Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Mutu dari Berbagai Konsep

2.1.1. Filosofi Mutu dan Manajemen Mutu

Filosofi mutu dan Manajemen Mutu Terpadu (MMT), terjemahan dari

Total Quality Management (TQM), bermula di Amerika Serikat (AS) dalam

tahun 30-an. Di AS sendiri filosofi mutu dan MMT di masa itu tidak begitu

mendapat perhatian. Tetapi dalam tahun 50-an, sesudah Perang Dunia II,

pemimpin-pemimpin perusahaan Jepang mempelajari MMT dari para ahli AS,

dan menerapkannya dengan penyesuaian-penyesuaian tertentu. Setelah

penyesuaian-penyesuaian itu, sistem manajemen mutu di Jepang disebut

Total Quality Control (TQC) atau Pengendalian Mutu Total. Sejak penerapan

tersebut, industri jepang maju dengan pesat, sehingga pada tahun 80-an para

pengusaha AS menyadari sebab-sebab kekalahan mereka terhadap produk-

produk Jepang. Karena itu mereka kembali mempelajari MMT dan

menerapkannya, sehingga produk-produk AS dapat menyaingi produk-produk

Jepang. (Tampubolon, 2001:37).

2.1.2. Pengertian Dasar dari Mutu atau Kualitas

Dalam bahasa Indonesia (BI), mutu disebut juga kualitas. Kata kualitas

masuk ke dalam BI dari bahasa Inggris, yaitu qualitydan kata ini sesungguhnya

berasal dari bahasa Latin, yaitu qualitas yang masuk ke dalam bahasa Inggris

melalui bahasa Prancis Kuno, yaitu qualite. Dalam kamus-kamus lengkap

(kamus komprehensif) bahasa Inggris, kata itu mempunyai banyak arti. Tiga di

antaranya : (1) suatu sifat atau atribut yang khas dan membuat berbeda; (2)

13
14

standar tertinggi sifat kebaikan; dan (3) memiliki sifat kebaikan tertinggi.

(Tampubolon, 2001:106).

Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda, dan bervariasi

dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari

kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk

seperti : performansi (performance), keandalan (reliability), mudah dalam

penggunaan (ease of use), estetika (esthetics) dan sebagainya. (Gaspersz,

2001:4)

Bagaimanapun para manajer dari perusahaan yang sedang

berkompetisi dalam pasar global harus memberikan perhatian serius pada

definisi strategik, yang menyatakan bahwa : kualitas adalah segala sesuatu

yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the

needs of customers). (Gaspersz, 2001:4)

Dalam ISO 8402 (Quality Vocabulary), kualitas didefinisikan sebagai

totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk

memuaskan kebutuhan yang dispesifikasikan atau ditetapkan. Kualitas

seringkali diartikan sebagai kepuasan pelanggan (conformance to the

requirements). (Gaspersz, 2001:5)

Di samping pengertian kualitas seperti yang telah disebutkan di atas,

kualitas juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang menentukan

keputusan pelanggan dan upaya perubahan ke arah perbaikan terus-menerus

sehingga dikenal istilah : Q-MATCH (Quality = Meets Agreed Terms and

Changes). (Gaspersz, 2001:5)


15

Menurut Gaspersz (2001:5) berdasarkan definisi tentang kualitas baik

yang konvensional maupun yang lebih strategik, kita boleh menyatakan bahwa

pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok berikut:

1. Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik kesitimewaan

langsung maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan

pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas

penggunaan produk itu.

2. Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau

kerusakan. (Gaspersz, 2001:5)

Berdasarkan pengertian dasar tentang kualitas di atas, tampak bahwa

kualitas selalu berfokus pada pelanggan (customer focused quality). Dengan

demikian produk-produk didesain, diproduksi, serta pelayanan diberikan untuk

memenuhi keinginan pelanggan.

2.1.3. Definisi Manajemen Kualitas

Pada dasarnya Manajemen Kualitas (Quality Management) atau

Manajemen Kualitas Terpadu (Total Quality Management = TQM) didefinisikan

sebagai suatu cara meningkatkan performansi secara terus-menurus

(continuous performance improvement) pada setiap level operasi atau proses,

dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan

semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia. (Gaspersz, 2001:5)

ISO 8402 (Quality Vocabulary) mendefinisikan Manajemen Kualitas

sebagai semua aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang

menentukan kebijaksanaan kualitas, tujuan-tujuan dan tanggung jawab, serta

mengimplementasikannya melalui alat-alat seperti perencanaan kualitas


16

(quality planning), pengendalian kualitas (quality control), jaminan kualitas

(quality assurance) dan peningkatan kualitas (quality improvement). (Gaspersz,

2001:6)

Perencanaan kualitas (quality planning) adalah penetapan dan

pengembangan tujuan dan kebutuhan untuk kualitas. (Gaspersz, 2001:6)

Pengendalian (quality control) adalah teknik-teknik dan aktivitas

operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan kualitas. (Gaspersz,

2001:6)

Jaminan kualitas (quality assurance) adalah semua tindakan terencana

dan sistematik yang diimplementasikan dan didemonstrasikan guna

memberikan kepercayaan yang cukup bahwa produk akan memuaskan

kebutuhan untuk kualitas tertentu. (Gaspersz, 2001:6)

Peningkatan kualitas (quality improvement) adalah tindakan-tindakan yang

diambil guna meningkatkan nilai produk untuk pelanggan melalui peningkatan

efektivitas dan efisiensi dari proses dan aktivitas melalui struktur organisasi.

