Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1,2


Infark miokard merupakan nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah ke otot jantung. Angka kejadian rawat inap infark
miokard merupakan salah satu diagnosis tersering di negara maju. Infark
miokard terjadi setiap tahunnya kurang lebih 1,5 juta di Amerika Serikat.
Bertambahnya usia harapan hidup makin meningkatkan angka kejadian
infark miokard. Mortalitas karena infark miokard kurang lebih 30 persen,
dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum individu yang terserang
mencapai pertolongan di rumah sakit.
Infark miokard terjadi dengan penurunan mendadak pada aliran darah
arteri koroner yang mengikuti oklusi trombotik dari arteri koronaria yang
sebelumnya menyempit oleh aterosklerosis. Progresi lesi aterosklerotik
sampai dengan titik pembentukan thrombus yang terjadi merupakan proses
yang kompleks yang berhubungan dengan cedera vaskular. Cedera ini
dihasilkan atau dipercepat oleh faktor risiko seperti merokok, hipertensi, dan
akumulasi lipid. Infark terjadi jika plak aterosklerotik menjadi fisur, ruptur,
atau mengalami ulserasi dan dengan kondisi yang baik bagi trombogenesis
(faktor yang bisa lokal atau sistemik); thrombus mural yang terbentuk
menyebabkan oklusi arteri koroner. Infark dapat terjadi karena oklusi
koroner sekunder terhadap emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme
koroner, dan variasi yang luas dari penyakit sistemik.
Komplikasi dari infark miokard yaitu gangguan irama dan konduksi
jantung, gagal jantung, syok kardiogenik, tromboembolisme, perikarditis,
dan aneurisma ventrikel. Prognosis dari infark miokard umumnya kematian
yang dapat terjadi dalam 4 jam pertama setelah serangan. Masa 24 jam

1
berikutnya masih merupakan masa dengan resiko tinggi, tetapi setelah ini
resiko terjadinya komplikasi cepat berkurang. Infark miokard dapat terjadi
kematian mendadak dalam beberapa menit setelah serangan pada 25%
kasus. Kematian kira-kira 10-20% pada usia di bawah 50 tahun dan 20%
pada usia lanjut.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,
klasifikasi, gejala klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, dan
infark miokard .

2
BAB II
INFARK MIOKARD

2.1 Anatomi Jantung1


Jantung merupakan organ utama yang berfungsi untuk memompa
darah ke seluruh tubuh. Jantung terletak di dalam pericardium di mediastinum.
Basis cordis dihubungkan dengan pembuluh-pembuluh darah besar, meskipun
demikian tetap terletak bebas di dalam pericardium.
Permukaan jantung memiliki tiga bagian: facies sternocostalis
(anterior), facies diaphragmatica (inferior), dan basis cordis (facies posterior).
Facies sternocostalis terutama dibentuk oleh atrium dextrum dan ventriculus
dexter, yang dipisahkan satu sama lain oleh sulcus atrioventricularis. Facies
diaphragmatica jantung terutama dibentuk oleh ventriculus dexter dan sinister
yang dipisahkan oleh sulcus interventricularis posterior. Basis cordis atau
facies posterior terutama dibentuk oleh atrium sinistrum, tempat bermuara
vena pulmonalis. Basis cordis letaknya berlawanan dengan apex cordis. Apex
cordis dibentuk oleh ventriculus sinister mengarah ke bawah, depan, dan kiri.
Apex terletak setinggi spatium intercostale V.
Batas kanan jantung dibentuk oleh atrium dextrum, batas kiri dibentuk
oleh auricula sinistra dan di bawah oleh ventriculus sinister. Batas bawah
terutama dibentuk oleh ventriculus dexter tetapi juga oleh atrum dextrum dan
apex oleh ventriculus sinister.
Jantung terdiri dari empat ruang yang dibagi oleh septa vertikal: atrium
dextrum, atrium sinistrum, ventriculus dexter, dan ventriculus sinister. Atrium
secara anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah (ventrikel) oleh
suatu annulus fibrosus (tempat terletaknya keempat katup jantung dan tempat
melekatnya katup maupun otot). Dinding jantung terususun atas otot jantung,
myocardium, yang di luar terbungkus oleh pericardium serosum, yang disebut
epicardium, di bagian dalam diliputi oleh selapis endothel disebut
endocardium.

3
Gambar 1. Lapisan Otot Jantung
Atrium kanan yang berdinding tipis berfungsi sebagai tempat
penyimpanan darah, penyalur darah dari vena-vena sirkuasi sistemik yang
mengalir ke ventrikel kanan. Darah yang berasal dari pembuluh vena ini
masuk ke dalam atrium kanan melalui vena kava superior, vena kava inferior,
dan sinus koronarius. Vena kava dan atrium jantung hanya dipisahkan oleh
lipatan katup atau pita otot yang rudimenter sehingga peningkatan tekanan
atrium kanan akibat bendungan darah di sisi kanan jantung akan dibalikkan
kembali ke dalam vena sirkulasi sistemik. Aliran balik vena ke dalam atrium
kanan akan mengalir secara pasif ke dalam ventrikel kanan melalui katup
trikuspidalis sekitar 75% dan 25% sisanya akan mengisi ventrikel selama
kontraksi atrium.
Ventrikel kanan berbentuk bulan sabit yang menghasilkan kontraksi
bertekanan rendah yang cukup untuk memompa darah ke dalam arteri
pulmonalis. Sirkulasi paru merupakan sistem aliran darah bertekanan rendah,
dengan resistensi yang jauh lebih kecil terhadap aliran darah dari ventrikel
kanan, dibandingkan tekanan tinggi sirkulasi sistemik terhadap aliran darah
dari ventrikel kiri. Beban kerja ventrikel kanan jauh lebih ringan daripada
ventrikel kiri, dan akibatnya tebal dinding ventrikel kanan hanya sepertiga dari
tebal dinding ventrikel kiri.

4
Gambar 2. Anatomi Jantung Manusia
Atrium kiri menerima darah teroksigenasi dari paru-paru melalui
keempat vena pulmonalis. Vena pulmonalis dan atrium kiri tidak terdapat
katup sejati, oleh karena itu, perubahan tekanan atrium kiri mudah membalik
secara retrogad ke dalam pembuluh paru-paru. Atrium kiri memiliki dinding
yang tipis dan bertekanan rendah. Darah mengalir dari atrium kiri ke dalam
ventrikel kiri melalui katup mitralis.
Ventrikel kiri harus menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk
menghasilkan tahanan sirkulasi sistemik, dan mempertahankan aliran darah ke
jaringan perifer. Ventrikel kiri mempunyai otot-otot yang tebal dengan bentuk
yang menyerupai lingkaran sehingga mempermudah pembentukan tekanan
tinggi selama ventrikel berkontraksi. Tekanan ventrikel kiri meningkat sekitar
lima kali lebih tinggi daripada tekanan ventrikel kanan saat kontraksi; bila ada
hubungan abnormal antara kedua ventrikel, maka darah akan mengalir dari
kiri ke kanan melalui robekan dan akibatnya terjadi penurunan jumlah aliran
darah dari ventrikel kiri melalui katup aorta ke dalam aorta.
Keempat katup jantung berfungsi untuk mempertahankan aliran darah
searah melalui bilik-bilik jantung. Ada dua jenis katup: katup
atrioventrikularis (AV) yang memisahkan atrium dan ventrikel, dan katup
semilunaris yang memisahkan arteri pulmonalis dan aorta dari ventrikel.
Daun-daun katup atrioventrikularis halus tetapi tahan lama. Katup

