Anda di halaman 1dari 16

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi, Fisiologi, dan Histologi Tonsil


3.1.1 Anatomi Tonsil Palatina
Embriologi
Tonsil merupakan derivat dari kedua lapisan germinal entoderm dan
mesoderm, dimana entoderm akan membentuk bagian epitel sedangkan mesoderm
akan tumbuh menjadi jaringan mesenkim tonsil.3,4
Pada masa perkembangan janin, faring akan tumbuh dan meluas kearah lateral
dimana kantung kedua akan tumbuh kearah dalam dari dinding faring yang
selanjutnya akan menjadi fossa tonsilar primitif yang terletak antara arkus brakialis
kedua dan ketiga. Fossa tonsilaris ini akan terlihat jelas secara makroskopis pada
minggu keenambelas.3,4,5

Gambar 3.1. Embriologi Tonsil Palatina

Tonsil Palatina

13
Tonsil adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fossa tonsil
pada kedua sudut orofaring yang dibatasi oleh pilar anterior (muskulus palatoglosus)
dan pilar posterior (musculus palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang
2-5cm, masing-masingnya mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan
tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fossa tonsilaris. Daerah yang kosong pada
bagian atasnya dikenal sebagai fossa supratonsilar. 2,7,8
Tonsil terletak di lateral orofaring. Selanjutnya cekungan yang terbentuk
dibagi menjadi beberapa bagian, yang akan menjadi kripta permanen pada tonsil.
Permukaan dalam atau permukaan yang terpapar, termasuk cekungan pada kripta
dilapisi oleh mukosa, sedangkan permukaan luar atau permukaan yang tertutup
dilapisi oleh selubung fibrosa yang disebut kapsul 8
Tonsil terdapat pada daerah permulaan saluran makanan yang memiliki fungsi
melawan kuman yang tertelan atau terhisap. Tonsil dalam kerjanya bersama dengan
tonsil faring (adenoid), tonsil lingual, dan jaringan limfoid tuba Eustachius (Gerlachs
tonsil) membentuk cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi
ruang faring.
Adapun batas-batas dari tonsil adalah:
a) Lateral : M. Konstriktor faring superior
b) Anterior : M. Palatoglosus
c) Posterior: M. Palatofaringeus
d) Superior : Palatum molle
e) Inferior : Tonsil lingual
Secara makroskopik, tonsil terdiri atas tiga komponen yaitu: jaringan ikat,
folikel germinativum dan jaringan interfolikel.7

14
Gambar 3.2. Anatomi Tonsil Palatina

Vaskularisasi
Vaskularisasi tonsil berasal dari cabang-cabang a. karotis eksterna yaitu, a.
maksilaris eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang yaitu a. tonsilaris dan a.
palatina asenden, a. maksilaris interna dengan cabang a. palatina desenden, serta a.
lingualis dengan cabang a. lingualis dorsal dan a. faringeal asenden.2
Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor superior dan
memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden
mengirimkan cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil.
Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m.
konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim
cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau
a. palatina posterior atau lesser palatine artery memberi vaskularisasi tonsil dan
palatum mole dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden.

15
Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari
faring.2
Aliran Getah Bening
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening
servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus
sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus
torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferen dan tidak memiliki
pembuluh getah bening aferen.2,8
Persarafan
Persarafan terutama oleh N. IX (Glossopharyngeus) dan juga oleh N. Palatina
Minor (cabang ganglion sphenopalatina). Pemotongan pada N. IX menyebabkan
anestesia pada semua bagian tonsil.8
Tonsil Faringeal (Adenoid)
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan
limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut
tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dengan celah atau kantong diantaranya.
Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal
sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di
dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan
pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fossa Rosenmuller dan
Orifisium Tuba Eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak.
Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun
kemudian akan mengalami regresi.2

Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, disebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum
pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata.8
3.1.2 Fisiologi Tonsil
Tonsil dan cincin waldeyer lain merupakan bagian dari Mucosa Associated
Limphoid Tissue (MALT). MALT berperan penting sebagai respon imun pada

