LAPORAN KASUS
Disusun Oleh :
Kelompok 3B
Pembimbing :
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Umur : 61 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Desa Kalisari, Kecamatan Losari, Cirebon
Pekerjaan : Buruh Tani
Status marital : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SD
Tanggal pemeriksaan : 10 November 2014, Senin
No. Rekam Medik : 749891
II. Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis dan aloanamnesis pada tanggal 10
November 2014.
IV. Resume
Pasien wanita, 61 tahun datang ke Poli Mata RSUD Waled dengan keluhan
OD terasa nyeri sejak 2 bulan yang lalu. OD nyeri disertai tidak dapat
melihat jelas secara tiba-tiba, sakit kepala dan mata terasa kencang yang
hilang timbul sepanjang hari. Pasien mudah merasa silau. Keluhan tidak
membaik dengan istirahat dan pengobatan. Mual dan muntah, mata merah
(-). Pasien memiliki riwayat Hipertensi.Pasien sering terpapar sinar matahari
saat bekerja. Pasien sering minum jamu.
Pada pemeriksaan didapatkan visus OD / 60 dan OS 4/5 / 60, COA OD
dangkal, lensa ODS keruh, Shadow test ODS (+), palpasi TIO ODS keras,
peningkatan TIO OD 35 mmHg, penyempitan lapang pandang ODS, dan
penurunan visus ODS.
V. Diagnosis Banding
Glaukoma sudut tertutup primer ODS dengan Katarak Senilis Imatur ODS
Glaukoma sudut tertutup sekunder ODS et causa Katarak Senilis Imatur
ODS
VIII. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad malam
Quo ad sanationam : ad bonam
IX. Edukasi
1. Hindari emosi berlebih, membaca atau melihat dekat
2. Hindari pemakaian obat, obat antihistamin dan antispasme
3. Menggunakan kacamata dan menghindari terkena sinar matahari
langsung
4. Menggunakan kacamata
5. Pola hidup sehat dan pemantauan serta pengobatan hipertensi teratur
6. Mengurangi konsumsi jamu-jamuan
7
PEMBAHASAN TEORI
1. Glaukoma
7
8
3. Glaukoma Sekunder
Tekanan intraokular pada glaukoma sekunder biasanya
meningkat karena tersumbatnya jalinan trabekula. Jalinan
trabekula dapat tersumbat oleh (James, 2006):
a. Darah (hifema) setelah trauma tumpul
b. Sel-sel radang (uveitis)
c. Pigmen dari iris (sindrom dispersi pigmen)
d. Deposisi bahan yang dihasilkan oleh epitel lensa, iris, dan
badan siliar, pada jalinan trabekula (glaukoma
pseudoeksfollatif)
e. Obat-obatan yang meningkatkan resistensi jaringan
(glaukoma terinduksi steroid)
2. Katarak
2.1 Definisi Katarak
Katarak didapat:
a. Katarak Senilis
Katarak senilis adalah bentuk katarak yang paling sering
(90% dari katarak). Sekitar 5% dari umur 70 tahun dan 10% dari
umur 80 tahun menderita katarak yang memerlukan operasi
(Lang, 2006).
b. Katarak Nuklear
Pada dekade keempat kehidupan, tekanan perifer lensa
produksi serat menyebabkan pengerasan seluruh lensa,
khususnya nukleus (Lang, 2006).
Nukleus mengambil warna coklat kekuningan (brunescent
nuklear cataract) dan dapat berubah menjadi warna hitam (black
cataract). Karena peningkatan daya bias lensa, katarak nuklir
menyebabkan lenticularmyopia dan kadang-kadang
menghasilkan kedua fokus titik dalam lensa dengan diplopia
monokular. Nuklir katarak berkembang sangat lambat (Lang,
2006).
c. Katarak Kortikal
Katarak kortikal adalah kekeruhan pada korteks lensa.
Perubahan hidrasi serat lensa menyebabkan terbentuknya celah-
celah dalam pola radial di sekeliling daerah ekuator. Katarak ini
cenderung bilateral, tetapi sering asimetrik. Derajat gangguan
fungsi pengelihatan bervariasi, tergantung seberapa dekat
22
Katarak kongenital:
Katarak kongenintal adalah suatu keadaan dimana lensa
menjadi keruh selama kehidupan dalam rahim. Sekalipun kelainan
ini biasanya ditentukan secara genetik pada tahun 1941 Gregg
melihat bahwa anak-anak dan ibu yang menderita campak Jerman
23
f. Katarak Sentral
Katarak sentral merupakan katarak halus yang terlihat pada
bagian nucleus embrional. Katarak ini terdapat 80% orang
normal dan tidak mengganggu tajam pengelihatan (Ilyas, 2008).
