BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pengembangan
Pengembangan pendidikan menjadi topik yang selalu hangat dibicarakan
dari masa ke masa. Isu ini selalu juga muncul tatkala orang membicarakan tentang hal-
hal yang berkaitan dengan pendidikan. Dalam pengembangan pendidikan, secara umum
dapat diberikan dua buah model pengembangan yang baru yaitu: Pertama "top-down
model" yaitu pengembangan pendidikan yang diciptakan oleh pihak tertentu sebagai
pimpinan/atasan yang diterapkan kepada bawahan; seperti halnya pengembangan
pendidikan yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasinal selama ini. Kedua
"bottom-up model" yaitu model pengembangan yang bersumber dan hasil ciptaan dari
bawah dan dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan penyelenggaraan dan mutu
pendidikan.
Abdul Majid mendefinisikan pengembangan pembelajaran adalah suatu
proses mendesain pembelajaran secara logis, dan sistematis dalam rangka untuk
menetapkan segala sesuatu yang akan dilaksanakan dalam proses kegiatan belajar
dengan memperhatikan potensi dan kompetensi siswa.1
Pengembangan pembelajaran hadir didasarkan pada adanya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah membawa perubahan di hampir semua
aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan
dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain ilmu pengetahuan dan teknologi, pengembangan pembelajaran hadir
juga didasarkan pada adanya sebuah kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan
yang berkualitas bagi anak-anaknya semakin meningkat, sekolah yang berkualitas
semakin dicari, dan sekolah yang mutunya rendah semakin ditinggalkan. Orang tua
tidak peduli apakah sekolah negeri ataupun swasta. Kenyataan ini terjadi hampir di
1
Abdul majid, Perencanaan Pembelajaran (mengembangkan kompetensi guru), Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2005, hlm. 24
13
2
Abdul Majid, Ibid. hlm. 17-18
15
3
Abdul Majid, Ibid. hlm. 19-20.
16
4
Abdul Majid, Ibid, hlm. 24
17
B. Pengertian Pembelajaran
Sudjana mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu usaha secara terencana
dan sadar melalui proses aksi (komunikasi satu arah antara pengajar dan peserta didik);
interaksi (komunikasi dua arah, yaitu antara pengajar dan peserta didik; dan peserta
didik dengan pengajar); dan transaksi (komunikasi banyak arah, yaitu antara pengajar
dan peserta didik, peserta didik dan pengajar, serta peserta didik dan peserta didik)
sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku6.
Irawan dkk mengatakan mengajar yang kemudian diartikan dengan
pembelajaran adalah perbuatan yang kompleks yang merupakan pengintegrasian secara
5
Abdul Majid, Ibid, hlm. 25-32
6
Nana Sudjana Nana, CBSA dalam Proses Belajar Mengajar, CV Sinar Baru Algensindo:
Bandung, 1989, hlm. 35
21
1. Teori Belajar
Prinsip belajar adalah konsep-konsep yang harus diterapkan di dalam
proses belajar mengajar. Seorang guru akan dapat melaksanakan tugasnya dengan
baik apabila ia dapat menerapkan cara mengajar yang sesuai dengan prinsip-prinsip
orang belajar, dengan kata lain supaya dapat mengontrol sendiri apakah tugas-tugas
mengajar yang dilakukannya telah sesuai dengan prinsip-prinsip belajar maka guru
perlu memahami prinsip-prinsip belajar itu.10
Lebih lanjut dalam buku Rohani penulis dapat simpulkan bahwa
pentingnya guru memahami prinsip pembelajaran adalah (a) agar guru dapat
mengerti kondisi dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi, memperlancar atau
menghambat proses belajar; (b) agar membantu guru untuk memahami proses belajar
yang terjadi di dalam diri siswa; (c) memungkinkan guru melakukan prediksi yang
cukup akurat tentang hasil aktivitas belajar.11
Ada banyak teori-teori belajar, setiap teori memiliki konsep atau prinsip
sendiri tentang belajar. Berdasarkan perbedaan sudut pandang ini maka teori belajar
tersebut dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok:
Pertama, Teori kognitif. Manusia adalah mahluk rasional, demikian
pandangan dasar para penganut teori kognitif ini. Berdasarkan rasionya manusia
bebas memilih dan menentukan apa yang akan diperbuat, entah baik atau buruk.
