Laporan Kasus
Laporan Kasus
Oleh :
Ayulita Hana Fadhila
1610221031
Pembimbing :
dr. Ranjan Kumar, Sp. An
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah
dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus. Makalah ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik bagian ilmu anestesi dan reanimasi
Fakultas Kedokteran UPNVeteran Jakarta di RSUP Persahabatan Jakarta periode 2016.
Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr. Ranjan Kumar, Sp.An selaku
pembimbing makalah ini, dan kepada seluruh dokter yang telah membimbing selama
kepaniteraan. Tidak lupa ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Terimakasih atas perhatiannya, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pihak yang terkait dan kepada seluruh pembaca.
Penulis
LEMBAR PENGESAHAN
Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan utama perut terasa membesar.
Keluhan Tambahan : Pasien sering buang air kecil, terasa penuh di perut, nyeri saat
menstruasi.
Riwayat Pengobatan
Pasien rutin meminum obat metformin untuk mengontrol gula darahnya. Tidak ada obat
lain yang rutin pasien minum.
Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak pernah merokok, minum alcohol, ataupun mengkonsumsi obat-obatan
terlarang dan obat penenang.
Riwayat Operasi
Pasien pernah menjalani operasi kuretase pada tahun 2016. Pada operasi tersebut,
dilakukan pembiusan stengah badan (spinal). Tidak ada reaksi efek samping yang timbul
pasca pembiusan.
Leher
Inspeksi : Proporsi leher dalam batas normal, tidak terlihat adanya massa
atau benjolan, tidak ada hambatan dalam pergerakan.
Palpasi : Trakea terletak ditengah, tidak teraba pembesaran tiroid, KGB
tidak teraba.
Thorax
1) Paru-paru
Inspeksi : Bentuk dada normochest, pergerakan dinding dada simetris,
tidak terlihat adanya luka/ massa didaerah dada
Palpasi : Vocal fremitus sama antara dada kanan dan kiri.
Perkusi : Suara perkusi sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak ada ronkhi (-/-), tidak ada
wheezing (-/-).
2) Jantung
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : Tidak teraba pulsasi iktus kordis.
Perkusi : Perkusi tidak dilakukan secara maksimal (batas jantung paru
sulit dinilai)
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni regular, tidak ada murmur dan tidak
ada gallop.
Abdomen
Inspeksi : Datar, dinding perut tidak tegang, tidak terlihat ada massa
menonjol.
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Palpasi : Perut supel, tidak teraba adanya massa, tidak teraba hati dan
lien, nyeri tekan tidak ada.
Perkusi : Timpani pada seluruh region abdomen.
Kulit
Kulit tidak kering, tidak ada lesi, tidak sianosis dan tidak ikterik. Turgor kulit baik, CRT <2
detik
Ekstremitas
Superior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-/-),
edema (-/-), akral dingin (-/-), kesemutan (-/-), sensorik dan
motoric baik.
Inferior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-/-),
edema (-/-), akral dingin (-/-), kesemutan (-/-), sensorik dan
motoric baik.
Kesulitan Airway
Gigi : Tidak ada gigi yang hilang atau goyang. Tidak ada pemakaian
gigi palsu
Malampati : 1 (tampak pilar faring, palatum mole, dan uvula).
3-3-2 rules : Bukaan mulut (3), jarak mentum ke hyoid (3), jarak tiroid ke
hyoid (2).
Mobilisasi leher : Baik
Trauma cervical : Tidak ada
Leher pendek : Tidak ada
I.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboraturium
HITUNG JENIS
Basofil 1,1 0-1 %
Eosinofil 2,7 1-3 %
Neutrophil 50,4 52,0-76,0 %
Limfosit 36,7 20-40 %
Monosit 9,1 2-8 %
RDW-CV 15,4 11,5-14,5 %
Hasil Pemeriksaan Hemostasis (1-12-2016)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
PT + INR
PT pasien 9,0 9,8-11,2 detik
PT control 11,5
INR 0,85
APTT
APTT pasien 29,2 31,0-47,0 detik
APTT control 32,5
I.8 Kesimpulan
ASA 2 dengan diabetes mellitus tipe 2 terkontrol.
BAB II
ANESTESI
II.2 Tatalaksana
PREMEDIKASI
1) Midazolam
Dosis : 0,05 - 0,1 mg/kgbb.
Rentang dosis : 3,1 mg 6,2 mg 5 mg
Sediaan : 1 mg/ml 5 ml
2) Fentanyl
Dosis : 1 3 mcg/ml.
