Anda di halaman 1dari 14

MENINGOENCEPHALOCELE

I. PENDAHULUAN
Proses penutupan atau pembentukan tuba neural disebut neurulasi primer. Neurulasi
merupakan bagian dari organogenesis yang dimulai pada hari ke-18. Neurulasi primer dimulai
pada hari ke 22 sampai hari ke 27 setelah pembuahan. Neurulasi dimulai dari penutupan 1 daerah
servikal yang meluas ke atas dan bawah. Penutupan 2 dari batas proensefalon-mesensefalon,
penutupan 3 dimulai dari stomodeum (ujung kranial neural tube). Penutupan 4 dimulai dari
rombensefalon berjalan ke arah kranial bertemu dengan penutupan 2.1
Defek tuba neuralis menyebabkan anomali kongenital pada susunan sistem saraf akibat
kegagalan tuba neuralis menutup secara spontan antara minggu ke-3 dan ke-4 dalam
perkembangan uterus. Meskipun penyebab pasti dari defek tuba neuralis masih belum diketahui,
terdapat bukti bahwa banyak faktor, termasuk radiasi, obat-obatan, malnutrisi, bahan kimia, dan
determinan genetik, yang dapat mempengaruhi perkembangan abnormal pada susunan saraf.
Defek tuba neuralis utama meliputi spina bifida okulta, meningokel, mielomeningokel,
ensefalokel, anensefali, sinus dermal, siringomielia, diastematomiela, dan lipoma pada konus
medularis. Meningoensefalokel (meningoencephalocele) atau disebut juga ensefalokel
(encephalocele) adalah salah satu kelainan kongenital akibat defek tuba neuralis.2
Gejala klinis sangat bervariasi tergantung malformasi serebral yang terjadi, termasuk
hidrosefalus dan banyaknya jaringan otak yang mengalami displasia dan masuk ke dalam
kantung meningoensefalokel. Jika hanya mengandung meninges saja, prognosisnya lebih baik
dan dapat berkembang normal. Meningoensefalokel sering disertai dengan kelainan kranium
fasial atau kelainan otak lainnya, seperti hidrochephalus atau kelainan kongenital lainnya
(Syndrome Meckel, Syndrome Dandy-Walker). 2,3
Hampir semua meningoensefalokel memerlukan intervensi bedah saraf, kecuali massanya
terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang jelas. Bila mungkin, tindakan bedah sedini mungkin
untuk menghindari infeksi, apalagi bila ditemui kulit yang tidak utuh dan perlukaan di kepala. 3

II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Disrafisme Kranial (Kranium Bifidum)