5
trikuspidalis terletak antara atrium kanan dan ventrikel kanan yang
mempunyai tiga buah daun katup. Katup mitralis memisahkan atrium kiri dan
ventrikel kiri, merupakan katup bikuspidalis dengan dua buah daun katup.
Daun katup dari kedua katup itu tertambat melalui berkas-berkas tipis jaringan
fibrosa yang disebut korda tendinae. Korda tendinae akan meluas menjadi otot
papilaris yaitu tonjolan otot pada dinding ventrikel. Korda tendinae
menyokong katup pada waktu kontraksi ventrikel untuk mencegah
membaliknya daun katup ke dalam atrium. Apabila korda tendinae atau otot
papilaris mengalami gangguan (ruptur, iskemia), darah akan mengalir kembali
ke dalam atrium jantung sewaktu ventrikel berkontraksi. Kedua katup
semilunaris sama bentuknya; katup ini terdiri dari tiga daun katup simetris
yang menyerupai corong yang tertambat kuat pada annulus fibrosus. Katup
aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta, sedangkan katup pulmonalis
terletak antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Katup semilunaris
mencegah aliran kembali darah dari aorta atau arteri pulmonalis ke dalam
ventrikel, sewaktu ventrikel dalam keadaan istirahat. Sinus valsava tepat di
atas daun katup aorta, terdapat kantung menonjol dari dinding aorta dan arteria
pulmonalis. Muara arteria koronaria terletak di dalam kantung-kantung
tersebut. Sinus-sinus ini melindungi dari penyumbatan oleh daun katup, pada
waktu katup aorta terbuka.

2.2 Sistem Konduksi Jantung1


Jantung memiliki jalur konduksi khusus di dalam miokardium untuk
memastikan rangsangan ritmik dan sinkron, serta kontraksi otot jantung.
Jaringan konduksi ini memiliki sifat:
1. Otomatisasi: kemampuan untuk menimbulkan impuls secara spontan
2. Ritmisasi: pembangkitan impuls yang teratur
3. Konduktivitas: kemampuan menghantarkan impuls
4. Daya rangsang : kemampuan berespons terhadap simulasi

6
Gambar 3. Sistem Konduksi Jantung
Jantung memiliki sifat-sifat ini sehingga mampu menghasilkan impuls
secara spontan dan ritmis. Impuls jantung berasal dari nodus sinoatrialis (SA).
Nodus SA ini disebut sebagai pemacu alami jantung. Nodus SA terletak di
dinding posterior atrium kanan dekat muara vena kava superior. Impuls
jantung kemudian menyebar dari nodus SA menuju jalur konduksi khusus
atrium dan ke otot atrium. Suatu jalur antar-atrium (yaitu berkas Bachmann)
mempermudah penyebaran impuls dari atrium kanan ke atrium kiri.
Impuls listrik kemudian mencapai nodus atrioventrikularis (AV) yang
terletak di sebelah kanan interatrial dalam atrium kanan dekat muara sinus
koronaria. Nodus AV merupakan jalur normal transmisi impuls antara atrium
dan ventrikel. Penghantaran impuls terjadi relatif lambat melewati nodus AV
karena tipisnya serat di daerah ini dan konsentrasi taut selisih yang rendah.
Taut selisih merupakan mekanisme komunikasi antar sel yang mempermudah
konduksi impuls. Hasilnya adalah hambatan konduksi impuls selama 0,9
detik melalui nodus AV. Hambatan hantaran melalui nodus AV menyebabkan
sinkronisasi kontraksi atrium sebelum kontraksi ventrikel, sehingga pengisian
menjadi optimal.

7
Berkas His menyebar dari nodus AV, yang memasuki selubung
fibrosa yang memisahkan atrium dari ventrikel. Nodus AV berkas His adalah
satu-satunya rute penyebaran impuls dari atrium ke ventrikel dan biasanya
hanya dalam arah anterior yaitu dari atrium ke ventrikel. Berkas His
bercabang menjadi serabut berkas kanan dan kiri. Berkas serabut kanan dan
kiri kemudian menjadi serabut Purkinje. Hantaran impuls melalui serabut
purkinje berjalan cepat sekali. Serabut ini berdiameter relatif besar dan
memberikan sedikit resistensi terhadap penyebaran hantaran. Serabut purkinje
mengandung taut selisih dalam konsentrasi besar yang disesuaikan secara
maksimal, sehingga menyebabkan hantaran impuls yang cepat. Waktu
hantaran melalui sistem purkinje 150 kali lebih cepat dibandingkan dengan
hantaran melalui nodus AV.
Penyebaran hantaran melalui serabut Purkinje dimulai dari permukaan
endokardium jantung sebelum berjalan ke sepertiga jalur menuju miokardium.
Pada miokardium ini, impuls dihantarkan ke serabut otot ventrikel. Impuls
kemudian berlanjut menyebar dengan cepat ke epikardium. Struktur ini
menyebabkan aktivasi segera dan kontraksi ventrikel yang terjadi hampir
bersamaan. Urutan normal rangsangan melalui sistem konduksi adalah nodus
SA, jalur-jalur atrium, nodus AV, berkas His, cabang-cabang berkas dan
serabut Purkinje.

2.3 Sirkulasi Sistemik, Sirkulasi Koroner, dan Sirkulasi Kolateral


Jantung1
2.3.1 Sirkulasi Sistemik
Sirkulasi sistemik menyuplai darah ke semua jaringan tubuh dengan
pengecualian pada paru. Sebanyak 84% volume darah total terdapat dalam
sirkulasi sistemik ; 16% volume darah yang tersisa terdapat dalam jantung
dan paru. Sirkulasi sistemik dapat dibagi menjadi lima kategori berdasarkan
anatomi dan fungsinya: (1) arteria, (2) arteriola, (3) kapiler, (4) venula, dan (5)
vena.

8
Dinding aorta dan arteria besar mengandung banyak jaringan elastis
dan sebagian otot polos. Ventrikel kiri memompa darah masuk ke dalam
aorta dengan tekanan tinggi. Dorongan darah secara mendadak ini meregang
dinding arteria yang elastis; pada saat ventrikel beristirahat maka dinding
kembali pada keadaan semula dan memompa darah ke depan, ke seluruh
sistem sirkulasi.
Dinding pembuluh darah arteriola terutama terdiri dari otot polos
dengan sedikit serabut elastis. Dinding otot arteriola ini sangat peka dan dapat
berdilatasi atau berkontraksi. Bila berkontraksi, arteriola merupakan tempat
resistensi utama aliran darah dalam cabang arterial. Saat berdilatasi penuh,
arteria hampir tidak memberikan resistensi terhadap aliran darah.
Pembuluh kapiler memiliki dinding tipis yang terdiri dari satu lapis sel
endotel. Nutrisi dan metabolit berdifusi dari daerah berkonsentrasi tinggi
menuju daerah berkonsentrasi rendah melalui membran yang tipis dan
semipermeabel.
Venula berfungsi sebagai pengumpul dan terdiri dari sel-sel endotel
dan jaringan fibrosa. Vena adalah saluran yang berdinding relatif tipis dan
berfungsi menyalurkan darah dari jaringan kapiler melalui sistem vena,
masuk ke atrium kanan. Vena merupakan pembuluh pada sirkulasi sistemik
yang paling dapat meregang; pembuluh ini dapat menampung darah dalam
jumlah banyak dengan tekanan yang relatif rendah. Sekitar 64% volume
darah total terdapat dalam sistem vena. Kapasitas jaringan vena dapat berubah.
Venokonstriksi dapat menurunkan kapasitas jaringan vena, memaksa darah
bergerak maju menuju jantung seperlunya. Sistem vena berakhir pada vena
kava inferior dan superior. Tekanan dalam atrium kanan lazim disebut
sebagai tekanan vena sentralis (central venous pressure, CVP), atau tekanan
atrium kanan (right atrial pressure, RAP).

