1
yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit produk
atau layanan atau nilai moneternya.
2. Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk
menghasilkan tingkat efektifitas tertentu. Efisiensi yang merupakan sinonin dari
rasionalitas ekonomi, adalah merupakan hubungan antara efektifitas dan usaha, yang
terakhir umumnya diukur dari ongkos moneter.
3. Kecukupan (adequacy) berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektifitas
memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah.
Kriteria kecekupan menenkankan pada kuatnya hubungan antara alternatif kebijakan dan
hasil yang diharapkan.
4. Kriteria kesamaan (aquity) erat berhubungan dengan rasionalitas legal dan sosial dan
menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara kelompok-kelompok yang berbada
dalan masyarakat. Kriteria kesamaan erat hubungannya dengan konsepsi yang saling
bersaing, yaitu keadilan atau kewajaran dan terhadap konflik etis sekitar dasar yang
memadai untuk mendistribusikan risorsis dalam masyarakat.
5. Responsivitas (responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat
memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat tertentu.
Kriteria responsivitas adalah penting karena analis yang dapt memuaskan semua kriteria
lainnya, efektifitan, efisiensi, kecukupan, kesamaan masih gagal jika belum menanggapi
kebutuhan aktual dari kelompok yang semestinya diuntungkan dari adanya suatu
kebijakan.
6. Kriteria kelayakan (appropriateness) biasanya bersifat terbuka, karena perdefinisi kriteria
ini dimaksudkan untuk menjangkau keluar kriteria yang sudah ada. Oleh karenanya tidak
ada dan tidak dapat dibuatkan definisi baku tentang kriteria kelayakan.
2
dapat digunakan untuk merekomendasikan tindakan kebijakan, dalam arti diaplikasikan ke
depan, analisis ini dapat juga digunakan untuk mengevaliasi kinerja kebijakan.
2. Analisis biaya-efektivitas adalah suatu pendekatan untuk rekomendasi kebijakan yang
memungkinkan analisis untuk membandingkan dan memberikan anjuran kebijakan dengan
mengkuantifikasi total biaya dan akibat. lainnya.
3
9. Diskonting adalah prosedur untuk memperkirakan nilai saat ini dari biaya dan manfaat yang
akan diperoleh pada masa mendatang.
10. Analisis sensitivitas adalah suatu prosedur untuk mengetahui sensitivitas hasil analisi biaya-
manfaat atau biaya-efektivitas terhadap asumsi-asumsi alternatif tentang kemungkinan
tingkat biaya akan manfaat tertentu yang akan benar-benar terjadi.
11. Analisis fortiori adalah prosedur yang digunakan untuk membandingkan dua atau lebih
alternatif dengan cara memecahkan ketidakpastian untuk menyetujui suatu alternatif yang
secara intuitif lebih disukai tetapi setelah analisis pendahuluan diketahui lebih lemah
dibandingkan alternatif lain.
12. Analisis plausabilitas adalah prosedur untuk menguji rekomendasi yang menentang
pernyataan yang berlawanan.
4
Jadi, pemantauan menghasilkan kesimpulan yang jelas selama dan setelah kebijakan diadopsi
serta diimplementasikan, atau ex post facto.
Pemantauan setidaknya memainkan empat fungsi dalam analisis kebijakan ; kepatuhan,
pemeriksaan, akuntansi dan eksplanasi. Sedangkan dalam pemantauan ini akan digunakan dua
fungsi sekaligus yaitu fungsi eksplanasi dan fungsi kepatuhan.
Pertama; secara konsepsional fungsi ekplanasi lebih menekankan pada usaha
penghimpunan informasi yang dapat menjelaskan mengapa hasil-hasil kebijakan dan program
berbanding tidak lurus. Dalam hal ini fungsi eksplanasi berusaha menemukan kebijakan dan
program apa yang berfungsi secara baik, bagaimana mereka berproses, dan mengapa.
Kedua; sedangkan fungsi kepatuhan (compliance) merupakan tindak lanjut dari fungsi
eksplanasi yang sangat bermanfaat bagi upaya menentukan, apakah tindakan dari para
administator program, staf, dan pelaku lain sesuai dengan standar dan prosedur yang dibuat oleh
para legistator, instansi pemerintah, dan lembaga profesional. Selain dari hal tersebut juga
menentukan, apakah institusi telah mematuhi standar kualitas sebagaimana yang deigariskan di
dalam prundang-undangan (UU Sisdiknas). Oleh karena itu, dalam hal ini informasi yang
dibutuhkan tidak saja menyangkut kondisi real kelembagaan tetapi juga secara khusus
dibutuhkan informasi mengenai kebijakan fungsional yang menjadi titik pangkal dari
implementasi kebijakan.
Pada proses pemantauan obeservasi yang dilakukan oleh pemantau, digunakan metode
pemantauan dengan fungsi Ekplanasi, Ekplanasi. Disini berupa pemantaun juga menghimpun
informasi yang dapat menjelaskan mengapa hasil-hasil kebijakan publik dan program berbeda.
Misalnya, eksperimen sosial dalam peradilan pidana, pendidikan dan kesejahteraan sosial
membantu kita menemukan kebijakan dan program apa yang berfungsi secara baik, bagaimana
mereka berproses, dam mengapa sedangkan Fungsi Kepatuhan, (compliance),yaitu pemantauan
bermanfaat untuk menentukan apakah tindakan dari para administator program, staf, dan pelaku
lain sesuai dengan standar dan prosedur yang dibuat oleh para legistator, instansi pemerintah,
dan lembaga profesional. Misalnya, the environmental protection agencys contimous air
monitoring program (CAMP) menghasilkan informasi tentang tingkat polusi (Dunn, 2006: 510)
Adapun pemantaun yang difokuskan disini ialah pemantauan terhadap Standar
Pengelolaan di SMA Negeri 3 Malang, melalui upaya penghimpunan data dengan metode
wawancara dan dokumentasi yang dilakukan dengan Waka Kurikulum dan Ketua Progran SNBI.
