Anda di halaman 1dari 6

a.

Gejala umum anemia


disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai pada anemia
defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/ dl. Gejala ini berupa
badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva
dan jaringan di bawah kuku (Bakta, 2006). Pada umumnya sudah disepakati
bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda
anemia akan jelas.

b. Gejala khas masing-masing anemia


Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada
anemia jenis lain adalah (Bakta, 2006):
Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh,
bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap
karena papil lidah menghilang.
Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
Anemia megaloblastik: glositis
Anemia hemolitik: ikterus, splenomegaly, hepatomegaly
Anemia aplastik: perdarahandan tanda-tanda infeksi
Beberapa komponen penting dalam riwayat penyakit yang berhubungan dengan anemia (Schrier,
2011):
Riwayat atau kondisi medis yang menyebabkan anemia (misalnya, melena pada penderita
ulkus peptikum, artritis reumatoid, gagal ginjal).
Waktu terjadinya anemia: baru, subakut, atau lifelong. Anemia yang baru terjadi pada
umumnya disebabkan penyakit yang didapat, sedangkan anemia yang berlangsung
lifelong, terutama dengan adanya riwayat keluarga, pada umumnya merupakan kelainan
herediter (hemoglobinopati, sferositosis herediter).
Etnis dan daerah asal penderita: talasemia dan hemoglobinopati terutama didapatkan pada
penderita dari Mediterania, Timur Tengah, Afrika sub-Sahara, dan Asia Tenggara.
Obat-obatan. Obat-obatan harus dievaluasi dengan rinci. Obat-obat tertentu, seperti
alkohol, asam asetilsalisilat, dan antiinfl amasi nonsteroid harus dievaluasi dengan
cermat.
Riwayat transfusi.
Penyakit hati.
Pengobatan dengan preparat Fe.
Paparan zat kimia dari pekerjaan atau lingkungan.
Penilaian status nutrisi.

Tujuan utamanya adalah menemukan tanda


keterlibatan organ atau multisistem dan un-
tuk menilai beratnya kondisi penderita.
Pemeriksaan fi sik perlu memperhatikan
1,4
:

adanya takikardia, dispnea, hipotensi pos-


tural.

pucat: sensitivitas dan spesifi


sitas untuk
pucat pada telapak tangan, kuku, wajah atau
konjungtiva sebagai prediktor anemia bervariasi
antara 19-70% dan 70-100%.

ikterus: menunjukkan kemungkinan


adanya anemia hemolitik. Ikterus sering sulit
dideteksi di ruangan dengan cahaya lampu
artifi sial. Pada penelitian 62 tenaga medis, ik-
terus ditemukan pada 58% penderita dengan
bilirubin >2,5 mg/dL dan pada 68% penderita
dengan bilirubin 3,1 mg/dL.

penonjolan tulang frontoparietal, maksila


(
facies rodent/chipmunk
) pada talasemia.

lidah licin (atrofi papil) pada anemia de-


fi siensi Fe.

limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri


tulang (terutama di sternum); nyeri tulang
dapat disebabkan oleh adanya ekspansi ka-
rena penyakit infi ltratif (seperti pada leuke-
mia mielositik kronik), lesi litik ( pada mieloma
multipel atau metastasis kanker).

petekhie, ekimosis, dan perdarahan lain.

kuku rapuh, cekung (


spoon nail
) pada ane-
mia defi siensi Fe.

Ulkus rekuren di kaki (penyakit


sickle cell
,
sferositosis herediter, anemia sideroblastik fa-
milial).