Tingkahlaku manusia semata-mata ditentukan oleh kemampuan berfikirnya. Makin
inteligen dan berpendidikan, otomotis seorang akan semakin baik perbuatan-
perbuatanya, dan secara sadar pula melakukan perbuatan-perbuatan yang memenuhi
keinginan/kebutuhan tersebut. Menurut teori ini tingkah laku tidak digerakkan oleh
apa yang disebut motivasi, melainkan oleh rasio. Setiap perbuatan yang akan
dilakukannya sudah dipikirkan alasan-alasannya. Oleh karena itu setiap orang
sungguh-sungguh bertanggung jawab atas segala perbuatannya.
Di dalam teori ini juga diletakkan pentingnya fungsi kehendak, bahkan
fungsi kehendak disejajarkan dengan fungsi berfikir dan fungsi perasaan, sejauh
fungsi berfikir dapat dipertanggung jawabkan.
10
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, PT. Rineka Cipta: Jakarta, 2004, hlm. 4-5
11
Ahmad Rohani, Ibid, hlm. 5
23
juga didukung oleh para ahli psikologi yang mengatakan bahwa sebagian tingkah
laku manusia memang ditentukan oleh instingnya.
Keempat, Teori Psikoanalistis. Teori psikoanalistis merupakan
pengembangan teori insting. Dalam teori ini pun diakui adanya kekuatan bawaan di
dalam diri setiap manusia, dan kekuatan bawaan inilah yang menyebabkan dan
mengarahkan tingkah laku manusia. Freud, seorang tokoh psikoanalistis yang sangat
tersohor, mengatakan bahwa tingkah laku manusia ditentukan oleh dua kekuatan
dasar, yaitu : insting kehidupan dan insting kematian. Insting kehidupan
menampakkan diri dalam tingkah laku seksual, sedangkan insting kematian
melatarbelakangi tingkah laku-tingkah laku yang agresif. Insting kehidupan (Eros)
mendorong orang untuk tetap hidup dan berkembang. Sedangkan insting kematian
(Thanatos) mendorong orang ke arah penghancuran diri sendiri. Pada umumnya para
ahli psikologi mengaku bahwa tidak semua tingkah laku manusia itu jelas
motivasinya. Mereka mengatakan bahwa tingkah laku manusia yang memang kurang
disadari motivasinya. Oleh karena itu kritik terhadap teori psikoanalistis ini
umumnya berkisar pada keraguan bahwa mimpi, salah ucap dan lain-lain itu tentu
sebagai akibat dari motif yang tidak disadari.
Kelima, Teori Keseimbangan. Teori keseimbangan (Homeostasis)
berpendapat bahwa tingkah laku manusia terjadi karena adanya ketidakseimbangan
di dalam diri manusia. Dengan kata lain, manusia selalu ingin mempertahankan
adanya keseimbangan di dalam dirinya. Teori ini menyimpulkan bahwa tingkah laku
manusia timbul karena adanya suatu kebutuhan, dan tingkah laku manusia tersebut
mengarah pada pencapaian tujuan yang dapat memenuhi atau memuaskan kebutuhan
itu. Begitu seterusnya, sehingga dapat terjadi suatu lingkaran mativasi belajar (study
motivational cycle) dibawah ini.
25
Ting- Tujuan
kah
laku
Kebutu Belajar
han
12
Martin Handoko, Motivasi (Daya Pengerak Tingkah Laku), Kanisius IKAPPI, yogyakarta,
1992, hlm 23.
27
yang memungkinkan siswa dapat memperoleh informasi dan keterampilan baru dari
pelajaran sebelumnya.
Ketiga Pendekatan modifikasi tingkahlaku; teori pembelajaran ini
menganjurkan agar para guru menerapkan prinsip penguatan (reinforcement) untuk
mengidentifiasi aspek situasi pendidikan yang penting dan mengatur kondisis
sedemikian rupa yang memungkinkan siswa dapat mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran.
