Open Pit Mining PDF
Open Pit Mining PDF
TEORI DASAR
12
Gambar 3.1
Conventional Contour Mining (Skelly and Loy, 1975 )
Gambar 3.2
Block-Cut Contour Mining (Skelly and Loy, 1975 )
Pada tahap awal blok 1 digali sampai batas tebing (highwall) yang
diijinkan tingginya. Tanah penutup tersebut ditimbun sementara,
batubaranya kemudian diambil. Setelah itu lapisan blok 2 digali kira-kira
setengahnya dan ditimbun di blok 1. Sementara batubara blok 2 siap
digali, maka lapisan tanah penutup blok 3 digali dan berlanjut ke siklus
13
penggalian blok 2 dan menimbun tanah buangan pada blok awal. Pada saat
blok 1 sudah ditimbun dan diratakan kembali, maka lapisan tanah penutup
blok 4 dipidahkan ke blok 2 setelah batubara pada blok 3 tersingkap
semua. Lapisan tanah penutup blok 5 dipindahkan ke blok 3, kemudian
lapisan tanah penutup blok 6 dipindahkan ke blok 4 dan seterusnya sampai
selesai (Gambar 3.2). Penggalian beruturan ini akan mengurangi jumlah
lapisan tanah penutup yang harus diangkut untuk menutup final pit.
Gambar 3.3
Teknik Haulback Truck Dengan Menggunakan Front-End Loader
(Skelly and Loy, 1975)
Gambar 3.4
Haulback Dengan Menggunakan Kombinasi Scraper Dan Truk
(Chironis, 1978)
14
Metode haulback ini (Gambar 3.3 dan 3.4) merupakan modifikasi dari
konsep block-cut, yang memerlukan suatu jenis angkutan overburden,
bukannya langsung menimbunnya. Jadi metode ini membutuhkan
perencanaan dan operasi yang teliti untuk bisa menangani batubara dan
overburden secara efektif
Gambar 3.5
Metode Box-Cut Contour Mining (Chironis, 1978)
Pada metode box-cut contour mining ini (Gambar 3.5) lapisan tanah
penutup yang sudah digali, ditimbun pada daerah yang sudah rata di
sepanjang garis singkapan hingga membentuk suatu tanggul-tanggul yang
rendah yang akan membantu menyangga porsi terbesar dari tanah
timbunan.
15
3.1.2 Mountaintop removal method
Gambar 3.6
Mountaintop Removal Method (Chironis, 1978)
16
Gambar 3.7
Conventional Area Mining Method (Chironis, 1978)
Gambar 3.8
Area Mining With Stripping Shovel (Chironis, 1978)
17
c. Block area mining
Cara ini hampir sama dengan conventional area mining method, tetapi
daerah penambangan dibagi menjadi beberapa blok penambangan. Cara ini
terbatas untuk endapan batubara dengan tebal lapisan tanah penutup
maksimum 12 m (Gambar 3.9). Blok penggalian awal dibuat dengan
bullDozer. Tanah hasil penggalian kemudian didorong pada daerah yang
berdekatan dengan daerah penggalian.
Gambar 3.9
Block Area Mining (Chironis, 1978)
18
Sebelum dimulai, harus tersedia dahulu daerah singkapan yang cukup
untuk dijadikan daerah penimbunan pada operasi berikutnya (Gambar
3.12). Pada cara ini, baik pada pengupasan tanah penutup maupun
penggalian batubaranya, digunakan sistem jenjang (benching system).
Gambar 3.10
Open Pit Method Pada Lapisan Miring (Skelly and Loy, 1975)
Gambar 3.11
Open Pit Method Pada Lapisan Tebal
(Stefanko, Ramani, and Ferko, 1973)
19
3.2 Tempat Penimbunan
Terdapat beberapa pertimbangan dalam penentuan tempat penimbunan,
baik dari segi meterial lokasi dan syarat syarat yang lain, diantaranya adalah :
Tempat penimbunan dapat dibagi menjadi dua, yaitu waste dump dan
stockpile :
1. Suatu waste dump adalah suatu daerah dimana suatu operasi tambang
terbuka dapat membuang material kadar rendah dan / atau material
bukan bijih yang harus digali dari pit untuk memperoleh bijih /
material kadar tinggi.
2. Stockpile digunakan untuk menyimpan material yang akan digunakan
pada saat yang akan datang, material yang akan disimpan dibagi
menjadi :
a. Bijih kadar rendah yang dapat diproses pada saat yang akan datang.
b. Tanah penutup atau tanah pucuk yang dapat digunakan untuk
reklamasi.
Rancangan waste dump sangat penting untuk perhitungan keekonomian.
