Anda di halaman 1dari 8

NAMA : MULIA

NIM : G2J116075

PRODI : PEND. IPA KONSENTRASI PEND. BIOLOGI

TTD :

Pertanyaan :

Proses mekanisme fisiologi ular dari lahir sampai melahirkan!

Jawab :

Alat kopulasi pada ular jantan yaitu hemipenis, memiliki dua sisi dan hanya satu sisi yang
digunakan pada saat kopulas. Hemipenis memiliki bentuk berduri, diperkirakan berfungsi
dalam membantu merangsang betina pada saat kopulasi. Jantan akan mengeluarkan salah
satu dari hemipenisnya pada saat betina sudah menerima. Mekanisme pengeluaran
hemipenis disebabkan oleh meningkatnya vaskularisasi pembuluh darah pada hemipenis.
Setelah kopulasi selesai, jantan akan kembali memasukkan hemipenis, mekanisme ini
dibantu oleh musculus retractor hemipenis. Setelah kawin, ular betina menyimpan sperma dalam
saluran telur selama sekitar 1-2 bulan. betina kemudian menghasilkan telur yang besar, yang setelah
merilis dari ovarium dibuahi oleh sperma dari saluran telur. Ini meletakkan telur dibuahi (sekitar 10 -
15 ekor) di lubang dangkal atau di bawah batu. Penutup luar dari telur ular tidak sulit, melainkan
menyerupai kulit lembut.
Reproduksi Ular Betina

Ular betina yang bereproduksi akan berpuasa sejak awal perkawinan hingga telur-telurnya tertetas,
rentan menjadi mangsa dari predator karena selain harus mempertahankan dirinya dia juga harus
mempertahankan telur-telurnya dari predator juga stress secara fisiologis karena pengaruh lingkungan
yang suboptimal

