Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

Neoplasma Ovarium Kistik Suspek Kista Endometriosis

Oleh :
Ayulita Hana Fadhila
1610221031

Pembimbing :
dr. Ranjan Kumar, Sp. An

Kepaniteraan Klinik Departemen Anestesi dan Reanimasi


Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan
Fakultas Kedexamethasonkteran UPN Veteran Jakarta
Tahun 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah
dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus. Makalah ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik bagian ilmu anestesi dan reanimasi
Fakultas Kedokteran UPNVeteran Jakarta di RSUP Persahabatan Jakarta periode 2016.
Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr. Ranjan Kumar, Sp.An selaku
pembimbing makalah ini, dan kepada seluruh dokter yang telah membimbing selama
kepaniteraan. Tidak lupa ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Terimakasih atas perhatiannya, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pihak yang terkait dan kepada seluruh pembaca.

Jakarta, Desember 2016

Penulis
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Ayulita Hana Fadhila


NIM : 161.0221.031
Departemen : Instalasi Anestesi dan Reanimasi RSUP Persahabatan Jakarta
Instansi : Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta
Periode : 21 November 24 Desember 2016
Pembimbing : dr. Ranjan Kumar, Sp.An
Judul : Neoplasma Ovarium Kistik Suspek Kista Endometrium

Jakarta, Desember 2016

dr. Ranjan Kumar, Sp.An


BAB I
DESKRIPSI KASUS

I.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. W
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 02 November 1965
Usia : 51 tahun
Alamat : Harapan Indah Bekasi RT.03 Bekasi
No. Rekam Medis : 11.45.04.9
Tanggal Masuk RS : 30 November 2016
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Menikah

I.2 Hasil Anamnesa


Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 2 November
2016, pukul 17.00 WIB di ruang perawatan kebidanan 3.

Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan utama perut terasa membesar.
Keluhan Tambahan : Pasien sering buang air kecil, terasa penuh di perut, nyeri saat
menstruasi.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan perut terasa membesar sejak kurang lebih 1 tahun lalu.
Pasien sering buang air kecil, terasa penuh di perut dan nyeri saat menstruasi. Saat ini pasien
menyangkal adanya sesak, batuk-pilek, demam, mual-muntah. Tidak ada nyeri kepala atau
penurunan kesadaran dan tidak ada kejang. Pasien juga mengatakan buang air besar dan
buang air kecil normal. Pasien hanya merasa agak cemas menjelang operasi.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus tipe 2. Gula darah pasien selama ini
terkontrol dengan penggunaan obat. Saat ini gula darah pasien juga dalam batas normal.
Pasien tidak memiliki riwayat sakit hipertensi, jantung, paru, ginjal, stroke, asma. Pasien juga
tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan maupun makanan.

Riwayat Pengobatan
Pasien rutin meminum obat metformin untuk mengontrol gula darahnya. Tidak ada obat
lain yang rutin pasien minum.

Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak pernah merokok, minum alcohol, ataupun mengkonsumsi obat-obatan
terlarang dan obat penenang.

Riwayat Operasi
Pasien pernah menjalani operasi kuretase pada tahun 2016. Pada operasi tersebut,
dilakukan pembiusan stengah badan (spinal). Tidak ada reaksi efek samping yang timbul
pasca pembiusan.

I.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Berat Badan : 62 Kg BMI : 27,5 (overweight)
Tinggi Badan : 150 Cm
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,8 C
Kepala
Bentuk : Normocephale
Rambut : Warna hitam, distribusi rambut merata, rambut tidak mudah
dicabut.
Mata : Pelpebra tidak cekung dan tidak edema, konjungtiva tidak
anemis (-/-), sklera tidak ikterik (-/-), pupil mata iskor kanan
dan kiri, reflex cahaya positif (+/+).
Telinga : Normotia, tidak ada cairan yang keluar dari telinga.
Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum, tidak hiperemis, dan
tidak ada secret yang keluar dari lubang hidung.
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T2.
Mulut : Mukosa bibir lembab, tidak pucat, tidak sianosis.

Leher
Inspeksi : Proporsi leher dalam batas normal, tidak terlihat adanya massa
atau benjolan, tidak ada hambatan dalam pergerakan.
Palpasi : Trakea terletak ditengah, tidak teraba pembesaran tiroid, KGB
tidak teraba.