Lokasi dan bentuk dari waste dump dan stockpile akan berpengaruh
terhadap jumlah gilir truk yang diperlukan, demikian pula biaya operasi
dan jumlah truk dalam satu armada yang diperlukan.
Daerah yang diperlukan untuk waste dump pada umumnya luasnya 2 3
kali dari daerah penambangan (pit), hal ini disebabkan beberapa faktor
yaitu :
a. Material yang telah dibongkar (loose material) berkembang 30 45
% dibandingkan dengan material in situ
b. Sudut kemiringan untuk suatu dump umumnya lebih landai dari
pit
c. Material pada umumnya tidak dapat ditumpuk setinggi kedalaman
dari pit.
20
3.2.1 Jenis Dump
Pembagian jenis dump sebagian besar berdasarkan lokasi tempat dump
tersebut, pembagian ini diantaranya :
1. Valley Fill / Crest Dumpsm
a. Dapat diterapkan di daerah yang mempunyai topografi curam.
Dumps dibangun pada lereng.
b. Elevasi puncak (dump crest) ditetapkan pada awal pembuatan
dump. Truk membawa muatannya ke elevasi ini dan membuang
muatannya ke lembah di bawahnya. Elevasi crest ini dipertahankan
sepanjang umur tambang.
c. Dump dibangun pada angle of repose.
d. Membangun suatu dump ke arah atas (dalam beberapa lift) pada
daerah yang topografinya curam biayanya mahal. Dumping akan
mulai pada kaki (toe) dari dump final yang berarti pengangkutan
truk yang panjang pada awal proyek.
e. Diperlukan usaha yang cukup besar untuk pemadatan yang
memenuhi persyaratan reklamasi.
21
3.2.2 Pemilihan Lokasi Dump
Pemilihan lokasi dump dengan pertimbangan beberapa faktor, diantaranya
a. Lokasi dan ukuran pit sebagai fungsi waktu.
b. Topografi.
c. Volume waste rock sebagai fungsi waktu dan sumber.
d. Batas KP
e. Jalur penirisan yang ada.
f. Persyaratan reklamasi.
g. Kondisi pondasi.
h. Peralatan penanganan material.
Selama rancangan detail dapat dipertimbangkan beberapa lokasi yang
berbeda untuk perbandingan faktor ekonomik.
22
3. Tinggi lift / jarak setback
a. Hanya berlaku untuk dump yang dibangun ke atas (dengan lift).
b. Tinggi lift umumnya adalah 10 20 meter.
c. Rancangan jarak setback sedemikian rupa sehingga sudut
kemiringan keseluruhan rata-rata (average overall slope angle)
adalah 2H : 1V (27 derajat) sampai 2.5H : 1V (22 derajat) untuk
memudahkan reklamasi.
4. Jarak dari pit limit
a. Jarak minimum adalah ruangan yang cukup untuk suatu jalan
antara pit limit dan kaki timbunan (dump toe). Kestabilan pit akibat
dump harus diperhitungkan.
b. Jarak yang sama atau lebih besar dari kedalaman pit akan
mengurangi resiko yang berhubungan dengan kestabilan lereng pit.
23
Batas atas ukuran truk meningkat menjadi 300 ton, 170 m3 untuk dragline,
140 m3 untuk shovel dan 8400 m3 untuk bucket wheel Excavator.
Klasifikasi untuk peralatan tambang untuk penggalianpemuatan dapat
dilihat pada Tabel 3.1 serta keuntungan dan kerugian dari berbagai alat dapat
dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.1
Klasifikasi Peralatan Penggalian Dan Pemuatan
(Hartman, H. L., 1987,)
Operation Category of Method Machine (Application)
Surface
Cyclic Shovel Power shovel, front-end loader, hydraulic Excavator,
Backhoe (mining ore, stRipping overburden)
Dragline Crawler, walking (stRipping overburden)
Dozer Rubber tired, crawler (blade)
Scraper Rubber tired, crawler
Blasting Explosive stRipping (overburden)
Continuous Mechanical Bucket wheel (BWE) (overburden), cutting-head (soil,
Excavator coal)
Highwall mining Auger, highwall miner (coal)
Dredging Bucket leader, hydraulic (placer)
Tabel 3.2
Perbandingan Shovel, Dragline Dan Bucket Wheel Excavators
(Hartman, H. L., 1987)
24
(...sambungan)
4. Aman dari luncuran tumpukan tanah dan panjang boom dan berat mesin
longsoran pit selama operasi normal diperhitungkan. Gambaran dasar biaya
5. Presentase perolehan batubaranya besar modal adalah ekivalen.
& meminimkan kehancuran.
6. Menggali lebih dalam box cut.
7. Biaya perawatan kecil.
8. Dapat memilah-milah dengan baik.
9. Tidak terpengaruh golongan lapisan
batubara dari atas.