16
permukaan mukosa setempat. Pada MALT ini, terdapat kumpulan sel-sel yang
terorganisasi dalam bentuk folikel yang terdiri dari limfosit, plasmasit dan fagosit.9
Sewaktu baru lahir, tonsil secara histologis tidak mempunyai sentrum
germinativum, biasanya ukuran kecil. Setelah antibodi dari ibu habis, barulah mulai
terjadi pembesaran tonsil dan adenoid, yang pada permulaan kehidupan masa anak-
anak dianggap normal dan dapat dipakai sebagai indeks aktifitas sistem imun. Pada
waktu pubertas atau sebelum masa pubertas, terjadi kemunduran fungsi tonsil yang
disertai proses involusi.9
Tonsil selalu terpapar oleh mikroorganisme yang masuk melalui saluran nafas
dan saluran cerna. Sebagai bagian dari MALT, tonsil berfungsi mematangkan sel
limfosit B serta menyebarluaskan sel B testimulasi menuju jaringan mukosa dan
kelenjar sekretori di tubuh.8 Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel
limfosit 0,1-0,2% dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi
limfosit B dan sel T pada tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-
30%. Aktivitas imunologi tersebar dari tonsil ditemukan pada usia tiga sampai
sepuluh tahun. Pada usia lebih dari 60 tahun Ig-positif sel B dan sel T berkurang sama
sekali pada semua kompartemen tonsil.9
Pada tonsil terdapat sistem imun kompleks yang terdiri atas sel membran,
makrofag, sel dendrite dan APCs (Antigen Presenting Cells) yang berperan dalam
proses transportasi antigen. Dalam tonsil tersebut juga terdapat sel limfosit B, limfosit
T, sel plasma dan sel pembawa IgG. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang
diperlukan untuk diferensiasi. Tonsil mempunyai dua fungsi, yaitu:
1) Menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif
2) Sebagai tempat produksi antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma yang
berasal dari diferensiasi limfosit B.
Awal proses respon imun terjadi ketika antigen memasuki ruang orofaring
mengenai epitel kripti yang merupakan kompartemen tonsil pertama sebagai barier
imunologis. Sel limfoid yang ditemukan dalam ruang epitel kripti tonsil disusun oleh
sel limfosit B dan sel T. sel T intraepitel menghasilkan berbagai sitokin antara lain IL-
2, IL-4, IL-6, TNF-, INF- dan TGF .9,10

17
Respon imun tonsil tahap kedua terjadi setelah antigen melalui epitel kripti
dan mencapai daerah ekstrafolikuler atau folikel limfoid. Respon imun berikutnya
berupa migrasi limfosit. Migrasi limfosit ini berlangsung terus-menerus dari darah ke
tonsil dan kembali ke sirkulasi melalui sistem limfe. Tonsil berperan tidak hanya
sebagai pintu masuk, tetapi juga sebagai pintu keluar limfosit, beberapa kemokin dan
sitokin. Kemokin yang dihasilkan kripti akan menarik sel B untuk berperan di dalam
kripti.9
3.1.3 Histologi Tonsil
Permukaan tonsila palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi
invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfonodulus terletak dibawah jaringan ikat dan
tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat
reticular dan jaringan limfatik difus. Noduli sering saling menyatu dan umumnya
memperlihatkan pusat germinal.11
Jaringan ikat fibroelastis terdapat dibawah tonsila dan membentuk simpainya.
Septa (trabekula) berasal dari simpai dan menyusup di antara limfonoduli sebagai
pusat jaringan ikat dan membentuk dinding kripti. Serat otot rangka membentuk
lapisan di bawah tonsila.11
3.2 Definisi Tonsilitis Kronis
Tonsilitis kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada
tonsila palatina yang menetap. Tonsilitis kronis disebabkan oleh serangan ulangan
dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan yang permanen pada tonsil.
Organisme patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk waktu yang
lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut kembali ketika daya tahan tubuh
penderita mengalami penurunan.12

