Anda di halaman 1dari 9

BLOK HARD TISSUE SURGERY

RESUME
CASE REPORT 3
KOMPLIKASI EKSTRAKSI

DOSEN PEMBIMBING :

DISUSUN OLEH :
Aryani
G1G014026

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO

2017
A. SKENARIO 3A
Seorang pasien perempuan berusia 18 tahun, datang kembali ke klinik anda
dengan keluhan perdarahan yang tidak kunjung berhenti sejak tadi malam
setelah memperoleh perawatan ekstraksi gigi 17 dengan prosedur sederhana.
Menurut cerita pasien, darah terus merember pada bekas pencabutannya
bahkan ketika pasien tidur darah masih merembes hingga mengenai bantal.
Pasien telah menggigit kapas dan mengikuti instruksi paska ekstraksi namun
perdarahan tetap terjadi. Tidak ditemuka riwayat kelainan perdarahan
sebelumnya. Kelainan sistemik juga disangkal oleh pasien. Berdasarkan hasil
pemeriksaan intraoral terlihat darah masih merembes dari soket dan ketika
dilakukan palpasi teraba ada bagian tulang yang tajam pada sisi bukal soket
bekas pencabutan dan melukai gusi.
1. Diagnosa dan Rencana Perawatan
a. Pemeriksaan subjektif
CC: pasien datang dengan keluhan berupa perdarahan yang tidak
kunjung ber berhenti sejak tadi malam setelah memperoleh perawatan
ekstraksi gigi 17 dengan prosedur sederhana.
PI : darah terus keluar dari bekas pencabutan sejak semalam bahkan
ketika pasien tidur hingga merembes ke bantal, pasien telah melakukan
instruksi pasca ekstraksi namun perdarahan tetap terjadi.
PMH : tidak ada kelainan perdarahan dan sistemik.
PDH : sehari sebelumnya pasien melakukan tindakan ekstraksi gigi 17.
FH : -
SH : -
b. Pemeriksaan objektif
Pemeriksaan intraoral menunjukkan bahwa ada tulang yang tajam pada
sisi bukal soket bekas pencabutan yang melukai gusi sehingga darah
terus merembes dar soket.
c. Diagnosa
Hemoragi lokal