(Gaspersz, 2001:6)

2.1.4. Manajemen Mutu dari Perspektif berbagai Tokoh

2.1.4.1. Konsep Dr. Joseph M. Juran

Dr. Joseph M. Juran salah seorang guru dalam manajemen kualitas

memberikan definisi tentang manajemen kualitas sebagai suatu kumpulan

aktivitas yang berkaitan dengan kualitas teretntu yang memiliki karakteristik :

1. Kualitas menjadi bagian dari setiap agenda manajemen atas.

2. Sasaran kualitas dimasukkan dalam rencana bisnis.


17

3. Jangkauan sasaran diturunkan dari benchmarking : fakus adalah

pada pelanggan dan pada kesesuaian kompetisi; di sana adalah

sasaran untuk peningkatan kualitas tahunan.

4. Sasaran disebarkan ke tingkat yang mengambil tindakan.

5. Pelatihan dilaksanakan pada semua tingkat.

6. Pengukuran ditetapkan seluruhnya.

7. Manajer atas secara teratur meninjau kembali kemajuan

dibandingkan dengan sasaran.

8. Penghargaan diberikan untuk performansi terbaik.

9. Sistem imbalan (reward system) diperbaiki.

Dr. Juran sangat terkenal dengan konsep trilogi kualitas, yaitu :

perencanaan kualitas (quality control), pengendalian kualitas (quality

control), dan perbaikan atau peningkatan kualitas (quality improvement).

(Gaspersz, 2001:7)

Pandangan Dr. Juran tentang isu-isu utama lain yang berkaitan

dengan manajemen kualitas adalah :

1. Siklus pengembangan produk seharusnya dipersingkat melalui

perencanaan partisipatif, rekayasa berbarengan (concurrent

engineering), dan pelatihan kepada perencana dalam metode dan

alat-alat manajemen kualitas.

2. Hubungan dengan pemasok seharusnya diperbaiki. Banyaknya

pemasok seharusnya dikurangi. Suatu hubungan kerjasama

(teamwork relation) seharusnya ditetapkan berdasarkan rasa

saling percaya. Lama kontrak seharusnya diperpanjang sehingga

bersifat hubungan jangka panjang.


18

3. Pelatihan seharusnya berorientasi pada hasil dan bukan

berorientasi pada alat. Tujuan utama pelatihan seharusnya

mengubah perilaku karyawan dan bukan sekadar melatih atau

mendidik saja. (Gaspersz, 2001:9)

2.1.4.2. Dr. W. Edwards Deming

Dr. W. Edwards Deming, seorang doktor statistik berkebangsaan

Amerika Serikat yang merupakan pakar kualitas ternama dan yang

mengajarkan kepada Jepang tentang konsep pengendalian kualitas,

mengemukakan bahwa proses industri harus dipandang sebagai suatu

perbaikan kualitas secara terus-menerus (continuous quality improvement),

yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya ide untuk menghasilkan suatu

produk, pengembangan produk, proses produksi, sampai dengan distribusi

kepada pelanggan, seterusnya berdasarkan informasi sebagai umpan-balik

yang dikumpulkan dari pengguna produk (pelanggan) dikembangkan ide-ide

untuk menciptakan produk lama beserta proses produksi yang ada saat ini.

(Gaspersz, 2001:9)

Menurut Deming, untuk membangun sistem kualitas modern

diperlukan transformasi manajemen menuju kondisi perbaikan secara terus-

menerus (continuous improvement). (Gaspersz, 2001:9)

2.1.4.3. Philip B. Crosby

Crosby merupakan guru mutu ketiga dari AS. Walaupun yang

termuda, Crosby juga berpengaruh dalam pengembangan pemahaman tentang

mutu dan manajemen mutu. Sumbangan pemikirannya yang paling menonjol

tentang mutu, walaupun kontroversi, ialah Quality is Free (Mutu Tidak Mahal)

dan Zero Defects (Tanpa Cacat). Pandangan ini dituangkannya dalam dua
19

topik besar yaitu Vaksin Mutu dan Empat Belas Langkah Crosby. (Tampubolon,

2001:57)

Crosby menganalogikan pembudayaan mutu dengan vaksinasi

sehingga ia mengemukakan bahwa ada lima vaksin mutu yang harus

dibudayakan oleh setiap karyawan dan pimpinan. Kelima ramuan itu adalah

Integritas, Sistem, Komunikasi, Pelaksanaan dan Kebijakan. (Tampubolon,

2001:58).