Thorax
1) Paru-paru
Inspeksi : Bentuk dada normochest, pergerakan dinding dada simetris,
tidak terlihat adanya luka/ massa didaerah dada
Palpasi : Vocal fremitus sama antara dada kanan dan kiri.
Perkusi : Suara perkusi sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak ada ronkhi (-/-), tidak ada
wheezing (-/-).
2) Jantung
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : Tidak teraba pulsasi iktus kordis.
Perkusi : Perkusi tidak dilakukan secara maksimal (batas jantung paru
sulit dinilai)
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni regular, tidak ada murmur dan tidak
ada gallop.

Abdomen
Inspeksi : Datar, dinding perut tidak tegang, tidak terlihat ada massa
menonjol.
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Palpasi : Perut supel, tidak teraba adanya massa, tidak teraba hati dan
lien, nyeri tekan tidak ada.
Perkusi : Timpani pada seluruh region abdomen.

Kulit
Kulit tidak kering, tidak ada lesi, tidak sianosis dan tidak ikterik. Turgor kulit baik, CRT <2
detik

Ekstremitas
Superior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-/-),
edema (-/-), akral dingin (-/-), kesemutan (-/-), sensorik dan
motoric baik.
Inferior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-/-),
edema (-/-), akral dingin (-/-), kesemutan (-/-), sensorik dan
motoric baik.

Kesulitan Airway
Gigi : Tidak ada gigi yang hilang atau goyang. Tidak ada pemakaian
gigi palsu
Malampati : 1 (tampak pilar faring, palatum mole, dan uvula).
3-3-2 rules : Bukaan mulut (3), jarak mentum ke hyoid (3), jarak tiroid ke
hyoid (2).
Mobilisasi leher : Baik
Trauma cervical : Tidak ada
Leher pendek : Tidak ada
I.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboraturium

Hasil Pemeriksaan Hematologi (30-11-2016)


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
DARAH PERIFER
LENGKAP
Hb 12,7 12,0-14,0 g/dL
Ht 38,5 37,0-43,0 %
Eritrosit 4,98 4,00-5,00 juta/uL
Leukosit 5260 5000-10000 /uL
Trombosit 175000 150.000-400.000 /uL
MCV 77,3 82-92 fL
MCH 25,5 27-31 g/dL
MCHC 33 32-36 g/dL

HITUNG JENIS
Basofil 1,1 0-1 %
Eosinofil 2,7 1-3 %
Neutrophil 50,4 52,0-76,0 %
Limfosit 36,7 20-40 %
Monosit 9,1 2-8 %
RDW-CV 15,4 11,5-14,5 %
Hasil Pemeriksaan Hemostasis (1-12-2016)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
PT + INR
PT pasien 9,0 9,8-11,2 detik
PT control 11,5
INR 0,85
APTT
APTT pasien 29,2 31,0-47,0 detik
APTT control 32,5

Hasil Pemeriksaan Urinalis (1-12-2016)


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Warna Kuning muda Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Leukosit 3-5 0-5 /LPB
Eritrosit 0-1 0-2 /LBP
Silinder Negative
Sel epitel 1+
Kristal Negative Negative
Bakteria Negative
Berat jenis 1.053 1.005-1.030
pH 5,5 4,5-8,0
Albumin Negatif Negative
Glukosa Negatif Negative
Keton Negative Negative
Darah/ Hb Negatif Negative
Bilirubin Negatif Negative
Urobilinogen 34 34-170 umol/L
Nitrit Negatif Negative
Leukosit ekstrase Negative Negative
Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik (1-12-2016)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
SGOT (AST) 16 5-34 U/L
SGPT (ALT) 13 0-55 U/L
Albumin 3,80 3,5-5,2 g/dL
Ureum darah 17 21-43 mg/dL
Kreatinin darah 0,6 0,6-1,2 mg/dL
Glukosa sewaktu 110 70-200 mg/dL

Hasil Pemeriksaan Elektrolit (1-12-2016)


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Natrium (Na) darah 139 135-145 mEq/L
Kalium (K) darah 3,50 3,50-5,00 mEq/L
Klorida (Cl) darah 109 99,0-107,0 mEq/L

Pemeriksaan USG Kandungan (24-10-2016)


