Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Guillain-Barre Syndrome (GBS) adalah sindroma klinis polineuropati
demyelinasi yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai
4 minggu setelah infeksi sebelumnya. Menurut Bosch, GBS merupakan suatu
sindroma klinis yang ditandai adanya kelemahan yang terjadi secara akut
berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer,
radiks, dan nervus kranialis. Manifestasi klinis utama dari SGB adalah suatu
kelemahan yang simetris tipe lower motor neuron dari otot-otot ekstremitas,
badan dan kadang-kadang juga muka. Penyakit ini merupakan penyakit dimana
sistem imunitas tubuh menyerang sel saraf jika parah bisa menjadi kelumpuhan
Kelemahan dimulai pada bagian distal ekstremitas bawah dan dapat naik
ke arah kranial (Ascending Paralysis) dengan karakteristik adanya kelemahan
arefleksia yang bersifat progresif dan perubahan sensasi sensorik. Gejala sensorik
muncul setelah adanya kelemahan motorik Dengan usia rata-rata onset 40 tahun
yang mempengaruhi sedikit lebih laki-laki daripada perempuan dari segala usia,
ras dan kebangsaan. Insiden di seluruh dunia GBS berkisar 0,6-4,0 / 100.000
orang. Penyakit ini terdapat pada seluruh dunia dengan insidensi 1,1-1,8 per
100.000 orang dan pada anak-anak 0,34-1,34 per 100.000 orang.
Dibandingkan dengan kasus yang lebih muda, kejadian GBS meningkat
setelah usia 50 tahun dari 1,7 / 100.000 menjadi 3,3 / 100.000. Dua pertiga dari
kasus GBS berhubungan dengan infeksi sebelumnya . Kebanyakan kasus sporadis
meskipun epidemi musim panas di Cina Utara dari varian aksonal dengan
Campylobacter jejuni (C. jejuni) infeksi dilaporkan. Sementara 5% dari GBS di
Amerika Utara dan Eropa karena aksonal GBS, varian ini jauh lebih umum di
Northern China, Jepang dan sisanya dari Amerika.

1|Page
Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian, pada 3 % pasien, yang
disebabkan oleh gagal napas dan aritmia. Gejala yang terjadinya biasanya hilang 3
minggu setelah gejala pertama kali timbul. Sekitar 30 % penderita memiliki gejala
sisa kelemahan setelah 3 tahun. Tiga persen pasien dengan SGB dapat mengalami
relaps yang lebih ringan beberapa tahun setelah onset pertama. Bila terjadi
kekambuhan atau tidak ada perbaikan pada akhir minggu IV maka termasuk
Chronic Inflammantory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (CIDP). Sampai
saat ini belum ada terapi spesifik untuk SGB. Pengobatan secara simtomatis dan
perawatan yang baik dapat memperbaiki prognosisnya

BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah sindroma klinis yang menyerang
susunan saraf tepi dengan adanya kelemahan ascending , arefleksia, kehilangan
sensoris, dan kelumpuhan yang bersifat progresif dan berhubungan dengan proses
autoimun. Penyakit ini biasanya progresif satu sampai empat minggu setelah

2|Page
terinfeksi. Kelemahan dimulai pada bagian distal ekstremitas bawah dan dapat
naik ke arah kranial (Ascending Paralysis) dengan karakteristik adanya kelemahan
arefleksia yang bersifat progresif dan perubahan sensasi sensorik

2.2 Etiologi
GBS menyebabkan inflamasi dan destruksi dari myelin dan menyerang
beberapa saraf. Oleh karena itu GBS disebut juga Acute Inflammatory
Demyelinating Polyradiculoneuropathy (AIDP)
Penyebab terjadinya inflamasi dan destruksi pada GBS sampai saat ini
belum diketahui. Ada yang menyebutkan kerusakan tersebut disebabkan oleh
penyakit autoimun. Pada sebagian besar kasus, GBS didahului oleh infeksi yang
disebabkan oleh virus, yaitu Epstein-Barr virus, coxsackievirus, influenzavirus,
echovirus, cytomegalovirus, hepatitisvirus, dan HIV. Selain virus, penyakit ini
juga didahului oleh infeksi yang disebabkan oleh bakteri seperti Campylobacter
Jejuni pada enteritis, Mycoplasma pneumoniae, Spirochaeta, Salmonella,
Legionella dan, Mycobacterium Tuberculosa; vaksinasi seperti BCG, tetanus,
varicella, dan hepatitis B
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi didasarkan pada jenis serabut saraf yang terlibat ( motorik atau
sensorik), cedera serat ( demielinasi atau akson), dan adanya perubahan dalam
kesadaran
1. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (AIDP)
- Jenis paling umum ditemukan
- Manifestasi klinis paling sering adalah kelemahan anggota gerak
proksimal dibanding distal.
- Saraf kranialis yang paling umum terlibat adalah nervus facialis.
Penelitian telah menunjukkan bahwa pada AIDP terdapat infiltrasi
limfositik saraf perifer dan demielinasi segmental makrofag.
2. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN)
- Jenis ini lebih menonjol pada kelompok anak-anak, dengan ciri
khas degenerasi motor axon.