10. Dapat digerakkan ke seberang arah.
Bucket wheel 1. Operasinya kontinu. 1. Tidak dapat menggali material keras
2. Interval jangkauannya panjang. sampai dengan 20 MPa.
3. Dapat beroperasi pada dinding jenjang 2. Membutuhkan sejumlah persiapan
yang tinggi dan pada lapisan batubara. permukaan.
4. Dapat dengan mudah menjangkau 3. Ketersediaan rendah.
karakteristik tumpukan dan kestabilan 4. Tidak membutuhkan awak perawatan
yang buruk. yang banyak.
5. Dapat memperluas interval shovel & 5. Biaya modal besar dibandingkan dengan
dragline jika beroperasi secara tandem. hasil (untuk short term).
6. Dapat langsung menyediakan dataran 6. Dapat dimasuki luncuran timbunan dan
untuk reklamasi. banjur.
7. Dapat menyebabkan kehancuran
batubara dengan menghasilkan perolehan
batubara yang kecil.
8. Mobilitas rendah.
25
i. Overhead Shovel Loader
j. Continuous Miner
k. Buldozer
Untuk memilih alat gali muat yang akan dipakai harus mempertimbangkan
beberapa parameter lapangan seperti ditunjukkan pada Tabel 3.3 dan Tabel 3.4.
Bila faktor kondisi pengangkutannya juga akan diperhatikan, maka pemilihan
peralatan kombinasi gali/muat dan angkut yang hendak dipakai dapat mengacu
pada Tabel 3.5, Tabel 3.6 dan Tabel 3.7. Masing-masing tabel tersebut membagi
kondisi materialnya menurut:
tanah pucuk (top soil)
lapisan penutup (overburden)
batubara
Tabel 3.3
Urutan pembongkaran batuan berdasarkan kuat tekan uniaksial
(Partanto Prodjosumarto,1993)
Metode c (MPa) Alat
Penggalian bebas 1 - 10 Shovel loader/BWE
Penggaruan 10 - 25 Ripper
Rock cutting 10 - 50 Rock cutter
Peledakan > 25 Pemboran & peledakan
26
Tabel 3.4
Cara pemilihan alat-gali (Partanto Prodjosumarto,1993)
Jenis alat
Clamshell
Dragline
Track-type Loader
Power-shovel
Kapal keruk
Bulldozer
Hydraulic-shovel
Bucket Wheel Excavator
Power Scraper
Back-hoe
Jenis material
1. Mudah digali + + + + + + + + + +
2. Agak mudah digali + + + + + + - - + +
3. Agak sukar digali + + - + + + - - - -
4. Sangat sukar digali + - - - - - - - - -
Keterangan :
(+) : alat-gali dapat bekerja
(-) : alat-gali sukar atau tidak dapat bekerja tanpa bantuan alat lain atau peledakan
Tabel 3.5
Pembobotan pemilihan alat untuk pemindahan tanah pucuk
(Partanto Prodjosumarto,1993)
Front-nd Loaders
Elevating
1 = harus dipertimbangkan
With Push Tractor
2 = bisa dipertimbangkan
3 = bisa dipertimbangkan dalam
kondisi-kondisi tertentu
4 = bisa dipertimbangkan dalam
situasi khusus
A = tinggi
B = sedang
C = rendah
27
Tabel 3.6
Pembobotan pemilihan alat untuk pemindahan lapisan penutup
(Partanto Prodjosumarto,1993)
Keterangan :
Pull-power Scraper
Dragline
Elevating Scraper
1 = harus dipertimbangkan
0 - 10 m 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Tebal 10 - 20 m 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
20 - 30 m 1 1 2 3 3 3 2 2 2 2 2
30 m 1 2 3 4 4 4 2 3 3 3 3
Fragmentasi buruk 3 1 1 3 1 3 - - - - 1
Karakteristik Agak bongkah-bongkah 2 1 1 2 1 2 - 2 2 2 1
Fragmentasi baik 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1
Unkonsolidasi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
15 - 50 m 1 1 - 1 1 - 2 - - - 1
50 - 100 m 1 - 2 1 1 - 1 - - - 1
Jarak angkut 100 - 150 m 2 - 1 2 2 3 1 3 3 3 1
150 - 300 m - - 1 - - 1 - 1 1 1 2
> 300 m - - 1 - - 1 - 1 1 1 1
Karakteristik pendukung Baik 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
