Anda di halaman 1dari 25

PAPER OBSTETRI

KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI

Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)

Disusun Oleh :

Cici Ervanita

16360276

Pembimbing :

dr. Yuri Andriansyah, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR (KKS)

SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN SUMATERA UTARA

2017
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirobilalamin atas rahmat dan ridho dariNYA sehingga

penulis dapat menyelesaikan paper dengan judul Kehamilan dengan Kelainan

Refraksi. Proses penulisan ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai

pihak, maka tidak lupa saya mengucapkan terimakasih kepada :

1. dr. Yuri Andriansyah, Sp.OG selaku pembimbing dalam melaksanakan

Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) SMF Ilmu Kebidanan dan Kandungan

Rs. Umum Haji Mina Medan, Sumatera Utara


2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan paper ini baik

secara langsung ataupun tidak langsung

Penulis menyadari bahwa penulisan paper ini masih jauh dari kata sempurna,

oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Medan, April 2017

Penulis

2 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul........................................................................................... 1
Kata Pengantar.......................................................................................... 2
Daftar Isi.................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Miopia
2.1.1 Definisi Miopia ....................................................... 5
2.1.2 Epidemiologi Miopia .............................................. 5
2.1.3 Faktor Resiko Miopia ............................................. 6
2.1.4 Klasifikasi Miopia .................................................. 7
2.2 Persalinan
2.2.1 Persalinan ............................................................... 8
2.2.2 Fisiologi Persalinan ................................................ 9
2.3 Perubahan Dan Gangguan Penglihatan Pada Kehamilan.... 12
2.4 Miopia Tinggi Pada Persalinan............................................ 19

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan.......................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA

3 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Myopia adalah salah satu kelainan refraksi yang paling umum, yang

mempengaruhi kira-kira satu milyar orang di seluruh dunia. Myopia

diklasifikasilan menjadi sangat ringan atau rendah <3 dioptri, sedang atau

menengah 3-6 dioptri, parah atau tinggi > 6 dioptri. Terdapat kekhwatiran bahwa

pasien dengan myopia tinggi berisiko untuk terjadinya robekan retina apabila

mereka melalui persalinan normal pervaginam. Tetapi dalam beberapa studi telah

menunjukkan wanita hamil yang mempunyai riwayat kelainan pada mata

(myopia, ablasio retina yang telah ditangani) yang melahirkan secara pervaginam

tidak mempunyai efek merugikan pada retina pasien tersebut.

Myopia (minus) dapat diklasifikasikan sebagai myopia simpleks dan

myopia patologis. Myopia simpleks biasanya ringan dan myopia patalogis hampir

selalu progresif. Keadaan ini biasanya diturunkan orang tua pada anaknya.

Myopia tinggi adalah salah satu penyebab kebutaan pada usia dibawah 40 tahun.

Myopia tinggi adalah myopia dengan ukuran 6 dioptri atau lebih. Penderita

dengan minus diatas 6 dioptri mempunyai risiko 3-4 kali lebih besar untuk

terjadinya komplikasi pada mata.

4 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Myopia

2.1.1 Definisi

Bila bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di depan retina oleh

mata yang tidak berakomodasi, mata tersebut mengalami myopia, atau

nearsighted. Pada myopia, panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar

atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. Jika objek digeser lebih

dekat dari 6 meter, bayangan akan bergerak mendekati retina dan terlihat lebih

fokus. Titik tempat bayangan terlihat paling tajam fokusnya di retina disebut titik

jauh. Derajat myopia dapat diperkirakan dengan menghitung kebalikan dari titik

jauh tersebut.

2.1.2 Epidemiologi

Prevalensi myopia bervariasi dengan usia dan faktor lainnya. Prevalensi

myopia meningkat pada usia sekolah dan dewasa muda, mencapai 20-25 % pada

populasi remaja dan 25-35 % pada dewasa muda di Amerika Serikat dan negara-

negara maju. Dilaporkan bahwa prevalensi myopia lebih tinggi pada beberapa

area di Asia, seperti China dan Jepang. Prevalensi myopia pada populasi Asia

sekarang mencapai 70-90 %. Prevalensi ini berkurang pada populasi berusia di

atas 45 tahun, mencapai 20 % pada usia 65 tahun, dan menurun hingga 14 % pada

orang berusia 70-an.