Rentang dosis : 62 mcg - 186 mcg 150 mcg
Sediaan : 50 mcg/ml 3 ml
INDUKSI
1) Propofol
Dosis : 2 3 mg/kgbb
Rentang dosis : 124 mg 186 mg 150 mg
Sediaan : 10 mg/ml 15 ml
RELAKSAN
1) Atracurium
Dosis : 0,5 mg/kgbb 30 mg
Sediaan : 10 mg/ml 3 ml
MAINTENANCE
1) Inhalasi
O2 : Udara = 1 : 1 kadar O2 60,5%
Sevofluran 2 volum % (hipnotik)
2) Relaksan
Atracurium (dosis 0,1 mg/kgbb/30 menit) 10 mg/30 menit.
3) Obat-obatan lain
Dexamethasone 10 mg.
Ondansetron 4 mg.
Tranxamine 1 gr.
Dycinone 500 mg.
Ketorolac 30 mg.
Tramadol
Atropine 0,25 mg.
II.3 Tindakan
1) Intubasi
Intubasi menggunakan ETT king-king ukuran 7,5 dengan fiksasi sedalam
21 cm.
Intubasi dilakukan setelah pasien tidur.
ETT disambungkan ke ventilator dengan Tidal volume 400, RR 14, PEEP 5
cmH2O.
2) Epidural
Epidural dipasang di lokasi setinggi L2 L3, dengan fiksasi kateter sedalam 2 cm.
3) NGT
4) Pemasangan 2 I.V line
II.4 Monitoring
1) Pemantauan adekuatnya jalan nafas dan ventilasi selama anestesi :
Pemantauan tanda klinis pergerakan dada, observasi reservoir breathing
bag, pastikan stabilitas ETT tetap terjaga.
2) Pemantauan oksigenasi selama anestesi :
Pemantauan saturasi oksigen dilakukan dengan pemasangan pulse oximetry
dan pemantauan melalui monitor.
3) Pemantauan adekuat atau tidaknya fungsi sirkulasi pasien :
Pemantauan tekanan darah dan denyut jantung.
Pemantauan EKG secara continue mulai sebelum induksi anestesi.
Pemantauan kebutuhan cairan pasien selama anestesi :1
- Input : Cairan infus (RL, asering, gelofusin, darah)
- Output : Perdarahan dan urin.
PEMANTAUAN CAIRAN
Pemberian cairan :
- Kebutuhan cairan :
Maintenance : 2 ml/ kgbb 2 ml x 62 = 124 ml.
Pengganti puasa : lama puasa x maintenance 6 jam x 124 ml = 744
ml.
Stress operasi : skala berat x BB 8 x 62 kg = 496 ml
- Pemberian cairan jam ke- :
Jam ke I : maintenance + pengganti puasa + stress operasi
124 ml + (744) + 496 = 992 ml
Jam ke II : maintenance + pengganti puasa + stress operasi
124 ml + (744) + 496 = 806 ml
Jam ke III : maintenance + pengganti puasa + stress operasi
124 ml + (744) + 496 = 806 ml
Jam ke IV : maintenance + stress operasi
124 ml + 496 ml = 620 ml
Jam ke V : : maintenance + stress operasi
124 ml + 496 ml = 620 ml
Perdarahan : 1500 cc
Urin output : 700 cc
Total kebutuhan cairan :
992 ml + 806 ml + 806 ml + 620 ml + 620 ml = 3844 ml
Jumlah pemberian cairan :^
Total pemberian cairan adalah 3.906 cc, dengan rincian :
- Ringer laktat : 2500 cc
- Asering : 500 cc
- Gelofusin : 500 cc
- Darah (PRC) : 406 cc
EBV 65 x 62 kg = 4.030 cc
Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa,
sekitar dua pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter
rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya
pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular. Cairan
intraseluler terlibat dalam proses metabolik yang menghasilkan energi yang berasal
dari nutrien-nutrien dalam cairan tubuh.
Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Cairan ekstraseluler
berperan dalam mempertahankan sistem sirkulasi, mensuplai nutrient ke dalam sel,
dan membuang zat sisa yang bersifat toksik. Jumlah relatif cairan ekstraselular
berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh
terdapat di cairan ekstraselular. Cairan ekstraselular dibagi menjadi :
Cairan Interstitial :
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12
liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.
Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume
plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya
merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan
platelet.
Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi
saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah
sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari
ruang transeluler.
Intraselular
(40%)
Cairan Interstitial
tubuh (60%) (15%)
Ekstraselular
(20%)
Intravaskuler
(5%)
1) Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation
utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat
di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.
Natrium :
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-
145mEq/liter.12 Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70%
atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-
180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap
hari = 100mEq (6-15 gram NaCl).
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial
maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium
(muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan
dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam
plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila
kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila
volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.
Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler
berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit.
Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-
ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan
protein didalam sel.
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3
mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi
H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72
mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.
Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme
kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis,
ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1%
dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.
Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk
pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
2) Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-),
sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-).
Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu
hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal.
Sedikit sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat
dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan
asam basa.