Kranium bifidum atau kranioskizis, seperti spina bifida, adalah defek tabung neural
disrafik. Anomali ini lebih jarang dari spina bifida. Biasanya dapat ditindak dan karenanya
menjadi malformasi yang penting dibidang bedah saraf. Hernia si dura dan jaringan otak
melalui defek tulang digaris tengah (sefalokel) dijumpai pada banyak kasus. Kranium bifidum
terkadang bersamaan dengan spina bifida.2,3
Insidens kranium bifidum seperlimabelas hingga sepersepuluh spina bifida: satu per
3.000 hingga 10.000 kelahiran. Sefalokel regio oksipital umum di Eropa dan Amerika, sedang
sefalokel frontal lebih sering dari sefalokel oksipital di Asia Tenggara. Dibeberapa daerah di
Asia Tenggara meningoensefalokel lebih sering dari mielomeningokel. Jadi predisposisi
geografis mungkin berperan pada kranium bifidum. Oksipital meningoensefalokel lebih sering
pada wanita, sedang pria lebih sering pada yang lainnya. 3
Kranium bifidum diklasifikasikan kedalam dua jenis: kranium bifidum okultum dan
kranium bifidum sistikum. Kranium bifidum okultum tidak berkaitan dengan herniasi dura,
karenanya tak terdeteksi hingga dewasa bila tak bergejala. 3,5
Sinus dermal intrakranial adalah disrafisme kranial okulta berupa jaringan yang berasal
dari kulit yang persisten terdapat diruang intrakranial, yang berhubungan dengan kulit. Defek
tulang kecil sering tampak dibawah protuberansia oksipital eksterna, dan beberapa rambut
sering tumbuh dari sinus. Lainnya, lokasi yang kurang sering adalah nasion. Sista dermoid
mungkin terdapat pada satu atau kedua ujung dari sinus dermal. 3,5
Sinus dermal diregio oksipital sering turun ke sambungan servikomedulari dan berakhir
sebagai dermoid disisterna magna, ventrikel keempat dan hemisfer serebeler. Tumor dermoid
pada ujung sinus dermal mungkin menimbulkan gejala massa intrakranial. Sinus dermal
mungkin tanpa gejala. Banyak kasus berakibat meningitis rekuren, dan reseksi tak lengkap
sinus dermal juga bisa menimbulkan meningitis. 3,5
Kranium bifidum sistikum dapat dibagi menjadi lima subkelompok, sesuai isi dari
sefalokel:
1. Meningokel : hanya berisi CSS didalam sefalokel.
2. Ensefalomeningokel atau meningoensefalokel : berisi baik CSS maupun jaringan otak didalam
sefalokel.
3. Ensefalokel : berisi hanya jaringan otak didalam sefalokel.
4. Ensefalosistokel : penonjolan jaringan otak mengisi ruang yang berhubungan dengan ventrikel.
5. Meningoensefalosistokel, atau ensefalosistomeningokel : berisi 'ventrikel' dan jaringan otak plus
dilatasi ruang CSS disefalokel.
Eksensefali adalah protrusi otak yang tidak ditutupi kulit. Sefalokel dapat
diklasifikasikan menurut lokasinya. Meningoensefalokel dapat diklasifikasikan kedalam dua
kelompok: meningoensefalokel posterior atau oksipital dan meningoensefalokel anterior atau
frontal, yang menonjol pada sambungan tulang frontal dan tulang nasal atau kartilago nasal.
3,5,6

2.2 Meningoensefalokel
Meningoensefalokel (meningoencephalocele) atau disebut juga ensefalokel
(encephalocele) adalah kelainan kongenital akibat defek tuba neuralis. Defek tuba neuralis ini di
daerah kaudal akan menyebabkan spina bifida dan di daerah kranial akan menyebabkan defek
tulang kranium disebut kranium bifidum. Hal ini dimulai pada masa embrio pada minggu ke III
sampai dengan minggu ke IV; tidak menutupnya tuba neuralis pada ujung kranial dapat
menimbulkan herniasi jaringan saraf pusat. Meningoensefalokel dapat terjadi di seluruh bagian
tengkorak, tetapi yang paling sering terjadi di regio occipital, kecuali pada orang Asia, yang
lebih sering terjadi pada regio frontal. 5,8,9
Herniasi atau benjolan ini dapat berisi meningen dan cairan serebrospinal saja disebut
Meningokel Kranial, dapat juga berisi meningen, cairan serebrospinal dan jaringan/parenkhim
otak disebut Meningoensefalokel. Secara umum herniasi melalui defek kranium disebut
meningoensefalokel, walaupun sebenarnya berbeda patologi, pengobatan dan prognosisnya.
Kira-kira 75% meningoensefalokel didapatkan di regio oksipital, dapat terlihat sebagai kantong
kecil bertangkai atau struktur seperti kista besar, dapat lebih besar daripada kranium; tertutup
oleh kulit seluruhnya; kadang-kadang di tempat-tempat tertentu hanya dilapisi oleh membran
10,11
tipis seperti kertas perkamen. Sebanyak 15% dari ensefalokel terletak di frantal.

Isi meningoensefalokel dapat diketahui dengan transiluminasi dan USG. Pada


pemeriksaan mikroskopis, biasanya akan didapatkan jaringan otak abnormal/displasia. Insiden
meningoensefalokel 1-5 per 10000 bayi lahir hidup; paling kecil dari seluruh penyakit defek tuba
neuralis (8% - 19%). Di Eropa dan Amerika hampir 80% - 90% meningoensefalokel terdapat di
regio oksipital; meningoensefalokel di daerah anterior (frontal, nasofrontal, nasofaringeal) lebih
sering di Asia Tenggara. 11

