Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Gangguan peredaran darah otak atau CVA (cerebrovascular accident) atau CVD
(cerebrovascular disease) adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam
beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda
yang sesuai dengan daerah yang terganggu.1 Stroke merupakan perubahan tanda
klinis yang berkembang cepat (mendadak) akibat gangguan fungsi otak baik secara
fokal (atau global), berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan
kematian, yang disebabkan oleh kelainan peredaran darah otak. Definisi tersebut
menegaskan bahwa transient ischemic attack (TIA) yang berlangsung kurang dari 24
jam, dan pasien dengan gejala stroke yang disebabkan oleh perdarahan subdural,
tumor, keracunan, atau trauma tidak termasuk dalam arti stroke. 2

II. KLASIFIKASI
Stroke menurut patologinya dapat dibagi menjadi:

A. Stroke Infark
a) Stroke Infark Trombotik
b) Stroke Infark Emboli
B. Stroke Perdarahan
a) Stroke perdarahan intraserebral
b) Stroke perdarahan subaraknoid
Berdasarkan system TOAST (Trial of ORG 10172 in Acute Stroke Treatment)

Sistem TOAST (Trial of ORG 10172 in Acute Stroke Treatment) pertama kali
dikembangkan kepada terapi stroke iskemik akut pada awal tahun 1990. Sistem ini
didasarkan pada sebagian besar fitur klinis namun tetap mempertimbangkan
informasi diagnostik dari CT, MRI, transthoracic echocardiography, extracranial
carotid ultrasonography, dan jika memungkinkan, cerebral angiography. 2,3

Sistem TOAST membagi stroke menjadi 5 subtipe yaitu, large artery


atherosclerosis (LAAS), cardiaoembolic infarct (CEI), small artery
occlusion/lacunar infarct (LAC), stroke of another determined cause/origin (ODE),
dan stroke of an undetermined cause/origin (UDE). 3,2

Klasifikasi Stroke Iskemik berdasarkan system TOAST 3,2


1. Aterosklerosis Arteri Besar
Gejala klinik dan penemuan imejing otak yang signifikan (>50%) stenosis
atau oklusi arteri besar di otak atau cabang arteri di korteks disebabkan oleh proses
atero-sklerosis. Gambaran klinis yang dapat terjadi berupa aphasi, neglect, atau
restricted motor involvment, disfungsi brain stem, dan serebral. Riwayat terjadinya
transient ischemic attecks (TIA, dan terdengar bruit pada arteri karotis juga dapat
menegakkan diagnosis. Gambaran CT sken otak MRI menunjukkan adanya infark di
kortikal, serebellum, batang otak, atau subkortikal yang berdiameter lebih dari 1,5
mm dan potensinya berasal dari aterosklerosis arteri besar.
2. Kardioembolic infarct
Oklusi arteri disebabkan oleh embolus dari jantung. Sumber embolus dari
jantung terdiri dari :
a. Resiko tinggi
Prostetik katub mekanik
Mitral stenosis dengan atrial fibrilasi
Fibrilasi atrial (other than lone atrial fibrillation)
Atrial kiri / atrial appendage thrombus
Sick sinus syndrome
Infark miokard baru (<4 minggu)
Thrombus ventrikel kiri
Kardiomiopati dilatasi
Segmen ventricular kiri akinetik
Atrial myxoma
Infeksi endokarditis
b. Resiko sedang
Prolapsus katup mitral
Kalsifikasi annulus mitral
Mitral stenosis tanpa fibrilasi atrial
Turbulensi atrial kiri
Aneurisma septal atrial
Paten foramen ovale
Atrial flutter
Lone atrial fibrillation
Katup kardiak bioprostetik
Trombotik endokarditis nonbacterial
Gagal jantung kongestif
Segmen ventrikuler kiri hipokinetik
Infark Miokard (> 4minggu, < 6 bulan)
3. Oklusi Arteri Kecil
Sering disebut juga infark lakunar, dimana pasien harus mempunyai satu
gejala gangguan lakunar sindrom dan tidak memiliki bukti bahwa terdapat disfungsi
dari kortikal serebral. Riwayat diabetes atau hipertensi dapat membantu penegakan
diagnostic. Pasien biasanya mempunyai gambaran CT Sken/MRI otak normal atau
infark lakunar dengan diameter <1,5mm di daerah batang otak atau subkortikal.
4. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang dapat ditentukan (stroke of another
determined cause/origin (ODE)
a. Non-aterosklerosis Vaskulopati
Noninflamasi
Inflamasi non infeksi
Infeksi
b. Kelainan Hematologi atau Koagulasi
5. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Tidak Dapat Ditentukan (stroke of an
undetermined cause/origin (UDE)