Crosby juga mengemukakan empat belas langkah operasional dalam

usaha peningkatan mutu seperti membulatkan komitmen manajemen,

membentuk tim peningkatan mutu, mengidentifikasi masalah pokok,

memperkirakan biaya mutu, meningkatkan kesadaran dan komitmen setiap

karyawan terhadap mutu, menyusun sistem tindakan perbaikan, menyusun

rencana tanpa cacat, mengadakan pendidikan atau pelatihan bagi pengawas,

mengadakan hari tanpa cacat, menentukan tujuan, mengatasi sebab

kesalahan, memberikan pengakuan, membentuk dan mengaktifkan dewan

mutu, melakukan lagi. Keempat belas langkah di atas tidaklah harus diterapkan

sesuai urutan di atas, namun dapat disesuaikan dengan situasi yang sedang

dihadapi. (Tampubolon, 2001:61)

2.1.5. Aplikasi Konsep Kualitas Berdasarkan Pandangan Tradisional dan

Modern

Secara tradisional , para pembuat produk (manufacturers) biasanya

melakukan inspeksi terhadap produk setelah produk itu selesai dibuat dengan

jalan menyortir produk yang baik dari yang jelek, kemudian mengerjakan ulang

bagian-bagian produk yang cacat itu. Dengan demikian pengertian tradisional

tentang konsep kualitas hanya berfokus kepada aktivitas inspeksi untuk


20

mencegah lolosnya produk-produk cacat ke tangan pelanggan. Kegiatan

inspeksi ini dipandang dari perspektif sistem kualitas modern adalah sia-sia,

karena tidak memberikan kontribusi pada peningkatan kualitas (quality

improvement). (Gaspersz, 2001:12)

Pada masa sekarang, pengertian dari konsep kualitas adalah lebih

luas daripada sekadar aktivitas inspeksi. Pengertian modern dari konsep

kualitas adalah membangun sistem kualitas modern. Pada dasarnya, sistem

kualitas modern dapat dicirikan oleh lima karakteristik yang akan diuraikan

berikut ini. (Gaspersz, 2001:13)

1. Sistem kualitas modern berorientasi pada pelanggan

2. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya partisipasi aktif yang

dipimpin oleh manajemen puncak (top management) dalam proses

peningkatan kualitas secara terus-menerus.

3. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya pemahaman dari setiap

orangterhadap tanggung jawab spesifik untuk kualitas.

4. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya aktivitas yang

berorientasi pada tindakan pencegahan kerusakan, bukan berfokus

pada upaya untuk mendeteksi kerusakan saja.

2.2. Perkembangan Selanjutnya

Dari tiga guru manajemen mutu (Juran, Deming dan Crosby) tersebut

melahirkan berbagai kerangka konseptual pada zamannya mulai dari konsep

Total Quality Management (TQM), Kerangka Kerja Mutu The Toyota Way,

dan Kerangka Kriteria Baldrige Award seperti gambar di bawah ini :


21

Gambar 2.1 Konsep Total Quality Management (TQM)

(Sumber : Chase, 2001:261)

Gambar 2.2 Kerangka Kerja Mutu The Toyota Way

(Sumber : Liker, 2005:40)


22

Gambar 2.3 Nilai-nilai yang Dianut dalam Toyota Way

(Sumber : Liker, 2005:15)

Adapun rincian Kandungan yang Terdapat dalam Model 4P Toyota Way :

Bagian I : Filosofi Jangka Panjang

Prinsip 1. Ambil keputusan manajerial Anda berdasarkan filosofi jangka

panjang, meskipun mengorbankan sasaran keuangan jangka

pendek.

Bagian II : Proses yang Benar akan Memberikan Hasil yang Benar

Prinsip 2. Ciptakan proses yang mengalir secara kontinu untuk

mengangkat permasalahan ke permukaan.

Prinsip 3. Gunakan sistem tarik untuk menghindari produksi berlebih.

Prinsip 4. Ratakan beban kerja (Heijunka). (Bekerjalah seperti kura-kura

dan tidak seperti kelinci)


23

Prinsip 5. Bangun budaya berhenti untuk memperbaiki masalah dan untuk

memperoleh kualitas yang lebih baik sejak awal.

Prinsip 6. Standar kerja merupakan pondasi dari peningkatan

berkesinambungan dan pemberdayaan karyawan.

Prinsip 7. Gunakan pengendalian visual agar tidak ada masalah

tersembunyi.

Prinsip 8. Gunakan hanya teknologi handal yang sudah benar-benar teruji

untuk membantu orang-orang dan proses anda.

Bagian III : Menambah Nilai untuk Organisasi dengan

Mengembangkan Orang dan Mitra Kerja

Prinsip 9. Kembangkan pemimpin yang benar-benar memahami

pekerjaannya, mejiwai filosofi, dan mengajarkannya kepada

orang lain.

Prinsip 10. Kembangkan orang dan kelompok yang memiliki kemampuan

istimewa, yang menganut filosofi perusahaan anda.

Prinsip 11. Hormati jaringan mitra dan pemasok Anda dengan memberi

tantangan dan membantu mereka melakukan peningkatan.