Hasil yang Nampak :
Uterus membesar dengan ukuran 130x95x124 mm. tampak massa hipoekoik berbatas
tegas di korpus belakang (91x63 mm) dan korpus depan (diameter 3 mm), berasal dari
mioma uteri intramural multiple.
Endometrium tebal 18 mm, regular, suspek hyperplasia endometrium.
Di kavum douglas, tampak massa kistik unilokular dengan ekhointernal, ukuran
massa 80x46 mm lebih dominan ke daerah adneksa kiri, kemungkinan berasal dari
neoplasma ovarium, suspek tipe endometriosis, suspek kiri.
Penilaian :
- Mioma uteri intramural multiple
- Suspek hyperplasia endometrium
- Neoplasma ovarium kistik, suspek tipe endometriosis suspek kiri?
Pemeriksaan Patologi Anatomik (14-11-2016)
Makroskopik : Jaringan compang campng col 2 cc, coklat, semua cetak 1 blok.
Mikroskopik : Sediaan terdiri atas keeping-keping jaringan endometrium
atrofik, sebagian berbentuk polypoid stroma beerserbukan sel
radang kronik. Tidak tampak tanda ganas.
Kesimpulan : Sesuai dengan polip endometrium.

Pemeriksaan Rontgen Thorax

Pemeriksaan Echocardiography (24-11-2016)


Dimensi ruang jantung : Dalam batas normal
Kontraktilitas global LV dalam batas normal 71%
Disfungsi diastolic grade 1
Semua katup jantung dalam batas normal.

I.5 Diagnosis Klinis


Neoplasma ovarium kistik suspek kista endometriosis.
I.6 Tindakan
Laparatomi dan VC

I.7 Hasil Konsul


Penyakit Dalam : Toleransi operasi risiko ringan-sedang.
Jantung : Toleransi operasi risiko ringan-sedang.
Paru : Toleransi operasi risiko ringan-sedang.
Anestesi : Puasa 6 jam sebelum operasi dilaksanakan.

I.8 Kesimpulan
ASA 2 dengan diabetes mellitus tipe 2 terkontrol.
BAB II
ANESTESI

II.1 Rencana Anestesi


General anestesi dengan intubasi dan metode CEGA (Combined Epidural - General
Anesthesia).

II.2 Tatalaksana
PREMEDIKASI
1) Midazolam
Dosis : 0,05 - 0,1 mg/kgbb.
Rentang dosis : 3,1 mg 6,2 mg 5 mg
Sediaan : 1 mg/ml 5 ml
2) Fentanyl
Dosis : 1 3 mcg/ml.
Rentang dosis : 62 mcg - 186 mcg 150 mcg
Sediaan : 50 mcg/ml 3 ml
INDUKSI
1) Propofol
Dosis : 2 3 mg/kgbb
Rentang dosis : 124 mg 186 mg 150 mg
Sediaan : 10 mg/ml 15 ml
RELAKSAN
1) Atracurium
Dosis : 0,5 mg/kgbb 30 mg
Sediaan : 10 mg/ml 3 ml
MAINTENANCE
1) Inhalasi
O2 : Udara = 1 : 1 kadar O2 60,5%
Sevofluran 2 volum % (hipnotik)
2) Relaksan
Atracurium (dosis 0,1 mg/kgbb/30 menit) 10 mg/30 menit.
3) Obat-obatan lain
Dexamethasone 10 mg.
Ondansetron 4 mg.
Tranxamine 1 gr.
Dycinone 500 mg.
Ketorolac 30 mg.
Tramadol
Atropine 0,25 mg.

II.3 Tindakan
1) Intubasi
Intubasi menggunakan ETT king-king ukuran 7,5 dengan fiksasi sedalam
21 cm.
Intubasi dilakukan setelah pasien tidur.
ETT disambungkan ke ventilator dengan Tidal volume 400, RR 14, PEEP 5
cmH2O.
2) Epidural
Epidural dipasang di lokasi setinggi L2 L3, dengan fiksasi kateter sedalam 2 cm.
3) NGT
4) Pemasangan 2 I.V line

II.4 Monitoring
1) Pemantauan adekuatnya jalan nafas dan ventilasi selama anestesi :
Pemantauan tanda klinis pergerakan dada, observasi reservoir breathing
bag, pastikan stabilitas ETT tetap terjaga.
2) Pemantauan oksigenasi selama anestesi :
Pemantauan saturasi oksigen dilakukan dengan pemasangan pulse oximetry
dan pemantauan melalui monitor.
3) Pemantauan adekuat atau tidaknya fungsi sirkulasi pasien :
Pemantauan tekanan darah dan denyut jantung.
Pemantauan EKG secara continue mulai sebelum induksi anestesi.
Pemantauan kebutuhan cairan pasien selama anestesi :1
- Input : Cairan infus (RL, asering, gelofusin, darah)
- Output : Perdarahan dan urin.