d. Rencana perawatan
Kompresi area perdarahan dan menghilangkan penyebab trauma
2. Etiologi
Perdarahan pasca ekstraksi dapat diakibatkan oleh beberapa hal
menurut Fragiskos (2007), yaitu :
a. trauma ppada pembuluh darah,
b. koagulasi darah yang tidak optimal,
c. kompresi pada area bekas pencabutan yang tidak adekuat, dan
d. pembuangan jaringan inflamasi dan hiperplastik yang tidak adekuat
dari area bekas pencabutan.
Etiologi dari perdarahan pada kasus di skenario adalah trauma pada
pembuluh darah perifer di gingiva.
3. Penatalaksanaan pada Kasus
Fragiskos (2007) menyebutkan beberapa jenis perawatan yang dapat
dilakukan pada pasien dengan perdarahan pasca pencabutan, yaitu :
a. kompresi,
b. suturing,
c. ligasi,
d. elektrokoagulasi, dan
e. pemberian bahan hemostatik.
Penatalaksanaan pada kasus yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut :
a. melakukan inspeksi untuk melihat kondisi pasien ketika pasien datang
ke klinik, jika ditemui gejala seperti pasien yang tampak pucat dan
lemas maka pasien perlu dibawa ke ruang emergensi untuk
menanggulangi keadaan anemisnya terlebih dahulu;
b. jika pasien telah berada pada kondisi vital sign yang normal,
perawatan gabungan dapat dilakukan dengan bagian emergensi untuk
menghilangkan penyebab trauma;
c. melakukan perawatan dengan sebelumnya melakukan anestesi infiltasi
di area gigi 17;
d. membersihkan area perdarahan, melakukan palpasi di area tulang yang
tajam;
e. menghaluskan tulang yang tajam menggunakan bone file atau jika
bagian tulang yang tajam besar dapat digunakan tang ronguer terlebih
dahulu;
f. melakukan kuretase untuk membersihkan area pencabutan, melakukan
irigasi menggunakan larutan saline hangat dan povidone iodine lalu
melakukan kompresi;
g. pemberian bahan hemostat dapat dilakukan jika perdarahan dirasa
cukup banyak dan tidak cukup dihentikan dengan kompresi.
4. Pencegahan
Perdarahan pasca ekstraksi dapat dicegah dengan beberapa cara, yaitu :
a. melakukan analisis yang lengkap melalui anamnesa yang juga lengkap
mengenai kondisi sistemik pasien untuk mengetahui apakah pasien
memiliki penyakit yang berhubungan dengan kesulitan koagulasi
darah,
b. mengetahui dengan baik posisi anatomis pembuluh darah sehingga
operator dapat menghindari trauma pada pembuluh darah pasien,
c. melakukan prosedur pencabutan dengan hati-hati, tidak dengan
tekanan yang terlalu besar,
d. memeriksa dengan baik soket bekas pencabutan gigi untuk mengetahui
apakah ada tulang pasien yang tajam.
5. Pembahasan Kasus
Gelfoam merupakan sepon gelatin yang dapat diserap tubuh, bahan
hemostat ini paling umum digunakan dan relatif murah namun belum
tersedia di Indonesia. Gelfoam merupakan bahan hemostat lunak yang
terbuat dari gelatin terpurifikasi yang mampu menyerap darah dengan
baik. Gelfoam digunakan dengan menempatkannya di soket bekas
pencabutan dan dijahit agar tidak lepas. Gelfoam membentuk rangka
untuk pembentukan jendalan darah dan telah digunakan untuk membantu
penutupan primer dari tempat pencabutan yang besar (Mani dkk., 2014).
B. SKENARIO 3B
Seorang pasien laki-laki berusia 35 tahun, datang kembali ke klinik anda
dengan keluhan nyeri yang luar biasa hebat pada soket bekas pencabutan gigi
36 yang telah dicabut 3 hari yang lalu. Pencabutan gigi 36 dilakukan dengan
prosedur ekstraksi sederhana. Berdasarkan pemeriksaan subjektif, kelainan
sistemik disangkal oleh pasien serta vital sign dalam batas normal. Hasil
pemeriksaan introral terlihat soket bekas pencabutan yang belum menutup
dan tidak ada jendalan darah yang menutupi soket bekas pencabutan.
Gingiva di sekitar soket berwarna kemerahan, palpasi (+) sakit serta terdapat
debris di sekitar soket bekas pencabutan gigi 36. Menurut cerita pasien, rasa
sakit tersebut sedikit berkurang ketika minum obat dan kembali sakit ketika
efek obat tersebut hilang.
1. Diagnosa dan Rencana Perawatan
a. Pemeriksaan subjektif
CC : pasien datang dengan keluhan nyeri yang luar biasa hebat