18
Gambar 3.3 Tonsilitis Kronis

Anamnesa dan pemeriksaan fisik diagnostik diperlukan untuk menegakkan


diagnosa penyakit ini. Pada tonsilitis kronis tonsil dapat terlihat normal, namun
tanda-tanda spesifik untuk menentukan diagnosa seperti plika anterior yang
hiperemis, pembesaran kelenjar limfe, dan bertambahnya jumlah kripta pada tonsil.12
3.3 Etiologi
Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptanya secara
aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian
nasofaring terus masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu melalui mulut masuk
bersama makanan. Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari
tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau kerusakan
ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna.12
Pada penderita tonsilitis kronis jenis kuman yang sering adalah Streptokokus
Hemolitikus grup A (SBHGA). Selain itu terdapat Streptokokus Pyogenes,
Streptokokus grup B, C, Adenovirus, Epstein Barr, bahkan virus Herpes. Penelitian
Abdurahman AS, Kholeif LA, dan Beltagy di Mesir tahun 2008 mendapatkan kuman
pathogen terbanyak di tonsil adalah Staphilokokus Aureus, Streptokokus beta
hemolitikus grup A, E. Coli dan Klebsiella.12

19
Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli 1995 kultur apusan tenggorok
didapatkan bakteri gram positif sebagai penyebab tersering tonsilofaringitis kronis
yaitu Streptokokus alfa kemudian diikuti Staphilokokus aureus, Streptokokus beta
hemolitikus grup A, Staphilokokus epidermidis dan kuman gram negatif berupa
Enterobakter, Pseudomonas Aeruginosa, Klebsiella dan E. Coli.12
3.4 Klasifikasi Tonsilitis
1 Tonsilitis Akut
a. Tonsilis viral
Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang
disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus
Epstein Barr. Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut
supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan
rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang
sangat nyeridirasakan pasien.13
b. Tonsilitis bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus,
hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus,
Streptokokus viridan, Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada
lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa
keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk
tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila
bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan
terjadi tonsilitis lakunaris.13

2. Tonsilitis Membranosa13
a. Tonsilitis difteri
Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Coryne
bacterium diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak
berusia kurang dari 10 tahunan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun.
b. Tonsilitis septik
20
Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang
terdapat dalam susu sapi.
c. Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa )
Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau triponema
yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan
defisiensi vitamin C.
d. Penyakit kelainan darah
Tidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan infeksi
mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semu.
Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi
dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan.

3. Tonsilis Kronik
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.13

3.5 Faktor Presdiposisi


Adapun beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian tonsilitis kronis,
yaitu:
a) Rangsangan menahun (rokok, makanan)
b) Hygiene mulut yang buruk
c) Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah)
d) Kelelahan fisik
e) Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat 13

3.6 Patogenesis
Adanya infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak dapat
membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada
keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi
(fokal infeksi) dan satu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh
misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun.12

21
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti
oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara
klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus
kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa
tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa
submandibula.12
Tonsilitis kronis terjadi akibat pengobatan yang tidak tepat sehingga penyakit
pasien menjadi kronis. Faktor-faktor yang menyebabkan kronisitas antara lain: terapi
antibiotika yang tidak tepat dan adekuat, gizi atau daya tahan tubuh yang rendah
sehingga terapi medikamentosa kurang optimal, dan jenis kuman yang tidak sama
antara permukaan tonsil dan jaringan tonsil.12
3.7 Manifestasi Klinis
Gejala klinis tonsilitis kronis yaitu: (1) Rasa sakit/nyeri pada tenggorokan
(odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokan
saat menelan. Dalam penelitian Nina Amalia, Sumatera Utara mengenai aspek
epidemiologi tonsilofaringitis mendapatkan dari 63 penderita tonsilitis kronis,
sebanyak 41,3% diantaranya mengeluhkan nyeri pada tenggorokan sebagai keluhan
utama. (2) Bau mulut (halitosis) yang disebabkan adanya pus pada kripta tonsil. (3)
Obstruksi jalan napas. (4) Pembesaran kelenjar limfe pada leher. (5) Butiran putih
pada tonsil.12
Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsilitis kronis yang
tampak, yaitu:
1) Gejala klinis: rasa nyeri di tenggorok disertai demam ringan dan nyeri
sendi
2) Gejala lokal: hipertofi tonsil, permukaan berbenjol-benjol, kripta
melebar dan jika kripta ditekan keluar massa seperti keju. Kadang-
kadang tonsil atrofi atau degenerasi fibrotik dan terlihat dalam fossa
tonsilaris, jika ditekan terdapat discharge purulen, dan pembesaran
kelenjar limfe regional.4

