Anda di halaman 1dari 7

OPINI

Pola Pikir Etika dalam Praktik Kedokteran


Yusuf Alam Romadhon
Bagian Kedokteran Keluarga, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah, Surakarta, Indonesia

ABSTRAK
Dalam situasi praktik klinis sehari-hari, dokter sering dihadapkan dengan situasi ketidakpastian untuk membuat keputusan klinis sekaligus
etikolegal. Dibutuhkan kerangka pikir yang membuat dokter mampu membuat keputusan klinis sekaligus ethicolegal yang dapat
dipertanggungjawabkan dan memuaskan. Terdapat enam langkah berpikir etik: (1) pernyataan mengenai permasalahan yang dilihat, (2)
mengumpulkan dan mengorganisasi data, (3) tanya: apakah permasalahan tersebut bersifat etik?, (4) tanya: perlukah informasi dan dialog lebih
lanjut?, (5) membuat langkah kerja dengan mengacu sumber-sumber etik yang relevan, (6) konfirmasi dan adekuasi sebelum diterapkan pada
pasien sebagai keputusan bersama. Sumber etik dalam tulisan ini dibatasi dari bioetika barat dan Islam. Teori etika barat: utilitarian consequent
based, obligation based, right based, community based, relation based, case based. Teori etika Islam terangkum dalam maqashid syariah; hifdh al-
din, hifdh al-nafs, hifdh al-nasl, hifdh al-aql, hifdh al-maal. Kaidah dasar bioetik barat meliputi autonomy, beneficence, non maleficence dan justice;
kaidah dasar bioetik Islam qaidah niyyat, qaidah al-yaqiin, qaidah al-dharar, qaidah al-masyaqqat dan qaidah al-urf.

Kata kunci: pola pikir etik, bioetika barat, bioetika Islam

ABSTRACT
In day-to-day clinical setting, physician frequently deal with the uncertainty in clinical decision making. Conceptual framework is needed to
make valid and satisfying clinical as well as ethico-legal decision. Six steps in conceptual framework for ethical reasoning: (1) state the problem
plainly (2) gather and organize data (3) is the problem ethical? (4) is more information or dialogue needed? (5) determine the best course
of action and support your position with reference to one or more sources of ethical value (6) confirm the adequacy and coherence of the
conclusion. The Western ethical theory is utilitarian consequent based, obligation based, right based, community based, relation based, case
based; the Islamic ethical theory is compiled in maqashid syariah; hifdh al-din, hifdh al-nafs, hifdh al-nasl, hifdh al-aql, hifdh al-maal. The Western
bioethic principle involve autonomy, beneficence, non maleficence and justice; the Islamic bioethic principle involve qaidah niyyat, qaidah al-
yaqiin, qaidah al-dharar, qaidah al-masyaqqat and qaidah al-urf. Yusuf Alam Romadhon. Ethics Reasoning in Medical Practice.

Key words: ethical reasoning, Western bioethic, Islamic bioethic

PENDAHULUAN Kecakapan seorang dokter dalam hal ethico- memutuskan tindakan terbaik atau yang
Dalam setting praktik klinis sehari-hari, medicolegal reasoning membutuhkan benar serta dapat dipertanggungjawabkan
dokter sering dihadapkan dengan situasi penguasaan yang memadai terhadap untuk diterapkan pada pasien dalam
ketidakpastian dalam membuat keputusan, konsep-konsep teori bioetika. Sedangkan keadaan tertentu. Pertanyaan ini tidak saja
termasuk dalam membuat diagnosis, untuk pendekatan bioetika sebagai berkaitan dengan aspek medis, tetapi juga
menentukan pilihan terapi atau manajemen disiplin ilmu, yang paling mendasar adalah harus dipahami dalam perspektif etis. Dalam
untuk menyelesaikan masalah klinis yang penelaahan filosofis yang dimaksudkan praktik kedokteran, dokter sering menjumpai
dihadapi pasien.1,2,3,4,5 Pembuatan keputusan untuk mendapatkan alasan yang logis (logical dan sadar mengenai ketidakpastian serta
terhadap masalah-masalah klinis yang sensitif reasoning), kejelasan konsep, koherensi dan keterbatasan ilmu kedokteran. Di sisi lain,
ethico-medicolegal juga dihadapkan pada justifikasi yang rasional.8 Sementara itu dokter dokter mempunyai kewajiban dan tanggung
masalah yang sama yaitu ketidakpastian. tidak berada dalam tingkat kompetensi yang jawab untuk berusaha mengurangi terjadinya
Dokter harus cakap dalam membuat setara dengan filsuf ataupun pakar agama, kesalahan. Pada saat itu baik posisi dokter
keputusan klinis sekaligus ethico-medicolegal sebaliknya filsuf dan pakar agama akan maupun pasien berada dalam keadaan
yang bisa dipertanggungjawabkan tanpa mendapatkan kesulitan teknis memahami rentan. Posisi pasien jelas karena kesalahan
akhirnya merasa bersalah dan berdosa. dan membuat keputusan medis yang sensitif bisa berdampak fatal bagi kesehatan bahkan
Karena itu selain membutuhkan keterampilan etik. Di samping itu, persoalan medis yang bagi kehidupannya. Dari sisi dokter, juga
clinical reasoning yang baik, dokter juga sensitif etik dalam praktik sehari-hari, bersifat rawan karena selain perasaan bersalah
membutuhkan kemampuan ethico and sering, intensif dan menuntut keputusan secara pribadi, juga secara hukum dapat
medicolegal reasoning secara memadai dalam segera yang bisa dipertanggungjawabkan. dipersalahkan karena dianggap lalai dalam
praktik sehari-hari mereka. 6,7 Akibatnya, dokter sering ragu saat harus melakukan kewajibannya. 9