5 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

2.1.3 Faktor Resiko

Faktor risiko yang penting dalam perkembangan myopia adalah riwayat

keluarga myopia. Penelitian menunjukkan prevalensi 33-60 % myopia pada anak,

yang kedua orang tuanya mengalami myopia. Pada anak yang memiliki satu orang

tua penderita myopia, prevalensinya adalah 23-40 %. Bila tak satupun orang tua

yang menderita myopia, hanya 6-15 % anak-anak mereka yang myopia. Myopia

yang diketahui dengan retinoskopi nonsikloplegik pada masa bayi dan kemudian

menurun menjadi emetropia sebelum anak tersebut memasuki usia sekolah

tampaknya adalah faktor risiko perkembangan myopia pada masa kanak-kanak.

Suatu analisis menyatakan bahwa anomali refraksi yang dialami saat masuk

sekolah adalah prediktor yang lebih baik untuk mengetahui siapa yang akan

mengalami myopia pada masa kanak-kanak dibandingkan riwayat myopia pada

orang tua. Anak dan dewasa muda dengan anomali refraksi berkisar antara

emetropia hingga hiperopia 0,5 D memiliki kemungkinan mengalami myopia

yang lebih besar dibanding individu berusia sama dengan hiperopia lebih dari 0,5

D. Selain itu, risiko myopia lebih tinggi pada anak dengan astigmat against-the-

rule. Melakukan sejumlah pekerjaan jarak dekat secara teratur dapat

meningkatkan risiko myopia. Myopia berkaitan dengan banyaknya waktu yang

digunakan untuk membaca, pendidikan yang lebih tinggi, dan pekerjaan yang

melakukan banyak kegiatan jarak dekat. Kurvatura kornea yang lebih tajam dan

rasio panjang aksial terhadap radius kornea yang lebih dari 3,00 dapat menjadi

faktor risiko. Pada anak-anak, kondisi yang mengganggu pembentukan

penglihatan yang normal sering menyebabkan myopia.

6 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

2.1.4 Klasifikasi Myopia

Dikenal beberapa bentuk myopia seperti:

a. Myopia refraktif

Apabila unsur-unsur pembias lebih refraktif dibandingkan dengan rata-

rata, kelainan yang terjadi disebut myopia kurvatura atau myopia refraktif.

Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada

katarak intumesen, dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga

pembiasan lebih kuat. Sama dengan myopia bias atau myopia indeks,

yakni myopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan

lensa yang terlalu kuat.

b. Myopia aksial

Myopia aksial terjadi bila mata berukuran lebih panjang daripada normal.

Untuk setiap milimeter tambahan panjang sumbu, mata kira-kira lebih

miopik 3 dioptri.

Menurut derajat beratnya, myopia dibagi dalam:

Myopia ringan, dimana myopia lebih kecil daripada 1 3 dioptri

Myopia sedang, dimana myopia lebih antara 3 6 dioptri

Myopia berat atau tinggi, dimana myopia lebih besar dari 6 dioptri

Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat malahan

melihat terlalu dekat, sedangkan melihat jauh akan kabur atau biasa disebut

rabun jauh. Pasien akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai

dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang dengan myopia akan

memiliki kebiasaan mengerenyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau


7 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

untuk mendapatkan efek pinhole. Pasien dengan myopia juga memiliki pungtum

remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi.

Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling ke dalam

atau esotropia.

Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopic cressent yaitu gambaran

bulan sabit yang terlihat pada polus posterior fundus mata myopia, sklera oleh

koroid. Pada mata dnegan myopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus

okuli seperti degenerasi makula dan degenerasi retina bagian perifer. Myopia

derajat tinggi menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap gangguan-

gangguan retina degeneratif seperti ablatio retinae1 ataupun gangguan lain seperti

juling. Juling biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat mata berkonvergensi

terus-menerus. Bila terdapat juling keluar, mungkin fungsi satu mata telah

berkurang atau terdapat ambliopia.