PEMANTAUAN TANDA VITAL

Hasil Pemantauan Tanda Vital Pasien Selama Operasi


Jam TD (mmHg) Nadi (x/menit) RR (x/menit) SpO2 (%)
10.30 130/85 70 18 100
10.45 110/50 75 14 100
11.00 90/50 75 14 100
11.15 110/80 76 14 100
11.30 130/80 56 14 100
11.45 140/80 73 14 100
12.00 130/80 70 14 100
12.15 130/80 70 14 100
12.30 130/70 70 14 100
12.45 140/70 76 14 100
13.00 155/90 75 15 100
13.15 150/90 76 14 100
13.30 130/70 74 14 100
13.45 130/80 70 14 100
14.00 150/100 75 13 100
14.15 140/90 75 14 100
14.30 150/90 78 14 100
14.45 160/100 77 14 100
15.00 150/90 75 14 100

PEMANTAUAN CAIRAN
Pemberian cairan :
- Kebutuhan cairan :
Maintenance : 2 ml/ kgbb 2 ml x 62 = 124 ml.
Pengganti puasa : lama puasa x maintenance 6 jam x 124 ml = 744
ml.
Stress operasi : skala berat x BB 8 x 62 kg = 496 ml
- Pemberian cairan jam ke- :
Jam ke I : maintenance + pengganti puasa + stress operasi
124 ml + (744) + 496 = 992 ml
Jam ke II : maintenance + pengganti puasa + stress operasi
124 ml + (744) + 496 = 806 ml
Jam ke III : maintenance + pengganti puasa + stress operasi
124 ml + (744) + 496 = 806 ml
Jam ke IV : maintenance + stress operasi
124 ml + 496 ml = 620 ml
Jam ke V : : maintenance + stress operasi
124 ml + 496 ml = 620 ml
Perdarahan : 1500 cc
Urin output : 700 cc
Total kebutuhan cairan :
992 ml + 806 ml + 806 ml + 620 ml + 620 ml = 3844 ml
Jumlah pemberian cairan :^
Total pemberian cairan adalah 3.906 cc, dengan rincian :
- Ringer laktat : 2500 cc
- Asering : 500 cc
- Gelofusin : 500 cc
- Darah (PRC) : 406 cc
EBV 65 x 62 kg = 4.030 cc

II.5 Pasca Operasi


Pasien dilakukan ekstubasi setelah operasi selesai di rawat di ruang perawatan
kebidanan III.
Pengelolaan nyeri :
Diberikan morfin 1 g diencerkan dalam 10 cc nacl /24 jam, dimasukan melalui
epidural.
Pengelolaan mual-muntah :
Kombinasi antara dexamethasone 10 mg dan ondansetron 4 mg.
Antibiotika :
Sesuai kepentingan bidang obgyn.
Infus :
RL 100 cc/jam
Diet dan nutrisi :
Minum sedikit-sedikit dan bertahap jika tidak ada mual dan muntah.
Pemantauan TTV :
Pemantauan tiap 15 menit selama 24 jam.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Definisi Cairan Tubuh


Cairan tubuh adalah cairan suspensi sel di dalam tubuh makhluk multiseluler seperti
manusia atau hewan yang memiliki fungsi fisiologis tertentu.

III.2 Fisiologi Cairan Tubuh dan Elektrolit


A. Distribusi cairan tubuh
Air adalah pelarut (solven) terpenting dalam komposisi cairan makhluk hidup.
Persentase air tubuh total (Total Body Water) terhadap berat badan berubah sesuai umur,
menurun cepat pada awal kehidupan. Pada saat lahir, TBW 78% berat badan. Pada beberapa
bulan pertama kehidupan, TBW turun cepat mendekati kadar dewasa 55-60 % berat badan
pada saat usia 1 tahun. Pada masa pubertas, terjadi perubahan TBW selanjutnya. Karena
lemak mempunyai kadar air yang lebih rendah, persentase TBW terhadap berat badan lebih
rendah pada wanita dewasa yang mempunyai lebih banyak lemak tubuh (55%) daripada laki-
laki, yang mempunyai sedikit lemak. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam
kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular.

Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa,
sekitar dua pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter
rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya
pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular. Cairan
intraseluler terlibat dalam proses metabolik yang menghasilkan energi yang berasal
dari nutrien-nutrien dalam cairan tubuh.

Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Cairan ekstraseluler
berperan dalam mempertahankan sistem sirkulasi, mensuplai nutrient ke dalam sel,
dan membuang zat sisa yang bersifat toksik. Jumlah relatif cairan ekstraselular
berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh
terdapat di cairan ekstraselular. Cairan ekstraselular dibagi menjadi :
Cairan Interstitial :
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12
liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.
Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume
plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya
merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan
platelet.
Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi
saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah
sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari
ruang transeluler.

Intraselular
(40%)
Cairan Interstitial
tubuh (60%) (15%)
Ekstraselular
(20%)
Intravaskuler
(5%)

Table 1. Distribusi cairan tubuh


B. Komponen cairan tubuh
ELEKTROLIT
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik. Elektrolit
dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation dan anion
dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).

1) Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation
utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat
di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.
Natrium :
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-
145mEq/liter.12 Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70%
atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-
180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap
hari = 100mEq (6-15 gram NaCl).
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial
maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium
(muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan
dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam
plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila
kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila
volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.

Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler
berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit.
Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-
ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan
protein didalam sel.
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3
mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi
H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72
mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.

Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme
kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis,
ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1%
dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.

Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk
pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.

2) Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-),
sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-).

Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu
hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal.
Sedikit sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat
dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan
asam basa.
Tabel 1. Komposisi Elektrolit pada Cairan Tubuh
Cairan
Plasma Cairan Interstitial
Elektrolit Intracellular
(mEq/L) (mEq/L)
(mEq/L)

Na+ 142 145 10

K+ 4 4 159

Mg2+ 2 2 40

Ca2+ 5 3 1

Cl- 103 117 10

HCO3- 25 27 7

Adapted from Campbell I: Physiology of fluid balance. Anaesth Intensive Care Med
7:462-465 2006.

NON-ELEKTROLIT
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya
termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.

C. Proses Pergerakan Cairan Tubuh


Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme
transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energy sedangkan
mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme
transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang
memerlukan ATP.

Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:


Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran
semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju
larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan
kapiler permeable terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh
kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air
(pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.
Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan
tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer
laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades),
sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.

Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan
bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan
hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori
tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan
hidrostatik.

Pompa Natrium Kalium


Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion
natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium
dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah
keadaan hiperosmolar di dalam sel.

D. Asupan dan ekskresi cairan dan elektrolit fisiologis


Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres
akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru,
kulit atau traktus gastrointestinal.
Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml
per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata rata 250
ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak
disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.
III.3 Perubahan cairan tubuh
Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :
1) Perubahan volume
Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh
yang paling umum. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di
gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase
fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan
lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar.
Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda
gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang
lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang
berat terjadi.

Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum
dari natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139
mEq/L) atau hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik
merupakan yang paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi
hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus.

Dehidrasi isotonis (isonatremik): terjadi ketika kehilangan cairan


hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah.
Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam
kompartemen intravaskular maupun kompartemen
ekstravaskular.

Dehidrasi hipotonis (hiponatremik): terjadi ketika kehilangan


cairan dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah
(kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi
kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang
hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen
intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular,
sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular.15

Dehidrasi hipertonis (hipernatremik): terjadi ketika kehilangan


cairan dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah
(kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi
kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang
hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen
ekstraskular berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga
meminimalkan penurunan volume intravaskular.15

Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat
iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan
kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosayang
menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal
(gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.9,10 Kelebihan
cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl
tetap atau berkurang.10

2) Perubahan konsentrasi
Hiponatremia
Kadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/ L,
sudah dapat dibilang hiponatremia. Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala
disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan,
sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma.
Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi
psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space
losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi
dengan restriksi cairan (Na+ 125 mg/L) atau NaCl 3% ssebanyak (140-
X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.12
Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara
perlahanlahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk
menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus :

Na= Na1 Na0 x TBW

Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)


Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang aktual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)

Hipernatremia
Bila kadar natrium lebih dari 145 mEq/L disebut dengan hiperkalemia.
Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan
mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh
kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat
berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini
adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140)
x BB x 0,6}: 140.12

Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut
kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis
kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik
jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi
postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi
hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis,
hipomagnesemia, obat-obatan), infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam
(untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40
mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat;<2mEq/L
disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).13 Rumus untuk
menghitung defisit kalium18 :
K = K1 K0 x 0,25 x BB

K = kalium yang dibutuhkan


K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)

Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi
renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor,
siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf
pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik,
perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium
klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10
menit, atau diuretik, hemodialisis.