Alamat korespondensi email: yusuf_pluss@yahoo.com

CDK-206/ vol. 40 no. 7, th. 2013 545


OPINI

Tabel 1 Pendekatan klinisi terhadap clinical ethical reasoning (dimodifikasi dari 10) Dalam konteks Indonesia, dengan kondisi
sebagian besar masyarakat dan dokternya
1. Pernyataan permasalahan yang terlihat
beragama Islam, perlu pembahasan tersendiri
2. Mengumpulkan dan mengorganisasi data mengenai konsep ethico-medicolegal
a. Kenyataan secara medis reasoning yang diintegrasikan dengan
paradigma Islam. Dalam paradigma Islam,
b. Tujuan secara medis
dengan sumber etik dan hukum berasal
c. Tujuan dari sudut pandang pasien dan kesukaan pasien dari Al-quran dan Sunnah, agama adalah
wilayah pribadi sekaligus publik (berlawanan
d. Konteks
dengan konsep barat). Secara umum, dalam
3. Pertanyaan: adakah permasalahan etik? paradigma Islam ada wilayah akidah dan
4. Pertanyaan: adakah informasi atau dialog yang diperlukan? ibadah yang berlaku tetap sepanjang masa,
dan ada wilayah muamalah yang fleksibel
5. Tentukan langkah kerja dan dukungan terbaik untuk permasalahan ini dengan satu atau lebih rujukan sumber
nilai etik:
memberikan kebebasan berkreasi sepanjang
tidak bertentangan dengan apa yang telah
Kaidah dasar etik Beneficence, nonmaleficence, autonomy, justice
digariskan oleh syariat yang bersumber dari
Teori Etik Islam Maqosid Syariah Al-quran dan sunah. Aturan ini, mencakup
semua sektor kehidupan manusia dalam
Kaidah dasar etik Islam Niat, yaqin, dharar, masyaqaat, al-urf
interaksinya dengan diri sendiri, sekitar
Hak-hak Perlindungan kemandirian obligasi profesional dan alam semesta, termasuk di dalamnya
Konsekuensi-konsekuensi Estimasi kebaikan atau hasil-hasil yang diharapkan hubungan muamalah praktik profesional
dokter.
Kasus-kasus pembanding Reasoning dengan analogi dari kasus-kasus sebelumnya

Pedoman profesi (kode etik) Contohnya kode etik kedokteran Indonesia Tulisan ini akan membahas definisi ethico
medicolegal reasoning, aspek aplikatif ethico
Praktik dengan kehati-hatian Integritas perseorangan dan profesionalitas dari klinisi
medicolegal reasoning, serta pembahasan
6. Konfirmasi adekuasi dan koherensi dari kesimpulan mengenai sumber etika sebagai rujukan
dalam membuat keputusan etika, berdasarkan
konsep barat dan Islam.

DEFINISI ETHICOMEDICOLEGAL
REASONING
Eksplorasi ethico-medicolegal reasoning
merupakan strategi pendekatan yang
memasukkan konsep bioetik yang ada
ke dalam ruang berpikir seorang klinisi
dengan situasi clinical ethical reasoning
dalam paradigma clinical reasoning (dapat
dilihat gambar 1 dan 2) .10 Pada prinsipnya
ethico medicolegal reasoning adalah proses
justifikasi dalam pembentukan keputusan
ethics dan medicolegal. Secara umum
justifikasi dalam etik adalah dengan metode
apa kita mencapainya. Dalam pandangan
teologi, justifikasi adalah menunjukkan
sesuatu dengan benar, sehingga seseorang
bisa terbebas dari rasa bersalah dan berdosa
karena telah melakukan dengan benar.
Dalam pandangan hukum (medicolegal),
justifikasi diartikan, di depan pengadilan,
seseorang telah memberikan alasan yang
cukup untuk menanggapi tuntutan atau
jawaban yang memuaskan. Dalam diskursus
etik, pandangan hukum inilah yang paling
mendekati. Terdapat tiga pendekatan etika,
Gambar 1 Perbandingan antara clinical reasoning dengan clinical ethical reasoning. 10 yaitu etika normatif (dinyatakan dengan