Bagian IV : Menyelesaikan Akar Permasalahan Secara Terus-Menerus

Untuk Mendorong Pembelajaran Organisasi

Prinsip 12. Pergi dan lihat sendiri untuk memahami situasi sebenarnya

(genchi genbutsu).
24

Prinsip 13. Buat keputusan secara perlahan-lahan melalui konsensus,

pertimbangkan semua pilihan dengan seksama; kemudian

implementasikan keputusan itu dengan sangat cepat.

Prinsip 14. Menjadi suatu organisasi pembelajar melalui refleksi diri tanpa

kompromi (hansei) dan peningkatan berkesinambungan

(kaizen).

Gambar 2.4 Baldrige Award Criteria Framework : A Systems Perspective

(Sumber : Chase, 2001:263)


25

Tabel 2.1 Criteria for Performance Excellence Item Listing

2000 Categories/Items Point Values


1. Leadership 125
2. 1.1 Organizational Leadership 85
3. 1.2 Public Responsibility and Citizenship 40
4. Strategic Planning 85
5. 2.1 Strategy Development 40
6. 2.2 Strategy Deployment 45
7. Customer and Market Focus 85
3.1 Customer and Market Knowledge 40
3.2 Customer Satisfaction and Relationships 45
Information and Analysis 85
4.1 Measurement of Organizational Performance 40
4.2 Analysis of Organizational Performance 45
Human Resource Focus 85
5.1 Work System 35
5.2 Employee Education, Training and Development 25
5.3 Employee Well-Being and Satisfaction 25
Process Management 85
6.1 Product and Service Processes 55
6.2 Support Processes 15
6.3 Supplier and Partnering Processes 15
Business Result 450
7.1 Customer-Focused Results 115
7.2 Financial and Market Results 115
7.3 Human Resource Results 80
7.4 Supplier and Partner Results 25
7.5 Organizational Effectiveness Results 115
Total Point 1000
(Sumber : Chase, 2001:265)
26

2.2.1. International Standard Organization (ISO) Series

2.2.1.1. International Standard Organization (ISO) 9001

ISO 9001 adalah suatu standar internasional untuk Sistem

Manajemen Kualitas. ISO 9001 menetapkan persyaratan-persyaratan dan

rekomendasi untuk desain dan penilaian dari suatu Sistem Manajemen

Kualitas, yang bertujuan untuk menjamin bahwa organisasi akan memberikan

produk (barang dan/atau jasa) yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Persyaratan-persyaratan ini dapat merupakan kebutuhan spesifik dari

pelanggan, dimana organisasi yang dikontrak itu bertanggungjawab untuk

menjamin kualitas dari produk-produk tertentu, atau merupakan kebutuhan

dari pasar tertentu, sebagaimana ditentukan oleh organisasi. (Gaspersz,

2013:12)

Sistem Manajemen Kualitas Internasional ISO 9001 disusun

berlandaskan pada delapan prinsip manajemen kualitas yang dapat

digunakan oleh manajemen senior sebagai suatu kerangka kerja (framework)

yang membimbing organisasi menuju peningkatan kinerja. Delapan prinsip

manajemen tersebut adalah fokus pelanggan, kepemimpinan, keterlibatan

orang, pendekatan proses, pendekatan sistem terhadap manajemen,

peningkatan terus-menerus. (Gaspersz, 2013:13)

2.2.1.2. International Standard Organization (ISO) 14001

ISO 14001 merupakan Standar Internasional untuk sistem

manajemen lingkungan, yang memungkinkan organisasi mengembangkan

dan menetapkan kebijakan dan tujuan-tujuan yang berkaitan dengan sistem

manajemen lingkungan. Tujuan dari ISO 14001 adalah membantu semua

jenis organisasi untuk melinfungi lingkungan, untuk mencegah polusi, dan


27

untuk meningkatkan kinerja lingkungan organisai. (Gaspersz, 2013:115)

Berikut adalah gambar model sistem manajemen lingkungan ISO 14001.

Gambar 2.5 Model Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001

(Sumber : Gaspersz, 2013:117)

2.2.1.3. Occupational Health and Safety Assessment Series (OHSAS)

18001

Occupational Health and Safety Assessment Series (OHSAS)

18001 merupakan Standar Internasional untuk sistem manajemen K3

(Kesehatan dan Keselamatan Kerja), yang memungkinkan organisasi

mengendalikan risiko-risiko yang berkaitan dengan K3 serta meningkatkan

kinerja K3. (Gaspersz, 2013:79) Adapun model sistem manajemen K3

(Standar OHSAS 18001) dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


28

Gambar 2.6 Model Sistem Manajemen K3 (Standar OHSAS 18001)

(Sumber : Gaspersz, 2013:80)

2.2.1.4. International Standard Organization (ISO) 22000

ISO 22000 merupakan standar internasional untuk Sistem

Manajemen Keamanan Pangan (Food Safety Management System = FSMS)

yang membantu mengendalikan dan mengurangi bahaya-bahaya keamanan

pangan. (Gaspersz, 2013:339)

Sertifikasi ISO 22000 mencakup semua proses dalam rantai

makanan (food chain) yang berdampak pada keamanan dari produk akhir.