2.3 Etiologi
Meningoensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama
perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan oleh gangguan
pembentukan tulang kranium saat dalam uterus seperti kurangnya asupan asam folat selama
kehamilan, adanya infeksi pada saat kehamilan terutama infeksi TORCH, mutasi gen (terpapar
bahan radiologi), obat obatan yang mengandung bahan yang terotegenik. Meningoensefalokel
juga disebabkan oleh defek tulang kepala, biasanya terjadi dibagian occipitalis, kadang kadang
juga dibagian nasal, frontal, atau parietal.5,11
Walaupun penyebab pasti defek tuba neuralis masih belum diketahui, beberapa faktor
antara lain radiasi, obat-obatan, malnutrisi, bahan-bahan kimia dan faktor genetik terbukti
mempengaruhi perkembangan susunan saraf pusat sejak konsepsi, Penulis lain berpendapat
bahwa maternal hypertermia pada hamil muda juga merupakan fakor penyebab
meningoensefalokel. Data terakhir menyebutkan bahwa suplementasi vitamin seperti folic acid
saat sekitar konsepsi akan mencegah defek tuba neuralis. 8

2.4 Embriologi
Pada embryogenesis, tuba neuralis menutup pada hari ke-27 atau ke-28 kehamilan. Ujung
anterior dan posterior tuba neuralis menutup pada saat berbeda. Neuropore anterior yang terletak
sama tinggi dengan foramen cecum menutup pada hari ke ke-24.
Teori mengenai terjadinya ensefalokel:
Kegagalan penutupan tuba neuralis sebelum hari ke 25 kehamilan.
Terbukanya kembali tuba neuralis setelah penutupan pada minggu ke-8 kehamilan karena
adanya defek permeabilitas pada dasar ventrikel keempat.
Defek primer pada jaringan penyusunan mesensefalon yang menyebabkan terjadinya herniasi
encephalon sehingga terbentuk ensefalokel oksipital.
Hidrosefalus dapat muncul menyertai ensefalokel karena adanya distorsi saluran cairan
otak / CSF10.
Ensefalokel dapat muncul sebagai salah satu komponen utama sebuah sindrom. Sindrom
dengan ensefalokel sebagai komponen utama yakni Chernkes syndrome, Fraser syndrome,
Knoblochs syndrome, Meckel-Grubers syndrome, Roberts syndrome, amniotic band
syndrome, dwarfisme dissegmental, dan dysplasia frontonasal.
Condition Pattern of Inheritance Associated Findings
Chemke Syndrome Autosoma Recessive Hydrocephalus, cerebellar
dysgenesis, renital dysplasia, corneal
opacities, cataracts
Cryptopthalmos Syndrome Autosoma Recessive Skin of forhead cover one or both
(Fraser) eyes; total/partial syndactyl of fingers
or toes
Dyssegmental dwarfism Autosoma Recessive Short tubular bones, bowing of
extremitas, vertebral anomalies, small
thorax, cleft palate, micrognathia
Frontonasal dysplasia Sporadic Ocular hypertelorism, median clift lip
Knobioch syndrome Autosoma Recessive Retinal detachment, myopia, normal
intelegence
Meckel-Gruber syndrome Autosoma Recessive Polydactyl, policysty kidneys,
oligohydramnion, other CNS
abnormalities
Amniotic band (rupture) Sporadic Limb amputations, facial
clefts,thoracoabdominal wall defects,
skull malformation
Roberts syndrome Autosoma Recessive Short or absent limbs, facial cleft,
hypertelorism, heart and kidneys
defect
Tabel 2. 1 Sindrom dengan Ensefalokel sebagai Komponen Utama

2.5 Klasifikasi 4
Berikut adalah klasifikasi meningoensefalokel menurut Suwanwela:
I. Ensefalomeningokel oksipital
II. Ensefalomeningokel lengkung tengkorak
A. Interfrontal
B. Fontanel anterior
C. Interparietal
D. Fontanel posterior
E. Temporal
III. Ensefalomeningokel fronto-ethmoidal
A. Nasofrontal
B. Naso-ethmoidal
C. Naso-orbital
IV. Ensefalomeningokel basal
A. Transethmoidal
B. Sfeno-ethmoidal
C. Transsfenoidal
D. Frontosfenoidal atau sfeno-orbital
V. Kranioskhisis
A. Kranial, fasial atas bercelah
B. Basal, fasial bawah bercelah
C. Oksipitoservikal bercelah
D. Akrania dan anensefali.