546 CDK-206/ vol. 40 no. 7, th. 2013


OPINI

standar tindakan benar atau baik), kedua SUMBER NILAI ETIKA (PEMBAHASAN berbenturan dengan hak-hak komunal.7,11,12
etika deskriptif (melaporkan apa yang DIBATASI BIOETIKA BARAT DAN ISLAM) Kritik untuk teori ini adalah penekanannya
diyakini dan bagaimana orang bertindak) Penjelasan berikut untuk membantu terhadap hak-hak individu akan menciptakan
dan ketiga menganalisis konsep-konsep dan upaya mendapatkan rujukan yang adekuat atmosfir pertentangan.12
metode-metode etika.7 berkenaan dengan sumber-sumber etika d. Community based. Pertimbangan etis
yang ada. dalam teori ini diatur oleh nilai-nilai komunitas
ASPEK APLIKATIF ETHICO termasuk di antaranya pertimbangan
MEDICOLEGAL REASONING Teori Etika terhadap kebaikan umum, tujuan-tujuan
Tabel 1 dan gambar 1 merupakan model Etika adalah istilah umum untuk bermacam sosial dan tradisi.7,11,12 Teori ini berlawanan
aplikatif logika berpikir etiko-medikolegal cara dalam memahami dan menguji dengan teori rights-based yang didasarkan
[ethico medicolegal reasoning]. Secara kehidupan moral. Pendekatan etika meliputi atas individualisme. Permasalahan yang timbul
umum ada enam langkah berpikir dimulai etika normatif (dinyatakan dengan standar dengan teori ini adalah kesulitan mencapai
dari (1) pernyataan mengenai permasalahan tindakan benar atau baik), lainnya etika konsensus dalam komunitas masyarakat
yang dilihat, kemudian (2) mengumpulkan deskriptif (melaporkan apa yang orang yakini yang kompleks dan beragam seperti saat
dan mengorganisasi data berkaitan dengan dan bagaimana orang bertindak) sedangkan sekarang.12
fakta medis, tujuan medis, tujuan dari sudut lainnya lagi menganalisis konsep-konsep dan e. Relation based. Teori ini menekankan
pandang pasien, serta konteks berkaitan metode-metode etika7. Terdapat kesenjangan pada hubungan keluarga dan hubungan
dengan permasalahan medis yang dihadapi. antara pemahaman dokter berkaitan dengan dokter pasien yang khusus. Sebagai
Selanjutnya membuat (3) statement dasar filsafat moral [karena dokter bukan filsuf ] contoh, kebijakan moral dapat didasarkan
permasalahan etik yang dihadapi, diteruskan dengan pakar filsafat. Terdapat enam teori pada pemikiran bahwa tidak ada yang boleh
dengan (4) menggali informasi tambahan etika besar dalam ranah pemikiran barat 7,11,12 dilakukan yang dapat merusak fungsi normal
atau dialog tertentu yang diperlukan. Setelah yaitu: suatu unit keluarga.7,11,12 Masalah teori ini
semua diperoleh secara adekuat baru mulai a. Utilitarian consequent based; suatu adalah sulitnya menangani dan menganalisis
(5) membuat langkah kerja dengan mengacu perbuatan dinyatakan sebagai suatu kebaikan faktor-faktor emosional dan psikologis yang
sumber-sumber etik yang relevan, dilakukan atau keburukan berdasarkan keseimbangan berperan dalam suatu hubungan.12
(6) konfirmasi dan adekuasi sebelum konsekuensi kebaikan atau keburukan yang f. Case based. Suatu pembuatan keputusan
diterapkan pada pasien sebagai keputusan diakibatkannya. Utilitarianism (rasio manfaat- yang praktis pada setiap munculnya kasus.
bersama.10 kerugian) hal positif terbesar dengan hal- Teori ini memiliki suatu preasumsi filosofis
hal negatif paling minimal.7,11,12 Teori ini yang terfiksir12.
Enam langkah ini merupakan model membolehkan perbuatan yang immoral
metode penalaran etiko-medikolegal yang (secara Islam) karena memiliki kegunaan.12 Teori Etika Islam
dimaksudkan untuk (1) mempermudah b. Obligation based; didasarkan pada Dari sudut pandang Teori Etika Islam, secara
standarisasi pola berpikir di antara klinisi, filosofi Immanuel Kant (1724 1804) yang umum sumber hukum utama umat Islam
(2) membantu penyamaan persepsi etiko- berpendapat bahwa moralitas merupakan adalah Al-Quran dan As-Sunnah. Selanjutnya
medikolegal dan konteks antara dokter sesuatu yang murni berdasarkan nalar. Dia diperluas ijma (konsensus) sahabat, ijma
dan pasien, (3) memperlihatkan kesesuaian menolak tradisi, intuisi, suara hati nurani, atau ulama salaf (beberapa generasi setelah nabi
atau ketidaksesuaian berpikir antara dokter emosi sebagai sumber kebijakan moral. Suatu Muhammad SAW, dan ijmaulama kontemporer
klinisi dengan pakar etik yang relevan alasan bermoral yang valid akan membenarkan yang diakui sepanjang masih in line dengan Al-
ketika menghadapi permasalahan medis tindakan. Perbuatan didasarkan pada Quran dan As-Sunnah. Pemahaman teori etika
yang sensitif etik dan medikolegal, dan (4) kewajiban moral.7,11,12 Teori ini, tidak memiliki dalam Islam terwakili dengan pembahasan
mempermudah pakar etik-medikolegal solusi terhadap kewajiban-kewajiban yang maqashid syariah. Secara bahasa, maqashid
dalam memberikan penilaian dan evaluasi berkonflik karena menjadikan aturan-aturan syariah terdiri dari dua kata, yakni maqashid
mengenai pemahaman persoalan etiko- moral sebagai hal yang mutlak.12 dan syariah. Maqashid merupakan jama dari
medikolegal oleh dokter klinisi atau c. Rights based; didasarkan pada maqsudun yang berarti kesengajaan atau
mahasiswa peserta didik baik di tingkat penghargaan terhadap hak-hak manusia untuk tujuan. Sedangkan syariah berarti jalan menuju
dokter umum maupun spesialis.10 memiliki, hidup, merdeka dan berekspresi. sumber air. Jalan menuju sumber air ini dapat
Seseorang dianggap memiliki area privat pula dikatakan sebagai jalan ke arah sumber
Dari model metode penalaran etiko- tempat ia merupakan tuan bagi takdir dirinya pokok kehidupan. Secara istilah, syariah adalah
medikolegal dapat dibuat lembar kerja sendiri. Hak-hak yang ada bisa jadi bersifat aturan-aturan yang diciptakan oleh Allah
sebagaimana lembar status perkembangan mutlak atau relatif. Hak positif adalah hak yang untuk dipedomani manusia dalam mengatur
penyakit pasien dalam praktik sehari-hari diberikan kepada seseorang. Sedangkan hak hubungan dengan Tuhan, dengan sesama
(tabel 1). Lembar kerja ini lebih praktis negatif adalah hak yang menjamin adanya manusia, alam, dan kehidupan. Dengan
dalam membantu proses berpikir etiko- pencegahan atau perlindungan terhadap demikian, maqashid syariah adalah tujuan
medikolegal yang menyertai kondisi terjadinya sesuatu yang membahayakan. Ada hukum yang diturunkan Allah SWT. Menurut al-
medis yang dihadapi oleh pasien dan hubungan inter-relasi yang kompleks antara Syatibi, hukum-hukum disyariatkan bertujuan
keluarganya.10 hak dan kewajiban. Hak-hak individu dapat untuk kemaslahatan umat manusia.13