Faktor Asupan
Reproduksi pada ular betina berdampak pada keseimbangan energinya. Sebagai konsekuensi
untuk mempersiapkan masa kebuntingan dan pengeraman, juga untuk mengatur suhu tubuh selama
masa kebuntingan dan pengeraman tersebut berlangsung, ular betina harus memiliki cadangan lemak
yang cukup dan mendapatkan asupan sebelum perkawinan berlangsung. Dikarenakan selama
masa bunting dan mengeram nafsu makan ular sanca sangat menurun, hal ini menyebabkan rendah
atau tidak adanya asupan makanan seperti pada masa tidak bereproduksi. Terdapat korelasi positif
antara pengaruh kebutuhan makanan dan bobot badan ular betina terhadap keberhasilan konsepsi
setelah perkawinan. Sehingga penting untuk mengetahui hubungan antara kebutuhan makan dan
bobot badan sebagai sumber energi untuk bereproduksi.
Kebutuhan makanan dan bobot badan
Para ilmuwan dan ahli herpetologi telah mengobservasi bahwa ada hubungan antara bobot
badan dengan keberhasilan reproduksi pada reptil khususnya ular. Dimana betina yang kurang bobot
badannya kurang sukses pula dalam perkawinan, bahkan proses ovulasi dapat terhambat. Betina yang
tidak cukup suplai makanannya akan menjadi anorexia / kelaparan, sehingga kemungkinan terjadinya
kematian sebelum masa kebuntingan berlangsung. Sebagai pilihan alternatif untuk tetap
bertahan hidup, induk hanya menghasilkan telur-telur yang infertil, tetapi tidak dapat menetas,
ataupun menghasilkan telur yang anakannya kekurangan nutrisi. Alternatif ini merupakan sebuah
mekanisme fisiologis yang dapat mempengaruhi dari fertilitas dan fekunditas. Kurangnya asupan
makanan pada ular sanca bunting dikarenakan mereka puasa. Di habitatnya, ular sanca yang
bunting dapat puasa selama 6-8 minggu sedangkan ular boa dapat puasa hingga lebih dari 9
bulan. Sehingga induk ular akan memanfaatkan seluruh deposit lemak yang dimilikinya untuk
dapat bereproduksi dan tetap bertahan hingga masa mengeram selesai.
Kebutuhan energi bereproduksi.
Energi yang tinggi diperlukan untuk ular betina bereproduksi. Energi tersebut digunakan
ntuk pematangan folikel, vitellogenesis, regulasi hormon, dan alokasi energi untuk menghangatkan
lingkungan sarang pada saat mengerami telur-telurnya. Energi yang diperlukan didapatkan dari
hasil metabolisme cadangan lemak yang dimilikinya dan dari asupan yang didapat sebelum masa
perkawinan. Hal ini menjadi alasan mengapa ular betina yang siap bereproduksi nafsu makannya
sangat meningkat. Jumlah dan ukuran telur dan anakan yang dihasilkan sangat dipengaruhi besar
makanan yang didapatkan induk sebelum memulai masa kawin. Oleh karenanya pada habitat
dimana melimpah makanannya, populasi kelompok ular akan sangat tinggi dan habitat dimana
populasi predator rendah akan menyebabkan jumlah telur dan anakan yang dihasilkan akan jauh lebih
tinggi dibandingkan habitat yang populasi predatornya masih tinggi, walaupun sumber makanan
rendah. Fenomena ini telah teruji pada laboratorium dimana keterlimpahan sumber makanan di
habitat dapat mempengaruhi hasil reproduksi.
Regulasi hormonal
Hormon reproduksi utama pada ular betina adalah progesteron (P4), estradiol (E2) salah satu
macam estrogen dan oksitosin (OT). Selain itu, siklus perkembangan dari ovarium sangat erat
hubungannya dengan aktivitas hipofise yang mempengaruhi hormon-hormon gonad dan juga
dipengaruhi oleh hormon tiroid serta sekresi korteks adrenal.
Kerja dari progesteron pada mamalia telah dipelajari pada alat-alat reproduksi betina
(ovarium, saluran reproduksi, kelenjar susu) dan otak, dimana P4 berfungsi sebagai regulator dan
modulator yang saling berhubungan dengan estradiol. Pada satwa non-mamalia, kerja hormon P4
belum dapat dipastikan terlibat pada proses ovulasi. Akan tetapi pada satwa non-mamalia P4
dipublikasikan dapat berfungsi mempersiapkan oviduk dalam penerimaan sperma, menginduksi
pemetangan ovum yang belum matang, memberikan negative feed back kepada hipofise guna
menurunkan sekresi gonadotropin (GTP) untuk membatasi jumlah ovum yang akan dimatangkan,
menginduksi sekresi albumin untuk telur, menurunkan kontraksi otot oviduk dan memfasilitasi
proses pembentukkan cangkang telur. Kerja dari P4 dapat saja sinergis dengan kerja E2, tetapi dapat
juga berlawanan tergantung dari rasio hormon, waktu sekresi dan kondisi fisiologis tubuh. Pengaruh
dari corpus luteum (CL) terhadap proses pematangan ovum sampai pelepasan telur disajikan pada
Gambar 8.
Estradiol berfungsi dalam kerja hati pada proses vitellogenesis dimana hati mengubah lipid
dalam tubuh menjadi vitellogenin sebagai bahan dasar kuning telur. Diketahui pula peran E2
pada beberapa reptil seperti buaya, kadal dan kura-kura / penyu dimana terlihat jelas pada proses
penentuan jenis kelamin anakan masa embrional dalam telur.
Jadi, ada tiga hormon yang secara langsung mempengaruhi reproduksi pada ular.
Progesteron mempengaruhi oviduk berperan sebagai inhibitor kontraksi otot-otot oviduk ,
persiapan menerima sperma, dan stimulator kelenjar aksesorius pada oviduk, serta mempengeruhi
ovarium dalam membantu pematangan ovum yang belum matang juga mempengaruhi hipofise
sebagai negative feed back sekresi dari GTP dalam proses pematangan ovum. Estradiol
mempengaruhi ovarium dalam proses pematangan folikel dan ovum serta penentuan jenis