2.3.3 Sirkulasi Koroner


Efisiensi jantung sebagai pompa bergantung pada nutrisi dan
oksigenasi otot jantung melalui sirkulasi koroner. Sirkulasi koroner meliputi

9
seluruh permukaan epikardium jantung, membawa oksigen, dan nutrisi ke
miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial yang kecil-kecil.

Gambar 4. Arteri Koroner


Arteria koronaria adalah percabangan pertama sirkulasi sistemik.
Muara arteria koronaria ini terdapat di balik daun katup aorta kanan dan kiri
di dalam sinus valsava. Sirkulasi koroner terdiri dari arteria koronaria kanan
dan kiri. Arteria koronaria kiri mempunyai dua cabang besar yaitu arteria
desendens anterior kiri dan arteria sirkumfleksa kiri. Arteria descendens
anterior kiri mendarahi dinding anterior ventrikel kiri, sedangkan arteria
sirkumfleksa kiri mendarahi dinding lateral ventrikel kiri. Arteria koronaria
kanan mendarahi ventrikel dan atrium kanan. Arteria koronaria terdiri dari
tiga lapisan: intima, media, dan adventitia. Intima terdiri dari sel endotel,
yang melindungi integritas dinding arteri dan menyekresi zat vasoaktif.
Media terdiri dari sel otot polos yang memberikan respon terhadap zat
vasoaktif dengan melakukan kontraksi atau dilatasi. Adventitia memberikan
kekuatan bagi dinding pembuluh.
Pembuluh darah koroner besar memiliki cabang epikardium dan
intramiokardium yang khas. Arteria desendens anterior kiri
mempercabangkan cabang-cabang septal yang mendarahi dua per tiga
anterior septum dan cabang diagonal yang berjalan di atas permukaan
anterolateral ventrikel kiri. Pada 60% sekitar populasi, nodus SA disuplai
oleh arteria koronaria kanan, dan sekitar 40% populasi arteria sirkumfleksa

10
kiri mendarahi nodus SA. Berkas cabang kanan dan bagian posterior berkas
cabang kiri disuplai oleh dua arteria-arteria desendens anterior kiri dan arteria
koronaria kanan. Bagian anterior berkas cabang kiri menerima nutrisi dari
cabang septum arteria desendens kiri.

2.3.4 Sirkulasi Kolateral


Jantung memiliki anastomosis antara cabang arteria yang sangat kecil
dalam sirkulasi koronaria. Saluran antar koroner tidak berfungsi dalam
sirkulasi normal, tetapi menjadi sangat penting sebagai rute alternatif untuk
mendukung miokardium melalui aliran darah. Penyempitan pembuluh darah
secara bertahap (aterosklerosis), akan terbentuk pembuluh darah fungsional
besar secara terus-menerus di antara pembuluh darah yang mengalami
penyempitan dan tidak mengalami penyempitan. Pembuluh darah kolateral
sering berperan penting dalam mempertahankan fungsi miokardium saat
terdapat oklusi pembuluh darah.

2.4 Sistem Persarafan Jantung


Sistem kardiovaskular diinervasi oleh sistem parasimpatis dan
simpatis. Stimulasi parasimpatis melalui nervus vagus menurunkan
pembakaran nodus SA, menurunkan kecepatan konduksi melewati nodus AV,
dan menurunkan daya kontraksi atrium.
Sistem saraf simpatis menyebabkan pelepasan norepinefrin dan
epinefrin dari medula adrenal. Zat ini secara selektif terikat untuk reseptor
dan reseptor 1 dan 2 untuk menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah,
peningkatan pembakaran nodus SA, peningkatan kecepatan konduksi melalui
nodus AV, dan peningkatan daya kontraksi ventrikel.

2.5 Definisi2
Infark miokard adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot
jantung terganggu yang berasal dari penyempitan, pembuntuan, dan spasme lama

11
dari pembuluh darah koroner sehingga miokard menjadi kekurangan oksigen dan
sel-selnya terjadi nekrosis.

2.6 Epidemiologi2
Infark miokard umumnya menyerang orang usia > 40 tahun. Paling
banyak di temukan di negara-negara maju. Angka kejadian IM bisa mencapai 1,1
juta per tahun dengan angka kematian sekitar 30% di Amerika serikat. Lebih dari
kematian ini terjadi pada orang yang terserang belum mencapai rumah sakit.
Angka mortalitas telah turun sekitar 30% pada 2 dekade terakhir ini, tetapi 1 dari
25 penderita yang selamat, setelah dirawat meninggal pada 1 tahun pertama
setelah serangan IM. Sejak 10 tahun terakhir IM lebih sering ditemukan di
Indonesia.

2.7 Etiologi dan Faktor Resiko1


Infark miokard biasanya terjadi dengan penurunan mendadak pada aliran
darah koroner yang mengikuti oklusi trombotik dari arteria koronaria yang
menyempit oleh aterosklerotik. Berikut faktor risiko aterosklerotik koroner :
a. Fakto yang tidak dapat diubah
Usia dan Jenis Kelamin
Kerentanan terhadap aterosklerosis koroner meningkat seiring
bertambahnya usia. Namun demikian jarang timbul penyakit serius sebelum usia
40 tahun, sedangkan dari usia 40 hingga 60 tahun, insiden MI meningkat lima kali
lipat. Secara keseluruhan, risiko aterosklerosis koroner lebih besar pada laki-laki
daripada perempuan. Untuk perempuan hingga masa menopause angka kejadian
MI sama rentannya seperti pada laki-laki. Efek perlindungan hormon estrogen
dianggap menjelaskan adanya imunitas wanita pada usia sebelum menopause,
tetapi pada kedua jenis kelamin dalam usia 60 hingga 70 tahun frekuensi MI
menjadi setara
Riwayat Penyakit Jantung Koroner dalam Keluarga

12
Penyakit jantung koroner dalam keluarga yaitu saudara laki-laki atau
orang yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun atau pada ibu atau
saudara perempuan sebelum usia 65 tahun.

b. Faktor yang dapat diubah


Faktor risiko tambahan lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi
memperlambat proses aterogenik adalah: hiperlipidemia (LDL-C): batas atas 130-
159 mg/dk; tinggi 160 mg/dl, HDL-C rendah : <40mg/dl ;hipertensi (140-90
mmHg), merokok; diabetes mellitus; gaya hidup yang tidak aktif; obesitas
(terutama abdominal); peningkatan kadar homosistein (16 mmol/L).