ISO 22000 menspesifikkan persyaratan-persyaratan untuk sistem manajemen

keamanan pangan yang komprehensif juga mencakup elemen-elemen Good

Manufacturing Practices (GMP) dan Hazard Analysis Critical Points (HCCP).

(Gaspersz, 2013:339)

Menurut Gaspersz (2013:339) Standar Internasional ISO 22000

dapat digunakan oleh semua organisasi dalam rantai pasokan makanan (food
29

supply chain) dari pertanian sampai pelayanan, pemrosesan, transportasi dan

penyimpanan bahan pangan melalui pengemasan sampai perdagangan.

2.2.1.5. International Standard Organization (ISO) 26000

ISO 26000 merupakan standar internasional untuk sistem tanggung

jawab sosial perusahaan namun tidak dimaksudkan untuk sertifikasi seperti

ISO 9001, ISO 14001, ISO 22000, tetapi hanya sebagai petunjuk untuk

tanggung jawab sosial dari organisasi apa saja tanpa memandang ukuran dan

lokasi organisasi itu. (Gaspersz, 2013:469)

Dalam menerapkan Standar Internasional ISO 26000 ini, disarankan

bahwa organisasi mempertimbangkan sosial, lingkungan, hukum, budaya,

politik dan keragaman organisasi, serta perbedaan dalam kondisi ekonomi,

sementara tetap konsisten dengan perilaku norma-norma internasional.

(Gaspersz, 2013:473)

2.2.1.6. International Standard Organization (ISO) 28000

ISO 28000 adalah Standar Internasional Sistem Manajemen

Keamanan Rantai Pasokan (Security Management System for the Supply

Chain) yang telah dikembangkan secara khusus untuk perusahaan-

perusahaan logistik dan organisasi yang mengelola operasional rantai

pasokan (supply chain operations). (Gaspersz, 2013:550)

ISO 28000 cocok untuk semua ukuran dan jenis organisasi yang

terlibat dalam pembelian , manufaktur, jasa, penyimpanan, pengangkutan dan

atau proses penjualan yang ingin menerapkan dan memelihara sistem

manajemen yang aman untuk rantai pasokan mereka. (Gaspersz, 2013:550)


30

2.2.1.7. International Standard Organization (ISO) 31000

ISO 31000 dapat digunakan sebagai panduan untuk membangun atau

menerapkan sistem manajemen risiko. ISO 31000 memberikan prinsip-prinsip

dan petunjuk generik tentang manajemen risiko dan dapat diterapkan pada

keseluruhan organisasi dalam suatu jangkauan aktivitas yang luas, termasuk

strategi-strategi dan keputusan-keputusan, operasi, proses-proses, fungsi-

fungsi, proyek-proyek, produk-produk, jasa-jasa, harta-harta (assets), dan

lain-lain. Serupa dengan ISO 26000, ISO 31000 juga tidak dimaksudkan untuk

tujuan sertifikasi. (Gaspersz, 2013:584)

2.2.1.8. International Standard Organization (ISO) 19011

ISO 19011 memberikan petunjuk tentang audit sistem-sistem

manajemen, mencakup prinsip-prinsip audit, pengelolaan program audit, dan

pelaksanaan audit sistem manajemen, juga panduan tentang evaluasi

kompetensi individual yang terlibat dalam proses audit, termasuk orang yang

mengelola program audit, auditor, dan tim audit. (Gaspersz, 2013:735)

2.2.1.9. International Standard Organization (ISO) 13053-1 Metodologi

DMAIC

ISO 13053-1 metode DMAIC (Define-Measure-Analyze-Improve-

Control) adalah metodologi peningkatan terus-menerus yang dipergunakan

dalam program Six Sigma atau Lean Six Sigma. (Gaspersz, 2013:629)

Six Sigma didefinisikan sebagai suatu metodologi yang

menyediakan alat-alat untuk peningkatan proses bisnis dengan tujuan untuk

menurunkan variasi proses dan meningkatkan kualitas produk. (Gaspersz,

2006:2)
31

Sasaran Six Sigma adalah meningkatkan kapabilitas proses

sepanjang value stream untuk mencapai (zero defects) dan menghilangkan

variasi. APICS Dictionary (2005) mendefisikan value stream sebagai proses-

proses untuk membuat, memproduksi, dan menyerahkan produk (barang

dan/atau jasa) ke pasar. (Gaspersz, 2006:1)

Menurut Gaspersz (2013:645) tujuan Six Sigma adalah untuk

peningkatan kinerja kualitas yang memberikan peningkatan keuntungan

(profit) melalui menangani isu-isu bisnis yang serius yang mungkin telah ada

untuk jangka waktu lama. Kekuatan pendorong di balik pendekatan Six Sigma

adalah untuk menciptakan organisasi yang kompetitif dan untuk

menghilangkan kesalahan-kesalahan dan pemborosan (waste).