CDK-206/ vol. 40 no. 7, th. 2013 547


OPINI

usaha memberikan perlindungan terhadap


kualitas keturunan. Perawatan infertilitas juga
dalam maksud yang sama demikian juga
dengan mendidik remaja agar menjadi orang
tua yang berkualitas.
d. Hifdh Al aql (memberikan perlindungan
terhadap akal sehat). Tujuannya adalah
mengoptimalkan kualitas intelektual,
kecerdasan emosional dan aspek-aspek
kecerdasan lainnya bagi setiap penderita
ataupun komunitas yang menjadi tanggung
jawab dokter. Perawatan terhadap kelainan
jiwa, seperti gangguan kecemasan, depresi,
psikotik serta kecanduan obat-obatan dan
alkohol, dengan berusaha mengembalikan
fungsi-fungsi luhur otak pada taraf yang paling
optimal, serta berusaha mengkampanyekan
hidup tanpa obat dan alkohol adalah termasuk
dalam hal ini.
e. Hifdh Al maal (memberikan perlindungan
terhadap kekayaan pribadi). Tujuan sudut
Gambar 2 Perbandingan teori etik kedokteran barat dengan teori etik maqasid syariah pandang ini adalah dokter ketika bekerja
tidak saja mempertimbangkan efektifitasnya
saja tetapi juga harus mempertimbangkan
efisiensi atau keekonomisan suatu tindakan
diagnosis atau terapi.