2.8 Klasifikasi1
IM terbagi menjadi transmural atau subendokardial secara morfologis.
Patogenesis dan perjalanan klinis kedua IM ini berbeda. Daerah subendokardial
merupakan daerah miokard yang amat peka terhadap iskemia dan infark dan
terbatas pada separuh bagian dalam miokardium, sedangkan infark transmural
mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan.
Tabel 1. Perbedaan IM transmural dan subendokardial
IM transmural IM subendokardial

Etiologi 90% berkaitan dengan Aliran darah


trombosis koroner. subendokardial yang relatif
Trombosis sering terjadi di menurun dalam waktu lama
daerah yang mengalami sebagai akibat perubahan
penyempitan derajat penyempitan arteri
arteriosklerotik (perdarahan koroner atau dicetuskan
dalam plak aterosklerotik oleh kondisi seperti
dengan hematom hipotensi perdarahan dan
intramural, spasme yang hipoksia. Derajat nekrosis
terjadi di tempat bertambah bila disertai
sterosklerotik dan emboli peningkatan kebutuhan
koroner. oksigen miokard.

13
Lokasi nekrosis Seluruh dinding miokard Bagian dalam dinding
pada daerah distribusi suatu ventrikel dan umumnya
arteri koroner berupa bercak-bercak dan
tidak konfluens seperti IM
transmural.

Pembuluh darah yang Regional (terjadi pada Regional atau difus (terjadi
terkena distribusi suatu arteri pada distribusi lebih dari 1
koroner) arteri koroner)

2.9 Patofisiologi1
Iskemia yang berlangsung lebih dari 40 menit akan menyebabkan sel
jantung (miokardium) nekrosis yang bersifat irreversibel. Bagian miokardium
yang mengalami nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan
yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi
dapat hidup. Ukuran infark akhir bergantung pada nasib daerah iskemik tersebut.

Gambar 5. Infark miokard


Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark transmural
mengenai seluruh lapisan miokardium; sedangkan infark subendokardial terbatas
pada separuh lapisan miokardium. Daerah lain yang biasanya terserang infark
adalah bagian inferior, lateral, posterior, dan septum. Infark luas yang melibatkan
bagian luas ventrikel dinyatakan sesuai dengan lokasi infark yaitu: anterolateral,
inferolateral. Infark dinding inferior dapat disebabkan oleh lesi pada arteria
koronaria kanan, dan dapat disertai berbagai derajat blok jantung.

14
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan
selama berlangsungnya proses penyembuhan. Pada awalnya otot yang mengalami
infark tampak memar dan sianotik akibat berkurangnya aliran darah regional.
Dalam jangka waktu 24 jam timbul edema pada sel-sel, respon peradangan
disertai infiltrasi leukosit. Proses degradasi jaringan dan pembuangan semua
serabut nekrotik akan terjadi menjelang proses degradasi jaringan leukosit.
Dinding nekrotik relatif tipis pada fase ini. Sekitar minggu ketiga mulai terbentuk
jaringan parut. Jaringan parut sudah terbentuk dengan jelas pada minggu keenam.
Infark miokardium jelas akan menurunkan fungsi ventrikel karena otot
yang nekrosis kehilangan daya kontraksi sedangkan otot yang iskemia di
sekitarnya juga mengalami gangguan daya kontraksi. Infark miokardium akan
menyebabkan perubahan-perubahan seperti : (1) daya kontraksi menurun, (2)
gerakan dinding abnormal (3) perubahan daya kembang ventrikel (4) pengurangan
volume sekuncup (5) pengurangan fraksi ejeksi, (6) peningkatan volume akhir
sistolik, akhir diastolik ventrikel, dan (7) peningkatan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri,
Disfungsi ventrikel yang luas akan terlihat setelah infark miokardium.
Derajat gangguan fungsional ini bergantung pada berbagai faktor :
1. Ukuran infark: infark yang melebihi 40% miokardium berkaitan dengan
tingginya insiden syok kardiogenik.
2. Lokasi infark: infark dinding anterior lebih besar kemungkinannya mengurangi
fungsi mekanik dibandingkan dengan kerusakan dinding inferior.
3. Fungsi miokardium yang tak terlibat : infark lama akan membahayakan fungsi
miokardium sisanya.
4. Sirkulasi kolateral: sirkulasi kolateral, baik melalui anastomosis arteri yang
sudah ada atau melalui saluran baru yang terbentuk, dapat berkembang sebagai
respon terhadap iskemia kronik dan hipoperfusi regional guna memperbaiki aliran
darah yang menuju ke miokardium yang terancam.
5. Mekanisme kompensasi dari kardiovaskular: mekanisme refleks kompensasi
bekerja untuk mempertahankan curah jantung dan perfusi perifer.

15
Frekuensi denyut jantung meningkat dan kekuatan kontraksi oleh refleks
simpatis dapat memperbaiki fungsi ventrikel. Penyempitan arteriola generalisata
akan meningkatkan resistensi perifer total sehingga meningkatnya tekanan arteri
rata-rata. Penyempitan vena akan mengurangi kapasitas vena sehingga
meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan pengisian ventrikel. Peningkatan
pengisian ventriel akan meningkatkan kekuatan kontraksi dan volume ejeksi.
Fungsi ventrikel menurun maka diperlukan tekanan pengisian diastolik yang lebih
tinggi agar volume sekuncup dapat dipertahankan. Peningkatan tekanan pengisian
diastolik dan volume ventrikel akan meregangkan serabut miokardium, dan
meningkatkan kekuatan kontraksi. Tekanan pengisian sirkulasi dapat ditingkatkan
lebih lanjut melalui retensi natrium dan air oleh ginjal yang menyebabkan infark
miokardium biasanya disertai pembesaran sementara ventrikel kiri akibat dilatasi
kompensasi jantung.
Secara ringkas, terdapat serangkaian respon refleks yang dapat mencegah
memburuknya curah jantung dan tekanan perfusi: (1) peningkatan frekuensi
denyut jantung dan tekanan perfusi, (2) vasokonstriksi umum, (3) retensi natrium
dan air, (4) dilatasi ventrikel, dan (5) hipertrofi ventrikel.