ANALISIS KASUS
1.2 Anamnesa
Dari anamnesis didapatkan nyeri pada bola mata kanan yang disertai
penglihatan tidak jelas tiba-tiba sejak 2 bulan yang lalu yang disertai nyeri
pada bola mata dan sakit kepala. Data riwayat penyakit sekarang tersebut
menggambarkan perjalanan penyakit yang saat ini dialami oleh pasien.
35
36
1.6 Tatalaksana
Pengobatan glaukoma pada pasien ini ditujukan untuk menurunkan
tekanan bola mata dimana peningkatan tekanan ini secara berangsur-angsur
dapat mengakibatkan rusaknya papil nervus optik. Pada pasien ini juga
dianjurkan untuk melakukan trabekulotomi dan Small Incision Catharac
Extraction, sebagai penatalaksanaan glaukoma dan katarak yang dialaminya.
SICS dipilih sebagai tatalaksana atas dasar pertimbangan ketersediaan
sarana dan prasarana dan komplikasi yang minimum. Tujuan
penatalaksanaan glaukoma sekunder adalah untuk menurunkan TIO dan
mengobati kausa penyakit. Terapi berupa ekstraksi lensa apabila TIO telah
terkontrol secara medis.
1. Farmakoterapi
Terapi farmaka dilakukan untuk menurunkan TIO secara cepat untuk
mencegah kerusakan yang lebih jauh pada nervus optikus, untuk
menormalkan kornea, dan mencegah terjadinya pembentukan sinekia.
Reduksi TIO dibutuhkan untuk mempersiapkan pasien untuk iridotomi
laser untuk mengatasi blok pupil yang menyebabkan glaukoma. Tujuan
farmakoterapi adalah untuk menurunkan morbiditas dan untuk mencegah
komplikasi.
a. Inhibitor Karbonik Anhidrase
Karbonik Anhidrase adalah suatu enzim yang ditemukan di
banyak jaringan tubuh, termasuk mata. Katalisasi suatu reaksi
reversibel dimana karbon dioksida menjadi hidrasi dan asam karbonat
40
2. Nonfarmakoterapi (Pembedahan)
Pengobatan glaukoma hanya dengan pembedahan. Tindakan
pembedahan harus dilakukan pada mata dengan sudut sempit karena
serangan akan berulang lagi pada satu saat. Tindakan pembedahan
dilakukan bila TIO sudah terkontrol, mata tenang dan persiapan
pembedahan sudah cukup. Tindakan pembedahannya adalah
trabekulektomi. Trabekulektomi merupakan pilihan yang baik bagi
pasien yang mengalami perburukan meskipun telah menjalani terapi
medis. Ekstraksi lensa merupakan terapi definitif, dilakukan segera
setelah tekanan intraokular terkontrol secara medis dan terapi steroid
topikal telah mengurangi peradangan intraokular.
1.7 Prognosis
Pada pasien, prognosis quo ad vitam ad bonam jika pasien segera
menjalani trabekulektomi untuk menurunkan tekanan intraokulernya.
Trabekulektomi efektif dalam menurunkan tekanan intraokular terlepas dari
efek samping dan komplikasi yang mungkin ditimbulkan seperti infeksi,
hipotoni, BMD dangkal, kesalahan aliran humor akuos, hifema, katarak,
peningkatan TIO sementara, cystoid macular edema (CME), makulopati
hipotoni, efusi koroid, perdarahan suprakoroid, uveitis persisten, dan
kehilangan penglihatan, kebocoran bleb, katarak, blebitis, edoftalmitis, bleb
simtomatik, hipotoni, ptosis, dan retraksi kelopak mata. Operasi katarak dan
pergantian lensa dengan intraokular lensa juga dapat memberikan koreksi
pengelihatan pada pasien yang sudah mengalami penurunan pengelihatan
meskipun komplikasi seperti infeksi post operasi dan astigmata harus tetap
diperhitungkan.