KAIDAH DASAR BIOETIKA


Terdapat kesenjangan antara pemahaman
dokter berkaitan dengan filsafat moral [karena
dokter bukan filsuf ] dengan pakar filsafat.
Karena itu diperlukan panduan praktis yang
merupakan hasil pemikiran mendalam dari
filsuf, tetapi dapat langsung diaplikasikan
tanpa membuat dokter merasa bersalah
atau berdosa. Panduan atau pedoman
praktis itu termuat dalam kaidah dasar
bioetika; sebagian filsuf menyebutkannya
dengan istilah principalism.14 Kaidah dasar
Gambar 3 Perbandingan kaidah dasar bioetik barat dengan kaidah dasar bioetik Islam bioetik adalah aksioma yang mempermudah
penalaran etik. Prinsip-prinsip itu harus
spesifik. Pada praktiknya, satu prinsip dapat
Maqosid Syariah Bidang Kedokteran; sendiri, pasien yang dirawat, dan komunitas dibersamakan dengan prinsip lain. Tetapi pada
ditegakkannya hukum dalam Islam secara muslim. Dengan orang yang berbeda agama beberapa kasus, karena kondisi berbeda, satu
umum, atau secara khusus tujuan dokter tetap mengedepankan prinsip toleransi. prinsip menjadi lebih penting dan sah untuk
memberikan tindakan promotif, preventif, b. Hifdh Al nafs (memberikan perlindungan digunakan dengan mengorbankan prinsip
kuratif dan rehabilitatif pada pasien baik terhadap kehidupan). Tujuannya adalah yang lain. Keadaan terakhir disebut dengan
pribadi maupun dalam komunitas adalah mempertahankan kehidupan serta prima facie.15
untuk: mengoptimalkan kualitas hidup pasien dan
a. Hifdh Al din (memberikan perlindungan komunitas. Nafs ini juga diartikan harga diri Terdapat 4 kaidah dasar moral (bioetika),
terhadap agama). Tujuan sudut pandang atau kehormatan pasien yang dirawat. meliputi:
ini adalah memberikan atau meningkatkan c. Hifdh Al nasl (memberikan perlindungan a. Menghormati martabat manusia
hari-hari produktif secara optimal bagi terhadap keturunan), Tujuannya adalah (respect for person/autonomy). Pertama,
pasien-pasiennya (diciptakan manusia untuk mempertahankan keruntutan garis keturunan setiap individu (pasien) harus diperlakukan
beribadah). Termasuk juga dalam aspek ini dan kualitas keturunan. Perawatan antenatal, sebagai manusia yang memiliki otonomi
adalah menjaga kelurusan aqidah dokternya perinatal, dan post natal termasuk dalam (hak untuk menentukan nasib diri sendiri),

548 CDK-206/ vol. 40 no. 7, th. 2013


OPINI

3. Keseimbangan antara kerugian vs.


keuntungan. Pada situasi intervensi medis
yang diusulkan memiliki efek samping,
diikuti prinsip bahwa pencegahan penyakit
memiliki prioritas yang lebih tinggi ketimbang
keuntungan dengan nilai yang sama, daran
mafasid awla min jalbi al mashaalih. Jika
keuntungan memiliki kepentingan yang
jauh lebih tinggi daripada kerugian, maka
mendapatkan keuntungan memiliki prioritas
yang lebih tinggi.
4. Keseimbangan antara yang dilarang vs.
diperbolehkan. Dokter kadang dihadapkan
dengan intervensi medis yang memiliki efek
yang dilarang namun juga memiliki efek
yang diperbolehkan. Petunjuk hukum adalah
bahwa yang dilarang memiliki prioritas lebih
tinggi untuk dikenali jika keduanya muncul
bersamaan dan sebuah keputusan harus
diambil, idza ijtimaa al halaal wa al haram
ghalaba al haraam al halaal.
5. Pilihan antara dua keburukan. Jika
Gambar 4 Diagram skematis berbagai aspek non medik penggunaan kontrasepsi. dihadapkan dengan dua situasi medis yang
Keterangan gambar: 1 = jenis kontrasepsi yang menghambat ovulasi, 2 = jenis kontrasepsi vasektomi, 3 = jenis kontrasepsi keduanya akan menyebabkan kerugian
kondom atau IUD yang berfungsi sebagai spermisid, 4 = jenis kontrasepsi IUD yang menghambat terjadinya implantasi dan tidak ada pilihan selain memilih salah