Tabel 1. Komposisi Elektrolit pada Cairan Tubuh
Cairan
Plasma Cairan Interstitial
Elektrolit Intracellular
(mEq/L) (mEq/L)
(mEq/L)
K+ 4 4 159
Mg2+ 2 2 40
Ca2+ 5 3 1
HCO3- 25 27 7
Adapted from Campbell I: Physiology of fluid balance. Anaesth Intensive Care Med
7:462-465 2006.
NON-ELEKTROLIT
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya
termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan
bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan
hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori
tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan
hidrostatik.
Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum
dari natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139
mEq/L) atau hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik
merupakan yang paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi
hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus.
Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat
iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan
kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosayang
menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal
(gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.9,10 Kelebihan
cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl
tetap atau berkurang.10
2) Perubahan konsentrasi
Hiponatremia
Kadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/ L,
sudah dapat dibilang hiponatremia. Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala
disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan,
sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma.
Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi
psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space
losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi
dengan restriksi cairan (Na+ 125 mg/L) atau NaCl 3% ssebanyak (140-
X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.12
Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara
perlahanlahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk
menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus :
Hipernatremia
Bila kadar natrium lebih dari 145 mEq/L disebut dengan hiperkalemia.
Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan
mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh
kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat
berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini
adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140)
x BB x 0,6}: 140.12
Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut
kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis
kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik
jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi
postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi
hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis,
hipomagnesemia, obat-obatan), infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam
(untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40
mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat;<2mEq/L
disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).13 Rumus untuk
menghitung defisit kalium18 :
K = K1 K0 x 0,25 x BB
Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi
renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor,
siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf
pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik,
perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium
klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10
menit, atau diuretik, hemodialisis.
3) Perubahan komposisi
Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk
menurunkan ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan
akibat dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas,
atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi
abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya
melibatkan koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal,
dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene
trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.
Faktor-faktor preoperatif
Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh
stres akibat operasi.
Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena
dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek
diuresis osmotik.
Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air
dan elektrolit
Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan
elekrolit dari traktus gastrointestinal.
Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
Restriksi cairan preoperatif
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan
cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien
menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.
Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.
Faktor-faktor intraoperatif
Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia
preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan
vasokonstriksi.
Kehilangan darah yang abnormal
Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan
cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi
yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)
Faktor-faktor postoperatif
Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
Peningkatan katabolisme jaringan
Penurunan volume sirkulasi yang efektif
Risiko atau adanya ileus postoperatif
Jenis-Jenis Cairan
Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata
sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume
intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30
menit.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak
digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir
menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan
mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang
sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat
mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan
menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih
banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid
sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit
larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan
paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka,
apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9Selain itu, pemberian cairan
kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan
intra kranial.
Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan
ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler.
Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama
pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia
berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).
Dewasa 1,5 2
Anak 24
Bayi 46
Neonatus 3
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
BAB IV
PEMBAHASAN
Pemberian cairan dilakukan dengan 4 jenis cairan, yaitu ringer laktak, asering,
gelofusin, dan transfuse darah.
Ringer Laktat
Cairan ringer laktat diberikann sebagai cairan resusitasi yang sifatnya isotonis. Cairan
ringer laktat menempati ruang ekstraseluler ( intravaskuler dan interstitial). Pada kasus
ini diberikan 5 kolf RL dengan total 2500 ml. cairan ini paling banyak diberikan karena
sifatnya yang isotonis, sehingga untuk proses pembedahan yang cukup lama, cairan ini dapat
mempertahankan kebutuhan cairan lebih ringan.
Pemberian cairan memiliki aturannya sendiri. Tata cara pemberian cairaan dalam kita
lihat dalam algoritma dibawah ini :
Tahapan ketiga adalah post operatif. Pada tahapan ini dilakukan beberapa hal.
Diantaranya adalah pengelolaan nyeri dengan diberikan morfin 1 g diencerkan dalam 10 cc
nacl /24 jam. Cara kerja morfin adalah mengikat reseptor Mu opioid lalu dihubungkan
dengan protein G yang secara langsung mempengaruhi saluran K+ dan Ca2+. Morfin
dimasukan melalui epidural. Kemudian untuk pengelolaan mual-muntah diberikan kombinasi
antara dexamethasone 10 mg dan ondansetron 4 mg yang sama-sama bekerja mempengaruhi
CTZ. Infus RL 100 cc/jam berdasarkan perhitungan volum maintenance [(4x10)+(2x10)+42
(sisa BB)]. Untuk diet dan nutrisi diberikan minum sedikit-sedikit dan bertahap jika tidak ada
mual dan muntah, karena jika masih ada mual-muntah akan semakin memperberat.
Pemantauan TTV dilakukan tiap 15 menit selama 24 jam sampai pasien stabil.