2.2 Persalinan

Persalinan atau partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang

dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Partus immaturus

ialah partus yang terjadi pada masa kehamilan kurang dari 28 minggu namun

lebih dari 20 minggu dengan berat janin antara 1000 500 gram. Partus

prematurus adalah suatu partus dari hasil konsepsi yang dapat hidup tetapi belum

cukup bulan. Berat janin antara 1000 sampai 2500 gram atau tua kehamilan antara

28 minggu sampai 36 minggu. Sedangkan partus postmaturus atau serotinus

adalah partus yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang

diperkirakan.4

8 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

2.2.1 Fisiologi Persalinan Normal

Partus dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka samapai terjadi

pembukaan 10 cm. Kala I dinamakan pula kala pembukaan. Kala II disebut pula

kala pengeluaran, oleh karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan, janin

didorong keluar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri plasenta terlepas dari

dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 1

jam. Dalam kala itu, diamati apakah terjadi perdarahan postpartum.

Kala I

Klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut

mengeluarkan lendir yang bersemu darah. Lendir yang bersemu darah ini berasal

dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar.

Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh darah kapiler yang berada

di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks

membuka. Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase,

yaitu:

a. Fase Laten

Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai

ukuran diameter 3 cm.

b. Fase Aktif

Dibagi ke dalam 3 fase lagi, yaitu:

Fase Akselerasi Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4

cm.

9 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

Fase Dilatasi Maksimal Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung

sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.

Fase Deselerasi Pembukaan menjadi lambat kembali, dalam waktu 2

jam, pembukaan 9 cm menjadi lengkap.

Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun

terjadi demikian, tetapi fase-fase tersebut menjadi lebih pendek. Mekanisme

membukanya serviks berbeda antara primigravida dan multigravida. Pada yang

pertama, ostium uteri internum akan membuka lebih dahulu, sehingga serviks

akan mendatar dan menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum membuka.

Pada multigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri

internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat

yang sama. Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan hampir atau

telah lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkam ketika pembukaan hampir

atau telah lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan

hampir lengkap atau telah lengkap. Bila ketuban telah pecah sebelum mencapai

pembukaan 5 cm, disebut ketuban pecah dini. Kala I selesai apabila pembukaan

serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam,

sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam.

Kala II

Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3

menit sekali. Karena biasanya dalam hal ini, kepala janin sudah masuk di ruang

panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang

10 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa pula tekanan pada

rektum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan

menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama

kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul

sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi di luar his, dan dengan his

dan kekuatan mengedan maksimal, kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di

bawah simfisis dan dahi, muka dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat

sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan, dan anggota bayi. Pada

primigravida, kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata

0,5 jam.

Kala III

Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas

pusat. Beberapa menit kemudian ueterus berkontraksi lagi untuk melepaskan

plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepasdalam 6 sampai 15 menit setelah

bayi lahir dengan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri.

Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah.4

Kala IV

Seperti diterangkan di atas, kala ini dianggap perlu untuk mengamati

apakah ada perdarahan postpartum.

11 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

2.3 Perubahan Dan Gangguan Penglihatan Pada Kehamilan

Seorang wanita mengalami banyak perubahan pada saat kehamilan, baik

sistemik maupun okular. Pada saat kehamilan, terjadi perubahan fisiologis pada

sistem kardiovaskular, sistem hormon, metabolik, hematologik, dan sistem

imunologik. Akibat beberapa mekanisme ini, kehamilan menyebabkan perubahan

pada mata. Perubahan hormon dan metabolik yang terjadi pada saat kehamilan,

hiperdinamisitas sirkulasi kapiler retina mungkin menyebabkan progresivitas dari

retinopati diabetika pada wanita hamil dengan diabetes. Perubahan hormon

merupakan perubahan sistemik yang paling menonjol pada wanita hamil.

Plasenta, kelenjar endokrin ibu, dan kelenjar adrenal fetus mengkombinasi

produktivitasnya menghasilkan pabrik hormon berkekuatan tinggi. Kadar imun

tersupresi, menyebabkan wanita hamil tersebut mudah mengalami kelainan imun

yang serius. Perubahan penglihatan pada kehamilan sering terjadi, dan sebagian

besar berhubungan secara spesifik dengan kehamilan itu sendiri. Kehamilan

sering dihubungkan dengan perubahan pada mata, yang biasanya bersifat

sementara, namun dapat juga menetap. Efek okular pada kehamilan ini dapat

bersifat fisiologis maupun patologis, atau bisa eksaserbasi dari kondisi yang telah

ada sebelumnya.