22
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur
jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua
tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi:1,14
a) To : Tonsil masuk di dalam fossa
b) T1 : < 25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
c) T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
d) T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
e) T4 : > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Sedangkan menurut Thane dan Cody membagi pembesaran tonsil atas:


a) T1 : Batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai jarak pilar
anterior uvula
b) T2 : Batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai
jarak pilar anterior-uvula.
c) T3 : Batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai
jarak pilar anterior-uvula.
d) T4 : Batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai
uvula atau lebih

3.8 Diagnosis
Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut:15,16
1) Anamnesa

23
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50%
diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan
keluhan rasa sakit/nyeri pada tenggorok, sakit waktu menelan, nafas bau
busuk (halitosis), malaise, disfagia dan sulit berbicara.15

2) Pemeriksaan Fisik
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut.
Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat
diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Pada beberapa kasus, kripta
membesar, dan suatu bahan sperti keju atau dempul sangat banyak terlihat
pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang
kecil, biasanya membuat lekukan, tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret
purulen yang tipis terlihat pada kripta.15,16
3) Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus
tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan
derajat keganasan yang rendah, seperti Streptokokus Hemolitikus,
Streptokokus Viridians, Stafilokokus atau Pneumokokus.15

3.9 Diagnosis Banding


Terdapat beberapa diagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah sebagai
berikut:4,13
1. Penyakit-penyakit dengan pembentukan Pseudomembran atau adanya membran
semu yang menutupi tonsil (Tonsilitis Membranosa)
a. Tonsilitis Difteri
Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae dan tergantung
pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah
dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi menjadi
tiga golongan besar, umum, lokal dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum
sama seperti gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak
nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan nyeri menelan.

24
Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak
putih kotor yang makin lama makin meluas dan membentuk pseudomembran
yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah.
Gejala akibat eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh,
misalnya pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai dekompensasi kordis,
pada saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot
pernafasan dan pada ginjal dapat menimbulkan albuminuria.
b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa)
Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39C), nyeri di mulut, gigi
dan kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan
hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membran putih keabuan di tonsil,
uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan faring
hiperemis. Mulut yang berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula
membesar.
c. Mononukleosis Infeksiosa
Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu
yang menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat
pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regio inguinal. Gambaran darah
khas, yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda khas
yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel
darah merah domba (Reaksi Paul Bunnel).

2. Penyakit Kronik Faring Granulomatus


a. Faringitis Tuberkulosa
Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien adalah
buruk karena anoreksi dan odinofagi. Pasien juga mengeluh nyeri hebat di
tenggorok, nyeri di telinga (otalgia) dan pembesaran kelenjar limfa leher.
b. Faringitis Luetika

25
Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder atau
tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superfisial yang sembuh disertai
pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa mengakibatkan perforasi
palatum mole dan pilar tonsil.
c. Aktinomikosis Faring
Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri, bisa
mengalami ulseasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat mengakibatkan
ulserasi faring yang ireguler, superfisial, dengan dasar jaringan granulasi yang
lunak.