III. EPIDEMIOLOGI

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan


kanker. Sedangakan menurut State of The Nation Stroke Statistic, stroke sebagai
penyebab kematian nomor dua setelah ischaemic heart disease. Insiden stroke pada
pria lebih tinggi daripada wanita, pada usia muda, namun tidak pada usia tua. Di
Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang
menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke
yang bertahan hidup. 2
Di Indonesia, angka kematian stroke berdasarkan umur adalah 15,9% (umur 45-
55 tahun) dan 26,8% (umur 55-64 tahun), dan 23,5% (umur 65 tahun). Kejadian
stroke sebesar 51,6/100.000 penduduk. Penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan
wanita dan paling banyak pada usia 45-64 tahun sebesar 54,2%.4

IV. FAKTOR RESIKO

Para ahli membagi faktor resiko stroke menjadi faktor yang dapat dimodifikasi
dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang dapat dimodifikasi seperti
hipertensi, penyakit jantung, dislipidemi, diabetes, sindrom metabolik, merokok ,
alkohol dan inaktivasi fisik. Sedangkan faktor yang tidak dapat dimodifikasi
antaralain: usia > 65 tahun, jenis kelamin, riwayat keluarga menderita penyakit
vaskuler dan ras.4,2 Secara lebih jelas disajikan dalam tabel.

Faktor resiko stroke secara umum dapat dibagi 2 yaitu:2

Faktor resiko Keterangan


Dapat dimodifikasi Usia
Ras
Jenis kelamin
Riwayat keluarga menderita stroke
Penyakit vaskuler
Tidak dapat dimodifikasi Hipertensi
Penyakit jantung
Obesitas
Resistensi Insulin
Sindroma Metabolik
Diabetes
Merokok
Displidemia
Inaktifitas fisik
Oral kontrasepsi
Menderita TIA atau Stroke sebelumnya
STROKE INFARK TROMBOTIK

Definisi

Stroke infark trombotik adalah stroke yang disebabkan oleh karena adanya oklusi
pembuluh darah yang disebabkan oleh karena adanya trombosis.2,5

Etiologi

Trombus adalah pembentukan bekuan platelet atau fibrin di dalam darah yang
dapat menyumbat pembuluh vena atau arteri dan menyebabkan iskemia dan nekrosis
jaringan lokal. Trombus ini bisa terlepas dari dinding pembuluh darah dan disebut
tromboemboli. Trombosis dan tromboemboli memegang peranan penting dalam
patogenesis stroke iskemik. Lokasi trombosis sangat menentukan jenis gangguan
yang ditimbulkannya, misalnya trombosis arteri dapat mengakibatkan infark jantung,
stroke, maupun claudicatio intermitten, sedangkan trombosis vena dapat
menyebabkan emboli paru.6,7

Trombosis merupakan hasil perubahan dari satu atau lebih komponen utama
hemostasis yang meliputi faktor koagulasi, protein plasma, aliran darah, permukaan
vaskuler, dan konstituen seluler, terutama platelet dan sel endotel. Trombosis arteri
merupakan komplikasi dari aterosklerosis yang terjadi karena adanya plak
aterosklerosis yang pecah.2,6

Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak jaringan


kolagen dibawahnya. Proses trombosis terjadi akibat adanya interaksi antara
trombosit dan dinding pembuluh darah, akibat adanya kerusakan endotel pembuluh
darah. Endotel pembuluh darah yang normal bersifat antitrombosis, hal ini
disebabkan karena adanya glikoprotein dan proteoglikan yang melapisi sel endotel
dan adanya prostasiklin (PGI2) pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi
platelet agregasi. Pada endotel yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan
dengan serat-serat kolagen pembuluh darah, kemudian akan merangsang trombosit
dan agregasi trombosit dan merangsang trombosit mengeluarkan zat-zat yang terdapat
di dalam granula-granula di dalam trombosit dan zat-zat yang berasal dari makrofag
yang mengandung lemak. Akibat adanya reseptor pada trombosit menyebabkan
perlekatan trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah. 2,6

Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,


defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi
yang berkepanjangan akibat serangan migrain. Setiap proses yang menyebabkan
diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik. 2,6

Patofisiologi

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya


adalah aterosklerosis, dengan mekanisme trombosis yang menyumbat arteri besar dan
arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Terjadinya ateroskerosis diawali
dari terbentuknya fatty streak yang kemudian berkembang progresif sampai terjadi
lesi sebagai akibat dari gangguan aliran darah dan atau tebentuknya trombus yang
menyebabkan iskemik pada organ target. 2,6,7

Kerusakan endotel menyebabkan perubahan permiabilitas endotel, perubahan sel


endotel atau perubahan hubungan antara sel endotel dan jaringan ikat dibawahnya.
Sel endotel dapat terlepas sehingga terjadi hubungan langsung antara komponen
darah dan dinding arteri. Kerusakan endotel akan menyebabkan pelepasan growth
factor yang akan merangsang masuknya monosit ke lapisan intima pembuluh darah.
Demikian pula halnya lipid akan masuk kedalam pembuluh darah melalui transport
aktif dan pasif. Monosit pada dinding pembuluh darah akan berubah menjadi
makrofag akan memfagosit kholesterol LDL, sehingga akan terbentuk foam sel. 7

Monosit berubah menjadi makrofag oleh macrophage colony stimulating


factor (M-CSF) yang ekspresinya disebabkan oksidasi LDL dan faktor nuclear kappa
B (NFkB). Kemampuan M-CSF merangsang pengambilan dan degradasi modified
lipoprotein oleh scavenger receptor akan menyebabkan pembentukan sel busa yang
akan menjadi fatty streak (prekusor plak aterosclerosis) dan selanjutnya akan menjadi
plak fibrosa. Platelet derived Growth Factor (PDGF) yang dihasilkan sel vaskular dan
lekosit yang menginfiltrasi akan mempengaruhi migrasi dan proliferasi sel otot polos
dari tunika media ke intima. Sel otot polos dengan matrik ekstraseluler akan
membentuk kapsula fibrosa yang memisahkan inti lipid dengan aliran darah.
Transforming growth factor (TGF)-beta akan menghambat proliferasi sel otot polos
dan merangsang produksi matrik ekstraseluler. Pembentukan kapsula fibrosa plak
aterosklerosis tergantung keseimbangan kedua hal tersebut. 7

Proses tersebut berlanjut dengan terjadinya sel-sel otot polos arteri dari tunika
adventisia ke tunika intima akibat adanya pelepasan platelet derived growth factor
(PDGF) oleh makrofag, sel endotel, dan trombosit. Selain itu, sel-sel otot polos
tersebut yang kontraktif akan berproliferasi dan berubah menajdi fibrosis. Makrofag,
sel endotel, sel otot polos maupun limfosit T (terdapat pada stadium awal plak
aterosklerosis) akan mengeluarkan sitokin yang memperkuat interaksi antara sel-sel
tersebut. 2,7