Perubahan yang dapat terjadi pada mata termasuk chloasma, spider

angiomas dan ptosis. Perubahan yang dapat terjadi pada segmen anterior yaitu

berkurangnya kapiler di konjungtiva dan bertambahnya jaringan granular di

venula dan lengkungan kornea, perubahan ketebalan kornea, indeks refraksi,

ketidaksesuaian akomodasi dan refraksi, dan menurunnya tekanan intraokular.

Perubahan yang dapat terjadi pada segmen posterior termasuk perburukan dari

12 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

retinopati diabetik, korioretinopati serosa sentral, peningkatan resiko terjadinya

distrofi vitreokorioretinal perifer dan ablatio retina, dan efek yang menguntungkan

dari uveitis non-infeksiosa. Beberapa gangguan sistemik yang terjadi pada

kehamilan juga dapat mempengaruhi mata, seperti preeklampsia, penyakit Graves

dan sklerosis multipel. Gangguan intrakranial dengan efek pada okuler pada

kehamilan yaitu Pseudotumor cerebri, prolactinoma dan Sindroma Sheehans.

Adneksa Okular

Chloasma atau yang lebih dikenal sebagai topeng kehamilan adalah

proses hormonal, yang ditandai dengan meningkatnya pigmentasi di sekitar mata

dan pipi. Perubahan pigmentasi tersebut akan hilang perlahan setelah melahirkan.

Spider angiomas, yang merupakan salah satu jenis telengiektasi, biasanya timbul

pada saat kehamilan di daerah muka dan tubuh bagian atas, dan juga hilang

setelah melahirkan.8,9 Ptosis telah dilaporkan timbul saat dan setelah kehamilan

dan biasanya bersifat unilateral. Mekanisme terjadinya ptosis diperkirakan akibat

defek yang terjadi pada aponeurosis m.levator akibat adanya perubahan cairan

serta hormonal, akibat tekanan pada saat proses kelahiran.9

Segmen Anterior Konjungtiva

Penurunan kapiler konjungtiva dan peningkatan jaringan granuler venula

konjungtiva telah dilaporkan terjadi dan hilang setelah kelahiran.

13 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

Kerusakan Lensa

Kehamilan menginduksi terjadinya syndrone kekeringan mata yang

timbulakibat gangguan pada sel acinar kelenjar lakrimal. Kehamilan dapat

mencetuskan perubahan dari ekspresi faktor pertumbuhan (growth factor) kelenjar

lakrimal dan redistribusi limfosit dari periductal foci ke celah interacinar, serta

meningkatkan reaktivitas imun terhadap prolactin, TGF- beta 1 dan EGF pada sel

duktus.

Kornea

Banyak wanita yang mengalami intoleransi terhadap lensa kontak saat

kehamilan, walaupun mereka tidak memiliki masalah dengan lensa kontak

sebelum kehamilannya. Suatu penelitian yang meneliti mengenai lengkungan

kornea pada wanita hamil menyebutkan peningkatan statiskik yang signifikan

pada lengkungan kornea pada trimester kedua dan ketiga, namun akan hilang

setelah melahirkan ataupun setelah mulai menyusui. Kehamilan juga dihubungkan

dengan perubahan pada ketebalan dan sensitifitas kornea. Peningkatan ketebalan

yang sedikit namun dapat terukur pada kornea disebabkan oleh terjadinya edema

pada saat kehamilan. Sensitifitas kornea cenderung berkurang, dengan perubahan

terbesar terjadi pada tahap akhir kehamilan. Akibat dari variasi ketebalan tersebut,

indeks refraksi kornea juga dapat berubah. Namun dianjurkan untuk menunda

pemberian resep maupun lensa kontak sampai beberapa minggu setelah kelahiran.

14 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

Gangguan Akomodasi dan Refraksi

Perubahan akomodasi dan gangguan refraksi pada masa kehamilan telah

dilaporkan. Hilangnya daya akomodasi yang bersifat sementara dapat terjadi pada

saat maupun sesudah kehamilan. Insufisiensi akomodasi dan paralisis dilaporkan

berhubungan dengan laktasi. Hasil operasi refraksi mata sebelum, selama ataupun

segera setelah kehamilan tidak dapat diprediksi, dan operasi ini disarankan untuk

ditunda hingga terjadi stabilitas refraksi setelah kelahiran. Myopia dapat

meningkat selama kehamilan. Ini telah dibuktikan oleh Pizzarello yang telah

melakukan penelitian pada 83 orang wanita hamil untuk menentukan penyebab

perubahan penglihatan selama kehamilan dan dan post partum. Wanita hamil yang

mengeluh terjadinya perubahan visual telah ditemukan perubahan pada kondisi

myopia yang telah ada pada kehamilan, yang kemudiannya kembali ke tingkat

semulanya pada post-partum.