3) Perubahan komposisi
Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk
menurunkan ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan
akibat dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas,
atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi
abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya
melibatkan koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal,
dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene
trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.

Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)


Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan
ventilasi yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal,
dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi
ditujukan untuk mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang
sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi
defisit potasium yang terjadi.

Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)


Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau
kehilangan bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal,
diare, fistula usus kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi
awal yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab
paling umum adalah syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang
berlebihan dan keracunan metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap
koreksi kelainan yang mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi
penanganan asidosis berat dan hanya setelah kompensasi alkalosis respirasi
digunakan.

Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)


Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan
bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada
pasien bedah adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume
ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan
penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama
perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang
sering.

III.4 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pembedahan


Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum
terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, intraoperatif dan
postoperatif.

Faktor-faktor preoperatif
Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh
stres akibat operasi.
Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena
dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek
diuresis osmotik.
Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air
dan elektrolit
Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan
elekrolit dari traktus gastrointestinal.
Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
Restriksi cairan preoperatif
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan
cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien
menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.
Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.

Faktor-faktor intraoperatif
Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia
preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan
vasokonstriksi.
Kehilangan darah yang abnormal
Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan
cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi
yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)

Faktor-faktor postoperatif
Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
Peningkatan katabolisme jaringan
Penurunan volume sirkulasi yang efektif
Risiko atau adanya ileus postoperatif

III.5 Terapi Cairan


Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-
batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander)
secara intravena.
Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah
pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang
terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.
Terapi cairan resusitasi
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan
tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi
jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi dapat
dilakukan dengan pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau
Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik
bisa diberikan 2-3 L dalam 10 menit.
Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi.
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit
utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut
merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi
gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal
dengan insensible water losses.

Rumus Holiday Segar


Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan karbohidrat
atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang juga
mengandung karbohidrat adalah larutan KA-EN, dextran + saline, DGAA, Ringer's dextrose,
dll. Sedangkan larutan rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%.
Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga
dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.
Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan karena seperti
sudah dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan dapat menimbulkan efek samping yang
berbahaya. Umumnya infus konvensional RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai
kebutuhan harian. Infus KA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian.
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang
peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan,
yaitu:
6-8 ml/kg untuk bedah besar
4-6 ml/kg untuk bedah sedang
2-4 ml/kg untuk bedah kecil

Jenis-Jenis Cairan
Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata
sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume
intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30
menit.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak
digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir
menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan
mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang
sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat
mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan
menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih
banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid
sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit
larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan
paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka,
apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9Selain itu, pemberian cairan
kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan
intra kranial.
Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan
ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler.
Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama
pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia
berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).

Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:


a. Koloid alami:
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%).
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam
untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma
selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta
globulin.
b. Koloid sintetis:
- Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan
Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000
diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh
dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume
expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi
Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro
karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu
Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi
platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan
fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran
melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu
perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan
memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000
1.000.000, rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan
onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang
normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan
sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum
amilase ( walau jarang). Low molecullar weight Hydroxylethyl starch
(Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume
plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung
selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume expander
yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu
koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi
cairan pada penderita gawat.
Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat
molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.

Ada 3 macam gelatin, yaitu:


- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin

Keuntungan dan kerugian cairan kristaloid dan koloid


Kristaloid Koloid
Keuntungan - Tidak mahal - Mempertahankan cairan
- Aliran urin lancar intravaskular lebih baik (1/3 cairan
(meningkatkan volume bertahan selama 24 jam)
intravaskular) - Meningkatkan tekanan onkotik
- Pilihan cairan pertama u/ plasma
resusitasi perdarahan & trauma - Membutuhkan volume yang lebih
- Mengembalikan kehilangan sedikit
pada ruang cairan ke-3 - Mengurangi kejadian edema perifer
- Dapat menurunkan tekanan
intracranial
Kerugian - Mengencerkan tekanan osmotik - Mahal
koloid - Menginduksi koagulopati (dextran
- Menginduksi edema perifer & helastarch)
- Insidensi terjadinya edema - Jika tdpt kerusakan kapiler, dpt
pulmonal lebih tinggi berpotensi tjd perpindhn cairan ke
- Membutuhkan volume yg lebih interstitial
besar - Mengencerkan faktor pembekuan
- Efeknya sementara dan trombosit
- Berpotensi menghambat tubulus
renalis dan sel retikuloendotelial di
hepar
- Kemungkinan adanya reaksi
anafilaksis (dextran)

A. Terapi Cairan Preoperatif


Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus
diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi.
Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan
sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup
diganti dengan ciran hipotonis seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada
penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya
diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan
karena akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan
sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan
(hipovolemik, dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti
dengan melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.