kelamin pada masa embrional. Oksitosin mempengaruhi oviduk berperan dalam proses partus /
pengeluaran telur.
Siklus lemak dan pematangan folikel
Corpus luteum dimiliki oleh semua hewan bertulang belakang. Terdapat 2 tipe yaitu,
corpus luteum atresia (CLA) dan corpus luteum ovulasi (CLO). Corpus luteum atresia
terbentuk dari oosit yang telah matang tetapi tidak mengalami ovulasi kemudian membentuk CLA,
sehingga CLA selalu ditemukan dalam siklus reproduksi betina. Corpus luteum ovulasi berasal dari
folikel yang telah mengalami ovulasi dan terjadi pembuahan.
Ovum yang telah matang terdiri atas sel ovum dan kuning telur. Vitellogenesis (proses
produksi kuning telur / egg yolk) umumnya berhubungan dengan ketersediaan stok lemak pada
betina. Betina yang kurus / kurang bobot badannya, proses vitellogenesis tidak akan terjadi dan sang
induk menjadi infertil. Namun demikian, betina yang defisiensi deposit lemaknya tetap dapat
menghasilkan ovum dalam jumlah yang lebih sedikit atau ovum dengan viabilitasnya yang buruk.
Oleh karenanya inilah yang menjadikan alasan kenapa secara alami, ketika mendekati musim kawin,
betina yang siap kawin lebih banyak makan.
Pematangan folikel adalah proses pembentukan folikel-folikel di germinal epitel dari ovarium
yang kemudian melepaskan ovum yang telah matang. Proses pematangan folikel sangat dekat
hubungannya dengan siklus lemak, dimana siklus lemak adalah proses pembentukan dan
penambahan dari jumlah lemak tubuh diikuti proses vitellogenesis yang mengakibatkan penurunan
dari bobot badan. Gambaran tahap-tahap pematangan folikel dan siklus lemak.
Tahap dari pematangan folikel (sel telur yang dikelilingi sel folikel) dimulai dengan kehadiran
folikel kecil yang belum berkembang di ovarium. Kemudian folikel-folikel tersebut membesar
ukurannya dan dilanjutkan dengan proses vitellogenesis. Ketika telah matang, folikel-folikel tersebut
akan melepaskan ovum yang akan memasuki oviduk melalui corong oviduk. Bila betina kawin,
ovum yang telah memasuki oviduk akan terbuahi oleh sperma dan dilanjutkan dengan pemberian
dinding / membran dan cangkang telur. Pada ular sanca, pemberian dinding telur terjadi setelah
pembuahan ovum sedangkan pada ular-ular yang tergolong ovovivipar pemberian dinding sebelum
pembuahan ovum.
Siklus lemak dan pematangan folikel pada ular dimulai dengan pematangan folikel
berukuran yang sangat kecil pada saat mendekati musim kawin. Folikel-folikel tersebut
berkembang dan membesar ukurannya akan tetapi belum dapat terpalpasi. Setelah folikel matang,
ovum didalamnya mengalami pematangan bersamaan dengan akumulasi kuning telur dari
cadangan lemak tubuh. Kemudian setelah folikel-folikel telah matang, ovum dilepaskan dan
memasuki oviduk. Folikel yang telah melepaskan ovum berkembang menjadi CL yang berperan
dalam mengatur jumlah ovum yang akan dilepaskan dalam satu periode reproduksi. Ular yang
telah mendapatkan pasangannya melakukan kopulasi. Pada ular sanca, ovulasi terjadi setelah
kopulasi sedangkan beberapa spesies lainnya ovum telah dilepaskan dan menunggu dibuahi di
oviduk. Setelah terjadi fertilisasi dan kemudian induk ular bunting. Setelah menemukan lokasi
yang tepat, induk mengeluarkan telur-telurnya (ular-ular sanca) atau melahirkan anakannya (ular-ular
boa). Betina yang telah menyelesaikan tugasnya sebagai induk menjadi sangat kurus karena deposit
lemak tubuh telah terpakai sejak masa bunting (ular-ular boa dan sanca) dan mengeram (ular-ular
sanca). Betina tersebut tidak dapat memulai siklus pematangan folikel hingga deposit lemaknya
terisi kembali. Ular kembali menumpuk lemak tubuhnya dengan memakan mangsanya. Setelah
lemak tubuhnya terisi kembali, betina tersebut telah siap untuk memulai siklus berikutnya.
Siklus lemak yang sangat bergantung pada kuantitas lemak yang terkumpul dalam tubuh,
dimana dipengaruhi oleh asupan makanan, sangat jelas mempengaruhi proses pematangan folikel dan
ovum. Sehingga, reproduksi pada ular sangat bergantung pada makanan.
Perkawinan
Umumnya, perkawinan pada ular ditentukan oleh betina. Betina yang telah siap kawin
akan memberikan tanda-tanda diawali dengan adanya sekresi feromon yang dapat dideteksi oleh
jantan. Setiap tahunnya tidak semua betina produktif dapat bereproduksi. Hal ini disebabkan oleh
kesiapan betina untuk dapat kawin dan bereproduksi terhadap pengaruh asupan makanan dan
lingkungan. Akan tetapi, normalnya ular sanca dapat bereproduksi setahun sekali.
Fisiologi Kebuntingan
Beberapa aktifitas CL dengan mensekresi P4 antara lain; merangsang oviduk untuk
persiapan penerimaan sperma, merangsang pematangan ovum-ovum lainnya dan proses ovulasi
selanjutnya, merangsang oviduk dan kelenjar aksesoris untuk melengkapi telur dengan albumin
dan cangkang, inhibisi / Negative feed back ke hipofise sehingga menurunkan sekresi Gonadotropin
(GTP) untuk mencegah pematangan oosit berlebihan, inhibisi ke oviduk untuk mengurangi motilitas
oviduk berhubungan dengan mengurangi resiko retensio dari telur-telur dan menyusun telur-telur
yang ada agar mudah dalam mengeluarkannya, merangsang oviduk sebagai persiapan dalam
menerima telur-telur yang sudah dibuahi agar selama dalam oviduk telur tetap mendapatkan nutrisi.