Tekanan Intraokular

Kehamilan dapat memberikan keuntungan pada glaukoma. Kehamilan

dihubungkan dengan penurunan tekanan intraokular pada mata yang sehat dan

hipertensi okular. Pada subjek yang normal, kehamilan menurunkan tekanan

intraokular sampai 19,6%. Hampir 35% dari keseluruhan penurunan terjadi pada

minggu ke 12 dan 18 kehamilan. Sedangkan pada hipertensi okular, kehamilan

menurunkan tekanan intraokular hingga 24,4%. Berbagai macam mekanisme telah

diimplikasikan pada hasil penelitian ini. Beberapa mekanisme ini termasuk

adanya peningkatan keluaran aqueous humor, penurunan resistensi vaskuler

sistemik yang menyebabkan terjadinya penurunan tekanan vena episclera,

15 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

peningkatan elastisitas jaringan generalisata yang menyebabkan berkurangnya

kekakuan sklera, dan asidosis generalisata selama kehamilan.

Gangguan Segmen Posterior

a. Retinopati Diabetika

Kehamilan dapat memperparah retinopati diabetika yang telah ada.

Perubahan diabetik yang terjadi selama kehamilan tidak jauh berbeda dengan

yang ditemukan pada pasien non diabetik dan pada pria. Namun, kehamilan pada

pasien diabetes yang terkontrol tidak menjadi faktor resiko untuk terjadinya

komplikasi vaskular. Gangguan pandangan yang diakibatkan oleh retinopati

diabetika pada kehamilan jarang terjadi, akan tetapi dapat terjadi konsekuensi

yang buruk terhadap ibu dan bayinya. Foto-koagulasi dengan laser harus

dipertimbangkan untuk wanita hamil dengan pre-proliferatif retinopati diabetika

yang berat. Retinopati diabetika proliferatif mungkin tidak membaik setelah

kelahiran.

b. Korioretinopati serosa sentral

Ini adalah kelainan makular yang ditandai oleh ablatio retina serosa

lokalisata. Umumnya menyerang dewasa pada usia pertengahan sekitar 20 sampai

45 tahun. Lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan perbandingan

10:1. Kehamilan adalah salah satu faktor resiko terjadinya penyakit ini.

Korioretinopati serosa sentral pada wanita hamil sering dihubungkan dengan

eksudat subretina yang kemungkinan bersifat fibrinosa alami. Eksudat subretinal

fibrinosa ini terlihat pada 90% pasien, dibandingkan dengan kurang dari 20%

16 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

korioretinopati sentral serosa (tanpa kehamilan). Gangguan ini akan sembuh

secara spontan pada akhir kehamilan atau setelah melahirkan, namun dapat timbul

kembali di luar kehamilan.

c. Distrofi Vitrokorioretinal Perifer (PVCRD)

Observasi dinamis yang diikuti pada 86 wanita hamil dengan distrofi

vitrokorioretinal (121 mata) menunjukkan bahwa kondisi tersebut berkembang

selama masa kehamilan pada 33,8% kasus. Menurunnya haemodinamik okular

dan kekakuan sklera adalah karakteristik kehamilan. Insidens tertinggi

progresivitas PVCRD diamati pada wanita hamil dengan sistem haemodinamik

tipe hipokinetik.5

d. Ablatio Retina Rhegmatogenosa

Wanita hamil dengan myopia tinggi, riwayat ablatio retina atau

perlubangan retina, atau diketahui memiliki degenerasi lattice umumnya dirujuk

ke spesialis mata untuk meminta saran manajemen kelahiran, apakah

diperbolehkan melahirkan spontan pervaginam, atau harus dilakukan profilaksis

atas indikasi resiko tinggi terjadinya kelainan retina. Banyak ahli obstetri masih

mempercayai bahwa wanita hamil dengan kelainan mata beresiko mengalami

ablatio retina rhegmatogenosa harus melahirkan dengan instrumen atau bahkan

dianjurkan untuk Sectio Caesaria. Telah dibuktikan bahwa tatalaksana prenatal

untuk kelainan retina asimptomatik tidak dianjurkan dan kelahiran spontan

pervaginam diperbolehkan untuk dilakukan oleh wanita dengan kelainan retina

resiko tinggi.