Keempat, teori pembelajaran berdasarkan analisis tugas. Teori
pembelajaran yang ada diperoleh dari berbagai penelitian di laboratorium dan ini
dapat diterapkan dalam situasi persekolahan namun hasil penerapannya tidak selalu
memuaskan. Oleh karena itu sangat penting untuk mengadakan analisis tugas (task
analysis) secara sistematis mengenai tugas-tugas pengalaman belajar yang akan
diberikan kepada siswa, yang kemudian disusun secara hierarkis dan diurutkan
sedemikian rupa tergantung dari tujuan yang ingin dicapai.
2. Komponen Pembelajaran
a. Tujuan Pembelajaran
13
Nasution, Kurikulum dan Pengajaran. Cet. III, Bumi Aksara, Jakarta, 1999. hlm. 60-61.
28
b. Kurikulum
Pengembangan pembelajaran berkaitan dengan kurikulum dalam proses
pendidikan harus dapat memberikan arahan dan patokan keahlian kepada peserta
didik setelah menyelesaikan suatu program pengajaran. Kurikulum dalam hal ini
14
Abdul Majid, Opcit, hlm. 54-55
29
c. Metode Pembelajaran
Metode mengajar sangat banyak dan bervariasi. Menurut Ali ada dua
pendekatan yang digunakan dalam hal ini, yaitu pendekatan kelompok; dan
pendekatan individual. Pendekatan kelompok pada umumnya ditujukan untuk
membimbing kelompok agar belajar. Sementara pendekatan individual
memungkinkan setiap siswa dapat belajar sesuai dengan bakat dan kemampuan
masing-masing.15
Metode pembelajaran menurut Sudjana adalah cara yang dipergunakan
guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya
pembelajaran. Oleh karena itu peranan metode pembelajaran sebagai alat untuk
menciptakan proses mengajar dan belajar. Dengan metode ini diharapakan tumbuh
berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Dengan
kata lain terciptalah interaksi edukatif.16
Metode pembelajaran dapat ditetapkan oleh guru dengan memperhatikan
tujuan dan bahan. Oleh karena itu, pertimbangan pokok dalam menentukan metode
terletak pada keefektifan proses belajar mengajar. Jadi, metode yang digunakan pada
dasarnya hanya berfungsi sebagai bimbingan agar siswa belajar.
15
Muhammad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, CV. Sinar Baru Algensindo,
Bandung, 2000, hlm.33
16
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. CV Sinar Baru Algensindo Cet. V.
Bandung, 2000, hlm.76.
30
17
Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching, PT.Ciputat Press, Jakarta, 2005,
hlm 52-65
18
Nana Sudjana, Opcit. hlm. 77
31
d. Evaluasi
19
Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, CV. Misaka Galiza, Jakarta,
2003, hlm. 154-156
20 Nasution, Opcit hlm. 131-135
32
sendiri. Lepas dari pro dan kontra, pengembangan sistem penilaian tidak harus
mengikuti model penilaian pendidikan secara umum, melainkan dikembangkan
sistem penilaian yang komprehensif sesuai dengan tenaga pendidikan yang ada.
21
Marzuki, Manajemen Pondok Pesantren, Bumi Aksara, Jakarta, 199, hlm. 24
22
Arifin, M. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum, Bumi Aksara, Jakarta, 199, hlm.
240
23
Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, INIS, Jakarta, 1994, hlm. 55
33
2. Tujuan Pesantren
Tujuan dari berdirinya pesantren ini adalah sebagai berikut:
1. Menyebarkan ajaran Islam keseluruh umat
2. Mendidik para santri agar berpegang teguh pada ajaran Islam, dengan berbekal
ilmu pengetahuan dan keterampilan yang membuat mereka mampu berdakwah
serta mampu memecahkan problematika umat menurut etunjuk Al-Qur`an Sunah
Nabi SAW dan amal `Ulama Salaf.
3. menanamkan semagat memiliki Islam dengan memberikan latihan-latihan
praktis dalam kehidupan individu maupun social yang didsarkan pada keiklasan
dengan mengikuti jejak Rasullullah SAW serta `Ulama Salaf.
