Disusun Oleh:
2. Klasifikasi Keluarga
Tipe keluarga menurut Sudiharto (2007) dapat dikelompokkan menjadi enam bagian yaitu:
a. Keluarga inti (Nuclear family) terdiri dari suami, istri, dan anak-anak, baik karena
kelahiran maupun adopsi.
b. Keluarga besar (Extended family) terdiri dari keluarga inti ditambah keluarga yang lain
(hubungan darah) misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu termasuk keluarga modern,
seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan sejenis.
c. Keluarga berantai (Social family) keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah
lebih dari satu kali.
d. Keluarga asal (Family of origin) merupakan suatu unit keluarga tempat asal seseorang
dilahirkan.
e. Keluarga komposit (Composite family) adalah keluarga dari perkawinan poligami dan
hidup bersama.
f. Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan menurut ikatan perkawinan. Keluarga
tradisional diikat oleh perkawinan. Sedangkan, keluarga nontradisional tidak diikat oleh
perkawinan.
3. Fungsi dan Tugas Keluarga
Setiap anggota keluarga memiliki kebutuhan dasar fisik, pribadi dan sosial yang berbeda.
Menurut Friedman (dalam Setyowati, 2008) keluarga memiliki 5 fungsi dasar, yaitu :
a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis
kekuatan keluarga. Fungsi afektif ini berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial.
Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari
seluruh anggota keluarga. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam
melaksanakan fungsi afektif adalah :
1) Saling mengasuh; cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling mendukung antar
anggota keluarga, mendapatkan kasih sayang dan dukungan dari anggota lain. Hubungan
intim di dalam keluarga merupakan modal dasar dalam memberikan hubungan dengan
orang lain di luar keluarga/masyarakat.
2) Saling menghargai. Bila anggota keluarga saling menghargai dan mengakui keberadaan
dan hak setiap anggota keluarga serta selalu mempertahankan iklim yang positif, maka
fungksi afektif akan tercapai.
3) Ikatan dan identifikasi ikatan keluarga dimulai sejak pasangan sepakat memulai hidup
baru. Orang tua harus mengembangkan proses identifikasi yang positif sehingga anak-anak
dapat meniru tingkah laku yang positif dari orang tua.
b. Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu, yang
menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosial.
c. Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambahkan sumber daya manusia.
Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang sah, selain untuk memenuhi kebutuhan
biologis pada pasangan tujuan untuk membentuk keluarga adalah untuk meneruskan
keturunan.
d. Fungsi Ekonomi
Merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti
kebutuhan akan makanan, pakaian, dan tempat tinggal.
e. Fungsi Perawatan
Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan,
yaitu untuk mencegah tejadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga
yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi
status kesehatan keluarga.
Tugas kesehatan keluarga menurut Friedmann (1998) adalah :
a) Mengenal masalah kesehatan
b) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
c) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
d) Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat
e) Menggunakan sarana dan prasarana kesehatan
4. Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan yang dipandang oleh anggota
keluarga sebagai sesuatu yang dapat diadakan untuk keluarga dan dukungan tersebut bisa
atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan
keluarga dapat berupa dukungan keluarga internal, seperti dukungan dari suami/istri,
dukungan dari saudara kandung, dukungan dari anak dan dukungan keluarga eksternal,
seperti dukungan dari sahabat, tetangga, sekolah, keluarga besar, tempat ibadah, praktisi
kesehatan (Friedman,1998).
Kane (dalam Friedman, 1998) mendefenisikan dukungan keluarga sebagai suatu proses
hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya. Dukungan keluarga tersebut
bersifat reprokasitas (timbal balik), umpan balik (kuantitas dan kualitas komunikasi), dan
keterlibatan emosional (kedalaman intimasi dan kepercayaan) dalam hubungan sosial.
Dukungan keluarga merupakan sebuah proses yang terjadi sepanjang kehidupan, dalam
semua tahap siklus kehidupan dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi
dengan berbagai kepandaian dan akal untuk meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga
dalam kehidupan (Friedman, 1998).