3|Page
- Klinisnya, ditandai dengan kelemahan yang berkembang cepat dan
sering dikaitkan dengan kegagalan pernapasan, meskipun pasien
biasanya memiliki prognosis yang baik.
- Datang dengan kelemahan proksimal dan distal yg simetris tanpa
kelainan sensorik
3. Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
- AMSAN adalah penyakit akut yang berbeda dari AMAN
- AMSAN juga mempengaruhi saraf sensorik dan motorik.
- Pasien biasanya usia dewasa, dengan karakteristik atrofi otot. Dan
pemulihan lebih buruk dari AMAN.
4. Miller Fisher Syndrome
- Trias ataxia, arefleksia, dan oftalmoplegia ( setidaknya 2 gejala
terdapat)
- 5 % optalmoplegi
- Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facial palsy, dan bulbar palsy
mungkin terjadi pada beberapa pasien.
- Kerusakan imunitas tampak terjadi pada saraf kranialis III, IV, VI,
dan dorsal root ganglia..
5. Ensefalitis Batang Otak Bickerstaffs (BBE)
- Tipe ini adalah varian lebih lanjut dari MFS
- Hal ini ditandai dengan perubahan dalam kesadaran, hyperreflexia
paradoks, ataksia, dan ophthalmoparesis atau babinsky sign..

4|Page
2.4 Patofisiologi
Meskipun GBS diduga menjadi autoimun, patogenesis molekul yang tepat
dari GBS variannya tidak pasti. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan
mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:
1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi..
2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf
tepi.
Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada GBS disebabkan karena
hilangnya myelin, material yang membungkus saraf. Hilangnya myelin ini disebut
demyelinisasi. Demyelinisasi menyebabkan penghantaran impuls oleh saraf
tersebut menjadi lambat atau berhenti sama sekali, sehingga otot kehilangan
kemampuannya untuk merespon perintah dari otak dan otak menerima lebih

5|Page
sedikit impuls sensoris dari seluruh bagian tubuh. GBS menyebabkan inflamasi
dan destruksi dari myelin dan menyerang beberapa saraf. Oleh karena itu GBS
disebut juga Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (AIDP).
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya.
Pada GBD, gangliosid merupakan target dari antibodi. Ikatan antibodi dalam
sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin. Alasan
mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari sistem
imun belum diketahui, tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga sebagai
penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh.
Hal ini didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan
gangliosid dari tubuh manusia. Campylobacter jejuni, bakteri patogen yang
menyebabkan terjadinya diare, mengandung protein membran yang merupakan
tiruan dari gangliosid GM1. Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni,
kerusakan terutama terjadi pada degenerasi akson. Perubahan pada akson ini
menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1 untuk
merespon adanya epitop yang sama. Berdasarkan adanya sinyal infeksi yang
menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya infiltrasi
limfosit ke spinal dan saraf perifer. Terbentuk makrofag di daerah kerusakan dan
menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan penghantaran impuls
saraf.