17 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

e. Edema Makular

Edema makular dengan atau tanpa retinopati proliferatif juga dapat timbul

pada masa kehamilan. Hal tersebut dapat timbul ataupun memburuk selama

kehamilan. Telah ditunjukkan bahwa edema makular sering berhubungan dengan

wanita hamil yang menderita diabetes yang juga memiliki proteinuria dan

hipertensi. Penelitian juga menunjukkan bahwa pada beberapa kasus dapat

membaik secara spontan setelah kelahiran namun dapat juga menetap, dan

menyebabkan kehilangan penglihatan jangka panjang.

f. Uveitis

Uveitis mengacu pada peradangan dari traktus uvea, terdiri dari iris, badan

siliar dan choroid. Telah dilaporkan bahwa kehamilan berhubungan dengan

sejumlah kasus timbulnya uveitis non-infeksi dibandingkan dengan kondisi tanpa

kehamilan. Apabila kondisi tersebut timbul saat kehamilan, umumnya terjadi pada

trimester pertama. Penyebab spesifik dari uveitis non-infeksi ini menunjukkan

efek yang menguntungkan dari kehamilan termasuk sindroma Vogt-Koyanagi-

Harada, uveitis idiopatik dan penyakit Behcets. Sebagian besar dari wanita-

wanota tersebut akan mengalami kekambuhan dalam 6 bulan pasca kelahiran.

Diduga bahwa peningkatan hormon-hormon intrinsik, terutama kortikosteroid,

dan beberapa faktor lain dengan kehamilan dapat memberikan pengaruh

penekanan pada uveitis.

18 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

2.4 Myopia Tinggi Pada Persalinan

Banyak pendapat mengenai hal ini. Banyak yang mengatakan pasien

dengan myopia yang tinggi beresiko mengalami robekan retina pada saat

melahirkan secara spontan. Namun tidak ada kasus yang dilaporkan dalam

literatur yang dapat menghubungkan ablasio atau robekan retina dengan myopia

pada wanita yang melahirkan.

Socha et. Al telah melakukan suatu studi, dimana sebanyak 4895 operasi

seksio Caesarea yang dilakukan telah diamati, 100 (2.04 %) diantaranya karena

indikasi okular yang telah dikonsulkan ke spesialis mata dan disarankan untuk

persalinan secara operasi. Frekuensi operasi seksio Caesarea atas indikasi okular

telah meningkat banyak pada tahun 2005 hingga 2006 tapi merosot sejak tahun

2006.

Namun demikian, hal itu tetap menjadi dua kali lebih tinggi pada tahun

2000. Dua kelainan mata yang paling sering mengarah ke operasi seksio Caesarea

adalah myopia dan retina diabetikum. Hampir setengah dari keputusan untuk

operasi seksio Caesarea diambil hanya berdasarkan indikasi oftalmologi.

Literatur menunjukkan bahwa sedikit bukti untuk mendukung keyakinan

bahwa riwayat operasi pada retina sebelumnya meningkatkan risiko perlepasan

retina pada persalinan spontan. Papamicheal et al. telah melakukan survei pada 74

orang ahli kebidanan di Kongres Kebidanan dan Kandungan Eropa di Lisbon,

Portugal. Mayoritas dari dokter spesialis kebidanan ini tidak mendukung

pandangan ini. Kebanyakan dari responden (76% di antaranya)

merekomendasikan persalinan yang dibantu alat (salah satu operasi seksio

Caesarea atau persalinan instrumental), sedangkan 24 % yang memberikan saran

19 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

persalinan yang normal dan tidak ada faktor lain yang mempengaruhi keputusan

ini. Sebagian besar (58 % ) mengambil keputusan tentang pelaksanaan persalinan

ibu hamil hanya berdasarkan pendapat pribadi saja.

