Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.
1. Gizi Buruk
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan
nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi
tiga bagian,
yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut
kwashiorkor
), karena
kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut
marasmus
), dan kekurangan kedua-
duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima
tahun) dan
ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk
adalah suatu
kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau
dengan ungkapan
lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata.
Zat gizi yang dimaksud bisa
berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk
(severe malnutrition
) adalah suatu
istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan
dan kedok
teran.
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan
gizi menahun
(Nency, 2005).
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui
dari
pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun
(baduta).
Ap
abila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur
menurut suatu
standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit
dibawah standar
disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah
standar dikatakan
bergizi buru
k. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi
tingkat
berat atau akut (Pardede, J, 2006).
Universitas
Sumatera
Utara
2.1.2. Klasifikasi
Gizi Buruk
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan
marasmus-
kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau
tanda klinis dari
masing-masing tipe yang berbeda-beda.
2.1.2.1.
Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat.
Gejala yang
timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat
lemak dan otot di
bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan
kemerahan,
gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran
hati dan sebagainya.
Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah
makan, karena
masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah
(Depkes RI, 2000) :
a.
Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak
dan otot-
ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b.
Wajah seperti orang tua
c.
Iga gambang dan perut cekung
d.
Otot paha mengendor
(baggy pant
)
e.
Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa
lapar
2.1.2.
2.
Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (
suger baby
), bilamana
dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,
walaupun dibagian
tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak
sangat kurus dan
atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh
tubuh
a.
Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
Universitas
Sumatera
Utara
2.1.5. Faktor Penyebab Gizi Buruk
Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah
sebagai berikut :
1.
Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang
dikonsumsi,
menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit
kanker. Anak
yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau
demam akhirnya
menderita kurang gizi.
2.
Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah tangga,
perilaku, pelayanan
kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan,
tetapi juga
merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan
rendah,
ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk
mengatasi gizi
buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor Ketahanan pangan adalah
kemampuan
keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota
keluarganya dalam
jumlah yang cukup baik maupun gizinya (Dinkes SU, 2006).
Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan
makanan yang
kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan
yang kurang
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya
makanan secara
adekuat, anak tidak cukup salah mendapat makanan bergizi
seimbang, dan pola
makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya
lingkaran setan
yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling
memperberat.
Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi
malnutrisi sendiri
akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga
memudahkan
terjadinya infeksi
(Nency, 2005).
Universitas
Sumatera
Utara
Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi
kekurangan zat-zat
gizi ensensial, yang bisa disebabkan oleh: asupan yang kurang
karena makanan yang
jelek atau penyerapan yang buruk dari usus (
malabsorbsi)
, penggunaan berlebihan
dari zat-zat gizi oleh tubuh, dan kehilangan zat-zat gizi yang abnormal
melalui diare,
pendarahan, gagal ginjal atau keringat yang berlebihan. (Nurcahyo,
2008).
2.2.
Tata Laksana Utama Balita
Gizi Buruk di Rumah Sakit
Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase
stabilisasi,
fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil
memilih langkah
mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik
pada penderita
kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.
2.2.
1. Tahap Penyesuaian
Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima
makanan
hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (
TETP
). Tahap
penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2
minggu atau lebih
lama,
bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna
makanan.
Jika berat
badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan
berupa makanan
bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi.
Contoh: susu rendah laktosa
+2,5
-5% glukosa +2% tepung. Secara
berangsur ditambahkan makanan lumat dan
makanan lembek. Bila ada,
beri
kan ASI.
Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti
makanan
untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan
makanan cair,
kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a.
Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.
Universitas
Sumatera
Utara
b.
Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.
c.
Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap
dengan
keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-
masing tahap selama 2
-3 hari.
Untuk
meningkatkan energi ditamb
ahkan 5% glukosa, dan
d.
Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8
-10 kali sehari tiap 2-3
jam.
Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan
makanan
lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003).
2.2.
2. Tahap Penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik,
secara
berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga
konsumsi mencapai
150
-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram
protein/kg berat badan sehari.
2.2.
3. Tahap Lanjutan
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan
memperoleh
makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua
hendaknya
diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang
mengatur makanan,
memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan
kemampuan daya belinya.
Suplementasi zat gizi yang mungkin
diperlukan adalah
:
a.
Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-
tanda
hipoglikemia.
b.
KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.
c.
Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila
terdapat
hipomagnesimia.
Universitas
Sumatera
Utara
d.
Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral
atau
100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A
diberikan
dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan
dosis maksimal 400.000 SI.
e.
Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat
besi (Fe)
dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya
menyertai KKP
berat.
Tabel 2.1. Tata Laksana Rumah Sakit pada Penderita Gizi Buruk
No.
Fa
se
Stabilisasi
Transisi
Rehabilitasi
Hari ke 1
-
2
Hari ke 2
-
7
Minggu ke
-
2
Minggu ke 3
-
7
1
Hipoglikemia
2
Hipotermia
3
Dehidrasi
4
Elektrolit
5
Infeksi
6
MulaiPemberian
Makanan
7
Tumbuh
kejar/peningkatan
pemberian m
akanan
8
Mikronutrien
Tanpa Fe
dengan Fe
9
Stimulasi
10
Tindak lanjut
1.
Sumber : Dirjen Bina Kesmas, 2000.
2.3.
Komplikasi Penyakit
Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin
dan
mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral
yang terganggu
dan begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis
gangguannya
sangat banyak. Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ sistem
tubuh. Beberapa
organ tubuh yang sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan
tulang, hati,
pancreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal.
Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang
disebabkan
karena kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala yang
bisa terjadi
Universitas
Sumatera
Utara
adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan
sebagainya. Pengaruh
sistem hormonal yang terjadi adalah gangguan hormon kortisol,
insulin,
Growht
hormon (hormon pertumbuhan) Thyroid Stimulating Hormon meninggi
tetapi fungsi
tiroid menurun. Hormon-hormon tersebut berperanan dalam
metabolisme
karbohidrat, lemak dan tersering mengakibatkan kematian (Sadewa,
2008).
Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP,
khususnya pada KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada
KEP berat resiko
kematian cukup besar, adalah sekitar 55%. Kematian ini seringkali
terjadi karena
penyakit infeksi (seperti Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran
cerna) atau karena
gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi karena pada
KEP sering
mengalami gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Sehingga
mudah terjadi infeksi
atau bila terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang lebih berat
hingga
mengancam jiwa (Nelson, 2007).
2.4.
Perubahan Berat
Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting,
dipakai pada
setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua
kelompok umur. Berat
badan merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan yang
ada pada tubuh,
antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lainnya. Berat
badan dipakai
sebagai indikator terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi
dan tumbuh
kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran
objektif dan
dapat diulangi, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif
murah, mudah dan
tidak memerlukan banyak waktu.
Indikator berat badan dimanfaatkan dalam klinik
untuk :
Universitas
Sumatera
Utara
1.
Bahan informasi untuk menilai keadaan gizi baik yang akut, maupun
kronis,
tumbuh kembang dan kesehatan
2.
Memonitor keadaan
kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit
3.
Dasar perhitungan dosis obat dan makanan yang perlu diberikan.
2.
5 Penilaian status gizi secara Antropometri
Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan
penilaian
secara tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi
menjadi empat
penilaian adalah antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan
penilaian
status gizi secara tidak langsung terbagi atas tiga adalah survei
konsumsi makanan,
statistik vital dan faktor
ekologi.
2.5.1
. Penilaian secara langsung
1)
Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau
dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai
macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat
umur
dan tingkat gizi (Supariasa, 2002).
Beberapa indeks antropometri yang sering
digunakan
adalah
berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut
umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
a)
Indeks berat badan menurut umur (BB/U)
Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai
indikator
dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan
keseimbangan antara intake
dan kebutuhan gizi terjamin.
Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh
(otot dan l
emak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan
yang
Universitas
Sumatera
Utara
mendadak, misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan
menurunnya jumlah
makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status gizi
sekarang. Berat
badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini lebih
menggambarkan status gizi
seseorang saat ini (
Current Nutritional Status
)
b)
Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)
Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa
lampau, juga
lebih erat kaitannya dengan status ekonomi (Beaton dan Bengoa
(1973) dalam.
c) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan.
Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan
pertumbuhan tinggi
badan dengan kecepatan
tertentu (Supariasa,
dkk
2002
).
2.5.2
Penilaian Secara Tidak Langsung
1.
survei konsumsi makanan,
2.
statistik vital dan
3.
fakto
r ekologi
2.6
Terapi Penyakit
Dalam proses pengobatan anak balita gizi buruk terdapat tiga fase
yaitu
fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi. Pengobatan rutin yang
dilakukan di rumah
sakit ada 10 langkah penting yaitu:
2.
Atasi/cegah hipoglikemi
3.
Atasi/cegah hiportemia
4.
Atasi/cegah dehidrasi
5.
Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
Universitas
Sumatera
Utara
6.
Obati/cegah infeksi
7.
Mulai pemberian makanan
8.
Fasilitas tumbuh-kejar (catch up growth)
9.
Koreksi defisiensi nutrient mikro
10.
Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
11.
Siapkan
dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh

Anda mungkin juga menyukai