2.5 Gejala Klinis


Gejala awal yang paling umum adalah acroparesthesia atau baal dan
kelemahan kaki serta lengan. Berikut ini gejala lainnya
1. Kelemahan
Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan
simetris secara natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena
duluan sebelum tungkai atas sekitar 56%. Kelemahan otot pernapasan
dengan sesak napas mungkin ditemukan, berkembang secara akut dan
berlangsung selama beberapa hari sampai minggu. Keparahan dapat

6|Page
berkisar dari kelemahan ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan
pernapasan sekitar 30% . Jarang terjadi botulisme (toksin yang
menyerang sistem saraf) yang dihubungkan dengan infeksi Clostridium
Jejuni
2. Keterlibatan saraf kranial
Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan
GBS. Saraf kranial III-VII dan IX-XII mungkin akan
terpengaruh. Keluhan umum mungkin termasuk sebagai berikut; wajah
droop (bisa menampakkan palsy Bell) terjadi 70%, Diplopias, Dysarthria,
Disfagia 40%, Ophthalmoplegia, ptosis serta gangguan pada pupil.
Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh
dan tungkai yang terkena. Varian Miller-Fisher dari GBS adalah unik
karena subtipe ini dimulai dengan defisit saraf kranial.
3. Perubahan Sensorik
Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus,
kehilangan sensori cenderung minimal dan variabel.
Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau perubahan
sensorik serupa. Gejala sensorik sering mendahului kelemahan. Parestesia
umumnya dimulai pada jari kaki dan ujung jari, berproses menuju ke atas
tetapi umumnya tidak melebar keluar pergelangan tangan atau pergelangan
kaki. Kehilangan getaran, proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal dapat
hadir.
4. Nyeri
Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan GBS pada
beberapa waktu selama perjalanannya. Nyeri paling parah dapat dirasakan
pada daerah bahu, punggung, pantat, dan paha dan dapat terjadi bahkan
dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai sakit
atau berdenyut.
Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama
perjalanan penyakit mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa
terbakar, kesemutan, atau sensasi shocklike dan sering lebih umum di ekstremitas
bawah daripada di ekstremitas atas. Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas
waktu pada 5-10%pasien. Nyeri persisten dilaporkan dalam 2 minggu sebelumnya
kelemahan dalam 36% dari pasien sementara 66% melaporkan nyeri pada fase

7|Page
akut dan 38% melaporkan rasa sakit setelah 1 tahun). Rasa sakit rata-rata adalah
yang paling intens pada pasien dengan non-MFS GBS), orang-orang dengan
gangguan sensorik, dan pada pasien parah.

5. Perubahan otonom
Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem
simpatis dan parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan GBS.
Perubahan otonom dapat mencakup sebagai berikut; Takikardia,
Bradikardia, Facial flushing, Hipertensi paroksimal, Hipotensi ortostatik,
Anhidrosis dan / atau diaphoresis
Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung
dan dismotilitas usus dapat ditemukan. Disautonomia lebih sering pada
pasien dengan kelemahan dan kegagalan pernafasan yang parah.
6. Pernapasan
Empat puluh persen pasien GBS cenderung memiliki kelemahan
pernafasan atau orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan
adalah sebagai berikut; Dispnea saat aktivitas, Sesak napas, Kesulitan
menelan, Bicara cadel.

2.6 Diagnosis
Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon
dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai
disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan motorik perifer.

Kriteria diagnostik GBS menurut The National Institute of Neurological and


Communicative Disorders and Stroke ( NINCDS)
Gejala utama
1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan
atau tanpa disertai ataxia
2. Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general

8|Page
Gejala tambahan
1. Progresivitas dalam waktu sekitar 4 minggu
2. Biasanya simetris
3. Adanya gejala sensoris yang ringan
4. Terkenanya SSP, biasanya berupa kelemahan saraf facialis bilateral
5. Disfungsi saraf otonom
6. Tidak disertai demam
7. Penyembuhan dimulai antara minggu ke 2 sampai ke 4

Pemeriksaan LCS
1. Peningkatan protein terjadinya disosiasi sitoalbumin
2. Sel MN < 10 /ul
Pemeriksaan elektrodiagnostik
1. Terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf
Gejala yang menyingkirkan diagnosis
1. Kelemahan yang sifatnya asimetri
2. Disfungsi vesica urinaria yang sifatnya persisten
3. Sel PMN atau MN di dalam LCS > 50/ul
4. Gejala sensoris yang nyata

2.7 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan neurologis ditemukan adanya kelemahan otot yang
bersifat difus dan paralisis. Refleks tendon akan menurun atau bahkan
menghilang. Batuk yang lemah dan aspirasi mengindikasikan adanya kelemahan
pada otot-otot intercostal. Tanda rangsang meningeal seperti perasat kernig dan