Meningoensefalokel oksipital merupakan 70 persen sefalokel (pada geografis). Dibagi ke


dalam subkelompok sesuai hubungannya dengan protuberansia oksipital eksterna (EOP) :
sefalokel oksipitalis superior, dimana terletak di atas EOP, dan sefalokel oksipitalis inferior,
yang terletak dibawah EOP. Penonjolan lobus oksipital tampak di sefalokel superior, dimana
serebelum menonjol dalam sefalokel inferior. Bila defek tulang meluas turun keforamen
magnum, keadaan ini disebut sefalokel oksipitalis magna. Hubungan sefalokel ini dengan spina
bifida servikalis disebut sefalokel oksipitoservikalis (iniensefali).4
Meningoensefalokel anterior lebih jarang terjadi dibandingkan meningoensefalokel
posterior. Yang pertama biasanya dibagi ke dalam dua kelompok : meningoensefalokel
sinsipital (tampak) dan meningoensefalokel basal (tak tampak). Mungkin juga dibagi kedalam
empat kelompok:
(1) meningoensefalokel frontal,
(2) meningoensefalokel frontonasal,
(3) meningoensefalokel fronto-ethmoid, dan
(4) meningoensefalokel nasofaringeal. 4
Sambungan tulang frontal dan kartilago nasal adalah tempat tersering dari sefalokel;
hubungan ini menjadi titik lemah karena pertumbuhan yang berbeda tulang frontal dan kartilago
nasal. Suwanwela menyebut sefalokel diregio ini sebagai meningoensefalokel fronto-ethmoid
dan dikelompokkan kedalam tiga subkelompok:
1. Jenis nasofrontal: menonjol pada sambungan tulang frontal dan tulang nasal.
2. Jenis nasoethmoid: menonjol pada tulang nasal atau kartilago nasal.
3. Jenis naso-orbital: menonjol dari bagian anterior tulang ethmoid dari bagian anterior orbit.
Meningoensefalokel basal dapat dibagi kedalam lima kelompok:
1. Meningoensefalokel transethmoidal (intranasal) : herniasi ke dalam kavum nasal melalui lamina
kribrosa.
2. Meningoensefalokel sfeno-ethmoid (intranasal posterior) : herniasi ke bagian posterior kavum
nasal melalui tulang sfenoid.
3. Meningoensefalokel transsfenoid (sfenofaringeal): herniasi ke nasofaring melalui tulang
sfenoid.
4. Meningoensefalokel sfeno-orbital: herniasi keruang orbit melalui fissura orbital superior.
5. Meningoensefalokel sfenomaksillari: herniasi kerongga orbit melalui fissura pterigoid, kemudian
kefossa pterigoid melalui fissura intra orbital.4

2.6 Gejala Klinis


Gejala klinis sangat bervariasi tergantung malformasi serebral yang terjadi, termasuk
hidrosefalus dan banyaknya jaringan otak yang mengalami displasia dan masuk ke dalam
kantung meningoensefalokel. Jika hanya mengandung meningen saja, prognosisnya lebih baik
dan dapat berkembang normal. Gejala-gejala sehubungan dengan malformasi otak adalah mental
retardasi, ataxia spastik, kejang, buta dan gangguan gerakan bola mata. Sebenarnya diagnosis
perinatal dapat ditegakkan dengan pemeriksaan USG, alfa feto protein cairan amnion dan serum
ibu.7
Ukuran dari meningoensefalokel mempengaruhi ukuran dari tengkoran dan otak
tergantung dari besarnya protrusi pada tengkorak. Bila protrusi besar, maka tengkorak akan
tampak seperti mikrosefali, karena banyak jaringan otak yang sudah keluar. Menigoensefalokel
jarang berhubungan dengan malformasi serebri saja dan biasanya berhubungan dengan
abnormalitas dari hemisper serebri, serebelli dan otak tengah.10
Pada pemeriksaan neurologis umumnya didapatkan hasil normal, tetapi beberapa
kelainan dapat terjadi meliputi deficit fungsi saraf cranial, gangguan penglihatan, dan kelemahan
motorik fokal.
Meningoensefalokel anterior sering bersamaan dengan anomali muka, seperti bibir dan
langit-langit bercelah. Empat anomali yaitu meningoensefalokel oksipital, hidrosefalus,
deformitas Klippel-Feil, dan langit-langit bercelah sering terjadi sebagai tetrad. Kelainan
jantung kongenital dan ekstremitas yang displastik adalah anomali yang berhubungan yang
terletak dibagian lain dari badan. 7
Hidrosefalus mungkin terjadi sebelum diperbaikinya sefalokel, atau mungkin terbentuk
setelah operasi. Insidens hidrosefalus yang menyertai pada meningoensefalokel oksipital adalah
25 persen pada meningokel dan 66 persen pada meningoensefalokel. Hidrosefalus yang
bersamaan pada meningoensefalokel anterior jarang. Seperti pada spina bifida, insidens
hidrosefalus lebih tinggi pada sefalokel yang mengandung jaringan otak. Insidens hidrosefalus
yang menyertai pada meningoensefalokel oksipital adalah hampir sama dengan pada
mielomeningokel. 7