2.10 Penegakan Diagnosis


a. Anamnesis 1,2,3
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara
cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Pada
beberapa keadaan, nyeri dada digambarkan sebagai rasa tertekan, berat, atau
penuh di dada yang seringkali disertai dengan berkeringat, mual, dan muntah. Hal
ini serupa sifatnya dengan rasa tidak enak pada angina pectoris namun biasanya
lebih berat dan berlangsung lebih lama. Secara tipikal nyeri melibatkan bagian
sentral dada dan atau epigastrium dan pada kurang lebih 30 persen kasus menjalar
ke lengan. Lokasi penjalaran yang lebih jarang meliputi abdomen, punggung,
rahang bawah, dan leher. Rasa tidak enak biasanya dimulai pada saat pasien
dalam keadaan istirahat walaupun nyeri merupakan keluhan yang diajukan pasien,
namun tidak selalu demikian; sejumlah minimum 15 sampai 20 persen infark

16
miokard tidak nyeri. Insidensi infark tidak nyeri lebih besar pada perempuan dan
pasien dengan diabetes melitus, dan meningkat seiring usia. Pada orang lanjut uisa,
infark miokard bisa terdapat sebagai sesak napas mendadak, yang dapat
berkembang menjadi edema paru, selain itu perlu pula ditanyakan apakah ada
riwayat infark miokard sebelumnya, serta faktor-faktor lain seperti hipertensi,
diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, stres, atau riwayat sakit jantung koroner
pada keluarga.

b. Pemeriksaan Fisik2,3
Kebanyakan pasien berusaha untuk meredakan nyeri dengan bolak-balik di
ranjang, menggeliat, dan melakukan peregangan otot. Pucat sering terjadi dan
seringkali berhubungan dengan perspirasi dan dinginnya ekstremitas. Kombinasi
nyeri dada substernal yang persisten selama lebih dari 30 menit dan diaphoresis
sangat mendukung ke arah infark miokard , walaupun banyak pasien mempunyai
frekuensi nadi dan tekanan darah yang normal, dalam jam pertama terjadinya
infark kurang lebih seperempat pasien dengan infark anterior memiliki
manifestasi hiperakitivitas sistem saraf simpatik (takikardia dan atau hipertensi),
dan hingga separuh infark inferior menunjukkan bukti hiperaktivitas parasimpatik
(bradikardia dan atau hipotensi).
Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop,
penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung
kedua. Murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena
disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub juga dapat ditemukan.
Peningkatan suhu sampai 38C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca
STEMI.

c. Pemeriksaan Penunjang1,2,3
Elektrokardiografi
Perubahan tertentu pada hasil EKG yang menunjukkan infark miokardium
dikelompokkan menjadi infark gelombang-Q atau gelombang non-Q. Perubahan
hasil EKG yang berkaitan dengan infark miokardium gelombang-Q mencakup

17
peningkatan segmen ST, inversi gelombang T, dan gelombang Q yang nyata pada
sadapan yang terpasang pada miokardium yang mengalami infark. Selang
beberapa waktu, segmen ST dan gelombang T akan kembali normal; hanya
gelombang Q tetap bertahan pada hasil EKG yang menunjukkan adanya infark
miokardium gelombang-Q. Infark miokardium gelombang non-Q (NQWMI)
terjadi pada sekitar 30% pasien yang didiagnosis menderita infark miokardium.
Gelombang Q seringkali berkaitan dengan durasi iskemia dalam arteri yang
mengalami infark. Misalnya, pasien yang menerima pengobatan trombolitik
sering menderita NQWMI. Hasil pemeriksaan EKG pada NQWMI adalah
penurunan segmen ST sementara atau inversi gelombang T atau keduanya pada
sadapan yang dipasang pada daerah infark. Perubahan ini menetap hingga 72 jam
dan kemudian kembali normal, tidak meninggalkan petunjuk permanen adanya
infark miokardium pada EKG.

Gambar 6. Lokasi Infark Miokard

18
19
Penanda biomarker kimiawi
Penanda bikomikiawi digunakan dalam penegakan diagnosis cedera
miokardium . Penanda tersebut adalah kreatinin kinase dan isoenzimnya creatinin
kinase MB (CK-MB), dan troponin; cardiac-spesific troponin T (cTnT) dan
cardiac-spesific troponin I (cTnI).
Kreatinin kinase merupakan suatu enzim yang dilepaskan saat terjadi cedera otot
dan memiliki fraksi isoenzim: CK-MM, CK-BB, dan CK-MB. CK-BB paling
banyak terdapat dalam jaringan otak dan biasanya tidak terdapat dalam serum.
CK-MM dijumpai dalam otot skelet dan merupakan CK yang paling banyak
terdapat dalam sirkulasi. Cedera otot (misalnya jatuh, atau proses penyakit
tertentu seperti distrofia otot) menyebabkan peningkatan CK dan CK-MM. CK-
MB paling banyak terdapat dalam miokardium; namun juga terdapat dalam
jumlah sedikit di otot skelet. Peningkatan dan penurunan CK dan CK-MB
merupakan penanda cedera otot yang paling spesifik pada infark miokardium.
Setelah infark miokardium , CK dan CK-MB meningkat dalam waktu 4 hingga 6
jam dengan kadar puncak dalam 18 hingga 24 jam, dan kembali menurun hingga
normal setelah 2 hingga 3 hari.
Troponin jantung spesifik (yaitu cTnT dan cTnI) juga merupakan petunjuk adanya
cedera miokardium. Troponin-troponin ini merupakan protein regulator yang
mengendalikan hubungan aktin dan miosin yang diperantarai kalsium;
peningkatan kadar serum bersifat spesifik untuk pelepasan dari miokardium.
Troponin akan meningkat 4 hingga 6 jam setelah cedera miokardium dan akan
menetap selama 10 hari. Sebaliknya, tidak adanya troponin saat peningkatan CK
cenderung menyingkirkan adanya infark miokardium. Troponin serum dapat
meningkat pada gagal jantung kongestif, hipertensi, hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis, dan saat kemoterapi yang bersifat toksik terhadap miokardium.

20
Tabel 2. Penanda Biokimia Cedera Sel Jantung
Penanda Meningkat Memuncak Durasi

Kreatinin Kinase (CK) 4-6 jam 18-24 jam 2-3 hari

Kreatinin Kinase-MB 4-6 jam 18-24 jam 2-3 hari


(CK-MB)

Cardiac--specific 4-6 jam 18-24 jam 10 hari


Troponin T

Cardiac-specific 4-6 jam 18-24 jam 10 hari


Troponin I

Sumber : (Braunwald, 2012)


Chest X-Ray
CTR > 50% mengindikasikan pembesaran jantung (Boot Shaped).
Iskemia dapat menyebabkan menurunnya fungsi ventrikel. Fungsi ventrikel
menurun maka dibutuhkan tekanan pengisisan diastolik yang lebih tinggi agar
stroke volume dapat dipertahankan. Peningkatan tekanan pengisian distolik dan
volume ventrikel akan meregangkan serabut miokardium dan dengan demikian
dapat meningkatkan kekuatan kontraksi. Tekanan pengisisan sirkulasi dapat
ditingkatkan lebih lanjut melalui retensi natrium dan air oleh ginjal dan
mengakibatkan infark miokardium biasanya disertai pembesaran sementara
ventrikel kiri akibat hipertrofi atau dilatasi.Sehingga saat dilakukan foto thorax,
hasilnya menunjukkan CTR > 50%.