Adanya penimbunan kolesterol intra dan eksta seluler disertai adanya fibrosis
maka akan terbentuk plak fibrolipid. Pada inti dari plak tersebut, sel-sel lemak dan
lainnya akan menjadi nekrosis dan terjadi kalsifikasi. Plak ini akan menginvasi dan
menyebar kedalam tunika media dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah
akan menebal dan terjadi penyempitan lumen. Degenerasi dan perdarahan pada
pembuluh darah yang mengalami akan menyebabkan kerusakan endotel pembuluh
darah sehingga terjadi perangsangan adhesi, aktifasi dan agregasi trombosit, yang
mengawali koagulasi darah dan trombosis. Trombosit akan terangsang dan menempel
pada endotel yang rusak, sehingga terbentuk plak aterotrombotik. 7
Tempat tersering terjadinya fatty streak adalah di daerah bifurkasio dengan aliran
darah yang turbulen. Arteri serebral plak sering terjadi pada bifurkasio arteri karotis
dimana arteri carotis interna berasal. Aterosklerosis pada arteri serebri media (MCA)
mempengaruhi bagian pertama (M1 segmen) dimana meluas dari tempat arteri
berasal sampai bifurkasio pada fisura sylvian. Pada sistem vertebrobasiler plak sering
ditemukan pada tempat asal arteri vertebral dan arteri basilar. Dengan bertambahnya
usia fatty streak berubah menjadi plak fibrosa, sering ditemukan pada usia
pertengahan dan orang tua. Plak ini terdiri dari inti seluler debris, free ekstraselular
lipid, dan krista dari foam cells, otot polos yang berubah, limfosit dan connective
tissue. Aterosklerosis berkembang menjadi complicated lesion, dimana terjadi
kalsifikasi, deposit hemosiderin, dan gangguan permukaan lumen pembuluh darah.7

Aterosklerosis dapat menyebabkan stroke iskemik dengan cara trombosis yang


menyebabkan tersumbatnya arteri-arteri besar terutama a.karotis interna, a. serebri
media atau a. basilaris, dapat juga mengenai arteri kecil yang mengakibatkan
terjadinya infark lakuner. Sumbatan juga dapat terjadi pada vena-vena atau sinus
venosa intra kranial. Dapat juga terjadi emboli, dimana stroke terjadi mendadak
karena arteri serebri tersumbat oleh trombus dari jantung, arkus aorta atau arteri besar
lainnya.7
STROKE INFARK EMBOLI
Definisi
Iskemia otak yang disebabkan oleh emboli. Emboli dapat berasal dari
jantung ataupun non jantung.2

Etiologi2
A. Yang berasal dari jantung :
1. Aritmia dan ganguan irama jantung lainnya
2. Infark jantung yang disertai dengan mural trombus
3. Endokarditis bacterial akut maupun subakut
4. Kelainan katup jantung lainnya
5. Komplikasi pembedahan jantung
6. Pemakaian katup jantung protesa
7. Prolaps katup mitral
8. Emboli paradoksikal
9. Myxoma

B. Berasal dari selain jantung


1. Atheroskerosis Aorta
2. Disseksi karotis atau vertebrobasiler
3. Thrombus vena pulmonalis
4. Lemak,Tumor dan Udara
5. Komplikasi pembedahan rongga thorax atau leher
6. Thrombosis vena pelvis atau ekstremitas inferior atau shunting jantung
kanan ke kiri

Patofisiologi

Stroke iskemik terjadi karena iskemia cerebri fokal. Turunnya aliran darah fokal
akan menggangu metabolisme dan fungsi metabolisme neuron. Bila kondisi ini tidak
diatasi maka akan menyebabkan kerusakan sel yang irreversible. Secara patologis
jaringan infark terlihat sebagai pan nekrosis fokal sel neuron, glia dan pembuluh
darah. Iskemia neuron adalah proses biokimia aktif yang berkembang dengan
berjalannya waktu. Berkurangnya kadar oksigen dan glukosa menyebabkan
berkurangnya energi yang diperlukan untuk memelihara potensial membran dan
gradien ion transmembran. Kalium akan bocor keluar dari dalam sel yang akan
menyebabkan depolarisasi dan selanjutnya menyebabkan masuknya ion kalsium ke
dalam sel dan juga menstimulasi release glutamat melalui glutamat transporter.
Aktivitas glutamat pada celah sinaps juga menstimulasi reseptor asam amino
eksitatorik yang akan berpasangan dengan kanal kalsium dan kanal natrium. Hal ini
akan menghasilkan masuknya natrium pada neuron post sinaps dan dendrit yang akan
menyebabkan depolarisasi dan edema sitotoksik. Asidosis memiliki kontribusi
terhadap overload kalsium dengan cara mengaktivasi kanan ion yang sensitive
terhadap kondisi asam. Influks kalsium (Protease, lipase dan Nuclease) dan
metabolitnya seperti eicosanoids dan sitoskeleton menyebabkan kematian sel. Bila
terjadi iskemia yang inkomplit, maka sel tersebut akan hidup lebih lama seperti pada
area disekitar Infark yang disebut area penumbra.5