satu dari keduanya, dipilih yang kurang
dan kedua, setiap manusia yang otonominya mengenai prosedur dan keputusan medis merugikan, ikhtiyaar ahwan al syarrain.
berkurang atau hilang perlu mendapatkan yang tidak diketahui orang awam. Seorang Suatu hal yang merugikan dilakukan untuk
perlindungan. dokter dapat saja melakukan suatu prosedur mencegah munculnya kerugian yang lebih
b. Berbuat baik (beneficence). Selain dengan alasan yang mungkin masuk akal dari besar, al dharar al asyadd yuzaalu bi al dharar
menghormati martabat manusia, dokter sudut pandang luar, namun sesungguhnya al akhaff. Dengan cara yang sama, intervensi
juga harus mengusahakan agar pasien yang memiliki niatan berbeda dan tersembunyi. medis yang memiliki kepentingan umum
dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya Contoh praktis: penggunaan morfin sebagai diutamakan di atas kepentingan individu,
(patient welfare). Pengertian berbuat baik penghilang rasa sakit pada perawatan kondisi al mashlahat al aamah muqoddamat ala al
diartikan bersikap ramah atau menolong, terminal namun niat yang sesungguhnya mashlahat al khassat. Individu mungkin harus
lebih dari sekedar memenuhi kewajiban. adalah agar terjadi depresi pernafasan yang mendapatkan kerugian untuk melindungi
c. Tidak berbuat merugikan (non-maleficence). akan menyebabkan kematian. kepentingan umum, yatahammalu al dharar al
Praktik kedokteran harus memilih pengobatan b. Kaidah Kepastian (Qaidah al yaqiin). khaas il dafiu al dharar al aam. Untuk melawan
yang paling kecil risikonya dan paling besar Tidak ada yang benar-benar pasti (yaqiin) penyakit menular, pemerintah tidak boleh
manfaatnya. Pernyataan kuno: first, do no harm, dalam ilmu kedokteran, artinya tingkat melanggar / menghilangkan hak-hak umum
tetap berlaku dan harus diikuti. kepastian (yaqiin) dalam ilmu kedokteran kecuali ada keuntungan umum yang bisa
d. Keadilan (justice). Perbedaan kedudukan tidak mencapai standar yaqiin yang diminta didapatkan, al tasarruf ala al raiuyat manuutu
sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, oleh hukum. Meskipun demikian diharapkan bi al mashlahat.
agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dokter dalam mengambil keputusan medis, d. Kaidah Kesulitan / Kesukaran (Qoidah al
dan kewarganegaraan, status perkawinan, mengambil keputusan dengan tingkat Masyaqqat)
serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak probabilitas terbaik dari yang ada (evidence- 1. Kebutuhan melegalisir yang dilarang.
dapat mengubah sikap dokter terhadap based medicine). Termasuk pula dalam hal Dalam kondisi yang menyebabkan gangguan
pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain diagnosis, perawatan medis didasarkan dari serius pada kesehatan fisik dan mental, jika
kesehatan pasien yang menjadi perhatian diagnosis yang paling mungkin. tidak segera disembuhkan, maka kondisi
utama dokter. c. Kaidah Kerugian (Qaidah al dharar) tersebut memberikan keringanan dalam
1. Intervensi medis untuk menghilangkan mematuhi dan melaksanakan peraturan dan
Sementara itu Kaidah Dasar Bioetika Islam16 al dharar (luka, kerugian, kehilangan hari-hari kewajiban syariah.
meliputi: sehat) pasien. 2. Batas-batas prinsip kesulitan: dalam
a. Kaidah Niat (Qaidah Niyyat). Prinsip ini 2. Tidak boleh menghilangkan al dharar melanggar syariah tersebut tidak melewati
meminta dokter agar berkonsultasi dengan dengan al dharar yang sebanding (al dharar la batas-batas yang diperlukan (secukupnya
hati nuraninya. Terdapat banyak masalah yuzaal bi mitslihi) saja).