Infeksi rekuren karena neutropenia atau


defi siensi imun
Pemeriksaan Laboratorium:
Complete blood count (CBC)
CBC terdiri dari pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit, ukuran eritrosit,
dan hitung jumlah leukosit. Pada beberapa laboratorium, pemeriksaan trombosit, hitung
jenis, dan retikulosit harus ditambahkan dalam permintaan pemeriksaan (tidak rutin
diperiksa). Pada banyak automated blood counter, didapatkan parameter RDW yang
menggambarkan variasi ukuran sel (Schrier, 2011).
Pemeriksaan morfologi apusan darah tepi
Apusan darah tepi harus dievaluasi dengan baik. Beberapa kelainan darah tidak dapat
dideteksi dengan automated blood counter. Sel darah merah berinti (normoblas) Pada
keadaan normal, normoblas tidak ditemukan dalam sirkulasi. Normoblas dapat ditemukan
pada penderita dengan kelainan hematologis (penyakit sickle cell, talasemia, anemia
hemolitik lain) atau merupakan bagian dari gambaran lekoeritroblastik pada pende-rita
dengan bone marrow replacement. Pada penderita tanpa kelainan he-matologis sebe-
lumnya, adanya normoblas dapat menunjukkan adanya penyakit yang mengancam jiwa,
seperti sepsis atau gagal jantung berat. Hipersegmentasi neutrofi l Hipersegmentasi
neutrofi l merupakan abnormalitas yang ditandai dengan lebih dari 5% neutrofi l berlobus
>5 dan/atau 1 atau lebih neutrofi l berlobus >6. Adanya hipersegmentasi neutrofi l dengan
gambaran makrositik berhubungan dengan gangguan sintesis DNA (defi siensi vitamin
B12 dan asam folat) (Schrier, 2011).
Hitung retikulosit
Retikulosit adalah sel darah merah imatur. Hitung retikulosit dapat berupa persentasi dari
sel darah merah, hitung retikulosit absolut, hitung retikulosit absolut terkoreksi, atau
reticulocyte production index. Produksi sel darah merah efektif merupakan proses
dinamik. Hitung retikulosit harus dibandingkan dengan jumlah yang diproduksi pada
penderita tanpa anemia (Schrier, 2011).
Faktor lain yang memengaruhi hitung retikulosit terkoreksi adalah adanya pelepasan
retikulosit prematur di sirkulasi pada penderita anemia. Retikulosit biasanya berada di
darah selama 24 jam sebelum mengeluarkan sisa RNA dan menjadi sel darah merah.
Apabila retikulosit dilepaskan secara dini dari sumsum tu-lang, retikulosit imatur dapat
berada di sirkulasi selama 2-3 hari. Hal ini terutama terjadi pada anemia berat yang
menyebabkan peningkatan eritropoiesis. Perhitungan hitung retikulosit dengan koreksi
untuk retikulosit imatur disebut reticulocyte production index (RPI) (Schrier, 2011).
RPI di bawah 2 merupakan indikasi adanya kegagalan sumsum tulang dalam produksi sel
darah merah atau anemia hipoproliferatif. RPA 3 atau lebih merupakan indikasi adanya
hiperproliferasi sumsum tulang atau respons yang adekuat terhadap anemia (Perkins).
Jumlah leukosit dan hitung jenis
Adanya leukopenia pada penderita anemia dapat disebabkan supresi atau infi ltrasi
sumsum tulang, hipersplenisme atau defisiensi B12 atau asam folat. Adanya leukositosis
dapat menunjukkan ada-nya infeksi, infl amasi atau keganasan hema-tologi. Adanya
kelainan tertentu pada hitung jenis dapat memberikan petunjuk ke arah penyakit tertentu:
- Peningkatan hitung neutrofi l absolut pada infeksi
- Peningkatan hitung monosit absolut pada mielodisplasia
- Peningkatan eosinofi l absolut pada infeksi tertentu
- Penurunan nilai neutrofi l absolut setelah kemoterapi
- Penurunan nilai limfosit absolut pada in-feksi HIV atau pemberian kortikosteroid
- Jumlah trombosit
Abnormalitas jumlah trombosit memberikan informasi penting untuk diagnostik.
Trombo-sitopenia didapatkan pada beberapa keadaan yang berhubungan dengan anemia,
misalnya hipersplenisme, keterlibatan keganasan pada sumsum tulang, destruksi
trombosit autoimun (idiopatik atau karena obat), sepsis, defi siensi folat atau B12.
Peningkatan jumlah trombosit dapat ditemukan pada penyakit mieloproliferatif, defi
siensi Fe, infl amasi, infeksi atau keganasan. Perubahan morfologi trombosit (trombosit
raksasa, trombosit degranulasi) dapat ditemukan pada penyakit mieloproliferatif atau
mielodisplasia (Schrier, 2011).
Pansitopenia
Pansitopenia merupakan kombinasi anemia, trombositopenia dan netropenia.
Pansitopenia berat dapat ditemukan pada anemia aplastik, defi siensi folat, vitamin B12,
atau keganasan hematologis (leukemia akut). Pansitopenia ringan dapat ditemukan pada
penderita dengan splenomegali dan splenic trappingsel-sel hematologis. Evaluasi kadar
hemoglobin dan hematokrit secara serial dapat membantu diagnostic (Schrier, 2011).

Pemeriksaan laboratorium hematolgis dilakukan secara bertahap sebagai berikut:


1) Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia. Dengan
pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi anemia
tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen berikut ini:
kadar hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV, MCV, Dan MCHC), apusan darah tepi.
2) Pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan untuk mengetahuikelainan pada sistem
leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap darah (LED),
hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
b. Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini harus dikerjakan pada sebagian besar kasus
anemia untuk mendapatkan diagnosis defenitifmeskipun ada beberapa kasus yang
diagnosisnya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.

c. Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemeriksaan ini akan dikerjakan jika telah mempunyai
dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah untuk mengomfirmasi dugaan diagnosis
tersebut pemeriksaan tersebut memiliki komponen berikut ini:
Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan feritin serum.
Anemia megaloblastik: asam folat darah/ertrosit, vitamin B12.
Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes coombs, dan elektroforesis Hb.
Anemia pada leukeumia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia.
d. Pemeriksaan laboratorium nonhematogolis meliputi
Faal ginjal
Faal endokrin
Asam urat
Faal hati
Biakan kuman
e. Pemeriksaan penunjang lainnya, pada bebrapa kasus anemia diperlukan pemeriksaan
penunjang sebagai berikut:
Biopsy kelenjar uang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi
Radiologi: torak, bone survey, USG, atau linfangiografi.
Pemeriksaan sitogenetik.
Pemeriksaan biologi molekuler (PCR = polymerase chain raction, FISH = fluorescence in
situ hybridization).

Anda mungkin juga menyukai