Ensefalokel frontoethmoidal muncul dengan massa di wajah sedangkan Ensefalokel basal


tidak tampak dari luar. Ensefalokel nasofrontal muncul di pangkal hidung di atas tulang hidung.
Ensefalokel nasoethmoidal terletak di bawah tulang hidung dan naso-orbital ensefalokel
menyebabkan, hipertelorisme, proptosis dan mendesak bola mata.

2.7 Patofisiologi
Meningoensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya
penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu
lubang pada tulang tengkorak. Meningoensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung
saraf selama perkembangan janin.2
Ada dua bentuk disrafisme utama yang mempengaruhi tulang kranial, dan menghasilkan
protrusi jaringan melalui defek linea mediana tulang yang disebut kranium bifidum.
Mielomeningokel kranium terdiri dari kantong meninges yang terisi hanya cairan serebrospinal
dan meningoensefalokel mengandung kantung dan korteks serebri, serebelum, atau bagian
batang otak. Defek kranium paling lazim pada daerah oksipital pada atau di bawah sambungan,
dan sebagian terjadi frontal atau nasofrontal. Kelainan ini adalah adalah sepersepuluh dari defek
penutupan tuba neuralis yang melibatkan spina. Etiologi ini dianggap sama dengan etiologi
anensefali dan mielomeningokel. 7
Bayi dengan meningoensefalokel kranium beresiko untuk terjadinya hirdosefalus karena
stenosis akuaduktus, malformasi Chiari, atau sindrom Dandy-Walker. Pemeriksaan dapat
menunjukkan kantung kecil dengan batang bertangkai atau struktur seperti kista besar yang dapat
melebihi ukuran kranium. Lesi ini dapat tertutup total dengan kulit, namun daerah yang tidak
berkulit (denuded skin) dapat terjadi dan memerlukan manajemen bedah segera. Transiluminasi
kantung dapat menampakkan adanya jaringan saraf. 2

2.8 Diagnosis
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menilai struktur patologis sefalokel: daerah
defek tulang, ukuran serta isi sefalokel, ada atau tidaknya anomali SSP, dan dinamika CSS.8
Lubang defek tulang pada meningoensefalokel oksipital mudah dikenal pada foto polos
tengkorak. Sebagai tambahan terhadap daerah defek tulang, perluasan defek dan ada atau
tidaknya kraniolakunia dapat diketahui. Ada atau tidaknya otak yang vital dikantung dapat
ditentukan dengan ventrikulografi dan angiografi serebral, namun CT scan memperlihatkan
tidak hanya isi kantung namun semua kelainan intrakranial yang bersamaan. 11
Meningoensefalokel oksipital harus didiferensiasi dari kasus garis tengah lainnya,
seperti sinus perikranii, dan holoprosensefali. Sinus perikranii sangat lebih kompresibel
dibanding meningoensefalokel. CT scan memperlihatkan displasia serebral sebagai tambahan
atas kantung dorsal pada holoprosensefali. Angiografi serebral mungkin perlu untuk
membedakan meningoensefalokel oksipital dari kantung dorsal holoprosensefali;
holoprosensefali didiagnosis oleh adanya arteria serebral anterior azigos. 8
MRI kranial dapat memberi gambaran yang pasti dari kandungan dalam
meningiensefalokel. Meskipun terletak pada garis tengah, isi dari protrusi biasanya dari salah
satu hemisfer yang lebih kecil.8,9