lapisan batubara Sedang 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 1
Buruk 1 4 4 2 2 2 4 1 1 1 1
- Kapasitas pemisahan - A C A A B A A A A A A
- Kemampuan / produksi - A A B A A B A A A A A
Fleksibilitas pada berba- Baik A A A A A A B A A A A
gai kondisi lapangan Biasa A B B B A A B A A A A
Buruk A C C C B B C B B B B
Mobilitas - B B B A A A C A A A A
28
Tabel 3.7
Pembobotan pemilihan alat untuk pemuatan batubara
(Partanto Prodjosumarto,1993)
Keterangan :
Elevating
1 = harus dipertimbangkan
0,3 - 1,0 m 2 1 1 2 1 1 1 4
1,0 - 1,5 m 1 1 1 1 1 1 1 3
Tebal lapisan batubara 1,5 - 3,0 m 1 1 1 1 2 2 2 2
3,0 - 7,5 m 1 2 2 1 3 3 3 1
> 7,5 m 1 3 3 1 4 4 4 1
Sangat 1 1 1 1 1 1 1 1
terfragmentasi/lunak
Fragmentasi Terfragmentasi sedang 1 1 1 1 2 2 2 3
Terfragmentasi rendah/keras 1 3 2 1 4 3 4
Sangat lunak 4 1 1 1 1 1 1 3
kondisi lantai tambang Sedang 1 1 1 1 1 1 1 2
Keras 1 1 1 1 1 1 1 1
Mobilitas - B A A A A A A B
Fleksibilitas pada Baik A A A A A A A B
berba-
gai kondisi lapangan Biasa B B B A A A A B
Buruk C B B B B B B C
Tinggi 1 1 3 1 1 1 1 2
Kebutuhan produksi Sedang 1 1 1 2 1 1 1 1
Rendah 1 1 1 3 1 1 1 1
29
3.3.2 Pengangkutan
Pengangkutan merupakan bagian penting dalam suatu penambangan.
Klasifikasi metoda pengangkutan dapat dilihat pada Tabel 3.8
Tabel 3.8
Klasifikasi Metoda Pengangkutan
(Hartman, H. L., 1987)
Untuk alat angkut yang paling banyak digunakan (truk jungkit), dapat
dijumpai 4 (empat) tahap, yaitu pemuatan, pengangkutan, penuangan dan
kembali kosong (lihat Gambar 3.12). dan Tabel 3.9 menyimpulkan
keuntungan dan kerugian beberapa alat angkut
30
Gambar 3.12
Daerah Kerja Pengangkutan Pada Tambang Terbuka
(Martin, James A., et. al.,1982)
Tabel 3.9
Perbandingan Beberapa Alat Angkut (Pfleider, 1973 dan Martin dkk., 1982)
(bersambung...)
31
(...sambungan)
32
Untuk memilih alat-angkut yang sesuai harus dipertimbangkan berbagai kondisi
medan kerja (lihat Tabel 3.10).
Tabel 3.10
Cara pemilihan alat-angkut (Partanto Prodjosumarto,1993)
Keterangan :
Conveyor
Tractor-drawn Scraper
Rear Dump
All-wheel-driver Scraper
Pipeline
1 = baik/cocok untuk digunakan.
Train
With Trailer Tractor
Skip
Bulldozer
Rubber-tired Tractor
2 = dapat/boleh digunakan.
3 = biasa digunakan untuk kondisi
tertentu.
4.= bisa dipakai pada keadaan
khusus.
Material bongkah2an 1 1 1 1 1
maks. 3 cm 1 1 1 1 2 1
maks. 2 cm 1 1 2 2 1 1 1 1 2 1 1 1
halus 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4
Panjang 0- 100 m 1 1 2 3 3 3 1 3 3 4 4 4
jalan angkut 100- 170 m 2 1 1 2 2 3 1 2 2 4 4 4
170- 330 m 2 1 1 1 2 1 1 1 4 4 4
330- 500 m 3 2 1 1 1 1 1 1 4 4 4
500-1.670 m 1 1 1 1 1 1 3 4 4
1.670-3.330 m 3 3 2 1 1 1 2 2 3
3.330-5.000 m 3 1 1 1 1 1 3
> 5.000 m 2 2 2 1 1 2
Keadaan tanah baik 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4
basah, lunak 1 1 3 3 2
Kemiringan 3% 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 4
jalan 5% 1 1 3 2 1 2 1 2 2 2 1 4 4
10 % 1 1 3 3 3 1 3 3 1 3 4
15 % 1 1 3 3 1 1 2 4
20 % 1 1 4
> 20 % 4 1 4
Fleksibilitas baik 1 1 1 1 1 1 1 1 1
sedang 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 4
buruk 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4
Produksi per baik 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 4
hari sedang 3 3 2 1 1 1 1 1 2 2 2 4
buruk 2 1 1 1 1 1 1 1 2 4
Tonase kecil 1 1 1 1 1 1 1 1 1
keseluruhan sedang 3 3 1 1 1 1 1 1 3 2 3 4
besar 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4
33