PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Mengetahui dan memahami tentang Hipoksik Iskhemik Ensefalopati (HIE)
1.3 Manfaat
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai Hipoksik Iskhemik
Ensefalopati (HIE)
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
2
- Faktor Kelainan fetus dan neonatus: anemia, perdarahan, hidrops,
infeksi, pertumbuhan janin terhambat (intrauterine growth retardation),
serotinus.
2.1.3 Patogenesis
Beberapa menit setelah fetus mengalami hipoksia total, terjadi bradikardia,
hipotensi, turunnya curah jantung dan gangguan metabolik seperti asidosis
respiratorius. Respon sistim sirkulasi pada fase awal dari fetus adalah peningkatan
aliran pintas melalui duktus venosus, duktus arteriosus dan foramen ovale, dengan
tujuan memelihara perfusi dari otak, jantung dan adrenal, hati, ginjal dan usus
secara sementara.
Patologi hipoksia-iskemia tergantung organ yang terkena dan derajat berat-
ringan hipoksia. Pada fase awal terjadi kongesti, kebocoran cairan intravaskuler
karena peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan pembengkakan sel
endotel merupakan tanda nekrosis koagulasi dan kematian sel. Kongesti dan
petekie tampak pada perikardium, pleura, timus, jantung, adrenal dan meningen.
Hipoksia intrauterin yang memanjang dapat menyebabkan Periventicular
leukomalacia (PVL) dan hiperplasia otot polos arteriole pada paru yang
merupakan predesposisi untuk terjadi hipertensi pulmoner pada bayi. Distres nafas
yang ditandai dengan gasping, dapat terjadi akibat aspirasi bahan asing dalam
cairan amnion (misalnya mekonium, lanugo dan skuama).
Kombinasi hipoksia kronik pada fetus dan cedera hipoksik-iskemik akut
setelah lahir akan menyebabkan neuropatologik khusus dan hal tersebut
3
tergantung pada usia kehamilan. Pada bayi cukup bulan akan terjadi nekrosis
neuronal korteks (lebih lanjut akan terjadi atrofi kortikal) dan cedera iskemik
parasagital. Pada bayi kurang bulan akan terjadi PVL (selanjutnya akan menjadi
spastik diplegia), status marmoratus basal ganglia dan IVH. Pada bayi cukup
bulan lebih sering terjadi infark fokal atau multifokal pada korteks yang
menyebabkan kejang fokal dan hemiplegia jika dibandingkan dengan bayi kurang
bulan.
2.1.4 Diagnosa
Manifestasi Klinis
Tanda hipoksia pada fetus dapat diidentifikasi pada beberapa menit hingga
beberapa hari sebelum persalinan. Retardasi pertumbuhan intrauterin dengan
peningkatan tahanan vaskular merupakan tanda awal hipoksia fetus. Asidosis
terjadi akibat komponen metabolik atau respiratorik. Terutama pada bayi
menjelang aterm, tanda-tanda hipoksia janin merupakan dasar untuk memberikan
oksigen konsentrasi tinggi pada ibu dan indikasi untuk segera mengakhiri
kehamilan untuk mencegah kematian janin atau kerusakan SSP.
Pada saat persalinan, air ketuban yang berwarna kuning dan mengandung
mekoneum dijumpai pada janin yang mengalami distres. Pada saat lahir, biasanya
terjadi depresi pernafasan dan kegagalan pernafasan spontan. Setelah beberapa
jam kemudian, bayi akan tampak hipotonia atau berubah menjadi hipertonia berat
atau tonus tampak normal.
American Medical Association pada tahun 1976 menerbitkan modifikasi
pembagian ensefalopati hipoksik iskemik menurut Sarnat dan Sarnat pada bayi
aterm (>36 minggu) yang sampai sekarang masih dipergunakan. 6
4
Refleks Hiperaktif Hiperaktif Tidak ada
Tendon/
Klonus
Myoclonus Tampak Tampak Tidak tampak
Refleks Moro Kuat Lemah Tidak ada
Pupil Midriasis Miosis Tidak
beraturan,
refleks cahaya
lemah
Kejang Tidak ada Sering terjadi Decerebrate
EEG Normal Voltage rendah Burst
yang berubah suppesion to
dengan kejang isoelektrik
Durasi <24 jam 24 jam -14 hari Beberapa hari
hingga minggu
Hasil Akhir Baik Bervariasi Kematian
5
1-7, 13, 14
Manifestasi klinis pada organ lainnya tersebut adalah sebagai berikut:
1. Ginjal
Oliguria-anuria, hematuria, proteinuria. Waspadailah kemungkinan
timbul acute tubular necrosis (ATN), dan gagal ginjal akut.
2. Sistem kardiovaskuler
Hipotensi, tricuspid insufficiency, nekrosis, iskemik miokardial, disfungsi
ventrikuler, syok, gagal jantung congesif
3. Paru
Edema paru-paru, pendarahan paru-paru (shock lung), respiratory
distress syndrome, meconeal aspiration syndrome, dan persistent
pulmonary hypertension.
4. Sistem saluran cerna
Fungsional intestinal obstruction, paralytic ileus, ulkus, perforasi
atau necrotizing enterocolitis.
5. Metabolik
Asidosis, hipoglikemi, hipokalsemi, hiponatremi, syndrome of
inappropriate antidiuretic hormone (SIADH),
6. Hepar
Gangguan fungsi liver, pembekuan darah, metabolisme bilirubin, albumin
dan shock liver.