Penggantian Defisit Pasca Bedah

Usia Jumlah Kebutuhan


(ml/Kg/Jam)

Dewasa 1,5 2
Anak 24
Bayi 46
Neonatus 3

B. Terapi Cairan Intraoperatif


Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan dasar
ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan
penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur
pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.
Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis
misalnya bedah mata (ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja
selama pembedahan.
Pembedahan dengan trauma ringan
misalnya: appendektomi dapat diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk
kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma
pembedahan. Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam
seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-R.
Pembedahan dengan trauma sedang
diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 8
ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10 ml/kgBB/jam.
C. Terapi Cairan Postoperatif

Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:

Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi.


Kebutuhan air untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar
50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian
kalium karena adanya pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses
katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan
aldosteron dan ADH yang cenderung menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh
sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian natrium. Penderita
dengan keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian
karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan
dapat menekan pemecahan protein sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan
melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis
dan bila perlu larutan garamisotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita
dapat minum dan makan.
Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
- Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1C
- suhu tubuh
- Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
- Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan
- humidifikasi.
Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang
belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan
transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.
Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut.
Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah,
frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi
nafas, suhu tubuh dan warna kulit.

BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang wanita Ny. W usia 51 tahun akan menjalani pembedahan Laparotomy VC


diikuti histerektomi. Pasien didiagnosis neoplasma ovarium kistik suspek kista endometriosis.
Pasien di operasi tanggal 2 Desember 2016. Selama proses pembedahan, dibagi menjadi 3
tahapan. Tahapan pertama adalah pre operatif, intra operatif, dan post operatif.
Tahapan pertama adalah pre-operatif. Pada tahap ini, sehari sebelum operasi dilakukan
kunjungan pra anestesi. Pada kunjungan ini tidak ada keluhan yang dirasakan pasien saat ini.
Pasien tidak demam, batuk-pilek, mual-muntah, dll. Kondisi ini menunjang untuk dilakukan
pembiusan, karena pada kondisi yang tidak stabil akan berpengaruh terhadap efek pasca
pembiusan. Sejalan dengan keluhan yang dirasakan pasien, pemeriksaan fisik pun tidak ada
masalah berarti. Hanya tekanan darah pasien agak tinggi yaitu 140/90 mmHg. Pada
pemeriksaan jantung, paru juga tidak ada masalah. Pada pemeriksaan abdomen, teraba
distensi dibawah umbilicus sebelah kiri, yang sesuai dengan NOK yang pasien alami.
Keadaan fisik juga memperkuat pernyataan pasien untuk menilai pengaruh kondisi pasien
saat pembiusan. Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus tipe 2 dengan control obbat
metformin. Keadaan airway pasien dalam batas normal. Sesuai pemeriksaan LEMON tidak
ada indikasi untuk kesulitan airway. Pada pemeriksaan penunjang laboraturium darah
maupun urin tidak ada hasil abnormal yang sekirannya akan berpeengaruh terhadap
pembiusan.
Sebelum operasi, direncanakan untuk maintenance oksigen, cairan, tanda vital agar
haemodinamik pasien tidak mengalami masalah saat operasi. Pasien juga memiliki persedian
darah sebanyak 500 ml untuk operasinya. Pasien juga dipuasakan selama 6 jam untuk
mencegah terjadinya regurgitasi saat pasien dibawah pengaruh obat bius, ditambah obat-obat
anestesi memiliki efek samping mual dan muntah.
Tahapan kedua adalah saat intra operasi. Metode anestesi yang dilakukan adalah
general anestesi dengan intubasi dan CEGA. Metode ini dipilih karena pertimbangan waktu
operasi yang memakan waktu lama, sehingga pembiusan pasien tidak terganggu. Pasien juga
dianestesi dengan metode CEGA, yaitu kombinasi antara epidural dan general anestesi.
Pemasangan epidural dilakukan dengan pertimbangan nyeri yang akan timbul pasca operasi,
sehingga pasien akan mudah diberikan analgetik melalui epidural untuk melokalisasi
nyerinya. Analgetik pada kasus ini menggunakan fentanyl karena fentanyl merupakan obat
dengan kerja short acting. Relaksan pada kasus ini adalah atracurium yang berfungsi untuk
menjaga kelumpuhan otot-otot, sehingga tidak terjadi kontraksi pada pasien saat dilakukan
operasi. Pemberian anestesi inhalasi dilakukann dengan sevoofluran 2 vl% yang berfungsi
sebagai maintenance dan meningkatkan efektivitas hipotensi dalam mempertahankan MAP.
Pada kasus ini dilakukan tindakan operasi laparotomy. Laparotomy secara definisi
adalah prosedur membuat irisan vertical besar pada dinging perut ke dalam rongga perut.
Laparotomy terdiri dari berbagai tindakan, salah satunya adalah histerektomi. Pasien ini telah
menjalani histerektomi. Karena prosedur laparotomy itu adalah melakukan tindakan invasive
pada organ dalam abdomen, amat besar kemungkinan terjadi perdarahan hebat akibat
tindakan tersebut. Ditambah dengan prosedur operasi yang cukup memakan waktu yang
lama, sangat besar kemungkinan untuk kehilangan cairan dalam jumlah yang besar.
Dari perhitungan diatas kita dapat melihat bahwa total cairan yang keluar selama proses
pembedahan yaitu 2200 ml, yang berasal dari perdarahan 1500 ml dan urin output 700 ml.
selama operasi total kebutuham cairan yang diperlukan adalah 3844 ml.