21
Gambar 7. Pembesaran Jantung (Boot Shaped)

2. 11 Diagnosis Banding10
Kondisi Durasi Kualitas Lokasi
Angina 2 menit dan 20 Tertekan, tertindih Retrosternal,
menit benda berat, kadang menjalar ke
terbakar leher, rahang
bawah, bahu, lengan
kiri
Angina tidak stabil 10-20 menit Seperti angina, Seperti angina
namun lebih berat
Infark miokard Bervariasi kadang Seperti angina, Seperti angina
30 menit namun lebih berat
Stenosis Aorta Seperti angina, Seperti angina Seperti angina
episode berulang
Perikarditis Hitungan jam Tajam Retrosternal atau di
hingga hari; bersifat apeks jantung.
episodic antara tulang
selangka
Diseksi Aorta Muncul mendadak, Sensasi Dada anterior,
nyeri sangat hebat dirobek;diiris pisau kadang menjalar ke
punggung, antara
tulang selangka
Emboli pulmonal Muncul mendadak, Pleuritik Kadang lateral,
beberapa menit tergantung lokasi
hingga jam emboli
Hipertensi Bervariasi Tertekan Substernal
pulmonal
Pneumonia atau Bervariasi Pleuritik Unilateral, kadang
pleuritis terlokalisir
Pneumotoraks Awitan mendadak, Pleuritik Sisi lateral sesuai
spontan beberapa jam lokasi
pneumothoraks

22
Refluks esofageal 10-60 menit Terbakar Substernal,
epigastrium
Spasme esofageal 2-30 menit Tertekan, terbakar Retrosternal
Ulkus Peptikum Berkepanjangan Terbakar Epigastrium,
substernal
Penyakit kandung Berkepanjangan Terbakar, tertekan Epigastrium,
empedu kuadran kanan atas,
substernal
Kelainan Bervariasi Terasa pegal Bervariasi
muskuloskeletal
Herpes zoster Bervariasi Tajam atau terbakar Distribusi
dermatomal
Kondisi psikis dan Bervariasi Bervariasi Bervariasi, kadang-
emosional kadang retrosternal

2. 12 Tatalaksana 1,2,3,4
a. Nonfarmakologi:
Diet: Selama hari keempat atau kelima pertama, diet rendah kalori lebih disukai
jika terbagi dalam porsi kecil. Curah jantung meningkat seiring dengan makanan,
oleh karena itu sebaiknya jumlah kalori dipertahankan dalam jumlah kecil.
Asupan garam harus dibatasi jika terdapat gagal jantung. Jika konstipasi sering
terjadi, sebaiknya ditambahan serat dalam diet pasien. Diet tinggi kalium
dianjurkan jika pasien mendapat terapi diuretic. Jumlah diet dinaikkan pada
minggu kedua. Pada waktu ini, batasan diet, kolestrol dan lemak jenuh mulai

23
diterangkan kepada pasien, dan pasien dapat memulai mempraktikkan diet yang
sesuai.

b. Farmakologi:6,7
Tata Laksana Angina Pektoris Stabil/Infark Miokard dengan Elevasi
ST
Aspirin 75-162 mg/hari
Hipertensi: ACE Inhibitor, Renin-Angiotensin-Aldosteron System
Blockers, Penyekat Beta
Tabel 3. Terapi Nitrat dan Nitroglycerin
Rute Dosis
Nitroglycerin Tablet sublingual 0,3-0,6 mg sampai dengan
1,5 mg
Spray 0,4 mg sesuai kebutuhan
Salep 2 % (15x15cm) 7.5-40 mg
Transdermal 2x0,2-0,8 mg/jam
Oral Sustained Release 2,5-13 mg
Intravena 5-200 mcg/menit
Isoborbide dinitrate Sublingual 2,5-10 mg
Oral 2-3x5-80 mg
Spray 1x1.25 mg
Tablet Kunyah 5 mg
Oral Slow release 1-2x40 mg
Intravena 1,25-5 mg/jam
Salep 1x100 mg
Isoborbide mononitrate Oral 2x20 mg atau 1x60-240 mg
Isoborbide tetranitrate Sublingual 10 mg sesuai kebutuhan
Sumber : (Braunwald, 2012)
Tabel 4. Obat Penyekat Beta
Obat Dosis

Acebutolol 2x200-600 mg

Atenolol 50-200 mg/hari

Betaxolol 10-20 mg/hari

Bisoprolol 2,5-10 mg/hari

Esmolol 50-300 mcg/kg/menit

Labetolol 2x200-600 mg

24
Metoprolol 2x50-200 mg

Nadolol 40-80 mg/hari

Nebivolol 5-40 mg/hari

Pindolol 3x2,5-7,5 mg

Propanlol 2x80-120 mg

Timolol 2x10 mg

Sumber : (Braunwald, 2012)

Tabel 5. Terapi Antagonis Kalsium


Obat Dosis
Non Dihydropiridines

Diltiazem Immediate release: 4x30-80mg


Slow release: 120-320 mg qd

Verapamil Immediate release: 80-160 mg tid


Slow release: 120-480 mg qd
Sumber : (Braunwald, 2012)

Tata Laksana Angina Pektoris Tak Stabil/Infark Miokard Tanpa


Elevasi ST
Nitrat diberikan sublingual atau buccal spray (0,3-0,6 mg). Jika
telah diberikan 3 dosis dengan jeda 5 menit tetapi nyeri tetap ada,
maka berikan nitroglycerin intravena (5-10 g/menit), titer infus
dapat dinaikkan 10 gram/menit setiap 3-5 menit sampai gejala
hilang atau tekanan darah sistol turun jadi <100mmHg. Setelah 12-
24 jam bebas nyeri, ganti nitroglycerin iv dengan oral/topical
Beta adrenergrik bloker: Metoprolol 4x25 mg po. Jika diperlukan
dan tidak ada gagal jantung dapat dinaikkan bertahap 5 mg setiap
1-2 menit.
Atorvastatin 20-80 mg

25
Calcium Channel Blocker: verapamil atau diltiazem.
Direkomendasikan untuk pasien yang memiliki gejala persisten
atau rekuren setelah terapi beta bloker dan nitrat dosis penuh, atau
pada pasien yang kontraindikasi ca channel blocker.
Angiotensin-converting Enzyme (ACE ) inhibitor
Morfin (bila diperlukan): 2-5 mg IV dapat diulang setiap 5-30
menit
Antritombotik
Tabel 6. Obat Antitrombotik pada NSTEMI
Antiplatelet Oral

Aspirin Dosis awal 162-325 mg formula nonenterik lalu 75-162 mg/hari


formula enterik/non enteric

Clopidogrel Loading dose 300-600 mg lalu 75 mg/hari

Prasugel Pre-percutaneius coronary intervention (PCI): Loading dose 60 mg


lalu 10 mg/ hari

Antiplatelet Intravena

Abciximab 0,25 mg/kg bolus lalu infuse 0,125 g/kg per menit (maksimal 10
g/menit) selama 12-24 jam

Eptifbatid 180 g/kg bolus lalu infuse 2 g/kg/menit selama 72-96 jam

Tirofiban 0,4 kg/menit selama 30 menit lalu infuse 0,1 gram/kg selama 48-96
jam

Heparin

Unfractionated Bolus 60-70 U/kg (maksimal 5000 U) IV lalu infuse 12-15


Heparin (UH) U/kg/jam (dosis maksimal awal 1000 U/jam) titrasi sampai PTT 50-
70 detik atau 1,5-2,5 kali kontrol

Enoxaparin 2x1 mg/kg SC. Dosis awal 300 mg iv bolus. Disesuaikan dengan
kondisi ginjal jika creatinin clearance <30cc/menit: 1x1 mg/kg

26
Fondaparinux 2,5 mg SC qd

Bivalirudin Dosis awal 0.1 mg/kg iv bolus, infuse 0,25 mg/kg/jam. Sebelum
PCL dapat ditambahkan 0,5 mg/kg/iv bolus dan infuse dinaikkan
sampai 1,75 mg/kg/jam

Sumber : (Braunwald, 2012)


c. Operatif:1
Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
PCI efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan
beberapa jam pertama infark miokard . PCI primer lebih efektif dari
fibrinolitik dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan
dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang
yang lebih baik. PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok
kardiogenik (terutama pada pasien < 75 tahun), risiko perdarahan
meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam
jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat
fibrinolitik. Namun, PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas,
dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya di
beberapa rumah sakit.

Gambar 8. PCI

27
Gambar 9. Pemasangan Stent
CABG
Pembuluh standar yang dipakai dalam melakukan CABG adalah vena
safena magna tungkai dan arteria mamaria interna kiri dari dada. Pada
pencangkokan pintas vena safena, salah satu ujung vena ini disambung ke
aorta asenden dan ujung lain ditempelkan pada bagian pembuluh darah
yang terletak di sebelah distal sumbatan. Jadi saluran baru ini dibuat untuk
menghindari pembuluh darah yang mengalami penyempitan, sehingga
darah dapat mengalir ke miokardium yang bersangkutan.
Pencangkokan pintas dengan memakai vena safena mengakibatkan laju
aliran darah lebih lancar karena diameter pembuluh darah ini lebih besar.
Pembuluh darah ini mudah dicapai di tungkai dan mudah ditempatkan di
permukaan jantung. Banyak kasus yang di kemudian hari mengalami
penutupan dari pembuluh darah yang dicangkokkan tersebut. Penutupan
ini terjadi karena pertumbuhan jaringan fibrosa di dinding intima secara
berlebihan. Keuntungan lain dari metoda ini, tidak perlu melakukan insisi
pada tungkai, dan hanya diperlukan anastomosis. Pencangkokan dengan
arteria mamaria interna secara teknis lebih kompleks dibandingkan dengan
vena safena. Arteria mamaria interna terletak di depan, sehingga paling
sering dipakai pada pintas arteria desendens anterior kiri, sedangkan vena
safena dipakai untuk lesi di sebelah kanan serta arteria koronaria
sirkumfleksa dan cabang-cabangnya.

28
Gambar 10. Coronary Arteru By pass Graft

2. 13 Prognosis1,8,9
Tabel 7. Prognosis STEMI menggunakan bantan tes Treadmill, akan
didaptkan Dukes Treadmill score
Interpretasi

Risiko Nilai Mortalitas dalam 1 tahun

Risiko rendah 5 < 1%

Risiko sedang 4 sampai -10 2-3%

Risiko tinggi -11 5%

Sumber: (Fox, Kim, 2016)


Keterangan:
Duke Treadmill Score =lama latihan (menit)-(5 x max ST deviasi (mm))-(4x
indeks angina)
Indeks angina :
0: tidak ada angina
1: angina non limiting
2: limiting angina
Tabel 8. Prognosis NSTEMI berdasarkan TIMI Risk Score
Skoring Kriteria Nilai Aplikasi

29
Timi Usia 65 tahun 1 Nilai Kematian/infark
Score miokard/revaskularisasi segera
dalam 14 hari

3 faktor risiko CAD 1 0-1 5%

Menggunakan ASA (7 hari 1 2 8%


terakhir)

Diketahui CAD (stenosis 1 3 13%


50)

>episode angina saat 1 4 20%


istirahat dalam <24 jam

Deviasi Segmen ST 1 5 26%

Meningkatnya marker 1 6-7 41%


kardiak

Sumber : (Goncalves, Pedro de Araujo, 2012)


Tabel 9. Klasifikasi Killip
Klas Definisi Mortalitas (%)

I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6

II + S3 dan atau ronki basah 17

III Edema paru 30-40

IV Syok kardiogenik 60-80

Sumber : (Braunwald, 2012)

2.14 Komplikasi1
Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi
miokardium. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri, menimbulkan
kongesti pada vena pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal
jantung kanan mengakibatkan kongesti vena sistemik. Kegagalan pada kedua
ventrikel disebut kegagalan biventrikular. Gagal jantung kiri merupakan
komplikasi mekanis yang paling serng terjadi setelah infark miokardium.
Infark miokardium menganggu fungsi miokardium karena menyebabkan
menurunnya kekuatan kontraksi, menimbulkan abnormalitas gerakan dinding, dan
mengubah daya kembang ruang jantung. Kemampuan ventrikel kiri berkurang

30
untuk mengosongkan, maka besar volume sisa ventrikel meningkat. Hal ini
menyebabkan peningkatan tekanan jantung sebelah kiri. Kenaikan tekanan ini
disalurkan ke belakang ke vena pulmonalis. Tekanan hidrostatik dalam kapiler
paru melebihi tekanan onkotik vaskular maka terjadi proses transudasi ke dalam
ruang interstisial. Tekanan ini masih meningkat lagi, terjadi edema paru-paru
akibat perembesan cairan ke dalam alveoli.
Manifestasi klinis gagal jantung mencerminkan derajat kerusakan
miokardium dan kemampuan serta besarnya respons kompensasi. Berikut adalah
hal-hal yang biasa ditemukan pada gagal jantung kiri:
1. Gejala dan tanda: dispnea, oliguria, lemah, lelah, pucat, dan berat badan
bertambah
2. Auskultasi: ronki basah, bunyi jantung ketiga (akibat dilatasi jantung dan
ketidaklenturan ventrikel waktu pengisian cepat)
3. EKG : takikardia
4. Radiografi dada: kardiomegali, kongesti vena pulmonalis, redistribusi vaskular
ke lobus bagian atas.

Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi akibat disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah
mengalami infark yang masif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri.
Syok kardiogenik merupakan lingakaran setan perubahan hemodinamik progresif
hebat yang irreversible: (1) penurunan perfusi perifer, (2) penurunan perfusi
koroner, (3) peningkatan kongesti paru. Hipotensi, asidosis metabolik, dan
hipoksemia selanjutnya menekan fungsi miokardium.

Ruptur Jantung
Ruptur dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada awal
perjalanan infark transmural selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum
pembentukan parut. Dinding nekrotik yang tipis dan mudah pecah, sehingga
terjadi perdarahan masif ke dalam kantong perikardium yang relatif tidak elastis

31
dan tak dapat berkembang. Kantong perikardium yang terisi darah menekan
jantung, menimbulkan tamponade jantung. Tamponade jantung akan mengurangi
aliran balik vena dan curah jantung.

Aneurisma Ventrikel
Penonjolan paradoks sementara pada iskemia miokardium sering terjadi,
dan pada sekitar 15% pasien, aneurisma ventrikel akan menetap. Aneurisma ini
biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks jantung. Aneurisma akan
menimbulkan tiga masalah: (1) gagal jantung kongestif kronis, (2) embolisasi
sistemik dari thrombus mural (3) distrimia ventrikel refrakter.

Gangguan irama dan konduksi


a. Aritmia
Aritmia lazim ditemukan pada fase IM, hal ini dapat pula dipandang sebagai
bagian perjalanan penyakit IM. Aritmia perlu diobati bila menyebabkan
gangguan hemodinamik, meningkatkan kebutuhan oksigen miokard dengan akibat
mudahnya perluasan infark, atau bila merupakan predisposisi untuk terjadinya
aritmia yang lebih gawat seperti takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel atau asistol.
Prevalensi aritmia terutama paling sering pada 24 jam pertama sesudah serangan
dan banyak berkurang pada hari-hari berikutnya.

b. Sinus bradikardia
Sinus bradikardia disebabkan oleh vagotonia dan sering menyertai IM inferior
atau posterior. Bila hal ini menyebabkan keluhan, hipotensi, gagal jantung, atau
bila disertai peingkatan iritabilitas ventrikel, diberi pengobatan dengan sulfas
atropin IV 0,3 - 0,6 mg tiap 3 5 menit untuk mencapai frekuensi jantung 60 kali
tiap menit. Bila atropin gagal perlu dipikirkan pemasangan alat pacu jantung.
Isoprenalin (dosis 1 2 mg / menit) dapat dicoba sebelum pemasangan pacu
jantung, tetapi harus diingat bahwa obat ini mempunyai ambang keamanan yang
sempit dan cenderung menyebabkan takiaritmia dan perluasan infark.

32
c. Gangguan hantaran aterioventrikuler
Blok AV derajat 1 umumnya ditemukan pada IM inferior dan tidak perlu diobati.
Blok AV derajat 2 juga umumnya menyertai IM inferior dan biasanya merupakan
blok AV Mobitz tipe 1 Wenckebach. Pengobatan hanya diperlukan bila irama
ventrikel lambat dan atau iritabilitas ventrikel meningkat atau bila disertai gagal
jantung atau syok. Blok AV derajat 2 tipe 2 jarang dan umumnya menyertai IM
anterior. Blok AV jenis ini biasanya cenderung memburuk menjadi blok AV total.
Respon terhadap atropin sering buruk dan secepatnya perlu dipasang pacu
jantung.
Blok AV derajat 3 (blok total) pada IM inferior umumnya didahului blok AV
derajat 2 dan bermanifestasi sebagai irama nodal dengan kompeks QRS normal
dan frekuensi 5060 kali permenit. Blok AV ini disebabkan karena nekrosis
jaringan konduksi yang sering menyertai IM yang luas. Mortalitas disini tinggi
walau dipasang pacu jantung.

d. Sinus takikardia
Ditemukan pada 1/3 kasus IM dan umumnya sekunder akibat peningkatan tonus
saraf simpatis, gagal jantung, nyeri dada, perikarditis, dll. Pengobatan ditujukan
pada kelainan dasar. Sering berhasil dengan pemberan obat sedatif atau analgetik.
Takikardia sinus yang menetap akan meningkatakan kebutuhan oksigen miokard
dan menyebabkan perluasan infark.

e. Kontraksi prematur ventrikel


Hal ini praktis ditemukan pada semua pasien IM. Indikasi pemberian pengobatan
adalah bila kontraksi prematur ventrikel sering ditemukan (> 6 kali / menit),
multiform, timbul berpasangan atau berturut-turut atau fenomen R diatas T. Obat
pilihan yaitu lidokain 12 mg / kgBB IV perlahan-lahan. Dapat diulang setelah 3-
10 menit sampai maksimal 300 mg. dosis pemeliharaan 2-4 mg / menit.

33
2.15 SKDI
3B : Mampu membuat diagnosis dan memberikan terapi pendahuluan pada
keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan
kecacatan pada pasien. Mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali
dari rujukan.

34
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Infark miokard adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung
terganggu yang berasal dari penyempitan, pembuntuan, dan spasme lama dari
pembuluh darah koroner sehingga dinding jantung (miokard) menjadi kekurangan
oksigen dan sel-selnya menjadi mati (nekrosis).

3.2 Infark miokard disebut juga infark gelombang Q atau infark bukan
gelombang Q (NQWMI). Perubahan EKG pada MI gelombang Q terdiri dari
gelombang Q tinggi, elevasi segmen ST, dan gelombang T terbalik. Pada
NQWMI, hanya depresi ST transien atau inverse gelombang T kembali ke normal
dalam 72 jam. NQWMI tidak meninggalkan manifestasi EKG yang permanen.

3.3 Faktor risiko dapat terjadinya IM terbagi menjadi dua yaitu faktor yang dapat
diubah dan faktor yang tidak dapat diubah. Faktor risiko yang dapat diubah yaitu
peningkatan LDL-C, HDL-C rendah, hipertensi, merokok, diabetes mellitus,
obesitas, dan peningkatan kadar homosistein. Sedangkan faktor risiko yang tidak
dapat diubah yaitu usia, riwayat CAD pada keluarga.

3.4 Trias diagnostik yang khas pada infark miokardium : gambaran klinis pasien
yang khas terdiri dari rasa nyeri dada, perubahan EKG, dan peningkatan
biomarker kimiawi.

3.5 Infark Miokard dapat diatasi dengan pemberian obat seperti nitrat, penyekat
beta, antagonis kalsium, antiplatelet.

35
DAFTAR PUSTAKA

Baumgartner I, Lerman LO. 2011.Renovascular hypertension: screening and


modern management. Eur Heart J 2011;32:1590-1598.
Brown ML, Burkhart HM, Connolly HM, Dearani JA, Cetta F, Li Z, Oliver WC,
Warnes CA, Schaff HV. 2013.Coarctation of the aorta: lifelong
surveillance is mandatory following surgical repair. J IM Coll Cardiol
2013;62:10201025.
Chia-Ter Chao , Vin-Cent Wu , et al.2013. Diagnosis and management of primary
aldosteronism: An updated review. Annals of Medicine Vol. 45,
Iss. 4, 2013.
de Leeuw PW, Postma CT, Kroon AA. 2013.Treatment of atherosclerotic renal
artery stenosis: time for a new approach. JAMA 2013;309:663664.
Kaplan, Norman M. 2011.Systemic hypertension: Therapy. In: Bonow RO, Mann
DL, Zipes DP, Libby P, (eds).Braunwald's Heart Disease: A Textbook of
Cardiovascular Medicine. 9th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders
Kaplan, Norman M dan Ronald G Victor. 2010. Kaplans Clinical Hypertension.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Mancia, Guiseppe; Fagard, Robert; Redon, Josepet al. 2013 ESH/ESC Guidelines
for the management of arterial hypertension. European Heart Journal
(2013) 34, 21592219 doi:10.1093/eurheartj/eht151
Stefano F. Rimoldi, Urs Scherrer, Franz H. Messerli.2013. Secondary arterial
hypertension: when, who, and how to screen?. European Heart Journal
doi:10.1093/eurheartj/eht534
Trifanescu R, Carsote M, Caragheorgheopol A, et al.2013. Screening for
Secondary Endocrine Hypertension in Young Patients. Mdica.
2013;8(2):108-115.
Winer, Nathiel. 2012. Chapter 2: Evaluation and Management of Secondary
Hypertension. Dalam S.I. McFarlane and G.L. Bakris (eds.), Diabetes and
Hypertension: Evaluation 15 and Management.Newyork: Springer DOI
10.1007/978-1-60327-357.

36

Anda mungkin juga menyukai