CDK-206/ vol. 40 no. 7, th. 2013 549


OPINI

3. Aplikasi sementara dari prinsip kesulitan. kehamilan tak diinginkan maupun anak yang pelayanan kontrasepsi.
Adanya suatu kesulitan tidak menghilangkan tak diinginkan pada remaja,22 menurunkan
secara permanen hak-hak pasien yang harus jumlah abortus (oleh dokter; sebagai dampak Dalam pandangan Islam, penggunaan
direkompensasi dan dikembalikan pada unwanted pregnancy)23 yang merupakan kontrasepsi merupakan masalah ikhtilaf
keadaan semula seiring dengan waktu; masalah kesehatan masyarakat utama di (diperdebatkan) boleh dan tidaknya.
kesulitan melegalisir sementara dari tindakan kalangan remaja di negara maju. Pada kasus dengan pertimbangan hasil
medis yang melanggar, berakhir setelah justifikasi diperbolehkan24, penggunaan
kondisi yang menyulitkan tadi berakhir. Pertanyaan kritis praktik penggunaan kontrasepsi harus dalam konteks pernikahan
Dengan kata lain, jika hambatan telah dilewati, kontrasepsi yang sensitif etik (wujud yang sah (tercatat dalam administrasi
tindakan medis yang dilarang kembali menjadi realisasi langkah 3 yaitu memformulasikan negara), pemakaian kontrasepsi benar-
terlarang. permasalahan etik berkaitan dengan benar atas keinginan istri diikuti izin atau
4. Kaidah Kebiasaan (Qoidah al urf); Dalam kontrasepsi) meliputi: permufakatan dengan suami25. Ada dua
prinsip ini, standar yang diterima secara 1. Secara umum diperbolehkannya/ kriteria dalam penggunaan kontrasepsi yaitu
umum, seperti standard operational procedure dilarangya penggunaan kontrasepsi apakah tidak menyebabkan kerusakan permanen
(SOP/Protap) untuk perawatan klinis dianggap bersifat absolut ataukah bersifat fakultatif dan mencegah kesuburan. Penggunaan
sebagai hukum dan diperkuat oleh syariah. (tergantung tujuan)? kondom, krim spermisid, IUD, kontrasepsi
2. Bolehkah penggunaan kontrasepsi oral, ligasi tuba, dan vasektomi semuanya
CONTOH KASUS PENGGUNAAN pada pasangan seksual yang tidak dilandasi diperbolehkan.24 Dengan mengaplikasikan
KONTRASEPSI pernikahan (termasuk pada kasus remaja dan maqasid syariah, merupakan bagian dari hifdh
Pada kasus penggunaan kontrasepsi, remaja cacat mental)? al-diin dan hifdh al-nasl.
muncul permasalahan di masyarakat ada 3. Pada kasus yang diperbolehkan,
kelompok yang setuju dan ada kelompok permasalahan sensitif apa lagi yang dijumpai Menjawab pertanyaan 3, prinsip-prinsip yang
yang menentang penggunaan kontrasepsi dalam pelayanan maupun riset mengenai harus diperhatikan dalam mengaplikasikan
(langkah 1 yaitu pernyataan permasalahan kontrasepsi, termasuk pula penggunaan kaidah dasar bioetika barat yakni; pada kaidah
[lihat gambar 1]). kontrasepsi emergensi? autonomi, memperhatikan preferensi klien,
nilai-nilai yang diyakini klien dan autorisasi
Untuk kepentingan membantu melihat peta Tidak ada jawaban universal untuk pertanyaan dalam memberikan persetujuan; kaidah non
permasalahan yang lebih sistematis, penulis 1 dan 2. Tergantung teori etika yang maleficence, pemberian kontrasepsi haruslah
memaparkan peta permasalahan penggunaan digunakan, jawaban bisa jadi bertentangan tidak membahayakan klien, dilakukan dengan
kontrasepsi dalam masyarakat pada gambar satu sama lain. Untuk menjawab pertanyaan standar safety medicine. Sedangkan dalam
4 (sebagai wujud realisasi langkah 2 yaitu 3, lebih berkaitan dengan masalah penerapan mengaplikasikan kaidah dasar bioetika Islam,
mengumpulkan dan mengorganisasikan kaidah dasar bioetika. seorang profesional kesehatan haruslah
data secara medis dan aspek sosial yang melandaskan pada niat (qaidah niat) yang
menyertainya). Pada gambar 4 tersebut Selanjutnya, penulis mengintegrasikan benar (tanpa motif apa pun yang merugikan
dapat dilihat berbagai aspek penggunaan langkah 4 dan langkah 5 [gambar 3] dengan klien), memilih kontrasepsi harus menerapkan
kontrasepsi dalam praktik kedokteran modern. mencoba menjawab pertanyaan 1 dan 2, prinsip-prinsip evidence based medicine
Penggunaan kontrasepsi di masyarakat telah persamaan antara bioetika barat dan Islam (qaidah yaqin), pemilihan kontrasepsi untuk
membuat revolusi dalam perilaku seksual sama-sama tidak ada larangan absolut dalam menghilangkan problem dan menerapkan
dan reproduksi mereka (hubungan seks hal penggunaan kontrasepsi. Perbedaan mulai safety medicine (qaidah al-dharar) dan
tanpa reproduksi; seks untuk kesenangan).17,18 terlihat pada siapa yang boleh menggunakan dilakukan dalam prosedur yang disepakati
Kontrasepsi (diuraikan di gambar 4), seperti dan siapa yang dilarang. Dalam pandangan ahli setempat di rumah sakit (qaidah al-urf ).
kondom mempunyai fungsi ganda, yaitu barat, dengan pendekatan teori right based,
selain menghalangi secara fisik pertemuan asalkan merupakan pilihan pribadi, tidak Sedangkan pada langkah 6, penerapannya
sperma dengan ovum, juga mencegah masalah bagi siapa saja yang menginginkan bersifat individual, berkaitan dengan
penularan penyakit menular seksual dan HIV/ menggunakan kontrasepsi (termasuk remaja, preferensi pasien, mendiskusikan bersama,
AIDS.19,20,21 Lebih lanjut, pencegahan penyakit bilamana orang tua remaja menghendaki). sebelum mengeksekusi hasil keputusan
menular seksual terutama human papiloma Dalam konteks pandangan barat, dengan bersama tersebut.
virus, dapat mencegah terjadinya kanker pendekatan teori obligation based, sepanjang
leher rahim.21 Pengguna kontrasepsi meliputi tidak bertentangan dengan moral, dokter SIMPULAN
mereka yang menikah secara formal (tercatat) harus membantu klien mewujudkan apa Penerapan ilmu dan teknologi kedokteran
dan tidak formal (tidak tercatat atau nikah yang diinginkan klien. Ketika dikaitkan tidak dapat dilepaskan dari aspek sosial
siri), pasangan seks tanpa nikah baik remaja untuk mengatasi permasalahan kesehatan dan etika. Dokter yang kurang mendalami
di bawah umur maupun yang sudah dewasa. masyarakat, dengan pendekatan teori pemahaman etika memerlukan alat bantu
Secara umum penggunaan kontrasepsi untuk community based, masyarakat menghendaki yang sistematis agar mampu membuat
tujuan menghalangi terjadinya konsepsi, kontrasepsi sebagai solusi untuk mengatasinya, keputusan klinis yang benar secara medis dan
mempunyai dampak menurunkan jumlah dokter pun harus membantu mengupayakan tepat secara etika.