Stroke iskemik karena emboli dapat diakibatkan dari embolisasi dari arteri di
sirkulasi pusat dari berbagai sumber. Selain gumpalan darah, agregasi trombosit ,
fibrin, dan potongan-potongan plak atheromatous, bahan-bahan emboli yang
diketahui masuk ke sirkulasi pusat termasuk lemak, udara, tumor atau metastasis,
bakteri, dan benda asing. Tempat yang paling sering terserang embolus sereberi
adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.5

Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh dan menyumbat pembuluh darah sebelah
distal, tergantung pada ukuran, komposisi, konsistensi dan umur plak tersebut, dan
juga tergantung pada pola dan kecepatan aliran darah. Sumbatan pada pembuluh
darah tersebut (terutama pembuluh darah di otak) akan meyebabkan matinya jaringan
otak, dimana kelainan ini tergantung pada adanya pembuluh darah yang adekuat.5
Dua sumber yang paling umum emboli adalah: bilik-bilik sisi kiri jantung dan
arteri besar, (misalnya "arteri ke arteri" emboli bahwa hasil dari thrombus dari arteri
karotid internal di lokasi dari plak ulserasi). Hasil neurologis dari stroke emboli tidak
hanya bergantung pada wilayah vaskular tetapi juga pada kemampuan embolus
menyebabkan vasospasm dengan bertindak sebagai iritan vaskular. Vasospasm
cenderung terjadi pada pasien yang lebih muda, mungkin karena pembuluh lebih
lentur dan kurang aterosklerotik. 5

Peristiwa stroke emboli yang etiologinya dari jantung, emboli akan keluar dari
ventrikel kiri, akan mengikuti aliran darah dan masuk kearkus aorta, 90% akan
menuju ke otak, melalui. A.karotis komunis (90%) dan a.veterbalis (10%). Emboli
melalui a.karotis jauh lebih banyak dibandingkan dengan a.veterbalis karena
penampang a.karotis lebih besar dan perjalanannya lebih lurus, tidak berkelok-kelok,
sehingga jumlah darah yang melalui a.karotis jauh lebih banyak (300 ml/menit),
dibandingkan dengan a.veterbalis (100 ml/menit).5

Emboli tidak menyumbat cabang terminal korteks ditempat watershead


pembuluh darah intrakranial, karena ukurannya lebih besar dari diameter pembuluh
darah ditempat itu. Berdasarkan ukuran emboli, penyumbatan bisa terjadi di a.karotis
interna, terutama di karotis sipon. Emboli mungkin meyumbat satu atau lebih cabang
arteri.5

Manifestasi klinis

Trombosis serebri Emboli serebri


- Gejala akut/ subakut dan sering - Gejala mendadak (paling cepat di
didahului gejala prodromal antara semua jenis stroke)
TIA
- Sering terjadi waktu istirahat dan - Sering terjadi waktu aktivitas, kadang
bangun pagi waktu istirahat
- Biasanya kesadaran bagus - Umumnya kesadaran bagus, namun
dapat juga menurun bila emboli besar
- Sering mengenai usia dekade 6-8 - Sering mengenai usia dekade 2-3 dan
7
- Harus ada sumber emboli (umumnya
dari jantung akibat gangguan irama
dan katup)

Gambaran klinis stroke iskemik tergantung pada area otak yang mengalami
iskemik. 2

Lokasi Oklusi Gejala dan tanda


Arteri Serebri Anterior Gejala oklusi arteri serebri anterior antara lain
gangguan buang air kecil yang terjadi oleh karena
kegagalan penghambatan refleks kontraksi kandung
kemih. Terdapat pula paresis dan hilangnya sensorik
pada tungkai kontralateral.
Arteri Serebri Media
Stroke pada devisi superior arteri Hemiparesis kontralateral yang terjadi pada wajah,
serebri media tangan, lengan namun kaki tidak mengalami paresis.
Gangguan hemisensorik kontralateral pada daerah
distribusi yang sama namun tidak terdapat homonimus
hemianopsia.
Bila terjadi pada hemisfer dominan terdapat gejala
afasia broca
Stroke pada devisi inferior arteri Homonimus hemianopia, terdapat pula gangguan
serebri media fungsi sensorik kortikal seperti graphiestesia, dan
stereognosis pada kontralateral lesi
Gangguan visospasial, termasuk hilangnya
kewaspadaan terhadap kelainan yang diderita
(anosognosia), neglek dan gangguan untuk mengenal
ekstremitas kontralateral, dressing apraxia dan
konstruksional apraxia bila yang terlibat adalah
hemisfer dominan, afasia wernicke dapat pula terjadi.
Acute confosional state (hemisfer non dominan)
a. Oklusi pada bifurcasio atau Hemiparese kontralateral, gangguan sensorik kontra
trifurcasio arteri serebri lateral yang mengenai wajah dan lengan lebih berat
media dari pada tungkai, homonym hemianopsia dan bila
terkena pada hemisfer dominan akan terjadi afasia
global
b. Oklusi pada pangkal arteri Mirip dengan oklusi trifurkasio dengan tambahan
media infark pada jaras motorik pada kapsula interna yang
menghasilkan parese kontra lateral lesi pada wajah,
lengan, tangan dan tungkai.
Arteri karotis Interna Transient monocular blindness. Oklusi arteri karotis
dapat asimptomatik. Oklusi symptomatik
menyebabkan syndrome yang mirip dengan arteri
serebri media (hemiplegi kontralateral, defisit
hemisensorik dan homonimus hemianopsia, afasia
pada hemisfer dominan)
Arteri Serebri posterior Homonim hemianopia kontralateral lapangan pandang
dengan macular spared, abnormalitas okuler, parese N
III, internuklear Opthalamoplegi, deviasi mata ke
vertical. Oklusi di lobus occipital terutama pada
hemisfer dominan pasien dapat mengalami afasia
anomik. Aleksia tanpa agraphia, ataupun agnosia
visual. Dapat pula terjadi sindrom diskoneksi korpus
kallosum.
Infark kedua hemisfer arteri serebri posterior
menyebabkan kebutaan kortikal, gangguanmemori,
prosopagnosia (gangguan mengenal wajah yang
familiar), juga beberapa gangguan prilaku.
a. Cabang pedunkulus arteri Sindroma weber: kelemahan wajah dan ekstremitas
serebri posterior proksimal kontralateral, parese N.III ipsilateral
b. Cabang tegmntum Parese N III ipsilateral ataksia tungkai kontra lateral,
paramedian arteri serebri hemiballismus dan choreoathetosis
posterior
Cabang arteri basilaris
a. Cabang distal arteri Hemiparese kontralateral, paese N XII ipsilateral,
vertebralis gangguan sensorik kontralateral
b. PICA (posterior inferior Sindrom Wellenberg:
cerebellar arteri) Ataksia tungkai ipsilateral, hilangnya rasa
eksteroseptif ipsilateral wajah dan kontralateral
ekstremitas, sindrom horner ipsilateral, vertigo,
nistagmus, suara parau, disfagia, hiccup.
c. Arteri perforantes pada Hemiparese kontralateral, diartia, kadang ataksia
pons paramedia kontralateral, ditambah dengan: parese N.VII dan N
VIII ipsilateral, gaze paresis (infark inferior) atau
parese N VII kontralateral, internuklear
opthalmoplegia (infark superior)
d. AICA (anterior inferior Ataksia ipsilateral, hilangnya sensasi ipsilateral wajah
cerebellar arteri) dan kontra lateral ekstremitas, vertigo, nistagmus, tuli
dan tinnitus, parese N VII, sindroma horner ipsilateral
e. SCA (Superior cerebellar Ataksia ipsi lateral, diartria, hilangnya sensorik
arteri) dan cabang kontralateral, sindroma horner ipsilateral,
sirkumferensial longus choreoathetosis ipsilateral, tuli ipsilateral

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien yang diduga mengalami stroke perlu dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Parameter yang diperiksa meliputi kadar glukosa darah, elektrolit,
analisa gas darah, hematologi lengkap, kadar ureum, kreatinin, enzim jantung,
prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time (aPTT).
Pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mendeteksi hipoglikemi maupun
hiperglikemi, karena pada kedua keadaan ini dapat dijumpai gejala neurologis.
Pemeriksaan elektrolit ditujukan untuk mendeteksi adanya gangguan elektrolit baik
untuk natrium,kalium, kalsium, fosfat maupun magnesium.6

Pemeriksaan analisa gas darah juga perlu dilakukan untuk mendeteksi asidosis
metabolik. Hipoksia dan hiperkapnia juga menyebabkan gangguan neurologis.
Prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time (aPTT) digunakan
untuk menilai aktivasi koagulasi serta monitoring terapi. Dari pemeriksaan
hematologi lengkap dapat diperoleh data tentang kadar hemoglobin, nilai hematokrit,
jumlah eritrosit, leukosit, dan trombosit serta morfologi sel darah. Polisitemia vara,
anemia sel sabit, dan trombositemia esensial adalah kelainan sel darah yang dapat
menyebabkan stroke. 2.6.

CT scan
Pada kasus stroke, CT scan dapat membedakan stroke infark dan stroke
hemoragik. Pemeriksaan CT scan kepala merupakan gold standar untuk
menegakan diagnosis stroke.2,6
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Secara umum pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih
sensitive dibandingkan CT scan. MRI mempunyai kelebihan mampu melihat
adanya iskemik pada jaringan otak dalam waktu 2-3 jam setelah onset stroke
non hemoragik. MRI juga digunakan pada kelainan medulla spinalis.
Kelemahan alat ini adalah preosedur pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih
lama, serta harga pemeriksaan yang lebih mahal.6
Angiografi : dapat dilakukan bila ada kecurigaan stenosis pembuluh darah
balik ekstra cranial maupun intrakranial
EEG :Dilakukan pada pasien stroke yang dicurigai mengalami kejang.

Terapi
- Terapi umum :
Letakkan kepala pasien pada posisi 30 derajat, kepala dan dada pada satu bidang;
ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah
stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Apabila demam
dapat diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika
kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan
elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa. Pemberian nutrisi
per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau
kesadaran menurun, dianjurkan melalui pipa nasogastrik.8

- Terapi Khusus:
1. Trombolisis

Pemberian terapi trombolisis9

Tujuan : reperfusi dari lisisnya trombus dan perbaikan sel serebral yang
bermakna.
Kriteria inklusi :
Usia > 18 tahun
Diagnosis klinis stroke dengan defisit neurologis yang jelas
Awitan dapat ditentukan secara jelas <3 jam atau <4,5 jam,
Tidak ada bukti perdarahan intrakranial dari CT-Scan
persetujuan secara tertulis dari penderita atau keluarga untuk
dilakukan terapi rTPA

Kriteria eksklusi :

Usia>80 tahun
Defisit neurologi yang ringan dan cepat membaik
Gambaran perdarahan intrakranial pada CT Scan
Riwayat trauma kepala
Infark multilobar (gambaran hipodens > 1/3 hemisfer serebri
Kejang pada saat onset stroke
Riwayat stroke atau cedera kepala berat dalam 3 bulan sebelumnya
Perdarahan aktif atau trauma akut (fraktur) pada pemeriksaan fisik
Riwayat pembedahan mayor atau trauma berat dalam 2 minggu
sebelumnya
Riwayat perdarahan gastrointestinal atau traktus urinarius dalam 3
minggu sebelumnya
Tekanan darah sistolik > 185 mmHg, diastolik >110 mmHg
Glukosa darah <50 mg/dl atau > 400 mg/dl
Gejala perdarahan subarcahnoid
Jumlah platelet <100.000/mm3
Mendapat terapi heparin dalam 48 jam
Gambaran klinis adanya perikarditis pasca infark miokard
Infark miokard dalam 3 bulan sebelumnya
Wanita hamil
Tidak sedang mengkonsumsi antikoagulan
Golden hour untuk rencana pemberian rTPA (< 60 menit)

Pasien tiba di IGD dengan diagnosis stroke


Evaluasi dan pemeriksaan pasien oleh triage (termasuk anamnesis,
permintaan laboratorium dan menilai NIHSS) waktu < 10 menit
Didiskusikan oleh tim stroke ( termasuk keputusan dilakukan
pemberian rTPA) waktu < 15 menit
Dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala, waktu <25 menit
Hasil pemeriksaan CT-Scan kepala dan laboratorium, waktu < 45
menit
Pemberian rTPA (bila pasien memenuhi kriteria inklusi), waktu < 60
menit

Protokol penggunaan rTPA intravena


Infus rTPA 0,9 mg/kg (maksimum 90 mg) dalam 60 menit dengan
10% dosis diberikan sebagai bolus dalam 1 menit
Masukkkan pasien ke ICU atau unit stroke untuk pemantauan
Lakukan penilaian neurologi setiap 15 menit selama pemberian infus
dalam setiap 30 menit setelahnya selama 6 jam berikutnya, kemudian
tiap jam hingga 24 jam setelah terapi
Bila terdapat nyeri kepala berat, hipertensi akut, mual, atau muntah,
hentikan infus (bila rTPA sedang dimasukkan) dan lakukan CT Scan
segera
Ukur tekanan darah setiap 15 menit selama 2 jam pertama dan setaip
30 menit selama 6 jam berikutnya, dan kemudian setiap jam hingga 24
jam setelah terapi
Naikkan frekuensi pengukuran tekanan darah bila tekanan darah
sistolik > 180 mmHg atau bila diastolik > 105 mmHg; berikan
medikasi antihipertensi untuk mempertahankan tekanan darah pada
level ini atau level dibawahnya.
Tunda pemasangan pipa nasogastrik, kateter urin atau kateter tekanan
intraarterial. Lakukan CT Scan untuk follow up dalam 24 jam sebelum
pemberian antikoagulan atau antiplatelet
Recombinant Tissue Plasminogen Activator (rTPA) dengan dosis 0.9
mg/kgbb (maksimal 90 mg) direkomendasikan pada pasien dengan
presentasi stroke antara 3-4.5 jam dan hasil CT Scan menunjukkan
adanya stroke iskemik/normal.
2. Antiplatelet
Aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam dalam 24-48 jam setelah
awitan stroke. Pada pasien yang alergi terhadap aspirin dapat berikan
klopidogrel 75 mg/hari.2

Prognosis

Prognosis tergantung dari usia, ukuran trombus, dan arteri yang terkena serta
penyakit yang menyertai.2
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2011. Buku Ajar Neurologi


Klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
2. Machfoed, Hasan et al. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya:
Airlangga University Press.
3. Arboixa A. and Ali J. Cardioembolic Stroke: Clinical Features, Specific
Cardiac Disorders and Prognosis. Current Cardiology Reviews, vol. 6. Available
from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2994107/pdf/CCR-6-
150.pdf. 2010.
4. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
2007.Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Jakarta: Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia.
5. Richard and Alexander.2004.Therapeutic application of citicolin for stroke. Vol
9,No1.
6. Setyo Pranoto, Ismail. 2011. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Journal IDI.
No IV; Vol 38.
7. Alireza Atri. 2009. Ischemic Stroke: Pathophysiology and Principles of
Localization, vol. 13. Available from : http://www.turner-
white.com/pdf/brm_Neur_V13P1.pdf.
8. Stroke Association. 2015. State of The Nation Stroke Statistic. Available from:
www.stroke.org.uk.
9. Irish Heart Foundation. 2015. Stroke Trombolysis Guidelines. Version 2.0.

Anda mungkin juga menyukai