Penyakit-penyakit diatas umumnya memiliki keluhan berhubungan dengan


nyeri tenggorokan (odinofagi) dan kesulitan menelan (disfagi) seperti yang
dikeluhkan pasien dengan tonsillitis kronis. Diagnosa pasti berdasarkan pada
pemeriksaan serologi, hapusan jaringan atau kultur, foto X-ray dan biopsi jaringan.3
Selain itu dapat juga dipikirkan adanya pembesaran dari tonsilo faringeal
(adenoid) karena organ tersebut termasuk kedalam rangkaian cincin Waldeyer. Secara
fisiologik membesar pada anak usia 3 tahun dan akan mengecil dan hilang sama
sekali pada anak usia 14 tahun. Hal tersebut dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas
atas, koana dan tuba eustachius. 2
Gejala hipertrofi adenoid adalah pasien bernafas melalui mulut, sehingga
tampak hidung kecil, gigi insisivus prominen dan arkus faring yang meninggi (fasies
adenoid). Dapat juga terjadi faringitis dan bronkitis, gangguan ventilasi dan drainase
sinus paranasal serta otitis media supuratif kronis berulang hingga sumbatan total
jalan nafas atas. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior didapatkan fenomena palatum
molle menghilangserta pada rhinoskopi posterior terdapat massa di nasofaring. Untuk
memastikannya diperlukan foto polos kepala lateral-soft tissue.

3.10 Tatalaksana

26
Penatalaksanaan tonsilitis kronis adalah (1) Terapi lokal untuk higienitas
mulut dengan obat kumur atau hisap. (2) Terapi radikal dengan tonsilektomi bila
terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak berhasil.19
Pengobatan untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil
(tonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan
medis atau terapi konservatif yang gagal untuk meringankan gejala-gejala.
Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh Celsus
dalam buku De Medicina (Tahun 10 Masehi). Jenis tindakan ini juga merupakan
tindakan pembedahan yang pertama kali didokumentasikan secara ilmiah oleh Lague
dari Rheims (1757).4

The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical


Indikators Compendium tahun 1995 menetapkan indikasi dilakukannya tonsilektomi,
yaitu:13
1) Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan
terapi yang adekuat.
2) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan orofasial
3) Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas,
sleep apnea, gangguan menelan, dan gangguan bicara.
4) Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil, yang tidak
berhasil hilang dengan pengobatan.
5) Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
6) Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Sterptococcus
hemoliticus
7) Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
8) Otitis media efusa / otitis media supuratif

3.11 Komplikasi

27
Komplikasi dari tonsilitis dapat diklasifikasikan dalam komplikasi supuratif
dan komplikasi non supuratif. Yang termasuk komplikasi non supuratif adalah scarlet
fever, demam rheumatic akut dan post-streptococcal glomerulonephritis. Dan yang
termasuk komplikasi supuratif adalah perintonsilar, parapharingeal dan
retropharyngeal abcess formation.17
1) Peritonsilitis: peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa
adanya trismus dan abses
2) Abses peritonsilar (Quinsy): kumpulan nanah yang terbentuk di dalam
ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang
mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi
gigi.
3) Abses Parafaringeal: infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melaui
aliran getah bening atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil,
faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os
petrosus.
4) Abses Retrofaring: merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring.
Biasannya terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang
retrofaring masih berisi kelenjar limfe.
5) Krista Tonsil: sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh
jaringan fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil
berwarna putih dan berupa cekungan, biasanya kecil dan multiple.
6) Tonsilolith (kalkulus dari tonsil): terjadinya deposit kalsium fosfat dan
kalsium karbonat dalam jaringan tonsil yang membentuk bahan keras
seperti kapur.
Agar tidak terjadinya komplikasi seperti yang sudah dijelaskan di atas,
tindakan tonsilektomi merupakan pengobatan atau penatalaksanaan yang pasti untuk
mencegah terjadinya komplikasi dari tonsilitis kronis.

28

Anda mungkin juga menyukai