Anda di halaman 1dari 2

Pengertian Bendahara.

Pasal 1 (14) UU Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara, Bendahara adalah setiap
orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima,
menyimpan, dan membayar/menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-
barang negara/daerah.

Pasal 1 (18) UU Tahun 2004, Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk
untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan
mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara/daerah dalam rangka
pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja kementerian
negara/lembaga/pemerintah daerah.

Dari dua ayat pasal 1 bila diringkas syarat Bendahara adalah badan/orang (pegawai)
yang mengelola uang negara dan berasal dari kantor/satuan kerja
kementerian/lembaga/pemerintah daerah. Sehingga orang/pegawai yang mengelola
uang Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dikategorikan sebagai Bendahara
Pengeluaran adalah yang berasal dari kementerian/ lembaga atau pemerintah daerah.
Dengan demikian sekolah swasta, lembaga pendidikan swasta, pesantren yang
diberikan dana BOS oleh Kementerian Pendidikan Nasional tidak wajib memungut
pajak-pajak yang harus dipungut Bendahara.

Fakta di dalam praktik terjadi salah kaprah tentang istilah Bendahara. Sekolah swasta,
pesantren, lembaga pendidikan non pemerintah yang tidak termasuk dalam kategori
Bendahara (ikut-ikutan Bendahara sekolah negeri) juga memungut pajak PPh pasal 22,
PPN atas belanja barang/jasa. Padahal kewajiban pemungutan pajak tersebut tidak
termasuk yang ditunjuk/ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dasar hukum yang
mewajibkan bukan Bendahara namun memungut pajak sebagimana yang dipungut
Bendahara hingga kini belum ada. Pada Peraturan Menteri Keuangan 154/2010 yang
wajib memungut PPh pasal 22 adalah Bendahara Pemerintah, tidak wajib bagi
bendahara non pemerintah. Pada aturan ini pula disebutkan bahwa Bendahara yang
melakukan "Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan
dana BOS" dikecualikan dari kewajiban memungut PPh pasal 22.

Pedoman pelaksanaan pajak BOS, Surat Edaran Dirjen Pajak nomor SE-02/PJ/2006
tanggal 1 Pebruari 2006, nomor 6 huruf a, dalam hal dana BOS diberikan kepada
Sekolah Negeri, maka penanggung jawab atau bendaharawan BOS merupakan
Pemungut PPh Pasal 22 dan PPN. Huruf b, dalam hal dana BOS diberikan kepada
Sekolah swasta, maka penanggung jawab atau bendaharawan BOS bukan
merupakan Pemungut PPh Pasal 22 dan PPN.

Meskipun pada surat edaran tersebut mengakui istilah yang salah kaprah
bendaharawan BOS untuk sekolah swasta, namun bendaharawan tetap saja bukan
Pemungut PPh Pasal 22 dan PPN.

Mekanisme penyaluran dana BOS oleh Kemendiknas yang dikelola langsung sekolah
swasta/lembaga pendidikan swasta, pesantren, padahal uang tersebut merupakan
uang negara yang pada umumnya dikelola oleh Bendahara (Pemerintah) hingga kini
belum ada masalah hukum. Pelimpahan wewenang tersebut, tentu Kemendiknas
mempunyai dasar hukum yang kuat. Namun cara penyaluran uang negara yang dikelola
tidak melalui Bendahara sebagaimana yang dimaksud dalam UU Perbendaharan
Negara mempunyai resiko kehilangan penerimaan pajak, keterlambatan penerimaan
pajak negara.

Solusi menghindari kehilangan potensi pajak negara yang seharusnya dipungut oleh
Bendahara dapat dilakukan dengan pengelolaan dana BOS melalui Bendahara yang
berasal dari satuan kerja kantor pemerintah setempat yang terdekat. Seorang
Bendahara (Pemerintah) di tingkat kecamatan mengelola belanja dari banyak sekolah
swasta. Perencanaan dan pembelanjaan berada di masing-masing sekolah swasta
penerima dana BOS, namun pertanggungjawaban dan pengawasan terpusat di
Bendahara (Pemerintah) yang ditunjuk.

Konon yang terjadi sekarang, orang yang ditunjuk sebagai Bendahara dana BOS adalah
dalam kondisi terpaksa karena pegawai lain tidak ada yang bersedia. Alasan tidak
bersedia karena kurangnya pengetahuan pengelolaan keuangan negara dan tidak ada
pelatihan khusus. Di samping itu Bendahara dibebani perasaan bersalah dan beban
pelaporan keuangan yang jika salah dalam pengelolaan uang negara, dianggap
merugikan negara mereka pun takut ancaman sanksi pidana korupsi.

Meskipun aturan terbit sejak tahun 2004 wacana Bendahara difungsionalkan hingga kini
belum dilaksanakan. Di masa depan Bendahara harus dilakukan pejabat fungsional.
Dasar hukumnya yaitu pasal 10 UU 1 tahun 2004, Bendahara Penerimaan dan
Bendahara Pengeluaran adalah Pejabat Fungsional. Maka suatu saat nanti
pengelolaan keuangan negara harus memang diserahkan pada Bendahara dan dikelola
secara profesional.

Posted on 03/08/2011 by Isnan Wijarno.

Anda mungkin juga menyukai