5
Setelah dilakukan pemantaun maka ditemukan beberapa yang telah dijalankan oleh
sekolah ini khususnya berkaitan dengan Standar pengelolaan yang yang diberlakukan selama ini
oleh pemerintah kepada satuan pendidikan, sebagai berikut:
MBS (Manajemen Berbasis Sekolah)
Mutu Pendidikan Managemen Berbasis Sekolah dapat didefinisikan sebagai model
manajemen yang memberikan fleksibilitas atau keluwesan lebih besar kepada sekolah untuk
mengelola sumber daya sekolah, dan mendorong sekolah meningkatkan partisipasi warga
sekolah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan
mutu sekolah dalam kerangka pendidikan nasional. Karena itu, esensi MPMBS = otonomi +
fleksibelitas + partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah.
Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan atau kemadirianm, yaitu kemandirian
dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, dan merdeka atau tidak tergantung. Kemandirian
dalam program dan pendanaan merupakan tolok ukur utama kemadirian sekolah. Pada
gilirannya, kemandirian yang berlangsung secara terus menerus akan menjamin kelangsungan
hidup dan perkembangan sekolah (sustainabilitas). Tentu saja kemandirian yang dimaksud harus
didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan mengambil keputusan yang terbaik,
kemampuan berdemokrasi atau menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi
sumberdaya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi
dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan
adaptif dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, dan kemampuan memenuhi
kebutuhan sendiri.
Flesikbilitas dapat diartikan sebagai keluwesan-keluwesan yang diberikan kepada
sekolah untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdaya sekolah seoptimal
mungkin untuk meningkatkan mutu sekolah, maka sekolah akan lebih lincah dan tidak harus
menunggu arahan dari atasan untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdaya.
Dengan cara ini, sekolah akan lebih responsif dan lebih cepat dalam menanggapi segala
tantangan yang dihadapi. Namun demikian, keluwesan- keluwesan yang dimaksud harus tetap
dalam koridor kebijakan dan peraturan perundang- undangan yang ada.
Peningkatan partisipasi yang dimaksud adalah penciptaan lingkungan yang terbuka dan
demokratik, dimana warga sekolah (guru, siswa, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa,
tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan, dsb) didorong untuk terlibat secara langsung dalam
6
penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi
pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini dilandasi oleh
keyakinan bahwa jika seseorang dilibatkan (berpartisipasi) dalam penyelenggaraan pendidikan,
maka yang bersangkutan akan mempunyai rasa memiliki terhadap sekolah, sehingga yang
bersangkutan juga akan bertanggung jawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan
sekolah. Singkatnya makin besar tingkat partisipasi, makin besar pula rasa memiliki; makin besar
rasa memilik, makin besar pula rasa tanggung jawab; dan makin besar rasatanggung jawab,
makin besar pula dedikasinya. Tentu saja pelibatan warga sekolah dalam penyelenggaraan
sekolah harus mempertimbangkan keahlian, batas kewenangan, dan relevansinya dengan tujuan
partisipasi.
Peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah
akan mampu menciptakan keterbukaan, kerjasama yang kuat, akuntabilitas, dan demokrasi
pendidikan. Keterbukaan yang dimaksud adalah keterbukaan dalam program dan keuangan.
Kerjasama yang dimaksud adalah adanya sikap dan perbuatan lahiriyah kebersamaan /kolektif
untuk meningkatkan mutu sekolah. Kerjasama sekolah yang baik ditunjukan oleh hubungan antar
warga sekolah yang erat, hubungan sekolah dan masyarakat erat, dan adanya kesadaran bersama
bahwa output sekolah merupakan hasil kolektif teamwork yang kuat dan cerdas. Akuntabilitas
sekolah adalah pertanggung jawaban sekolah kepada warga sekolahnya, masyarakat dan
pemerintah melalui pelaporan dan pertemuan yang dilakukan secara terbuka. Sedangkan
demokrasi pendidikan adalah kebebasan yang terlembagakan melalui musyawarah dan mufakat
dengan menghargai perbedaan , hak azazi manusia serta kewajiban dalam rangka untuk
meningkatkan mutu pendidikan.
Dengan pengertian di atas, maka sekolah memiliki kewenangan (kemandirian) lebih
besar dalam mengelola sekolahnya (menetapkan sasaran peningkatan mutu, menyusun rencana
peningkatan mutu, melaksanakan rencana peningkatan mutu, dan melakukan evaluasi
pelaksanaan peningkatan mutu), memiliki fleksibelitas pengelolaan sumberdaya sekolah, dan
memiliki partisipasi yang lebih besar dari kelompok yang berkepentingan dengan sekolah.
Dengan kepemilikan ketiga hal ini, maka sekolah akan merupakan unit utama pengelolaan proses
pendidikan, sedang unit-unit diatasnya (Dinas pendidikan Kabupaten/ Kota, Dinas Pendidikan
Propinsi, dan Departemen Pendidikan Nasional) akan merupakan unit pendukung dan pelayanan
sekolah dalam pengelolaan peningkatan mutu.