Adapun komponen komponen dukungan keluarga adalah sebagai berikut:
Menurut Caplan (dalam Friedman, 1998) dan House (dalam Setiadi, 2008) komponen-
komponen dukungan keluarga terdiri dari :
a. Dukungan Pengharapan.
Dukungan pengharapan meliputi pertolongan pada individu untuk memahami kejadian
gangguan jiwa dengan baik, sumber gangguan jiwa dan strategi koping yang dapat
digunakan dalam menghadapi stresor. Dukungan pengharapan yang diberikan berdasarkan
kondisi sebenarnya dari penderita. Sehingga dukungan yang diberikan dapat membantu
meningkatkan strategi koping individu dengan strategi-strategi alternatif berdasarkan
pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek yang positif.
Dalam dukungan pengharapan, kelompok dukungan dapat mempengaruhi persepsi
individu akan ancaman dengan mengikutsertakan individu untuk membandingkan diri
mereka sendiri dengan orang lain yang mengalami hal yang lebih buruk. Dukungan
keluarga membantu individu dalam melawan keadaan gangguan jiwa yang dialami
individu dengan membantu mendefenisikan kembali situasi tersebut sebagai ancaman
kecil.
Pada dukungan pengharapan keluarga bertindak sebagai pembimbing seperti membimbing
pasien untuk minum obat dan membina hubungan yang baik dengan pasien-pasien lain
dengan memberikan umpan balik yaitu pertolongan yang diberikan oleh keluarga yang
memahami permasalahan yang dihadapi oleh anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa sekaligus memberikan pilihan respon yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Jenis
dukungan ini membuat individu mampu membangun harga dirinya, kompetensi dan
bernilai.
b. Dukungan Nyata
Dukungan nyata meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan
finansial, material berupa bantuan nyata, benda atau jasa yang diberikan akan membantu
memecahkan masalah, seperti saat seseorang memberi atau meminjamkan uang,
menyediakan transportasi, menjaga dan merawat saat sakit, menyediakan peralatan yang
dibutuhkan oleh penderita gangguan jiwa dan menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan.
Dukungan nyata paling efektif bila dihargai oleh penerima dengan tepat. Pada dukungan
nyata keluarga merupakan sumber untuk mencapai tujuan praktis dan konkret.
c. Dukungan Informasi
Dukungan informasi meliputi pemberian solusi dari masalah, pemberian nasehat,
pengarahan, saran, ide-ide, dan umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh pasien
gangguan jiwa. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan tentang terapi
yang baik dan tindakan yang spesifik bagi pasien gangguan jiwa untuk melawan stresor.
Pada dukungan informasi ini keluarga sebagai penghimpun informasi dan pemberi
informasi.
d. Dukungan Emosional
Selama individu mengalami gangguan jiwa, individu sering menderita secara emosional,
sedih, cemas, dan kehilangan harga diri. Dukungan emosional yang diberikan oleh
keluarga atau orang lain dapat membuat individu merasa tidak menanggung beban sendiri
tetapi masih ada keluarga atau orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala
keluhannya, dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya, bahkan mau membantu
memecahkan masalah yang dihadapinya. Dukungan emosional dapat berupa dukungan
simpati, empati, cinta, kepercayaan, dan penghargaan. Pada dukungan emosional keluarga
sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta
memberikan semangat dan membantu penguasaan terhadap emosi.
Glukoneogenesis Hiperglikemia
Glycosuria
Lemak Protein
Osmotic diuresis
ketogenesis BUN
Trombosis
Resti Ggn Nutrisi asidosis
Kurang dari kebutuhan
Aterosklerosis
Koma
Kematian
Makrovaskuler Mikrovaskuler
Retina Ginjal
Jantung Serebral Ekstremitas
Retinopati Nefropati
Miokard Infark Stroke Gangren diabetik
Resiko Injury
E. Pemeriksaan penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L).
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75
gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
Price, S.A., et all, 1995, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 1, Edisi 4,
Penerbit EGC, Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 EGC. Jakarta.
Soeparman, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Penerbit Gaya Baru, Jakarta