Partisipan juga diminta untuk mengklasifikasikan pasien dengan myopia

tinggi, riwayat ablasio retina, riwayat keluarga dengan ablasio retina dan riwayat

operasi mata sebelumnya menjadi kategori risiko rendah, sedang atau tinggi untuk

persalinan spontan. Mayoritas membagikan myopia tinggi sebagai tidak berisiko

atau risiko rendah (59 %), riwayat ablasio retina sebagai risiko sedang-tinggi (73

%), riwayat keluarga dengan ablasio retina sebagai risiko rendah-sedang (73 %)

dan riwayat operasi mata sebelumnya sebagai risiko tinggi (56 %).

Apabila ditanyakan tentang kondisi mata yang manakah jika ada akan

mempengaruhi pengambilan keputusan klinis antara operasi seksio Caesarea

dengan persalinan apontan pervaginam, hanya 14 % responden mengatakan

pasien tanpa riwayat kelainan mata, 13.6 % lagi mengatakan pasien dengan

riwayat ablasio retina, 61 % menghindar untuk menjawab pertanyaan ini yang

mengindikasikan mayoritas dokter spesialis masih bingung untuk memilih apa

yang lebih praktis. 48 % juga mengatakan pasien dengan riwayat ablasio retina

merupakan indikasi untuk operasi seksio Caesarea. Hasil survei ini sejalan dengan

data yang dilakukan di Inggeris dan ini mungkin menunjukkan pegangan ini

dipakai secara internasional.

Komentar yang diberikan kebanyakannya mirip; rata-rata menjelaskan

persalinan spontan harus dihindari karena peningkatan risiko ablasio retina akibat

peningkatan tekanan intra-okular yang disebabkan oleh manuver yang mirip

Valsalva pada kala 2 persalinan. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa

20 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

peningkatan tekanan intra-abdominal juga akan meningkatkan tekanan intra-

okular. Hal ini hanya dapat disebabkan oleh kondisi yang mempengaruhi aliran

drainase dari aqueous pada ruang anterior mata seperti glaukoma. Selain itu,

peningkatan tekanan intra-okular bukanlah faktor risiko untuk terjadinya ablasio

retina.10

Menurut pengamatan yang dilakukan oleh Prost, yang melakukan

pengamatan terhadap 42 pasien dengan myopia tinggi dan 4 pasien dengan

myopia tinggi disertai riwayat operasi ablatio retina pada salah satu mata, tidak

terbukti adanya progresivitas dari perubahan retina dan terjadinya robekan retina,

namun pada beberapa pasienditemukan adanya perdarahan retina dan edema

makular. Dari pengamatan tersebut disimpulkan bahwa myopia tinggi bukan

merupakan indikasi untuk dilakukan operasi caesar, namun sebaiknya tetap

dilakukan pemeriksaan oftalmologi pada pasien setelah melahirkan.

Penelitian lain juga mendukung hal ini. Penelitian yang dilakukan pada 10

wanita yang telah mengalami 19 persalinan (10 prospektif dan 9 retrospektif) dan

memiliki riwayat ablatio retina sebelumnya, telah didiagnosa mengalami

degenerasi lattice yang luas, atau telah mendapat terapi simptomatik untuk

kerusakan retina. Subjek diikuti sejak trimester ketiga kehamilan sampai pada

proses persalinan dan post partum, diawasi adanya perubahan pada retina.

Hasil penelitian tersebut menyatakan tidak ditemukannya perubahan pada

retina pada pemeriksaan postpartum, sehingga dapat disimpulkan terapi prenatal

pada kelainan retina asimptomatik tidak dianjurkan, dan kelahiran spontan per

vaginam dapat dilakukan pada wanita dengan resiko tinggi terjadinya kelainan

retina.

21 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

Penelitian yang dilakukan oleh Neri A et al juga mendukung hal tersebut.

Penelitian ini dilakukan dengan mengamati 50 wanita dengan myopia (4.5 15.0

D) yang akan melahirkan. Dilakukan pemeriksaan funduskopi pada seluruh

responden sebelum dan setelah melahirkan. Berbagai macam tipe degenerasi

retina dan kerusakan retina ditemukan pada pemeriksaan pre partum, namun tidak

ditemukan adanya perburukan dari kelainan yang ada pada pemeriksaan post

partum. Dari hasil penelitian tersebut, disarankan untuk tetap dilakukan persalinan

spontan per vaginam pada pasien dengan myopia tinggi.12

Sebuah penelitian telah menunjukkan terdapat kecenderungan yang tinggi

persalinan secara seksio caesarean pada pasien denga myopia tinggi. Loncare et.