Pemeriksaan penunjang paling bermanfaat dalam penegakan diagnosis prenatal


ensefalokel adalah ultrasonografi / USG. USG yang dilakukan dapat terdiri dari USG 2 dimensi
maupun 3 dimensi serta secara transabdominal maupun transvaginal. Pada USG yang dilakukan
antenatal, tampak adanya defek pada cranium serta massa kistik, kombinasi massa kistik dan
solid, maupun massa dominan solid tampak menempel di calvaria. Pada USG terutama USG 3
dimensi, ensefalokel dapat tampak kurangnya diameter biparietal, kecilnya lingkar kepala, serta
gambaran unik berupa cyst within a cyst dan target sign appearance, banana sign, lemon
sign. Pada USG 3 dimensi, defek cranial dapat tampak dengan jelas.

2.9 Komplikasi
Meningoensefalokel sering disertai dengan kelainan kranium fasial atau kelainan otak
lainnya, seperti hidrochephalus atau kelainan kongenital lainnya (Syndrome Meckel, Syndrome
Dandy-Walker). Kelainan kepala lainnya yang dapat dideteksi dengan USG adalah kista otak,
miensefalus (fusi tulang occiput vertebrata sehingga janin dalam sikap hiperekstensi),
huloprokensefalus (hanya berbentuk sebuah rongga ventrikel yang berdilatasi), hindranensefalus
(destruksi total jaringan otak sehingga kepala hanya berisi cairan), kelainan bentuk kepala
(dulikochephaluskh, branchi chpalusk) dan sebagainya.7,8
Berikut adalah beberapa komplikasi dari meningoensefalokel, yaitu:
a. Kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadri plegia spastik)
b. Gangguan perkembangan
c. Mikrosefalus
d. Hidrosefalus
e. Gangguan penglihatan
f. Keterbelakangan mental dan pertumbuhan
g. Ataksia
h. Kejang.

2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meningoensefalokel tergantung dari isi dan luas dari anomali. Pada
meningokel oksipital, di mana kantung tidak mengandung jaringan saraf, hasil dari pembedahan
hampir selalu baik. Tetapi pada meningoensefalokel yang berisi jaringan otak biasanya berakhir
dengan kematian dari anak.9
Hampir semua meningoensefalokel memerlukan intervensi bedah saraf, kecuali massanya
terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang jelas. Bila mungkin, tindakan bedah sedini mungkin
untuk menghindari infeksi, apalagi bila ditemui kulit yang tidak utuh dan perlukaan di kepala. 7
Pada neonatus apabila dijumpai ulkus pada meningoensefalokel atau tidak terjadi
kebocoran cairan serebrospinal, operasi segera dilakukan. Pada meningoensefalokel yang
ditutupi kulit kepala yang baik, operasi dapat ditunda sampai keadaan anak stabil. Tujuan operasi
adalah menutup defek (watertight dural closure), eksisi masa otak yang herniasi serta
memelihara fungsi otak. 8

1. Penanganan Pra Bedah


Segera setelah lahir daerah lesi harus dikenakan kasa steril yang direndam salin yang
ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutupi kasa steril yang tidak melekat untuk
mencegah jaringan saraf yang terpapar menjadi kering.
Perawatan pra bedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada saat mempertahan
suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada beberapa pusat tubuh bayi ditempatkan
dalam kantong plastik untuk mencegah kehilangan panas yang dapat terjadi akibat permukaan
lesi yang basah. Lingkaran occipito frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya. Diperlukan
pemeriksaan X-Ray kepala Anteroposterior/Lateral dan diambil fotografi dari lesi.
2. Perawatan pasca bedah
Pemberian makan per oral dapat diberikan 4 jam setelah pembedahan. Jika ada drain
hisap maka harus diperiksa setiap jam untuk menjamin tidak adanya belitan atau tekukan pada
saluran dan terjaganya tekanan negatif dan wadah. Lingkar kepala diukur dan dibuat grafik
sekali atau dua kali seminggu. Sering kali terdapat peningkatan awal dalam pengukuran setelah
penutupan cacat spinal dan jika peningkatan ini berlanjut dan terjadi perkembangan hidrosefalus
maka harus diberikan terapi yang sesuai.5,8,10