9|Page
kaku kuduk mungkin ditemukan. Refleks patologis seperti refleks Babinsky tidak
ditemukan.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan LCS
Dari pemeriksaan LCS didapatkan adanya kenaikan kadar protein ( 1
1,5 g/dl ) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel keadaan ini disebut sebagai disosiasi
albumin sitologis. Kenaikan kadar protein awalnya normal namun dilakukan tes
ulang seminggu depan. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien akan
menunjukkan jumlah sel yang kurang dari 10/mm3 (albuminocytologic
dissociation).
2. Elektrofisiologi atau EMG (Elektromyografi)
Gambaran elektrodiagnostik untuk mengevaluasi kondisi dari saraf
tepi ( motorik dan sensoris) minggu pertama dapat dilihat adanya keterlambatan
atau bahkan blok dalam penghantaran impuls, gelombang F yang memanjang dan
latensi distal yang memanjang. Bila pemeriksaan dilakukan pada minggu ke 2,
akan terlihat adanya penurunan potensial aksi (CMAP) dari beberapa otot, dan
menurunnya kecepatan konduksi saraf motorik.
3. MRI ( Magnetic Resonance Imaging)
Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika
dilakukan kira-kira pada hari ke-13 setelah timbulnya gejala. MRI akan
memperlihatkan gambaran cauda equina yang bertambah besar. Hal ini dapat
terlihat pada 95% kasus SGB.
1. Pemeriksaan serum CK biasanya normal atau meningkat sedikit.1
2. Biopsi otot tidak diperlukan dan biasanya normal pada stadium awal. Pada
stadium lanjut terlihat adanya denervation atrophy

2.9 Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan
terutama secara simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi
gejala, mengobati komplikasi, mempercepat penyembuhan dan memperbaiki
prognosisnya. Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah :
1. Fisioterapi

10 | P a g e
Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan
kolaps paru. Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan sendi.
Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen), maka fisioterapi aktif
dimulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot.
2. Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk menghilangkan
faktor- faktor humoral autoantibodi, kompleks imun, komplemen, sitokin, dan
mediator inflamasi yang beredar. Pengobatan pertama kali di uji coba yang efektif
dalam GBS. Pemakaian plasmaparesis memperlihatkan hasil yang baik, berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit,
dan lama perawatan yang lebih pendek. Waktu yang paling efektif untuk
melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala. Jumlah plasma
yang dikeluarkan per exchange adalah 40-50 ml/kg dalam waktu 7-10 hari
dilakukan empat sampai lima kali. Selama PE, penting untuk memantau tekanan
darah, denyut nadi, dan jumlah asupan cairan dan output. Karena diperoleh harian
CBC, trombosit, kalsium, PT, PTT dan INR dan tahan apheresis satu sampai dua
hari jika parameter koagulasi menjadi abnormal.

3. Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto
antibodi tersebut. IVIg juga dapat mempercepat katabolisme IgG, yang kemudian
menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T cells patologis tidak
terbentuk. Pengobatan dengan gamma globulin intravena lebih menguntungkan
dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan.
Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala muncul dengan dosis
2 mg / kgBB /hari selama 2-5 hari. Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg
tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan
PE atau IVIg.2,5. Baik PE maupun IVIg sama efektifnya, namun pada pasien
hemodinamik yang tidak stabil, PE dikontraindikasikan
4. Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid

11 | P a g e
tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.

2.10 Prognosis
Sebagian besar pasien dengan GBS mulai pulih pada 28 hari dengan
waktu rata-rata untuk menyelesaikan pemulihan 200 hari pada 80% kasus.
Namun, banyak yang memiliki tanda-tanda atau gejala sisa kecil sering membuat
pemulihan kurang lengkap. Selain itu, defisit neurologis residual utama
mempengaruhi 10-15% pasien. Dalam sebuah penelitian terhadap 79 kasus per
tahun setelah onset GBS, 8% telah meninggal (semua lebih tua dari 60), 4% tetap
tergantung pada tempat tidur atau ventilator, 9% tidak dapat berjalan tanpa
bantuan, 17% tidak dapat menjalankan, dan 62 % Telah melakukan pemulihan
yang lengkap atau hampir selesai. Bila terjadi kekambuhan atau tidak ada
perbaikan pada akhir minggu IV maka termasuk Chronic Inflammantory
Demyelinating Polyradiculoneuropathy (CIDP).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah sindroma klinis yang