Al telah meneliti 30553 persalinan selama 9 tahun di antara 1993 hingga 2002.

Terdapat 87 % pasien melahirkan secara spontan, 3 % melahirkan dibantu

ekstraksi vakum dan 10 % persalinan secara seksio caesarean. Di dalam jumlah

tersebut terdapat 693 wanita hamil dengan myopia, 421 orang (61 %) dengan

myopia rendah, 159 orang (23%) dengan myopia sedang dan 113 orang (16 %)

dengan myopia tinggi. Persalinan dengan operasi seksio caesarea dilaporkan

kurang lebih sama pada pasien yang tidak myopia, dan myopia tingkat rendah-

sedang serta lebih tinggi pada pasien dengan myopia tinggi.Tingkat persalinan

secara ekstraksi vakum diamati lebih tinggi pada pasien dengan myopia sedang

dan tinggi berbanding pasien dengan myopia rendah dan tidak myopia. Di antara

semua pasien, pasien dengan myopia tinggi mempunyai kadar persalinan secara

operasi yang lebih tinggi berbanding persalinan spontan.

22 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Kelainan refraksi banyak jenis nya namun myopia merupakan kelainan

refraksi yang sering dijumpai pada kehamilan.

2. persalinan spontan pervaginam tidak dianggap sebuah kontraindikasi

untuk pasien dengan myopia tinggi.

3. Diagnosa dini dapat mencegah komplikasi yang mungkin terjadi

23 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

DAFTAR PUSTAKA

1. Somani S., MD, FRCSC, Bhatti A., BSc, Ahmed IIK., MD, FRCSC,

http://emedicine.medscape.com/ophthalmology#unclassified, eMedicine,

Nov 4, 2008

2. Jain IS, Garg PK, http://www.ijo.in/text.asp?1970/18/3/89/35071

Department of Ophthalmology, Postgraduate Institute of Medical

Education and Research Chandigarh, India, 1970

3. Hidayat W, http://wicakhidayat.blogdetik.com/2008/03/12/rabun-jauh-dan-

risiko-persalinan-normal 12 March 2008

4. Putz RV., Univ-Prof. Dr. Med., Pabst R., Univ-Prof. Dr. Med., Atlas

Anatomi Manusia Sobotta jilid 1 edisi 21, Urban & Schwarzenberg,

translated by EGC Indonesia 2003

5. Ilyas HS., Prof. dr. SpM, Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga, Balai Penerbit

FKUI, Jakarta, 2004

6. Dempsey B. http://www.medrounds.org/ophthalmology-

pearls/2009/02/causes-of-myopic-shift-acquired-myopia.html The

University of New Mexico School of Medicine February 02, 2009

7. Ayahbunda http://keluargasehat.wordpress.com/2008/10/22/luka-mata

Oktober 22, 2008

8. www.australiandoctor.com.au 3 June 2005

9. Larkin GL., MD, MSPH, MSEng, FACEP

http://www.emedicine.com/emerg/OPHTHALMOLOGY.htm April 11,

2006

24 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan
[KEHAMILAN DENGAN KELAINAN REFRAKSI]

10. Netter F. MD., Interactive Atlas of Human Anatomy 3.0

11. Pusat Kesehatan Kerja departemen Kesehatan RI, Ergonomi. 18 Februari

2009

12. Shafa, dr., http://drshafa.wordpress.com/2010/03/09/miopia March 9, 2010

13. http://www.klikdokter.com Copyright 2008 klik Dokter

14. Gerhard K. Lang, M. D., page 328-33 Degenerative Retinal Disorders in:

Ophthalmology, Thieme Stuttgart New York 2000

15. Section 12, subchapter III, topic IV Pathologic myopia (High Myopia,

Degenerative Myopia) in: Basic & Clinical Science Course 2003-2004 On

CD-ROM, copyright 2003 American Academy of Ophthalmology, all

rights reserved.

16. OddziaU. Okulistyki CZD. W. Warszawie

file:///D:/portal/utils/pageresolver.fcgi?recordid=1272600629783162 1996

Feb

17. Landau D., Seelenfreund MH., et. Al.,

file:///D:/content/p081447167g053v7/fulltext.pdf Volume 233, Number 9 /

September, 1995

25 Cici Ervanita
Universitas Malahayati - Lampung
RS Haji Medan

Anda mungkin juga menyukai