550 CDK-206/ vol. 40 no. 7, th. 2013


OPINI

DAFTAR PUSTAKA
1. Gandes RR , McAleer S. Clinical reasoning of Indonesian medical students as measured by diagnostic thinking inventory. South East Asian J Med Education. 2008;2(1):42-7.
2. Gandes RR. Metode penilaian penalaran klinis. Presented at Workshop Rumah Sakit Pendidikan, Yogyakarta, 25 28 November 2008.
3. Suryadi. Clinical reasoning. Presented ar Workshop Rumah Sakit Pendidikan, Yogyakarta, 25 28 November 2008.
4. Fournier JP, Demeester A, Charlin B. Script Concordance Test: Guidelines for Construction; BMC Medical Informatics and Decision Making 2008; 8: 18; http://www.biomedcentral.com/1472-
6947/8/18
5. Sibert L, Darmoni SJ, Dahamma B, Hellot MF, Weber J, Charlin B. On line clinical reasoning assessment with Script Concordance Test in Urology: results of a Frenceh pilot study, BMC
Medical Education 2006, 6:45; http://www.biomedcentral.com/1472-6920/6/45
6. Stefan Bremberg, Tore Nilstum. Patients autonomy and medical benefit ethical reasoning among GPs, Family Practice Vol 17 No 2 Oxford University Press, 2000
7. Beauchamp TL, Childress J. Principles of Biomedical Ethics 4th ed, Oxford University Press, 1994
8. Ebbesen M, Pedersen BD. Empirical investigation of the ethical reasoning of physicians and molecular biologists the importance of the four principles of biomedical ethics; Philosophy,
Ethics, and Humanities in Medicine 2007. 2.23
9. Torjuul K, Nordam A, Sorlie S., Ethical challenges in surgery as narrated by practicing surgeon in BMC Medical Ethics, 28 February 2005, dol:10.1186/1472-6939-6-2: http://www.
biomedcentral.com
10. Kaldjian LC, Weir RF, Duffy TP, A Clinicians Approach to Clinical Ethical Reasoning, J. General Internal Medicine 2005; 20;306 311
11. Tony Hope et al. Medical Ethics and Law The Core Curriculum; Churchil Livingstone, 2003
12. Kasule OH. Aplikasi Nilai-nilai Islam pada Pengajaran Klinis; dipresentasikan di Seminar dan Lokakarya Implementasi Nilai-nilai Islam di dalam Pendidikan Kedokteran di Indonesia
FKUNISMA 8 9 September 2007
13. Huda. Kuliah Maqasid Syariah Blok Bioetik, Hukum Kedokteran dan HAM bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2009,
14. Gillon R. Medical ethics: four principles plus attention to scope, BMJ 1994;309:184 8
15. Purwadianto A. 2007, Segi Kontekstual Pemilihan Prima Facie Kasus Dilemma Etik dan Penyelesaian Kasus Konkrit Etik, dalam bahan bacaan Program Non Gelar Blok II FKUI Juni 2007
16. Kasule OH, Aplikasi Nilai-nilai Islam pada Pengajaran Klinis; dipresentasikan di Seminar dan Lokakarya Implementasi Nilai-nilai Islam di dalam Pendidikan Kedokteran di Indonesia
FKUNISMA 8 9 September 2007
17. Calman KC. Evolutionary ethics: can values change, J Med Ethics 2004;30:366 370.doi: 10.1136/jme.2002.003582
18. Benagiano G, Carrara S, Filippi V. Sex and Reproduction: an evolving relationship, Human Reproduction Update, 2010;16(1 ): 96 107.
19. Walker D, Gutierrez JP, Torres P., Betozzi SM. HIV prevention in Mexican school: prospective randomized evaluation of intervention; British Medical Journal, dol:10.1136/bmj.38796.457407.80
8 May 2006
20. Martiniuk ALC, OConnor KS, King WD. A cluster randomized trial of a sex education programme in Belize, Central America. Internat. J. Epidemiol. 2003; 32: 131 6.
21. Steiner MJ, Cates Jr. W. Condoms and Sexually-Transmitted Infections, NEJM 2006;354;25 june 22, www.nejm.org.
22. Schenk KD. Emergency contraception: lessons learned from the UK, J Family Planning and Reproductive Health Care 2003: 29(2).
23. Calman KC. Evolutionary ethics: can values change. J Med Ethics 2004;30:366 370.doi: 10.1136/jme.2002.003582
24. Hedayat KM, Pirzadeh R. Issues in Islamic Biomedical Ethics: A Primer for the Pediatrician. Pediatrics, Oct 2001; 108: 965 71.
25. Aminah S. Implementasi Hak-Hak Reproduksi Isteri; Studi Kasus Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Tanpa Izin Suami di Kecamatan Wonocolo Kota Surabaya, Thesis, IAIN Sunan
Ampel Surabaya, 2010.

CDK-206/ vol. 40 no. 7, th. 2013 551

Anda mungkin juga menyukai