Lama waktu kebuntingan antara 65-105 hari, sedangkan lama waktu kebuntingan ular betina
di penangkaran antara 2,0-4,5 bulan. Induk yang bunting akan lebih sering berjemur / basking.
Perilaku basking ini dapat mempengaruhi lama periode kebuntingan induk ular. Periode kebuntingan

yang panjang memerlukan suhu basking yang diperlukan antara 19- 31 0C sedangkan suhu basking

untuk periode kebuntingan pendek antara 25- 31 0C . Ketika masa menetas tiba, induk telah pergi
meningggalkan sarangnya dan proses perobekan cangkang telur dilakukan sendiri oleh anakan-
anakan yang akan lahir. Anakan yang pertama menetas akan menstimulasi telur-telur untuk menetas.
Proses fisiologi yang terjadi Pada anakan ular sampai ular dewasa
sistem pernapasan
Sistem pernapasan ular meliputi trakea (tenggorokan), bronkus, paru-paru, dan kantung udara.
Trakea berasal di belakang rongga mulut, dan berakhir di dekat jantung, dimana cabang menjadi dua
bronkus. Bronkus kiri mengarah ke paru-paru kiri, yang sangat kecil atau sama sekali vestigial.
Organ sisa kecil, merosot, dan tidak berfungsi.
Bronkus kanan mengarah ke paru-paru kanan, yang memanjang. Bagian depan dari paru-paru
adalah pembuluh darah (dengan pembuluh darah) dan fungsi dalam pertukaran gas, tetapi paruh
kedua paru-paru adalah avascular (tanpa pembuluh darah) kantung udara yang meluas ke daerah
ekor. Kantung udara melakukan fungsi hidrostatik di sebagian besar ular, mengatur tekanan di dalam
rongga tubuh. Karena ular tidak memiliki diafragma, udara masuk dan keluar paru-paru karena aksi
otot tubuh dan gerakan tulang rusuk.
sistem pencernaan
Sistem pencernaan terdiri dari kerongkongan, lambung, usus kecil, usus besar, dan kelenjar.
Kerongkongan berjalan berdekatan dengan kantung udara dari faring, atau tenggorokan, ke perut.
Pada mamalia, esofagus sangat berotot dan bergerak makanan ke perut. Pada ular, namun, esofagus
memiliki sangat sedikit otot dan makanan pindah ke perut lainnya gerakan seluruh tubuh.
Persimpangan antara esofagus dan perut tidak didefinisikan dengan baik, dan perut itu sendiri tidak
sangat maju.