Sementara dari hasil wawancara dengan para pengasuh pondok pesantren,
Mastuhu mengatakan bahwa tujuan pesantren, adalah: Menciptakan dan
mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau
berkhidmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi pelayan-pelayan masyarakat
sebagaiamana kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti sunnah Nabi), mampu
berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau
menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam ditengah-tengah masyarakat (Izzul
Islam Wal Muslimin), dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan
kepribadian Indonesia. Idealnya pengembangan kepribadian yang ingin dituju
adalah ialah kepribadaian muhsin, bukan sekedar muslim.24
Dari tujuan-tujuan yang telah dirumuskan oleh para ahli tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa tujuan pendidikan pesantren adalah untuk menciptakan
dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia dan bermanfaat bagi masyarakat.
3. Metode Pembelajaran Pesantren
Pada awalnya metode pengajaran yang dipergunakan dalam kegiatan
proses belajar-mengajar di pesantren Girikusumo adalah sebagai berikut:
24
Mastuhu. Ibid, hlm. 55
34
a. Metode Bandongan(wetonan)
Yaitu metode pembelajaran yang biasanya dilakukan dengan cara kyai
memberikan pengajaran kitab kuning dengan membacakan dan menerangkannya
di depan santri-santri. Pengajian dengan metode ini bersifat umum dan bersama-
sama secara klasikal
Metode pengajaran yang demikian adalah metode bebas, sebab absensi
santri tidak ada. Santri boleh datang, boleh tidak.
b. Metode Sorogan
Metode sorogan adalah metode yang biasanya diberikan kepada santri
pemula. Santri membacakan kitab di depan kyai secara individual, atau kyai
membacakan kitab yang dibawa santri kemudian diikuti santri sampai ia mengerti
dan faham apa yang telah disampaikan dan diajarkan oleh kyai. Apabila ada
kesalahan maka kyai biasanya langsung membetulkan dan menjelaskannya
kembali
Dalam sistem individual ini, santri secara langsung berhadapan dengan
kyai, sehingga terjadi interaksi saling mengenal di antara mereka. Disinilah letak
terdapatnya bimbingan individu.
c. Metode Halaqah
Halaqah artinya diskusi untuk memahami isi materi, bukan untuk
mempertanyakan benar salahnya isi materi. Metode pengajaran kitab kuning
seperti ini menumbuhkan kepekaan dan kejelian yang melekat bagi santri dalam
mengkaji kitab kuning dari sisi bacaannya secara harfiyah.
d. Metode Musyawarah
Yaitu sistem belajar dalam bentuk seminar untuk membahas setiap
masalah yang berhubungan dengan pelajaran santri ditingkat tinggi. Metode ini
menekankan keaktifan pada pihak santri, yaitu santri harus aktif mempelajari dan
mengkaji sendiri buku-buku yang telah ditentukan kyainya.
e. Metode Mudzakarah
Mudzakarah merupakan suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik
membahas masalah diniyah seperti ibadah dan akidah serta masalah agama pada
umumnya.
35
4. Evaluasi Pesantren
Evaluasi atau penilaian merupakan suatu cara untuk mengetahui sejauh
mana santri menguasai materi-materi yang telah disampaikan ustadz/kyai,
disamping itu juga untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan ustadz/kyai dalam
mengadakan pengajaran. Jadi pada dasarnya evaluasi merupakan bagian dari
pembelajaran yang tidak bisa ditinggalkan. Karena pembelajaran merupakan suatu
proses, maka dengan sendirinya evaluasi harus dilaksanakan secara kontinu.
Sistem evaluasi pembelajaran Sekolah Islam Salaf pesantren Girikusumo
di laksanakan melalui beberapa tahapan seperti adanya midsemester dan semester
dengan waktu yang telah ditentukan oleh yayasan. Hasil nilai evaluasi selanjutnya
hasil dari ujian ini dimasukkan ke buku raport sebagai hasil prestasi belajar santri
pada semester yang bersangkutan.