2.11 Prognosis
Faktor penentu prognosis pada pasien ensefalokel meliputi ukuran ensefalokel,
banyaknya jaringan otak yang mengalami herniasi, derajat ventrikulomegali, adanya mikrosefali
dan hidrosefalus terkait, serta munculnya kelainan congenital lain. Ensefalokel berukuran besar
memiliki prognosis yang buruk. Pasien ensefalokel tanpa hidrosefalus memiliki peluang
mencapai intelektual normal sebesar 90% sedangkan ensefalokel dengan hidrosefalus memiliki
peluang lebih rendah 30%.

III. KESIMPULAN
1. Defek tuba neuralis menyebabkan kebanyakan kongenital anomali pada susunan sistem saraf
akibat kegagalan tuba neuralis menutup secara spontan antara minggu ke-3 dan ke-4 dalam
perkembangan uterus.
2. Meningoensefalokel (meningoencephalocele) atau disebut juga meningoensefalokel
(encephalocele) adalah kelainan kongenital akibat defek tuba neuralis. Defek tuba neuralis ini di
daerah kaudal akan menyebabkan spina bifida dan di daerah kranial akan menyebabkan defek
tulang kranium disebut kranium bifidum.
3. Meskipun penyebab yang tepat pada defek tuba neuralis masih belum diketahui, ada bukti
bahwa banyak faktor, termasuk radiasi, obat-obatan, malnutrisi, bahan kimia, dan determinan
genetik, yang dapat mempengaruhi perkembangan abnormal pada susunan saraf.
4. Gejala klinis sangat bervariasi tergantung malformasi serebral yang terjadi, termasuk
hidrosefalus dan banyaknya jaringan otak yang mengalami displasia dan masuk ke dalam
kantung meningoensefalokel.
5. Meningoensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya
penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu
lubang pada tulang tengkorak.
6. Hampir semua meningoensefalokel memerlukan intervensi bedah saraf, kecuali massanya
terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang jelas. Bila mungkin, tindalan bedah sedini mungkin
untuk menghindari infeksi, apalagi bila ditemui kulit yang tidak utuh dan perlukaan di kepala.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ashari, S. Disrafisme Sistem Saraf. Dalam : Sinopsis Ilmu Bedah Saraf 1st Edition. Sagung Seto
Jakarta. 2011
2. Nelson, B.; Arvin K. Buku Ilmu Kesehatan Anak. 15th edition. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. 2000.
3. Hull, D.; Derek I.J. Dasar-Dasar Pediatri. 3rd edition. Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta;
2008.
4. Saanin, S. Disrafisme Kranial. Dalam : Anomali Susunan Saraf Pusat; Ilmu Bedah Saraf; Ka.
SMF Bedah Saraf RSUP. Dr. M. Djamil/FK-UNAND Padang; available at:
http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Disrafisme.html; 2008.
5. Ropper, Allan H, Brown, Robert H. Chapter 38 : Developmental Disease of the Nervous System.
In Adams & Victors' Principles of Neurology, 8th Edition.McGraw-Hill. 2005.
6. Dubey,D. Pande S., Dubey P, Sawhney P.A Case of Naso-Ethmoidal Meningoencephalocele. In
International Journal of Collaborative Research on Internal Medicine & Public Health Vol. 3 No.
8 (August 2011) available at : http://www.iomcworld.com/ijcrimph/files/v03-n08-08.pdf
7. Fenichel, G.M. Clinical Pediatric Neurology 4th edition; Saunders Company; Philadelphia;
2001.
8. Tsementzis, S.A. Differential Diagnosis of Neurology and Neurosurgery; Thieme Stuttgart; New
York; 2000.
9. Sjamsuhidajat, R. Wim d.J.; Buku Ajar Ilmu Bedah; Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta;
2005.
10. Lubis, N.U. Encephalocele; in CKD Cermin Dunia Kedokteran Magazine; Kalbe Farma; PT.
Temprint; Jakarta; 2009.
11. Christopher G. Goetz: Neural Tube Defect.In Textbook of Clinical Neurology, 3rd ed.Elsevier-
Saunders.2007.

Anda mungkin juga menyukai