Hal ini pendek dan sempit dengan lipatan memanjang interior untuk meningkatkan luas
permukaan untuk pencernaan dan penyerapan. Usus kecil adalah juga relatif sederhana. Mungkin ada
beberapa loop atau lipatan, tetapi untuk sebagian besar itu adalah tabung panjang yang menerima
makanan dari lambung, menyerap nutrisi dari itu, dan transport ke usus besar, atau usus besar. Usus
kemudian membawa kotoran untuk pembukaan kloaka mana dibuang. Kloaka adalah ruang umum,
menerima produk dari pencernaan, berkemih, dan sistem reproduksi.

Hati, kandung empedu, dan pankreas semua yang berkaitan dengan sistem pencernaan. Hati
adalah organ terbesar dalam ular, mengisi ruang antara jantung dan perut. Salah satu dari banyak
fungsi hati adalah untuk menghasilkan empedu, enzim pencernaan. Kandung empedu dan limpa
ditemukan dekat ujung posterior hati. Empedu kandung empedu toko yang diproduksi oleh hati dan
rilis ke dalam usus kecil bila diperlukan. Pankreas juga mensekresi enzim pencernaan ke dalam usus
kecil, serta memproduksi hormon yang mengatur gula darah.

sistem kardiovaskular

Dua atrium dan satu ventrikel membentuk jantung tiga bilik ular. Hak dan atrium kiri menerima
darah dari paru-paru dan tubuh masing-masing, dan menyebarkannya ke ventrikel untuk diedarkan
lagi. Terbungkus dalam kantung, yang disebut perikardium, jantung terletak di percabangan dari
bronkus. Jantung mampu bergerak, namun, karena kurangnya diafragma.

Penyesuaian ini melindungi jantung dari kerusakan potensial ketika mangsa tertelan besar
melewati kerongkongan. Limpa melekat pada kandung empedu dan pankreas dan berfungsi untuk
menyaring darah dan mendaur ulang sel darah merah tua. Kelenjar timus terletak di jaringan lemak di
atas jantung dan bertanggung jawab untuk pematangan sel kekebalan khusus dalam darah.

sistem endokrin

Sistem endokrin terdiri dari kelenjar yang mengeluarkan hormon penting untuk fungsi tubuh
normal. Ular memiliki kelenjar endokrin yang sama seperti mamalia. Beberapa contoh adalah tiroid,
paratiroid, dan kelenjar adrenal. Kelenjar tiroid terletak di daerah tenggorokan bertanggung jawab
untuk pertumbuhan dan perkembangan, seperti shedding normal kulit.

Paratiroid adalah struktur dipasangkan berlokasi dekat tiroid dan membantu dalam metabolisme
kalsium. Kedua kelenjar adrenal yang terletak di wilayah ekor, tergantung di sebuah mesenterium
(lembar membran melampirkan organ ke dinding tubuh) dekat organ reproduksi. Mereka
mengeluarkan hormon epinefrin (adrenalin) yang meningkatkan denyut jantung dan pernapasan saat
hewan tersebut dalam situasi berbahaya.

sistem urogenital

Ginjal adalah organ yang bertanggung jawab untuk output urin. Pada ular, ginjal memanjang,
dan ginjal kanan terletak lebih dekat ke kepala dari kiri. Organ-organ ini menyaring darah dan
mengeluarkan produk sisa, yang kemudian terkonsentrasi dan diangkut, melalui ureter, untuk kloaka.
Ureter adalah tabung berongga untuk mengangkut urin. Pada mamalia, ureter bermuara di kandung
kemih dimana urin disimpan dan kemudian dikeluarkan melalui tabung lain yang disebut uretra.
Karena ular tidak memiliki kandung kemih, kencing tidak disimpan, dan ureter kosong langsung di
kloaka.

Gonad pasangan, testis pada pria dan indung telur pada wanita, yang terletak di cara yang sama,
dengan hak yang lebih dekat ke kepala dari kiri. Mereka juga terletak dekat ke kepala dari ginjal. Pada
wanita, ovarium dekat saluran telur, yang membawa telur ke rahim sebelum mereka memasuki
kloaka. Beberapa ular yg menelur (bertelur) dan beberapa vivipar (memiliki kelahiran hidup).