ISO 13053-1 disiapkan oleh Komite Teknik ISO/TC 69

(Internasional Organization for Standardization/Technical Committee 69),

yaitu Komite Penerapan Metode Statistik, Sub Komite SC 7, yaitu Sub Komite

Penerapan Teknik Statistik Terkait untuk Implementasi Six Sigma. (Gaspersz,

2013:646)

2.3. Berbagai Ukuran yang Lazim Digunakan dalam Metode Six Sigma

2.3.1. Konsep Deffects Per Million Opportunities (DPMO) dan Six Sigma

Deffects Per Million Opportunities (DPMO) merupakan ukuran

kegagalan dalam Program Peningkatan Kualitas Six Sigma, yang menunjukkan

kegagalan per sejuta kesempatan. Target dari pengendalian kualitas Six Sigma

Motorola sebesar 3,4 DPMO seharusnya tidak diinterpretasikan sebagai 3,4

unit output yang cacat dari sejuta unit output yang diproduksi, tetapi

diinterpretasikan sebagai dalam satu unit produk tunggal terdapat rata-rata


32

kesempatan untuk gagal dari suatu karakteristik CTQ (Critical-to-quality) adalah

hanya 3,4 kegagalan per satu juta kesempatan (DPMO). (Gaspersz, 2002:7)

Menurut Muis (2012:84) analisis DPMO dan tingkat sigma merupakan

metode yang ada pada six sigma yang terdapat pada tahap Measure, berikut

penjelasan mengenai cara menentukan DPMO dan tingkat sigma :

a) Perhitungan DPMO (Deffects Per Million Opportunities)

Perhitungan nilai DPMO (Deffects Per Million Opportunities) dapat diperoleh

dengan bantuan Excel yaitu dengan rumus :

1000000-normsdist((USL-XBAR)/S)*1000000+normsdist((LSL-

XBAR/S)*1000000

b) Perhitungan Six Sigma

Nilai Sigma dapat diperoleh dengan bantuan Excel dengan rumus :

normsinv [(1000000 DPMO)/1000000] + 1,5

2.3.2. Peta Kendali (Control Chart)

2.3.2.1. Penggunaan Peta kendali

Peta kendali (control charts) pertama kali diperkenalkan oleh Dr.

Walter Andrew Shewhart dari Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat.

Peta-peta kendali (control charts) merupakan alat ampuh dalam mengendalikan

proses. Pada dasarnya peta-peta kendali dipergunakan untuk (Gaspersz, 2012:

521) :

1. Menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian

statistikal? Dengan demikian peta-peta kendali digunakan untuk

mencapai suatu keadaan terkendali secara statistikal, dimana semua

nilai rata-rata dan range dari sub-sub kelompok contoh (sample

subgroups) berada dalam batas-batas pengendalian (control limits),


33

oleh karena itu variasi penyebab-khusus menjadi tidak ada lagi dalam

proses itu.

2. Memantau proses terus-menerus sepanjang waktu agar proses tetap

stabil secara statistikal dan hanya mengandung variasi penyebab-

umum (common-causes variation).

3. Menentukan kemampuan proses (process capability). Setelah proses

berada dalam pengendalian statistikal, batas-batas dari variasi proses

dapat ditentukan.

Menurut Gaspersz (2012: 522) Pada dasarnya setiap peta kendali

memiliki :

1. Garis Tengah (Central Line), yang biasa dinotasikan sebagai CL.

2. Sepasang batas kontrol (control limits), dimana satu batas

kontrol ditempatkan di atas garis tengah yang dikenal sebagai

batas kontrol atas (upper control limit), biasa dinotasikan sebagai

UCL, dan yang satu lagi ditempatkan di bawah garis tengah yang

dikenal sebagai batas kontrol bawah (lower control limit), biasa

dinotasikan sebagai LCL.

3. Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan

keadaan dari proses. Jika semua nilai-nilai yang ditebarkan

(diplot) pada peta itu berada di dalam batas-batas kontrol tanpa

memperlihatkan kecenderungan tertentu, maka proses yang

berlangsung dianggap sebagai berada dalam keadaan terkontrol

atau terkendali secara statistikal atau dikatakan berada dalam

pengendalian statistikal. Namun, jika nilai-nilai yang ditebarkan

pada peta itu jatuh atau berada di luar batas-batas kontrol atau
34

memperlihatkan kecenderungan tertentu atau memiliki bentuk

yang aneh, maka proses yang berlangsung sebagai berada

dalam keadaan di luar kontrol (tidak terkontrol) atau tidak berada

dalam pengendalian statistikal sehingga perlu diambil tindakan

korektif untuk memperbaiki proses yang ada. Berikut adalah

gambar peta kendali :

Gambar 2.7 Peta kendali untuk Proses Terkendali

Sumber : (Gaspersz, 2012: 524)

Gambar 2.8 Peta kendali untuk Proses Tidak Terkendali


(Terdapat Variasi Penyebab Khusus)

Sumber : (Gaspersz, 2012: 524)

Keterangan :
CL = Garis Tengah (Central Line)
UCL = Batas Kontrol Atas (Upper Control Line)
LCL = Batas Kontrol Bawah (Lowe Control Line)
35

2.3.3. Pemahaman Indeks Proses Kapabilitas

Process Capability (Kemampuan Proses) untuk memproduksi atau

menyerahkan output sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan pelanggan.

