?
Berapa besar ukuran larva yang siap panen ?
Bagaiman cara manajemen kualitas airnya ?
Bagaiman cara manajemen pakan?
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pemeliharaan larva ?
Berapa rata-rata tingkat kelulus hidupan (SR) larva ?
7. Manajemen Pemberian Pakan
Jenis pakan apa saja yang diberikan ?
Bagaimana cara pemberian pakannya ?
Dari mana asal pakan tersebut ?
Barapa jumlah frekuensi pemberian pakan per hari ?
Adakah pemberian nutrisi yang lain sebagai pengkayaan pakan tersebut?
Bagaimana cara kultur pakan alami yang digunakan dalam pembenihan botia di BPBIH
Depok ?
8. Menajemen Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit apa saja yang sering menyerang ?

Bagaimana Gejalanya ?

Apa penyebab timbulnya penyakit yang sering menyerang botia?


Bagaimana cara pencegahan dan pengobatannya ?
Obat-obatan apa saja yang sering digunakan untuk memberantas hama dan penyakit ?

Berapa dosis penggunaan obat-obatan tersebut ?

Kerugian apa saja yang diakibatkan oleh hama dan penyakit ?

9. Manajemen Kualitas Air


Bagaimana cara manajemen kualitas air di Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depok?
Parameterapa sajakah yang diukur pada manajemen kualitas air di Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depokpada
pembenihan ikan botia ?
Berapakah kisaran kualitas air yang optimum untuk pembenihan ikan Botia
(Chromobotia macracanthus Bleeker) ?
Berapa kali pengukuran kualitas air dilakukan dan tiap jam berapa ?

10. Manajemen Pemanenan dan Pemasaran


Berapa ukuran dari benih yang akan dipanen ?

Bagaimana cara pemanenannya ?

Siapa yang biasanya membeli ?

Berapa harga benih yang dijual di BPPBHI ?

Bagaimanakah cara pemasarannya ?

Bagaimana proses pengepakan hasil panen dan pengangkutannya?


11. Hambatan dan Usaha Pengembangan
a. Hambatan yang dihadapi

Masalah apa yang sering timbul dalam usaha pembenihan ini ?


Bagaimana mengatasi masalah yang timbul ?

Kepada siapa biasanya meminta bantuan untuk menyeleaikan masalah tersebut ?

b. Kemungkinan Pengembangan Usaha

Apakah ada rencana pengembangan usaha pembenihan ini, kalau ada bagaimana ?

Apakah ada tujuan dari pengembangan usaha pembenihan ini ?

Anda mungkin juga menyukai