7. Hematologi
Pendarahan-pendarahan, disseminated intravascular coagulation (DIC).
8. Kematian otak (brain death).
Tidak ada satu tes darah yang spesifik untuk mendiagnosis asfiksia
perinatal.5 Pada pH<7.0 secara klinis menimbulkan asidosis, tetapi belum pasti
cedera hipoksik telah terjadi. Nilai apgar menurut AAP/ACOG tidak bisa
digunakan sebagai bukti bahwa kerusakan neurologi karena hipoksia yang
diakibatkan cedera saraf atau penatalaksanaan intrapartum yang tidak optimal
tetapi dapat membantu menentukan tingkat asfiksia.9
6
Tabel 2. Skor Apgar.12
Tanda 0 1 2
Frekuensi Tidak ada <100 x/menit >100 x/menit
jantung
Usaha Tidak ada Lambat, tidak Menangis kuat
Bernafas teratur
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksi Gerakan aktif
sedikit
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Reaksi melawan
Warna Seluruh Tubuh kemerahan, Seluruh tubuh
tubuh ekstremitas biru kemerahan
biru/pucat
Kriteria :
Pemeriksaan CT scan, MRI relatif tidak sensitif pada fase awal, dikatakan
pemeriksaan tersebut bermanfaat untuk menegakkan diagnosis struktural pada
fase lanjut dan pemeriksaan tersebut tidak rutin dilakukan.
Pemeriksaan penunjang untuk HIE, sebagai berikut :
7
2. Kelainan USG: Dapat mendeteksi perdarahan. USG kurang baik untuk
mendeteksi kerusakan kortikal. Lesi baru terlihat setelah 2-3 hari terjadi
kelainan.
3. CTScan: Hipodensitas baru tampak setelah 10-14 hari terjadi kelainan. Resiko
terjadi kematian atau kecacatan neurologi berat berkisar 82% pada bayi yang
memperlihatkan hipodensitas berat atau perdarahan berat. Pemerikasaan ini
kurang sensitive karena pada parenkim otak bayi terdapat kandungan cairan
dan kandungan protein yang tinggi.
4. Magnetic resonance imaging: Dapat memperlihatkan struktur otak dan
fungsinya dan sangat sensitif untuk memprediksi prognosis penyakit.Pada MRI
HIE pada substansia grisea pada korteks akan memperlihatkan karakteristik
hipersensitifitas T1 dan intensitas T2 tergantung pada saat diambilnya
gambaran MRI dan patologi yang dominan menyertai. Lesi iskemia pasa
susbstansia alba menghasilkan hiposensiti T1 dan hipersensiti T2 terutama
pada kapsula interna bagian posterior yang menyebabkan edema. Pemeriksaan
ini bisa dilakukan antara 24 jam hingga 8 hari paska edema.
5. Somatosensory evoked potential: terdapat hubungan erat antara hasil akhir
dengan SEP. Bayi dengan hasil akhir normal juga mempunyai hasil SEP yang
normal pada usia < 4 hari, sebaliknya bayi dengan SEP abnormal pada usia < 4
hari akan mempunyai kelainan pada pengamatan di usia selanjutnya.
2.1.6 Penatalaksanaan
8
untuk menyediakan bahan yang adekuat bagi metabolisme otak.
6. Kadar kalsium harus dipertahankan dalam kadar yang normal.
7. Atasi kejang. Bila ada kejang maka phenobarbital adalah obat pilihan.
Dosis awal 20mg/kg dan jika diperlukan dapat ditambahkan 10mg/kg
hingga 40-50mg/kg/hari intravena. Fenitoin dengan dosis awal 20mg/kg
atau lorazepam 0,1mg/kg dapat digunakan untuk kejang yang bersifat
refrakter. Kadar fenobarbital dalam darah harus dimonitor dalam 24 jam
setelah dosis awal dan terapi pemeliharaan dimulai dengan dosis
5mg/kg/hari.
8. Mencegah timbulnya edema cerebri. Tujuan utama untuk mencegah
timbulnya edema cerebri dengan cara mencegah overload dari cairan.
Restriksi cairan dengan pemberian 60 mL/kg BB per hari. Waspadailah
bayi kemungkinan timbul SIADH (Syndrome Inappropriate Anti Deuretic
Hormon).
c. Pengobatan potensial untuk mencegah kematian saraf secara lambat
(delayed neural death).1-7
d. Mencegah pembentukan radikal bebas yang berlebihan serta neuroprotektor
dengan memberikan allopurinol.1-5, 7
e. Pengobatan supportive untuk organ-organ lainnya yang mengalami kelainan.
2.1.7 Prognosis
Penderita yang mengalami HIE, prognosisnya bervariasi, ada yang sembuh total,
cacat atau meninggal dunia. Pada stadium ringan umumnya sembuh total, pada
stadium sedang 80% normal, sisanya timbul kelainan bila gejalanya tetap ada
lebih dari 5-7 hari. Prognosisnya buruk apabila1,8 :
9
4. Kelainan neurologi yang persisten pada 1-2 minggu saat dipulangkan, 51
% akan timbul epilepsi
5. Adanya oligouria persisten
6. Mikrosefali pada 3 bulan pertama setelah lahir
7. Adanya kelainan EEG sedang sampai berat
8. Adanya kelainan CT Scan berupa perdarahan berat, leukomalasia
periventrikuler (PVL) atau nekrosis
9. Kelainan MRI yang timbul 24-72 jam pertama setelah lahir.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
11