Process Capability merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan

proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang

ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

Perusahaan-perusahaan Lean-Sigma mengandalkan peningkatan

kapabilitas proses untuk meningkatkan kinerja bottom line seperti : reduksi

biaya terus-menerus, peningkatan keuntungan terus-menerus, perluasan

pangsa pasar, dan lain-lain. Berdasarkan alasan ini, pengukuran kinerja proses

yang menggunakan indeks kapabilitas proses menjadi sangat penting dalam

program-program Lean-Sigma.

Indeks kapabilitas proses dapat dihitung menggunakan rumus Cp =

(USL LSL) / 6s, dimana USL = Upper Spesification Limit, LSL = lower

Spesification Limit dan s adalah simpangan baku proses dari produk yang

dihasilkan. (Gaspersz, 2006:38)

Jika hasil perhitungan Cp menunjukkan angka 2,0 maka proses produksi

berada pada tingkatan yang terbaik dengan hasil 3,4 DPMO yang setara

dengan pengendalian 6 Sigma. Secara umum untuk proses produksi yang

penyebaran produknya terdistribusi secara normal terdapat beberapa nilai

indeks kapabilitas proses yang setara dengan tingkat sigma sebagai berikut :
36

Tabel 2.2 Hubungan antara nilai indeks Cp dengan nilai Sigma

Cp Kapabilitas Proses

0,33 1,0 sigma

0,50 1,5 sigma

0,67 2,0 sigma

0,83 2,5 sigma

1,00 3,0 sigma

1,17 3,5 sigma

1,33 4,0 sigma

1,50 4,5 sigma

1,67 5,0 sigma

1,83 5,5 sigma

2,00 6,0 sigma

Sumber : Gaspersz (2006:39)

2.3.3.1. Proses dengan Dua Batas Kendali (Batas Kendali Atas dan

Batas Kendali Bawah)

Dalam suatu proses produksi, terdapat proses yang memiliki

spesifikasi dengan dua batas kendali. Dua batas kendali ini dimaksudkan

bahwa proses yang ada menghendaki adanya standar untuk batas atas atau

UCL (Upper Control Limit) dan juga batas bawah atau LSL (Lower Spesification

Limit). Kedua batas tersebut harus dipenuhi untuk mewujudkan proses produksi

yang terkendali. (Gaspersz, 2006:45).


37

2.3.3.2. Proses dengan Satu Batas Kendali (Batas Kendali Atas atau

Batas Kendali Bawah)

Menurut Gaspersz (2006:46) peta kontrol dapat dibangun untuk satu

sisi saja, UCL atau LCL, dimana UCL (Upper Control Limit) digunakan untuk

pengendalian nilai USL (Upper Spesification Limit), atau LCL (Lower Control

Limit) digunakan untuk pengendalian nilai LSL (Lower Spesification Limit). Peta

kontrol UCL atau LCL ditetapkan sebagai berikut :

UCL = X-bar + 1,5S maks atau LCL = X-bar 1,5Smaks.

Catatan : UCL harus lebih kecil dari USL (UCL < USL) atau LCL

harus lebih besar dari LSL (LCL > LSL atau LSL < LCL).

2.4. Penelitian Terdahulu

Analisis mengenai Six sigma dan pengendalian mutu telah banyak

dilakukan sebelumnya. Dengan berbagai macam metode yang telah digunakan

untuk melakukan analisis Six Sigma dan perbaikan mutu sehingga dapat

meningkatkan mutu produk serta mengurangi inefisiensi biaya dengan cara

mengurangi tingkat kecacatan produksi. Berbagai penelitian terdahulu yang

terkait dengan Six Sigma dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini :

Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu

NO Nama Peneliti Tahun Judul Penelitian Cacat Produk yang Diteliti


1 Arief Rahmana dan 2009 Evaluasi Kapabilitas Pada penelitian ini, penyebab
Benni Berutu Proses Pembuatan kecacatan produk
Produk Ballast Close diidentifikasi sebagai berikut :
Type Menggunakan 1) putus, 2) miring, 3) case
Pendekatan Six penyok, 4) kontak, 5) case
38

Sigma di PT. berkarat, 6) putus awal, 7)