menyerang susunan saraf tepi dengan adanya kelemahan ascending , arefleksia,

12 | P a g e
kehilangan sensoris, dan kelumpuhan yang bersifat progresif dan berhubungan
dengan proses autoimun. Penyakit ini biasanya progresif satu sampai empat
minggu setelah terinfeksi. Penyebab infeksi yang paling sering adalah
Campylobacter jejuni. Adapun gejala utama dari GBS adalah kelemahan yang
bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan atau tanpa disertai
ataxiadan arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general. Pasien yang diduga
mengidap GBS diharuskan melakukan tes darah lengkap, berupa pemeriksaan
kimia darah secara komplit, lumbal puncti berfungsi untuk mengambil cairan
otak, elektroforesis untuk merekam kontraksi otot dan pemeriksaan kecepatan
hantar syaraf. Dari pemeriksaan LCS didapatkan peningkatan protein tanpa
peningkatan jumlah sel (MN < 10 /ul). Dari pemeriksaan elektrodiagnostik terlihat
adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf. Diagnosa SGB
terutama ditegakkan secara klinis, yaitu dari kriteria diagnostik SGB menurut The
National Institute of Neurological and Communicative Disorders and Stroke
( NINCDS) Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB,
pengobatan terutama secara simptomatis. Pada umumnya penderita mempunyai
prognosis yang baik, tetapi pada sebagian kecil penderita dapat meninggal atau
mempunyai gejala sisa. Kematian pada SGB disebabkan oleh gagal nafas dan
aritmia.

BAB IV
Critical Appraisal

Rumusan PICO

P : Pasien dengan diagnose Guillain Barre syndrome ( GBS )

I : Menilai tanda tandagejala dan terapi dari Guillain Barre syndrome

(GBS )

13 | P a g e
C : Tidak terdapat perbandingan.

O : Dari hasil presentasi, mayoritas orang dengan GBS adalah kelemahan 4


extremitas. Pasien usia khas onset 40 tahun. Rasio laki-laki lebih tinggi
daripada perempuan. Dan mempunyai gejala yaitu kelemahan lengan dan
tungkai, baal, yang berlangsung 1-4 minggu setelah infeksi akut, dan
disertai gejala otonom di wajah dan mata. Berlangsung selama berminggu-
minggu sampai berbulan-bulan, bahkan bertahun- tahun

Artikel jurnal
Terlampir
Judul jurnal : Guillain-Barr Syndrome dan Varian

Publikasi : Mazen M. Dimachkie. Neurol Clin. 2013 May ; 31(2): 491510.


doi:10.1016/j.ncl.2013.01.005. available in PMC 2014 May 01

Form Critical Appraisal

A. ARE THE STUDY RESULTS VALID?

1. Did the overview address a focused clinical


question? Ya
2. Were the criteria used to select articles for Tidak
inclusion appropriate?
Tidaktahu
3. Is it unlikely that important relevant studies were
missed?
4. Was the validity of the included studies Tidak
appraised?
5. Were assessments of studies reproducible? Ya
Ya
6. Were the results similar from study to study?

B. WHAT WERE THE RESULTS?


1. What are the overall results of Dari hasil presentasi, mayoritas orang

14 | P a g e
the review? dengan GBS adalah kelemahan 4
extremitas. Pasien usia khas onset 40
tahun. Rasio laki-laki lebih tinggi
daripada perempuan. Dan mempunyai
gejala yaitu kelemahan lengan dan
tungkai, baal, yang berlangsung 1-4
minggu setelah infeksi akut, dan disertai
gejala otonom di wajah dan mata.
Berlangsung selama berminggu-minggu
sampai berbulan-bulan, bahkan
bertahun- tahun
2. How precise were the results? GBS diharuskan melakukan tes darah
lengkap, berupa pemeriksaan kimia
darah secara komplit, lumbal puncti
berfungsi untuk mengambil cairan otak,
elektrofisologi untuk merekam kontraksi
otot dan pemeriksaan kecepatan hantar
syaraf. Pemberian IVIg dan
Plasmapharesis teruji memiliki
keefektifan yang sama dalam GBS

C. CAN THE RESULTS BE APPLIED TO YOUR


PATIENT(S)?
1. Can the results be applied to my patient (care)? Ya
2. Were all clinically important outcomes Ya
considered?
3. Are the benefits worth the harms and costs? Tidak
CONCLUSIONS
The results or recommendations are valid (from A). Ya
The results are clinically important (from B). Ya
The results are relevant to my practice (from C). Ya

15 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai