Anda di halaman 1dari 33

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produk mi, baik berupa mi basah, mi kering, maupun mi instan kini sudah

menjadi bahan makanan utama kedua setelah beras bagi masyarakat Indonesia.

Berdasarkan hasil kajian preferensi konsumen, mi merupakan produk pangan

yang paling sering dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat baik sebagai

makanan sarapan maupun sebagai selingan (Juniawati, 2003). Mi biasanya terbuat

dari tepung terigu yang bahan bakunya, gandum tetapi masih harus diimpor dari

luar negeri. Oleh karena itu, pencarian berbagai bahan pangan lain sebagai

pengganti tepung terigu terus dilakukan. Salah satu alternatif substitusi tepung

terigu terutama dalam pembuatan mi adalah dengan pemanfaatan jagung.

Jagung dalam bahasa ilmiah disebut Zae mays L, adalah salah satu jenis

tanaman biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan (Graminaceae) dan serealia

yang biasa tumbuh hampir dari seluruh dunia. Jagung termasuk bahan pangan

penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras (Purwono dan

Hartono, 2008). Bahkan, di beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura

dan Nusa Tenggara), jagung dijadikan sebagai bahan pangan utama. Tidak hanya

sebagai bahan pangan, jagung juga dikenal sebagai salah satu bahan pakan ternak

dan industri (Purwono dan Hartono, 2008).

Provinsi Riau merupakan salah satu daerah berpotensi menghasilkan

jagung di Indonesia. Menurut Badan Statistik Provinsi Riau, produksi jagung pada

tahun 2014 sebanyak 28.651 ton pipilan kering, sedangkan pada tahun 2015
2

sebanyak 30.870 ton pipilan kering. Produksi jagung pipilan kering mengalami

peningkatan sebesar 7,74% dari tahun sebelumnya (BPS, 2015).

Mi merupakan salah satu produk olahan instan hasil penganekaragaman

pangan pokok non beras yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Mi

basah yang ada di pasaran memiliki umur simpan yang pendek atau mudah rusak

oleh bakteri dan kapang. Untuk memperpanjang umur simpan mi, sebagian air

dalam bahan tersebut harus dihilangkan melalui pengeringan. Mi kering adalah mi

segar yang telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10%. Pengeringan

pada umumnya dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari atau

dengan oven. Karena bersifat kering, maka mi mempunyai daya simpan yang

relatif lebih panjang dan mudah penanganannya (Astawan, 2008).

Beberapa penelitian sebelumnya telah menghasilkan formulasi dan desain

proses produksi mi jagung yang optimum. Juniawati (2003) telah membuat mi

jagung instan dengan bahan dasar tepung jagung dimana hasil analisis proksimat

untuk mi jagung instan adalah kadar air 11,67%, kadar abu 1,20%, kadar protein

6,16%, kadar lemak 2,27%, karbohidrat 78,69%, pati 65,95% dengan nilai energi

yang terkandung dalam mi jagung instan sebesar 360 kkal/100 gram. Budiyah

(2004) telah melakukan pembuatan mi jagung instan dengan memanfaatkan pati

jagung dan protein jagung (Corn Gluten Meal) di mana hasil analisis proksimat

untuk mi jagung instan tersebut adalah kadar air 5,58%, kadar abu 1,56%, kadar

protein kasar 10,00%, kadar lemak kasar 21,43%, kadar karbohidrat 61,43%,

dengan nilai energi 479 kkal/100 gram. Fadlillah (2005) dalam Angelia (2008)

melakukan verifikasi pada desain proses produksi dan formulasi mi jagung instan

metode Budiyah (2004) berupa pengukusan seluruh bagian adonan dengan waktu
3

pengukusan yang berbeda-beda. Selain itu dilakukan penambahan protein gluten

terigu tetap dikombinasikan dengan penambahan CGM (Corn Gluten Meal),

dengan total penambahan 10% dari adonan serta penambahan guar gum dengan

konsentrasi 1% memiliki pengaruh yang paling besar dalam mengurangi

kelengketan dan kehilangan padatan akibat pemasakan. Soraya (2006) telah

merancang proses dan formulasi mi jagung basah berbahan dasar tepung jagung

varietas srikandi kuning yang diperoleh dengan teknik penggilingan basah,

penelitian ini menghasilkan formula yang paling optimum adalah mi dengan

penambahan guar gum 0,6% dan waktu pengukusan selama 5 menit. Mi ini

memiliki kadar air 62,0358%, kadar abu 0,82%, kadar protein 7,63%, kadar

lemak 7,05%, dan kadar karbohidrat sebanyak 59,18%.

Agustina (2011) telah melakukan penelitian tentang mutu mi kering yang

dibuat dari tepung terigu yang disubtitusi dengan tepung jagung lokal Pelalawan

sehingga menghasilkan komposisi tepung terigu dan tepung jagung yang terbaik

yaitu pencampuran tepung terigu 60% dan tepung jagung 40% dengan kadar air

10,02%, kadar abu 1,49%, kadar protein 16,28%, dan kadar karbohidrat 12,36%.

Akan tetapi, budidaya tanaman jagung lokal sangat jarang tentu produksinya pun

sangat sedikit sehingga sangat sulit untuk melakukan usaha produksi mi instan

jagung secara komersil. Sehingga dalam penelitan ini digunakan jagung varietas

Bisi-2 yang mudah didapat sehingga bisa diproduksi secara komersil.

Berdasarkan alasan tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul Karakterisasi Mi Instan yang Dibuat dari Tepung

Terigu dengan Substitusi Tepung Jagung Varietas Bisi-2.


4

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung

jagung dari varietas Bisi-2 terhadap mutu mi instan yang dihasilkan.

1.3 Hipotesis Penelitian

H0 : penggunaan tepung jagung dari varietas jagung Bisi-2 berpengaruh tidak

nyata terhadap mutu dan karakter mi instan yang dihasilkan.

H1 : penggunaan tepung jagung dari varietas jagung Bisi-2 berpengaruh nyata

terhadap mutu dan karakter mi instan yang dihasilkan.


5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jagung

Tumbuhan Jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan dunia

yang terpenting selain gandum dan padi. Penduduk beberapa daerah di Indonesia

(misalnya di Madura dan Nusa Tenggara ) menggunakan jagung sebagai pangan

pokok (Tim Karya Tani Mandiri, 2010). Jagung (Zea mays L) merupakan tanaman

semusim dan umur tanam hingga panennya yaitu berkisar 80-100 hari. Tanaman

jagung merupakan tanaman tingkat tinggi dengan klasifikasi sebagai berikut :

kingdom: Plantae, devisi: Spermatophyta, sub divisi: Angiospermae, kelas:

Monocotyledoneae, ordo: Poales, famili: Poaceae, genus: Zea, dan spesies: Zea

mays L (Purwono dan Purnamawati, 2008).

Pada umumnya tanaman jagung di Indonesia ditanam di daerah tegalan.

Teknik bertanam jagung sangat mempengaruhi hasil panen yang diperoleh. Agar

hasil panen maksimal, diperlukan teknik pengolahan lahan sebelum ditanami

jagung, proses penanaman dan pemeliharaan tanaman yang benar (Purwono dan

Hartono, 2008). Jagung sebagai tanaman daerah tropik dapat tumbuh subur dan

memberikan hasil yang tinggi apabila tanaman dan pemeliharaannya dilakukan

dengan baik. Agar tumbuh dengan baik, tanaman jagung memerlukan temperatur

rata-rata antara 14-30oC, pada daerah dengan curah hujan sekitar 600 mm1.200

mm pertahun yang terdistribusi rata selama musim tanam (Kartasapoetra, 1988).

Jagung termasuk kedalam tanaman serealia yang merupakan bahan

pangan yang berperan panting dalam perekonomian Indonesia dan merupakan

pangan tradisional atau makanan pokok dibeberapa daerah (misalnya di Madura


6

dan Nusa Tenggara). Jagung juga berperan penting dalam perkembangan

industri pangan. Hal ini ditunjang dengan teknik budidaya yang cukup mudah

dan berbagai varietas unggul. Kandungan nutrisi jagung tidak kalah dengan

terigu, bahkan jagung memiliki keunggulan karena mengandung pangan

fungsional seperti serat pangan, unsur Fe dan beta-karoten atau provitamin A

(Suarni dan Firmansyah, 2005). Kandungan nutrisi atau gizi jagung per 100

gram bahan tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan gizi Jagung per 100 gram adalah:


Kandungan gizi Jumlah
Lemak (g) 3,90
Karbohidrat (g) 73,70
Kalsium (mg) 10,00
Fospor (mg) 252,00
Ferrum (mg) 2,40
Vitamin A (SI) 510,00
Vitamin B1(mg) 0,38
Air (g) 12,00
Bagian yang dapat dimakan (%) 90
Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1995)

2.1.1. Varietas Jagung Bisi-2

Jagung Hibrida Bisi-2 merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus

hidupnya diselesaikan dengan 120 hari setelah tanam (HST). Paruh pertama siklus

merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap

pertumbuhan generatif.

Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi berkisar antara 1-3 meter. Tinggi

tanaman bisa diukur dari permukaan tanah hingga teratas sebelum bunga jantan.

Pada umumnya tanaman jagung hibrida Bisi-2 tidak memiliki kemampuan untuk

membentuk anakan. Batang beruas-ruas, ruas terbungkus pelepah daun yang

muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung

lignin (Purwono dan Hartono, 2006). Berikut adalah unsur gizi yang terkandung
7

dalam jagung Bisi-2 terdapat pada Tabel di bawah ini:

Tabel 2. Kandungan gizi jagung bisi-2 dalam 100 gram


No Komposisi Kadar (%)
1 Kadar Air 9,70
2 Protein 8,40
3 Lemak 3,60
4 Abu 1,00
5 Serat Kasar 2,20
6 Karbohidrat 75,10
Sumber : Suharyono.dkk (2005)

2.2. Tepung Jagung dan Pembuatannya

Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh

dengan cara menggiling biji jagung yang bersih dan baik. Secara umum, terdapat

dua metode pembuatan tepung jagung yaitu metode basah dan metode kering.

Pada metode basah, biji jagung yang telah disosoh direndam dalam air selama 4

jam lalu dicuci, ditiriskan dan diproses menjadi tepung menggunakan mesin

penepung. Sedangkan pada metode kering, biji jagung yang telah disosoh

ditepungkan, artinya tanpa perendaman (Suarni, 2008).

Tepung jagung dapat disiapkan menjadi bahan setengah jadi sebagai bahan

baku industri. Bentuk produk ini umumnya bersifat kering, awet dan tahan disimpan

lama, antaranya adalah beras jagung, tepung dan pati. Kandungan nutrisi biji jagung

mengalami penurunan setelah diolah menjadi bahan setengah jadi (Rihanna dan

Suarni, 2008). Kriteria fisik mutu tepung jagung (bau, rasa, warna) harus normal,

yaitu bau spesifik jagung, rasa khas jagung, warna sesuai bahan baku jagung (putih

dan kuning) dan secara umum sesuai spesifik bahan aslinya (Suarni, 2008). Mutu

tepung jagung berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) disajikan pada Tabel 3.
8

Tabel 3. Syarat mutu tepung jagung berdasarkan SNI 01-3727-1995


Kriteria uji Satuan
Satuan Persyaratan
Persyaratan
Bau - normal
Rasa - normal
Warna - normal
Benda asing - tidak boleh
Serangga - tidak boleh
Pati lain selain jagung - tidak boleh
Kehalusan
Lolos 80 mesh % minimum 70
Lolos 60 mesh % maksimum 99
Air % (bb) maksimum 10
Abu % (bb) maksimum 1,50
Silikat % (bb) maksimum 0,10
Serat kasar % (bb) maksimum 1,50
Derajat asam ml N NaOH/100g maksimum 4
Timbal mg/kg maksimum 1
Tembaga mg/kg maksimum 10
Seng mg/kg maksimum 40
Raksa mg/kg maksimum 0,05
Cemaran arsen mg/kg maksimum 0,50
Angka lempeng total koloni/gr maksimum 5x106
E. coli APM/mg maksimum 10
Kapang koloni/gr maksimum 10
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1995)

2.3. Mi Instan

Kandungan air mi dapat dibedakan menjadi dua yaitu mi basah atau segar

atau mi kering. Mi basah digolongkan dalam produk intermediate moisture food

(makanan semi basah), yaitu suatu makanan yang mempunyai kadar air tidak

terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah antara 15-55% dengan kisaran Aw

antara 0,65-0,85. Mi instan adalah produk makanan kering yang dibuat dari

tepung terigu dengan atau tanpa bahan tambahan makanan lain atau bahan

tambahan makanan yang diizinkan berbentuk khas mi yang siap dihidangkan,

dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 4 menit (Ubaidillah,

2000).
9

Nilai gizi dari mi pada umumnya dapat dianggap baik karena selain

karbohidrat terdapat pula sedikit protein yang disebut gluten. Sesuai dengan

banyaknya mutu atau resep yang digunakan oleh pabrik maka nilai gizinya pun

dapat sangat bervariasi (Judoamidjojo dkk., 1985).

Menurut Standar Nasional (SNI) nomor 3551-1994, mi instan

didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu

dengan atau penambahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang

diizinkan, berbentuk khas mi dan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh

dengan air mendidih paling lama 4 menit. Mi ini dibuat dengan penambahan

beberapa proses setelah diperoleh mi segar. Tahap-tahap tersebut yaitu

pengukusan, pembentukan, dan pengeringan. Kadar air mi instan umumnya

mencapai 5-8% sehingga memiliki daya simpan yang lama (Astawan, 2008).

Mi instan banyak dikonsumsi oleh masyarakat di dunia. Untuk

mendapatkan mi instan yang baik dipengaruhi oleh adonan yang bagus.

Sedangkan adonan yang bagus dipengaruhi oleh bahan baku dan bahan tambahan

yang digunakan. Bahan baku yang digunakan pada pembuatan mi instan adalah

tepung terigu, tepung tapioka dan minyak goreng. Bahan tambahan yang

digunakan dalam proses pengolahan adalah tartrazine sebagai zat warna, sodium

karbonat sebagai zat pengembang, CMC sebagai pengental. Semua bahan ini

dilarutkan dalam air menjadi larutan alkali. Larutan alkali inilah yang

ditambahkan ke dalam bahan baku dengan mengalirkannya melalui pipa yang

berlubanng dalam waktu 15 menit dengan kecepatan konstan (Ubaidillah,

2000). Syarat mutu mi instan berdasarkan SNI 01-3551-2000 dapat di lihat pada

Tabel 4.
10

Tabel 4. Syarat mutu mi instan berdasarkan SNI 01-3551-2000


Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan
1.1 Tekstur - normal
1.2 Aroma - normal
1.3 Rasa - normal
1.4 Warna - normal
2. Benda asing - tidak boleh ada
3. Keutuhan %, b/b min 90
4. Kadar air
4.1 Proses penggorengan %, b/b maks 10,0
4.2 Proses Pengeringan %, b/b maks 14,5
5. Kadar Protein
5.1 Mi dari terigu %, b/b min 8,0
5.2 Mi dari bukan terigu %, b/b min 4,0
6. Bilangan asam mgKOH/g minyak maks 2
7. Cemaran logam
7.1 Timbal (Pb) mg/kg maks 2,0
7.2 Raksa (Hg) mg/kg maks 0,05
8. Arsen (As) mg/kg maks 0,5
9. Pencemaran mikroba
9.1 Angka koloni/g maks 1,0x106
9.2 lempeng totalE.coli APM/g <3
9.3 Salmonela - negatif / 25 gr
9.4 Kapang koloni/g maks 1,0x103
Sumber :Standar Nasional Indonesia (2000)

Sebungkus mi instan, biasanya terdapat tiga atau empat macam komponen

yaitu: mi, bumbu, minyak, dan ada yang menambahkan sayuran kering. Bumbu

yang menyertai mi instan antara lain terbuat dari garam, gula, monosodium

glutamate, hidrolisat protein sayur, penyedap rasa, bubuk bawang merah, bubuk

bawang putih, daun bawang kering, bubuk lada, dan bubuk cabai (Astawan,

2008).

Saat ini mi banyak dikonsumsi sebagai pengganti nasi. Dengan demikian

ketergantungan pada suatu bahan pangan pokok, yaitu beras dapat dihindarkan.

Mi mempunyai keunggulan dalam hal tekstur, rasa, penampakan, dan

kepraktisan pengggunaannya. Hal yang sama berlaku juga untuk bihun

(Astawan, 2008).
11

Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai pembuatan mi instan dari

jagung diantaranya penelitian Maylani (2014) dimana dalam penelitian ini

didapatkan bahwa penambahan pati sagu berpengaruh nyata terhadap kadar air

sebelum penggorengan, kadar air sesudah penggorengan, kadar protein, total

bilangan asam, keutuhan dan berpengaruh tidak nyata terhadap waktu rehidrasi.

Perlakuan terbaik dari parameter yang telah diuji berdasarkan SNI 01-3551-2000

adalah perlakuan JS dengan rasio antara tepung jagung 55%, pati sagu 35%.

Merdiyanti (2008) telah melakukan penelitian tentang Pembuatan Mi

Kering dengan Memanfaatkan Bahan Baku Tepung Jagung diperoleh hasil

penggilingan kering memberikan rendemen tepung sebesar 24,80% dari bobot

awal 25 kg. Sedangkan penepungan basah dengan waktu perendaman selama 6, 9,

dan 12 jam menghasilkan rendemen tepung jagung berturut-turut 22,21%;

24,38%; dan 32,47%.

Penelitian oleh Ekafitri (2009) bertujuan untuk mengetahui karakteristik

tepung lima varietas jagung kuning hibrida yaitu varietas NT 10, Bisi-16, Nusantara

1, Jaya, dan Prima serta mengetahui potensi kelima tepung jagung tersebut untuk

dibuat mi jagung berdasarkan sifat fisik dan organoleptiknya. Hasil penelitian

diketahui semua varietas jagung kuning hibrida memiliki potensi untuk diolah

menjadi mi basah jagung berdasarkan sifat fisik dan tingkat kesukaan terhadap mi

jagung yang dihasilkan.

2.3.1. Komposisi Kimia Mi

Komposisi kimia mi tergantung pada bahan baku yang digunakan dalam

pembuatan mi. Tepung terigu yang digunakan serta bahan tambahan lainnya

seperti air, garam, air abu, bahan pengembang, zat warna dan bumbu akan
12

mempengaruhi kandungan kimia mi basah dan mi kering (Sunaryo, 1985).

Gluten merupakan bahan yang terbentuk dari jenis protein glutenin dan

gliadin. Protein tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan mi harus dalam

jumlah yang cukup tinggi agar mi yang dihasilkan elastis dan tahan terhadap

penarikan sewaktu proses produksinya. Adapun komposisi kimia dari mi basah,

mi kering dan mi instan secara umum dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi gizi mi dan bihun per 100 g


Mi Basah Mi Kering Mi Instan
Zat Gizi
(a) (a) (b)
Energi (kkal) 86 337 450
Protein (g) 0,6 7,9 10-12
Lemak (g) 3,3 11,8 17-20
Karbohidrat (g) 14,0 50,0 57-60
Mineral (g) - - 3-7
Kalsium (mg) 14 49 -
Fosfor (mg) 13 47 -
Besi (mg) 0,8 2,8
Vitamin A (SI) 0 0 1800
Vitamin B1 (mg) 0 0,01 0,5-0,7
Vitamin B6 (mg) - - 0,5
Vitamin B12 (mg) - - 1,3
Vitamin C (mg) 0 0 0
Niasin (mg) - - 7,5
Air (g) 80,0 28,6 -
Sumber : (a) Direktorat Gizi, Depkes (1995) (b) Astawan (2008).

Berdasarkan sumbangan energi yang diberikan, maka sebungkus mi sudah

cukup untuk sarapan pagi, apalagi kalau dikombinasikan dengan bahan makanan

lainnya. Tetapi sebungkus mi instan tidak cukup baik untuk bahan makan siang

karena setelah bekerja 6 jam, tubuh memerlukan enrgi dalam jumlah yang lebih

besar. Oleh kerena itu sebungkus mi saja (tanpa tambahan) sudah pasti tidak layak

untuk memulihkan stamina tubuh, apalagi untuk mempersiapkan kerja berikutnya

sampai sore hari (Astawan, 2008).


13

2.4. Bahan-Bahan Penyusun Mi Instan

2.4.1. Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan hasil ekstraksi dari proses penggilingan gandum

yang tersusun oleh 67-70% karbohidrat, 10-14% protein, dan 1-3% lemak. Secara

garis besar ada dua jenis tepung gandum yaitu tepung gandum keras (strong flour)

dan tepung gandum lunak (soft flour). Tepung keras digunakan untuk membuat

roti dan produk-produk yang dibuat dengan melibatkan proses fermentasi serta

puff pastry, sedangkan tepung terigu lunak digunakan untuk membuat kue dan

biskuit (Apriyantono,dkk 1989).

Tepung berbentuk butiran-butiran kecil mengandung amilosa dan

amilopektin. Besarnya butiran untuk setiap jenis tepung berbeda-beda. Tepung

mempunyai kemampuan menyerap air sehingga butiran-butiran tepung menjadi

lebih besar. Apabila dipanaskan, granula akan pecah dan hal tersebut dinamakan

gelatinisasi (Moehyl, 1992).

Menurut Astawan (2008), berdasarkan kandungan gluten protein pada

tepung terigu yang beredar di pasaran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :

1. Hard flour, tepung ini berkualitas baik. Kandungan proteinnya 12-13%.

Tepung ini biasanya digunakan pada pembuatan roti dan mi berkualitas

tinggi.

2. Medium hard flour, tepung jenis ini mengandung protein 9,5-11%. Tepung

ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mi dan macam-macam kue serta

biskuit.

3. Soft flour, tepung ini mengandung protein sebesar 7-9%. Penggunaannya

cocok sebagai bahan pembuatan kue dan biskuit.


14

2.4.1.1.Komposisi Kimia Tepung Terigu

Gluten adalah protein yang mengumpal, bersifat elastis dan akan

menentukan hasil produk karena gluten akan mempengaruhi jaringan atau

kerangka baik atau tidaknya produk. Baik atau tidaknya produk akan ditentukan

oleh baik atau tidaknya jaringan, baik atau tidaknya jaringan ditentukan oleh

kuatnya gluten, kuat tidaknya gluten dipengaruhi oleh baik tidaknya protein,

banyak sedikitnya ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan (Subagjo, 2007).

Syarat mutu tepung terigu sebagai bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Syarat mutu tepung terigu sebagai bahan makanan SNI 3751:2009
Jenis Uji Satuan Persyaratan
Keadaan :
a. Bentuk - Serbuk
b. Bau - normal (bebas dari bau)
c. Warna - Tidak ada
Benda asing - Tidak ada
Serangga dalam semua
Bentuk stadia dan potongan yang - Tidak ada
tampak
Kadar Air (b/b) % min. 14,5
Kadar Abu (b/b) % min. 0,70
Kadar Protein (b/b) % min. 7,0
Keasaman mg KOH/100 g maks 50
Falling number (atas dasar kadar detik min. 300
air 14%)
Besi (Fe) mg/kg min. 50
Seng (Zn) mg/kg min. 30
Vitamin B1 mg/kg min. 2,5
Vitamin B2 mg/kg min. 4
Asam folat mg/kg min. 2
Cemaran logam :
a. Timbal (Pb) mg/kg maks. 1,0
b. Raksa (Hg) mg/kg maks. 0,05
c. Cadmium (cd) mg/kg maks. 0,1
Cemaran arsen
Cemaran mikroba:
a. angka lempeng total koloni/g maks. 1 x 106
b. E.coli APM/g maks. 10
c. Kapang koloni/g maks. 10 x 104
d. Bacillus cereus koloni/g maks. 1 x 104
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2009)
15

Penyusun utama protein adalah gluten yang terdiri dari gliadin (20-25%)

dan glutenin (35-40%). Sekitar 30% asam amino gluten adalah hidrofobik dan

asam-asam amino tersebut dapat menyebabkan protein mengumpul melalui

interaksi hidrofobik serta mengikat lemak dan substansi non polar lainnya. Ketika

tepung terigu tercampur dengan air, bagian-bagian protein yang mengembang

melakukan interaksi hidrofobik dan reaksi pertukaran sulfydryl-disulfide yang

menghasilkan ikatan seperti polimer-polimer. Polimer-polimer ini berinteraksi

dengan polimer lainnya melalui ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, dan disulfide

cross-linking untuk membentuk seperti lembaran film (sheet-like film) dan

memiliki kemampuan mengikat gas yang terperangkap. Komponen yang

terbanyak dari tepung terigu adalah pati, sekitar 70% yang terdiri dari amilosa dan

amilopektin.Besarnya kandungan amilosa dalam patiialah sekitar 20% dengan

suhu gelatinisasi 56 62oC (Fennema, 1996).

Mutu tepung terigu dtentukan oleh setiap komposisi kimia yang ada di

dalamnya. Adapun komposisi kimia tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi kimia tepung terigu per 100 gram


Komposisi Jumlah
Energi (kkal) 333
Air (g) 11,8
Protein (g) 9,0
Karbohidrat (g) 77,2
Serat kasar (g) 0,3
Lemak (g) 1,0
Kalsium (mg) 22
Sumber : Tabel komposisi pangan Indonesia (2008)

2.4.2. Telur

Telur dalam pembuatan produk olahan pangan mi dapat berfungsi

membentuk warna dan flavor yang khas pada mi, memperbaiki cita rasa dan

kesegaran mi, membantu pembentukan adonan yang kalis, meningkatkan nilai gizi
16

serta kelembutan produk. Telur berfungsi memunculkan warna khas kuning khas

mi pada umumnya. pada proses pembuatan mi telur juga berfungsi sebagai

sumber protein dan air pada pembuatan adonan mi. Albumin pada telur

menyebabkan peningkatan kadar air pada mi. Namun dalam penggunaannya telur

juga tidak boleh terlalu berlebih, hal ini dapat menyebabkan adonan menjadi

lembek, dan susah kalis. Selain itu juga telur berfungsi sebagai pengemulsi

dengan adanya lesitin sehingga dapat memperbaiki stabilitas tekstur pada mi

(Winarno, 1994).

2.4.3. Carboxy Methyl Cellulose (CMC)

CMC termasuk salah satu bahan tambahan makanan yang diperbolehkan

untuk digunakan dalam makanan. CMC merupakan turunan dari selulosa dan

berfungsi sebagai pengental, pembentuk gel, stabilisator, dan pengemulsi. CMC

memiliki sifat higroskopis, mudah larut dalam air, dan membentuk larutan koloid.

CMC sering digunakan sebagai bahan penstabil dalam pembuatan mi tetapi

penggunaan CMC yang berlebihan dapat menyebabkan tekstur mi menjadi keras

dan daya rehidrasi mi menjadi berkurang sehingga mi yang dihasilkan kurang

bagus (Rustandi, 2011).

2.4.4. Air

Kandungan pati dan gluten yang terdapat pada tepung akan mengembang

denganadanya penambahan air. Air yang digunakan untuk membuat mi sebaiknya

memiliki pH antara 6-7 karena naiknya pH air akan mempengaruhi daya absorpsi

air oleh tepung. Air berperan penting dalam pengembangan serat-serat gluten

karena gluten menyerap air. Peremasan, serat-serat gluten ditarik, disusun


17

berselang dan terbungkus dalam pati. Cara inilah yang akan membuat adonan

milunak, halus serta elastis. Jumlah air yang ditambahkan sekitar 28-38%

(Rustandi, 2011).

2.4.5. Garam

Fungsi garam dalam pembuatan mi yaitu memberi rasa, memperkuat

tekstur, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mi serta mengikat air. Garam

juga berfungsi menghambat aktivitas enzim protease dan amilase sehingga mi

tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan. Jumlah

maksimum penggunaan garam dapur dalam pembuatan mi adalah 2-4% dari berat

tepung terigu (Rustandi, 2011).


18

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian

dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau.

Waktu penelitian direncanakan berlangsung selama Maret 2017 sampai Mei 2017

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung varietas Bisi-2

yang diperoleh dari Dinas Pertanian Provinsi Riau di Pekanbaru, tepung terigu

komersil Cakra Kembar, aquades, air, telur, cuka, minyak goreng, air abu, garam

dan bahan-bahan kimia untuk analisis.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi lesung, blender, pisau,

kain saring, ayakan, baskom, ampia, dandang pengukus, timbangan, oven,

kompor, sendok pengaduk, cawan porselin, desikator, labu kjeldahl, labu ukur dan

erleneyer, alat-alat gelas, gelas ukur, plastic wrapping, Loyang, refrigerator,

neraca analitik, penangas listrik dan penangas air, tanur, pipet ukur, plastik

polipropilen, sealer dan alat tulis.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan secara eksperimen dengan menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 kali ulangan.

Perlakuan pada penelitian ini adalah :

TJ1 : Tepung terigu 90%, tepung jagung 10%

TJ2 : Tepung terigu 80%, tepung jagung 20%


19

TJ3 : Tepung terigu 70%, tepung jagung 30%

TJ4 : Tepung terigu 60%, tepung jagung 40%

TJ5 : Tepung terigu 50%, tepung jagung 50%

Formulasi pembuatan mi instan dari tepung terigu dan tepung jagung pada

penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Formulasi mi instan dari tepung terigu dan tepung jagung


Perlakuan
Bahan (gram)
TJ1 TJ2 TJ3 TJ4 TJ5
Tepung Terigu 180 160 140 120 100
Tepung Jagung 20 40 60 80 100
Air 35 35 35 35 35
Telur 20 20 20 20 20
Garam 4 4 4 4 4
CMC 1 1 1 1 1
Air Abu 1 1 1 1 1
Total (g) 261 261 261 261 261

Tabel 9. Kandungan nilai gizi bahan dasar mi instan per 100 g


Bahan (gram) Kandungan Nutrisi
Karbohidrat Protein Air Abu Serat kasar
Tepung Terigu 77,2 9,0 11,8 1,0 0,3
Tepung Jagung 73,7 9,2 12 1,2 -
Air - - - - -
Telur 0,7 12,4 74,3 0,8 -
Garam - - - - -
CMC - - - - -
Air Abu - - - - -
Sumber: Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2008)

Tabel 10. Perkiraan Kandungan gizi adonan mi instan 261 g


Perlakuan
Kandungan Nutrisi (gram)
TJ1 TJ2 TJ3 TJ4 TJ5
Kadar air 38,4 37,94 37,48 37,02 36,56
Kadar abu 1,19 1,2 1,4 1,5 1,62
Kadar karbohidrat 141,16 142,18 143,2 144,22 145,24
Kadar protein 24,04 23,52 23 22,48 21,96
Serat kasar 1,16 1,52 1,88 2,24 2,6
Sumber: Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2008)
20

Parameter yang diuji dalam penelitian ini adalah kadar air, kadar abu,

kadar serat, kadar protein, keutuhan, waktu rehidrasi dan uji sensori secara

hedonik dan deskriptif meliputi warna, aroma dan rasa.

3.4. Pelaksanaan Penelitian

3.4.1. Pembuatan Tepung Jagung

Pembuatan tepung jagung mengacu pada Hambali dkk (2006). Pembuatan

tepung jagung menggunakan varietas Bisi-2 tahapannya dimulai dengan persiapan

bahan baku yaitu jagung yang baru dipanen, kemudian dicuci dengan air untuk

menghilangkan kotoran-kotoran yang melekat, selanjutnya dipipil biji jagung dari

tongkolnya agar pengeringan cepat dan rata, dilakukan pengeringan pada suhu

50C, hingga kadar air menjadi 12% sambil dibolak-balik biji jagung saat

pengeringan agar keringnya merata, selanjutnya digiling hingga halus dan

menghasilkan tepung jagung setelah itu dilakukan pengayakan dengan saringan 80

mesh untuk menghasilkan tepung jagung yang seragam dan terakhir dilakukan

pengamatan kadar air dari tepung jagung. Diagram alir proses pembuatan tepung

jagung ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.4.2. Pembuatan Mi Instan

Pembuatan mi mengacu pada Sugiyono dkk. (2010). Pembuatan mi instan

dimulai dengan cara mencampur semua bahan sesuai perlakuan yang terdiri dari

tepung terigu, tepung jagung, telur, garam, CMC, dan air secara manual sambil

diaduk hingga merata sampai terbentuk adonan. Adonan yang sudah terbentuk

dimasukkan pada alat press (ampia) sehingga diperoleh lembaran-lembaran.


21

Lembaran adonan dikukus selama 20 menit, kemudian didinginkan, dicetak

dengan menggunakan ampia. Mi yang sudah dicetak dikeringkan dalam oven

selama 1 jam dengan suhu 110C. Setelah itu dilanjutkan dengan proses

penggorengan 150-170C selama 3 detik. Diagram alir proses pembuatan mi

instan dapat dilihat pada Lampiran 2.

Mi instan yang sudah jadi selanjutnya dimasak menjadi mi siap saji. Mi

instan ditimbang sebanyak berat mi instan yang dijual di pasaran. Kemudian mi

direbus dalam air mendidih selama 5 menit dan ditiriskan. Setelah itu mi ditaburi

bumbu mi instan dan diaduk hingga merata. Kemudian dilakukan uji sensori.

Diagram alir proses pemasakan mi instan menjadi mi siap saji dapat dilihat pada

Lampiran 3.

3.5. Pengamatan

3.5.1. Kadar Air

Penentuan kadar air mengacu pada Sudarmadji dkk. (1997). Sampel

ditimbang sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam cawan porselen yang sudah

diketahui beratnya (sebelum cawan porselen digunakan terlebih dahulu

dikeringkan dalam oven pada suhu sekitar 100C selama 10 menit). Cawan yang

telah berisi bahan kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105C selama 3

jam lalu didinginkan dengan menggunakan desikator selama sekitar 15 menit dan

ditimbang. Kemudian sampel beserta cawan dipanaskan lagi di dalam oven

selama 30 menit dan didinginkan kembali dalam desikator lalu ditimbang.

Perlakuan ini diulang sampai tercapai berat konstan (selisih penimbangan

berturut-turut kurang dari 0,2 mg). Kadar air dihitung dengan rumus :
22

Berat bahan awal-Berat bahan akhir


Kadar air (%) = 100 %
Berat bahan awal

3.5.2. Kadar abu

Penentuan kadar abu mengacu pada sudarmadji dkk. (1997). Penentuan

kadar abu berhubungan dengan kandungan mineral dalam suatu bahan. Sampel

sebanyak 2 g dimasukan kedalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya

(sebelum cawan porselin digunakan terlebih dahulu dikeringkan dalam oven pada

suhu lebih kurang 105oC sampai diperoleh abu berwarna keputih-putihan,

Selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang.

Berat abu (g)


Kadar abu (%) = 100 %
Berat sampel (g)

3.5.3. Kadar Protein

Penentuan kadar protein mengacu pada Sudarmadji dkk. (1997). Sampel

ditimbang sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Kemudian

ditambahkan 7,5 g K2SO4 10%, 0,35 g HgO dan 15 ml H2SO4 98% lalu dikocok

hingga homogen. Setelah itu sampel didestruksi dengan cara mendidihkan

campuran selama 1-1,5 jam hingga cairan berwarna jernih dan didinginkan. Hasil

destruksi dipindahkan ke labu ukur 100 ml yang berisi lebih kurang 50 ml

akuades dengan mencuci labu kjeldahl 5-6 kali dengan 10 ml akuades. Akuades

bilasan dimasukkan ke dalam labu ukur dan volumenya ditetapkan hingga 100 ml

lalu dihomogenkan.Larutan sampel sebanyak 25 ml diambil dari labu ukur lalu


23

dimasukkan ke dalam labu kjeldahl dan ditambah 10 ml larutan NaOH

40%.Sebagai penampung destilat digunakan erlenmeyer yang telah berisi 10 ml

larutan H2BO3 1% dan 3 tetes indikator metil merah. Kemudian dilakukan

destilasi sampai diperoleh destilat kira-kira 30 ml. Hasil destilasi dititrasi dengan

larutan H2SO4 0,05N sampai berubah warna.Kemudian dibuat larutan blanko

dengan akuades tanpa menambah sampel. Cara kerjanya sama dengan cara kerja

sampel. Kandungan protein dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(ml H2SO4 sampel-ml H2SO4 blanko)N H2SO4 14,008


%N= 100
mg sampel

% protein = %N faktor konversi (6,25)

3.5.4. Keutuhan

Pengukuran keutuhan mi instan berdasarkan Badan Standar Nasional

Indonesia (2000) dihitung dengan cara menimbang berat mi keseluruhan (W g).

Kemudian mi yang hancur dipisahkan dan ditimbang (W1 g). Analisis keutuhan

dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

W W1
Keutuhan = 100%
W

Keterangan :

W : Berat keseluruhan

W1 : Berat mi yang tidak utuh


24

3.5.5. Waktu Rehidrasi

Waktu rehidrasi adalah lamanya waktu yang dibutuhkan mi untuk kembali

mengabsorpsi air sehingga teksturnya menjadi kenyal dan elastis seperti sebelum

dikeringkan (Budiyah, 2004). Pengamatan waktu rehidrasi mengacu pada Purwani

dkk. (2006). Air sebanyak 300 ml dipanaskan sampai mendidih, kemudian mi

instan direbus. Untaian mi instan diambil dan diamati tingkat kematangannya.

Pengamatan dilakukan setiap 30 detik dengan melihat kekerasan mi dengan cara

ditekan menggunakan jari. Mi instan yang sudah matang adalah mi yang tidak

keras saat ditekan. Penentuan waktu rehidrasi dihitung mulai dari mi dimasukkan

ke dalam air mendidih sampai mi matang dan siap untuk dikonsumsi.

3.5.6. Penilaian Sensori

Penilaian sensori mengacu pada Setyaningsih dkk.(2010). Penilaian

sensori dilakukan oleh 30 orang panelis menggunakan uji deskriptif dan 80 orang

menggunakan uji hedonik. Uji deskriptif dilakukan untuk mendeskripsikan mi

instan melalui beberapa atribut mutu yaitu warna, aroma, rasa dan tekstur (atribut

warna diuji sebelum dan sesudah mi dimasak, sedangkan atribut rasa, aroma dan

tekstur diuji sesudah mi dimasak). Uji ini dilakukan oleh panelis (mahasiswa/i

jurusan Teknologi Pertanian Universitas Riau) yang telah mengikuti matakuliah

evaluasi sensori.

Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap

mi instan. Urutan penilaian uji hedonik yaitu 1-5 (sangat suka, suka, netral, tidak

suka dan sangat tidak suka). Panelis diminta untuk menilai masing-masing sampel

pada formulir yang telah disajikan.


25

3.6. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan sidik

ragam (ANOVA). Jika Fhitung Ftabel maka dilanjutkan dengan uji Duncans New

Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5% untuk membandingkan tiap

perlakuan. Rumus matematisnya adalah sebagai berikut:

Yij = + j + ij

Keterangan:

Yij = Hasil pengamatan perlakuan pada suatu unit percobaan pada

perlakuan ke-i

= Nilai tengah umum

j = Efek perlakuan ke-i

ij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j


26

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, R. 2011. Evaluasi mutu mi kering yang dibuat dari tepung terigu
yang disubstitusi dengan tepung jagung. Skripsi. Fakultas Pertanian
Universitas Riau. Pekanbaru.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari., Sedarnawati, dan S. Budiyanto,


1989. Analisis Pangan. IPB-Press. Bogor.

Astawan, M. 2006. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta.

Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. 2015. Data Produksi Jagung Provinsi Riau
Tahun 2015. Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. Riau.

Badan Standardisasi Nasional. 1995. Tepung Jagung. (SNI 01-3727-1995)


Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Badan Standardisasi Nasional. 2000. Standar Nasional Indonesia Mie Instan.


(SNI 01-3551-2000.) Jakarta. Badan Standarisasi Nasional.

Badan Standardisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia Tepung


Terigu Sebagai Bahan Makanan. (SNI 3751:2009.) Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.

Budiyah. 2004. Pemanfaatan pati dan protein jagung (Corn Gluten Meal)
dalam pembuatan mi jagung instan. Skripsi. Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Departemen Kesehatan, R.I., 1995. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Karya


Aksara. Jakarta.

Ekafitri, R. 2009. Karakterisasi Tepung Lima Varietas Jagung Kuning


Hibrida dan Potensinya Untuk Dibuat Mi Jagung. Skripsi Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fadlillah, H. N. 2005. Verifikasi formulasi mi jagung instan dalam rangka


penggandaan skala. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fennema, O.R. Editor. 1996. Food Chemistry, 3rd ed. Marcel Dekker. New York

Hambali, E, Suryani.A, Ihsanur.M. 2006. Membuat Aneka Olahan Jagung.


Penebar Swadaya. Jakarta.

Judoamidjojo.M., A.A. Darwis, dan E.G. Said. 1985. Teknologi Fermentasi.


Rajawali-Press. Jakarta.
27

Juniawati. 2003. Optimasi proses pengolahan mi jagung instan berdasarkan


kajian preferensi konsumen. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kartasapoetra, A.G., 1988. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan di


Daerah Tropik. Bina Angkasa. Jakarta.

Mahmud, M.K., Hermana., Zulfianto,N.A., Rozanna, R., Apriyantono., Ngadiarti,


I., Hartati, B., Epid, M., Bernadus., Tinexcelly. 2008. Tabel Komposisi
Pangan Indonesia. Elex Media Komputindo. Jakarta

Maylani, D. 2014. Kajian Mutu Mi Instan yang Terbuat dari Tepung Jagung
Lokal Riau dan Pati Sagu. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Pertanian.
Vol. 1 (2). Oktober 2014.

Merdiyanti, A. 2008. Paket Teknologi Pembuatan Mi Kering Dengan


Memanfaatkan Bahan Baku Tepung Jagung. Skripsi. Departemen Ilmu
Dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Moehyl, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Instuisi dan Jasa Boga. Bhratara.


Jakarta.

Purwani, E.Y., Widaningrum, R., Thahir, H. dan Muslich. 2006. Effect of


moisture treatment of sago starch on its noodle quality. Indonesian
Journal of Agricultural Science. vol. 7 (1) : 8-14.

Purwono dan H. Purnamawati. 2008. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan


Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.

Purwono dan R. Hartono. 2008. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Rustandi, D. 2011. Produksi Mie. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Solo

Rihanna, N dan Suarni. 2008. Teknologi Pengolahan Jagung.


http://www.balitsereal.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 25 Januari
20017.

Setyaningsih, D., A. Apriyantono dan M. P. Sari. 2010. Analisis Sensori untuk


Industri Pangan dan Agro. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.

Soraya, A. 2006.Perancangan proses dan formulasi mi jagung basah


berbahan dasar High Quality Protein Maize varietas srikandi kuning
kering panen. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas
Teknologi Pertania. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
28

Suarni dan I.U.Firmansyah. 2005. Beras Jagung: Prosesing dan kandungan


nutrisi sebagai bahan pangan pokok. Hlm. 393-398. In Suyamto (Ed.)
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung, Makassar. 29-30
September 2005. Pusat Pelatihan dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Bogor.

Suarni. 2008. Prospek Pemanfaatan Tepung Jagung Untuk Kue Kering


(Cookies). http://www.putaka-deptan.go.id Diakses tanggal 25 Januari
2017

Subagjo, A., 2007, Manajemen Pengolahan Roti dan Kue. Graha Ilmu.
Yogyakarta.

Sugiyono., Sarwo., E. Wibowo., S. Koswara., S. Herodian., S. Widowati dan B.


A. S. Santosa. 2010. Pengembangan produk mi instan dari tepung
hotong (Setaria italica Beauv.) dan pendugaan umur simpannya
dengan metode akselerasi. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, vol. 21
(1) : 45-50.

Suharyono, S.U.,Nurdin, R.W. Arief dan Murhadi. 2005. Protein quality of


Indonesian common maize does not less superior to quality protein
maize. Makalah pada 9th ASEAN Food Conference. Jakarta 8-10 Agustus
2005.

Sunaryo, E., 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-bijian.Tidak


dipublikasi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi, 1997.Prosedur Analisa Untuk Bahan


Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Budidaya Secara Hidroponik. CV.
Nuansa Aulia. Bandung.

Ubaidillah, M., 2000. Penamabahan Pegental Pada Mie. Karya Ilmiah. F-MIPA
USU. Medan.

Winarno, F.G., 1994. Bahan Tambahan Makanan. Gramedia Pustaka Utama.


Jakarta.
29

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan tepung jagung

Jagung

Dicuci dengan air hingga bersih

Dipipil biji jagung dari tongkolnya

Pengeringan pada suhu50C hingga KA 12%

Diblender sampai halus

Diayak dengan ayakan 80 mesh

Tepung
30

Lampiran 2. Diagram alir pembuatan mi instan

Tepung terigu dan Air 35ml, Telur 20


tepung jagung ml, garam 2%,
Pembuatan adonan
sesuai perlakuan CMC 0,5%, dan
total 200 gram Air Abu 0,5%

Pembuatan lembaran-lembaran

Pengukusan lembaran selama 20 menit

Pendinginan lembaran

Pencetakan mi

Pengeringan dalam oven selama 1 jam pada suhu 110C

Penggorengan 150C-170C selama 3 detik

Mi instan
31

Lampiran 3. Diagram alir pemasakan mi instan menjadi mi siap saji

Mi instan

Ditimbang

Direbus dalam air mendidih selama 5 menit

Ditaburi bumbu mi instan

Diaduk hingga rata

Mi siap saji
32

Lampiran 4. Contoh Formulir Uji Organoleptik Secara Hedonik

Nama Bahan : Mi Jagung Tanggal pengujian :


Nam Panelis :
Instruksi : Nyatakan penilaian saudara terhadap aroma, warna, rasa,
kepatahan dan penilaian keseluruhan bahan yang disajikan
dalam formulir uji ini.

Aroma Skor Kepatahan Skor


Sangat suka 5 Sangat suka 5
Suka 4 Suka 4
Netral 3 Netral 3
Tidak suka 2 Tidak suka 2
Sangat tidak suka 1 Sangat tidak suka 1

Warna Skor Rasa Skor


Sangat suka 5 Sangat suka 5
Suka 4 Suka 4
Netral 3 Netral 3
Tidak suka 2 Tidak suka 2
Sangat tidak suka 1 Sangat tidak suka 1

No kode Karakteristik
Sampel Aroma Warna Rasa Kepatahan
33

Lampiran 5. Contoh Formulir Uji Organoleptik Secara Deskriptif

Nama Bahan : Mi Jagung Tanggal pengujian :


Nam Panelis :
Instruksi : Nyatakan penilaian saudara terhadap aroma, warna, rasa,
kepatahan dan penilaian keseluruhan bahan yang disajikan
dalam formulir uji ini.

Aroma Skor Kepatahan Skor


Beraroma jagung 1 Sangat mudah patah 1
Sedikit beraroma jagung 2 Mudah patah 2
Sedikit beraroma terigu 3 Sedikit mudah patah 3
Beraroma terigu 4 Tidak mudah patah 4

Warna Skor Rasa Skor


Kuning kecoklatan 1 Rasa mi jagung 1
Kuning 2 Sedikit rasa mi jagung 2
Kuning muda 3 Sedikit rasa mi terigu 3
Kuning keputihan 4 Rasa mi terigu 4

No kode Karakteristik
Sampel Aroma Warna Rasa Kepatahan

Anda mungkin juga menyukai