Prognosis quo ad functionam ad malam dikarenakan fungsi
pengelihatan pasien yang telah menurun karena atrofi papil saraf optik
sebagai akibat dari glaukoma yang dideritanya. Hal tersebut tampak dari
penurunan visus dan penyempitan lapang pandang yang diderita pasien.
Prognosis quo ad sanationam ad bonam. Meskipun hasil trabekulektomi
tergantung pada berbagai faktor dan dapat sangat bervariasi, sebagai aturan
42
umum sekitar 70% dari mata yang dioperasi akan memiliki tekanan mata
yang memuaskan dan tidak ada kebutuhan untuk pengobatan satu tahun
setelah operasi. Jika tetes mata yang ditambahkan, lebih dari 90% mata akan
memiliki penurunan tekanan mata yang memuaskan. Sedangkan
kemungkinan kekambuhan katarak sangat kecil yaitu hanya sekitar 5-10%
dan umumnya terjadi pada penderita katarak usia muda.
1.8 Edukasi
Pada pasien berkaitan dengan glaukoma sudut sempit yang dideritanya
harap diperhatikan:
1. Emosi (bingung dan takut) karena dapat menyebabkan serangan akut.
2. Membaca dekat yang mengakibatkan miosis akan menyebabkan serangan
pada glaukoma, terutama glaukoma akibat blok pupil.
3. Pemakaian sipatomimetik yang dapat melebarkan pupil.
4. Pemakaian obat antihistamin dan antispasme pada glaukoma sudut
sempit dengan hipermetropi dan bilik mata dangkal.
5. Pemantauan dan pengobatan hipertensi teratur untuk mengurangi risiko
terjadinya hipertensi okular.
DAFTAR PUSTAKA
Birkholz, E.S, Oetting, T.A, Kitzmann, A.S. 2011. Posterior Polar Cataract.
EyeRounds.org (http://EyeRounds.org/cases/128-Posterior-Polar-
Cataract.htm). Diunduh pada 3 Januari 2012.
Guyton, A. C dan Hall, J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC.
Hassan, R dkk. 2007. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Ilyas, S. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Isselbacher, K.J dkk. 1999. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison Vol 1.
Jakarta: EGC.
James, B; Chew, C; dan Bron, A. 2006. Lecture Notes Oftalmologi Ed 9. Jakarta:
Erlangga.
Lang, Gerhard K. 2006. Ophthalmology : A Pocket Textbook Atlas 2nd. English:
Augenheilkunde.
Mayo Clinic. 2010. What a Cataract Looks Like. Mayo Foundation for Medical
Education and Research (MFMER)
http://www.mayoclinic.com/health/medical/IM01228. Diunduh pada 26
Desember 2011.
National Eye Institute. 2009. Facts About Cataract.
http://www.nei.nih.gov/health/cataract/cataract_facts.asp. Diunduh pada 26
Desember 2011.
Paina, D.A dan Randleman, J.B. 2008. Cataracts. eMedicineHealt
(http://www.emedicinehealth.com/cataracts/article_em.htm). diunduh pada 24
Desember 2011.
Robertson, C. 2011. Cataract Eye Drops New Technology to Treat an Old
Condition. Nj Cataract Removal Alternative Cataract Treatments
(http://njcataractremoval.com/cataract-eye-drops-new-technology-to-treat-an-
old-condition). Diunduh pada 3 Januari 2012.
Riordan-Eva, P dan Whitcher, J.P. 2010. Vaughan dan Asbury Oftalmologi
Umum Ed 17. Jakarta: EGC.
Sadler, T. W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman Ed 7. Jakarta: EGC.
Soehardjo. 2004. Kebutaan Katarak: Faktor-faktor Risiko, Penanganan Klinis, dan
Pengendalian. (http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/1029_pp0906031.pdf).
Diunduh pada 22 Desember 2011.
Snell, R. S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Ed 6. Jakarta:
EGC.
Sudoyo A.W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Ed V. Jakarta:
Interna Publishing.
Tasman, William; Jaeger, Edward A. 2011. Wills Eye Hospital Atlas of Clinical
Ophthalmology The 2nd Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
Underwood, J. C. E. 2000. Patologi Umum dan Sistemik Vol 2 Ed 2. Jakarta:
EGC.
43