Pemberian cairan dilakukan dengan 4 jenis cairan, yaitu ringer laktak, asering,
gelofusin, dan transfuse darah.

Ringer Laktat
Cairan ringer laktat diberikann sebagai cairan resusitasi yang sifatnya isotonis. Cairan
ringer laktat menempati ruang ekstraseluler ( intravaskuler dan interstitial). Pada kasus
ini diberikan 5 kolf RL dengan total 2500 ml. cairan ini paling banyak diberikan karena
sifatnya yang isotonis, sehingga untuk proses pembedahan yang cukup lama, cairan ini dapat
mempertahankan kebutuhan cairan lebih ringan.

Asering, Gelofusin, Darah


Asering dan gelofusin merupakan jenis cairan koloid, dipakai juga untuk cairan
resusitasi. Kedua cairan ini lebih bertahan lama di intravaskuler sehingga penggunaannya
lebih efisien dibandingkan kristaloid. Koloid pada kasus ini digunakan saat pasien mulai
menunjukan tanda-tanda kearah syok atau terjadi perdarahan yang cukup hebat. Hal ini dapat
dinilai dari tanda-tanda klinis dan tanda vital pasien. Selain itu untuk penggunaan transfuse
darah dilakukan jikan kadar perdarahan pasien 15% dari EBV.
Darah yang digunakan adalah PRC. Alasannya adalah, jika dilihat dari tanda klinis
pasien ini masih memiliki cukup volum untuk cairan atau darah ditubuhnya. Sehingga
pemberian darah lebih dititik beratkan untuk menambah sel darah merah pasien.

Pemberian cairan memiliki aturannya sendiri. Tata cara pemberian cairaan dalam kita
lihat dalam algoritma dibawah ini :

Tahapan ketiga adalah post operatif. Pada tahapan ini dilakukan beberapa hal.
Diantaranya adalah pengelolaan nyeri dengan diberikan morfin 1 g diencerkan dalam 10 cc
nacl /24 jam. Cara kerja morfin adalah mengikat reseptor Mu opioid lalu dihubungkan
dengan protein G yang secara langsung mempengaruhi saluran K+ dan Ca2+. Morfin
dimasukan melalui epidural. Kemudian untuk pengelolaan mual-muntah diberikan kombinasi
antara dexamethasone 10 mg dan ondansetron 4 mg yang sama-sama bekerja mempengaruhi
CTZ. Infus RL 100 cc/jam berdasarkan perhitungan volum maintenance [(4x10)+(2x10)+42
(sisa BB)]. Untuk diet dan nutrisi diberikan minum sedikit-sedikit dan bertahap jika tidak ada
mual dan muntah, karena jika masih ada mual-muntah akan semakin memperberat.
Pemantauan TTV dilakukan tiap 15 menit selama 24 jam sampai pasien stabil.

Anda mungkin juga menyukai