pada bekas pencabutan gigi.
PI : pasien mengalami nyeri yang hebat pada area bekas
pencabutan gigi 36 yang dicabut 3 hari yang lalu, vital sign dalam
kondisi normal, rasa sakit berkurang jika minum obat dan muncul
kembali jika efek obat habis.
PMH : pasien menyangkal adanya kelainan sistemik.
PDH : pasien melakukan tindakan pencabutan gigi 36 pada tiga
hari yang lalu
FH : -
SH : -
b. Pemeriksaan objektif
Pemeriksaan intraoral menunjukkan soket bekas pencabutan yang
belum menutup dan tidak ada jendalan darah yang menutupi soket
bekas pencabutan, gingiva di sekitar soket berwarna kemerahan,
palpasi (+) sakit serta terdapat debris di sekitar soket bekas
pencabutan gigi.
c. Diagnosa
Alveolitis fibrinolitik (dry socket)
d. Rencana perawatan
Irigasi dan pemberian zink-oksida/eugenol
2. Etiologi
Menurut Preetha (2014), beberapa faktor yang dapat menjadi
predisposisi terjadinya dry socket adalah sebagai berikut :
a. trauma;
b. merokok;
c. penggunaan vasokontriktor;
d. mikroorganisme;
e. penggunaan kontrasepsi oral; dan
f. pasien radioterapi.
Etiologi yang mungkin dari kasus pada skenario adalah infeksi
mikroorganisme karena ditemukannya debris di area soket bekas
pencabutan.
3. Penatalaksanaan pada Kasus
Penatalaksanaan dry socket menurut Fragiskos (2007) adalah sebagai
berikut :
a. Mengirigasi soket bekas pencabutan gigi menggunakan larutan
saline hangat untuk membersihkan debris dan sisa kotoran pada
soket;
b. Meletakkan kasa yang sudah berisi eugenol pada soket, diganti
setiap 24 jam hingga rasa nyeri pada soket hilang,
c. Kasa yang telah direndam zinc-oxide/eugenol juga dapat
digunakan, bahkan dapat bertahan di dalam rongga mulut selama 5
hari.
Dry socket merupakan penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya
sehingga perawatan yang simptomatik dibutuhkan hanya untuk
mengurangi nyeri hebat yang dirasakan pasien. Obat analgesik dapat
diberikan pada pasien untuk mengurangi rasa sakit, pemberian
antibiotik tidak disarankan karena dianggap kurang efektif (terkecuali
pada pasien dengan gangguan imunitas), pemberian antibiotik akan
lebih efektif jika dilakukan sebelum ekstraksi (Bowe dkk., 2011).
4. Pencegahan
Menurut Bowe dkk. (2011) beberapa tindakan yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya dry socket adalah sebagai berikut.
a. Operator sebaiknya menanyakan kepada pasien mengenai riwayat
mengalami dry socket karena jika pernah pasien akan lebih rentan
terhadap dry socket.
b. Memberikan instruksi kepada pasien untuk berkumur
menggunakan obat kumur yang mengandung chlorhexidine
gluconate 0,12%.
c. Memberikan antibiotik topikal atau sistemik sebelum melakukan
prosedur ekstraksi.
d. Melakukan irigasi dan menginstruksikan pasien untuk berkumur
selama 2 menit segera setelah prosedur pencabutan menggunakan
chlorhexidine gluconate 0,2%.
5. Pembahasan Kasus
a. Gambaran klinis dari dry socket dapat dilihat dari beberapa gambar
sebagai berikut.
Gambar 1.
Sumber : Mitchell, 2006

Gambar 2
Sumber : Bowe dkk., 2011

Gambar 3
Sumber : Fragiskos, 2007
b. Perawatan dry socket menggunakan perlukaan sudah tidak lagi
digunakan karena rasa sakit yang ditimbulkan, selain itu,
perawatan yang dilakukan untuk dry socket hanya bertujuan untuk
mengurangi gejala rasa sakit yang dialami pasien, dry socket
merupakan kondisi self-limiting yang dapat sembuh dengan
sendirinya (Bowe dkk., 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Bowe, D.C., Rogers, S., Stassen, L.F.A., 2011, The management of dry socket/
alveolar osteitis, Journal of The Irish Dental Association, 57 (6): 305-310.
Fragiskos, F.D., 2007, Oral Surgery, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, Jerman.
Mani, M., Ebenezer, V., Balakhrisnan, R., 2014, Impact of Hemostatic Agents in
Oral Surgery, Biomedical & Pharmacology Journal, 7(1): 215-219.
Mitchell, D.A., 2006, An Introduction to Oral and Maxilloacial Surgery, Oxford
University Press, Oxford.

Anda mungkin juga menyukai