Nikkatsu Electric gemuk, dan 8) putus akhir.
Works Dengan demikian, jumlah
CTQ untuk permasalahan ini
adalah sebanyak 8. Dari
delapan jenis cacat diperoleh
nilai Defect per million
Opportunity (DPMO) sebesar
1334,29 dan nilai sigma
sebesar 4,50.
2 Muhaemin 2012 Analisis Pada penelitian ini, produk
Pengendalian cacat disebabkan 1) warna
Kualitas Produk kabur, 2) tidak register, dan
dengan Metode Six 3) terpotong melebihi garis
Sigma pada Harian pinggir. Nilai DPMO sebesar
Tribun Timur. 44.679 dan nilai sigma yaitu
3.20 sigma.
3 Zazilatun Nadiah 2013 Analisis Pada penelitian ini, penyebab
Pengendalian Mutu kecacatan produk
SQC(Statistical diidentifikasi sebagai berikut :
Quality Control) inspeksi 1) kadar ash dan 2)
pada PT. Eastern moisture tepung terigu
Pearl Flour Mills Gatotkaca dan Kompas. Nilai
Makassar DPMO diperoleh sebesar
4 Billy Regino 2014 Analisis Pada penelitian ini, peneliti
Mardhy Pengendalian Mutu meneliti tiga proses yaitu :
dengan Metode Six proses untuk veneer f/b,
Sigma pada PT. veneer core dan proses
Katingan Timber plywood. Pada proses
Celebes di veneer f/b terdapat enam
Makassar, Sulawesi jenis faktor kecacatan, yaitu :
Selatan. 1) Lubang Kerek, 2) Lubang
Mata Kayu, 3) Lubang
Pinggir, 4) Pecah, 5) Lapuk,
39

6) Pinhole dengan tingkat


DPMO sebesar 115.000 dan
2,7 sigma. Pada proses
veener core terdapat enam
jenis faktor kecacatan : 1)
Void, 2) Overlap, 3) Kekuatan
Joint, 4) Mata Kayu, 5)
Lapuk, 6) Hazumari dengan
tingkat DPMO sebesar
123.000 dan 2,66 sigma.
Pada proses Plywood
terdapat sepuluh jenis faktor
kecacatan : 1) Overlap, 2)
Press Mark, 3) Face Pecah,
4) Patah Pisau Cutter, 5) Hot
Press, 6) Sander, 7)
Benturan, 8) Hazumari, 9)
Minyak, 10) Delaminasi
dengan DPMO sebesar
29.500 dan 3,39 sigma.
5 Saifullah Waspada 2015 Analisis Penelitian ini meneliti tentang
Pengendalian Mutu kantong semen yang
Dengan Metode Six digunakan PT. Semen
Sigma Pada PT. Bosowa Maros dengan dua
Semen Bosowa jenis faktor kecacatan yaitu
Maros jahitan dan lem. Nilai DPMO
sebesar 4624 dengan 4,10
sigma.
6 Rr. Rieka F. Hutami 2016 Analisis Pada penelitian ini, penyebab
dan Camelia Pengendalian kecacatan produk
Yunitasari Kualitas Produk diidentifikasi sebagai berikut :
dengan Metode Six 1) Potongan Tidak Sesuai, 2)
Sigma pada Warna Tidak Rata, 3) Robek,
Perusahaan 4) Terlipat. Nilai DPMO
40

Percetakan PT. sebesar 11.395,2452 dengan


Okantara nilai sigma sebesar 3,8.

2.5. Kerangka Pemikiran

Mutu suatu produk merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian

utama dari sebuah perusahaan karena mutu produk sangatlah erat kaitannya

dengan kepuasan pelanggan atau konsumen.

Kualitas sebuah produk dalam hal ini cacat atau tidaknya produk

tersebut sangatlah bergantung pada proses produksinya serupa dengan produk

tepung terigu yang dihasilkan oleh PT. Eastern Pearl Flour Mills. Penelitian ini

akan menilai bagaimana pengendalian mutu dari tepung terigu yang diproduksi.

Beberapa varian produk akan diteliti melalui sampel produk yang diperoleh dari

bagian laboratorium lalu akan dibandingkan dengan standar Critical To Quality

(CTQ) yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Setelah data diperoleh barulah

akan dilakukan perhitungan Deffects Per Million Opportunity (DPMO), Six

Sigma, dan juga perhitungan Kapabilitas Proses hingga menarik kesimpulan

terkait dengan mutu produk yang telah dinilai. Berikut gambar skema kerangka

pikir dapat dilihat pada gambar 2.9.


41

PT. Eastern Pearl


Flour Mills
Makassar

In Process Tepung
Terigu

Berbagai Varian
Produk Tepung
Terigu

Standar Critical To Hasil Pengujian


Quality (CTQ) Standar Critical To
Quality (CTQ)

DPMO

Sigma

Kapabilitas
Proses

Kesimpulan

Gambar 2.9 Kerangka Pemikiran


42

2.6. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Diduga proses produksi tepung terigu pada PT. Eastern Pearl Flour Mills

Makassar telah konsisten sesuai dengan spesifikasi produk yang telah

ditetapkan.

2. Diduga pengendalian mutu produk pada PT. Eastern Pearl Flour Mills

Makassar mencapai 3,4 100 Deffects Per Million Opportunities

(DPMO) atau setara dengan 5,22 6,0 Sigma ukuran kualitas produk

yang masuk ke dalam kategori kelas dunia.


43

Anda mungkin juga menyukai