Pada mamalia, laki-laki memiliki dua saluran yang terkait dengan setiap teste epididimis dan
duktus deferens. Ular tidak memiliki epidiymides dan sperma hanya diangkut dari teste melalui
duktus deferens ke kloaka. Laki-laki ini juga memiliki organ yang disebut hemipenis yang terletak
di belakang pembukaan kloaka. Para hemipenis dipasangkan organ kelamin, dan mereka berdua
berfungsi penuh, meskipun hanya satu per satu digunakan untuk mentransfer sperma ke betina. Para
hemipenis yang terkait erat dengan kelenjar bau, atau kelenjar musk, yang juga hadir pada wanita.

Kelainan Reproduksi ular

a. Distokia adalah ganguan reproduksi pada betina berupa kesulitan dalam partus atau
pengeluaran telur dari saluran reproduksi (oviduk). Secara etiologi, distokia dibagi menjadi
2 yaitu obstruktif dan non obstruktif. Penyebab terjadinya distokia obstruktif adalah
abnormalitas dari fetus dan induk. Ukuran telur yang terlalu besar dan kelainan anatomis dari
telur / fetus dikategorikan dalam abnormalitas fetus, sedangkan abnormalitas induk terkait
dengan penyempitan pada oviduk, abses, corpus alienum dan cystic calculi. Penyebab dari
distokia non obstruktif adalah infeksi, kesalahan dalam manajemen penangkaran (tidak
tersedianya sarang untuk bertelur, malnutrisi dan dehidrasi) dan kondisi fisik induk yang
buruk / ketidakmampuan oviduk berkontraksi.
b. Prolapsus hemipenis pada ular adalah ketidakmampuan pejantan untuk menarik kembali salah
satu atau keseluruhan dari hemipenisnya. Secara etiologi, prolapsus hemipenis dibagi
menjadi 2 yaitu :

1. Ketidakmampuan Musculus retractor hemipenis untuk menarik kembali hemipenis.


2. Hemipenis tidak dapat masuk kembali dikarenakan adanya
pembengkakan.
Hemipenis yang mengalami prolapsus akan terjadi pembengkakkan karena terkumpul
darah, sehingga menyumbat kloaka. Pada kasus ini, hemipenis akan dengan cepat
terkontaminasi oleh kotoran-kotoran dari kandang, bila ada nekrose akibat gesekan dapat
terjadi infeksi bahkan pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian (Mader 2006; Ross dan
Marzec 1990).
Tehnik pembedahan dipakai dalam penanganan kasus prolapsus hemipenis dikarenakan
pembengkakkan. Pemantauan persembuhan / pasca pembedahan pada kasus ini sangat
penting, hingga pejantan dapat kembali bereproduksi. Sedangkan penanganan kasus prolapsus
hemipenis dikarenakan ketidakmampuan Musculus retractor hemipenis untuk menarik
kembali hemipenis berupa terapi pemberian preparat kalsium (Ca2+). Untuk dapat
berkontraksi, otot membutuhkan Ca2+. Terbukti, pada saat otot berkontraksi, konsentrasi
2+
Ca dalam sitoplasma meningkat. Mekanisme tersebut terjadi karena pembukaan kanal
dari Ca2+ (Murray et all. 1990). Dalam mekanisme kontraksi otot, Ca2+ dibutuhkan
untuk memberikan arus sinaptik dan mensekresikan asetilkolin sebagai neurotransmitter pada
motor end plate dan proses terikatnya kepala dari filamen miosin dengan filamen aktin
pada serabur-serabut otot tersebut. Proses terikatnya filamen miosin dengan filamen aktin
dapat berlangsung lebih dari 5 kali dan dibutuhkan 500 kepala filamen miosin yang berikatan
dengan filamen aktin untuk mengkontraksikan otot sebesar 10 nm (Koolman dan Rohm
1994). Kesimpulannya, defisiensi dari Ca2+ dapat mengakibatkan ketidak mampuan otot
untuk berkontraksi. Sehingga, asupan Ca2+ dapat membantu mengembalikan proses
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai