Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Balok

Balok adalah komponen struktur yang memikul beban-beban gravitasi,

seperti beban mati dan beban hidup. Komponen struktur balok merupakan

kombinasi dari elemen tekan dan tarik. Secara sederhana, balok sebagai elemen

lentur digunakan sebagai elemen penting dalam kosntruksi. Balok mempunyai

karakteristik internal yang lebih rumit dalam memikul beban dibandingkan

dengan jenis elemen struktur lainnya. Balok menerus dengan lebih dari dua titik

tumpuan dan lebih dari satu tumpuan jepit merupakan struktur statis tak tentu.

Struktur statis tak tentu adalah struktur yang reaksi, gaya geser, dan momen

lenturnya tidak dapat ditentukan secara langsung dengan menggunakan persamaan

keseimbangan dasar Fx =0, Fy =0, dan Fz =0. Balok statis tak tentu sering juga

digunakan dalam praktek, karena struktur ini lebih kaku untuk suatu kondisi

bentang dan beban daripada struktur statis tertentu. Jadi ukurannya bisa lebih

kecil. Kerugian struktur statis tak tentu adalah pada kepekaannya terhadap

penurunan (settlement) tumpuan dan efek termal.

Proses desain balok menerus sama saja dengan proses desain balok sederhana.

Apabila momen maksimum yang dapat terjadi pada struktur telah diketahui,

selanjutnya ditentukan penampang struktur yang cukup untuk memikul momen

itu. Prinsip mengenai distribusi material secara optimal di suatu penampang

melintang juga dapat diterapkan pada balok menerus. Beberapa hal khusus yang

5
perlu diperhatikan dalam desain balok statis tak tentu ini diuraikan sebagai

berikut:

1. Desain Momen

2. Penentuan Penampang Balok Menerus

Penentuan ukuran suatu penampang melintang balok menerus

tergantung pada besar momen yang ada pada penampang tersebut.

Tinggi struktur yang dibentuk disesuaikan dengan momen lentur yang

ada.

3. Penggunaan Titik Hubung Konstruksi

Karena alasan pelaksanaan, kesulitan sering terjadi dalam membuat

elemen struktur menerus yang panjang, karena seringnya digunakan

titik pelaksanaan (construction joints). Untuk memudahkan

pembuatan titik konstruksi, titik-titik itu diletakkan di dekat, atau pada

titik belok. Dengan demikian, titik pelaksanaan tidak perlu dirancang

untuk memikul momen. Jadi hanya merupakan titik hubung sendi.

Dengan menggunakan kondisi momen nol pada titik belok, perilaku

balok menerus tersebut dapat dimodelkan sebagai struktur statis

tertentu.

4. Pengontrolan Distribusi Momen

Momen yang timbul pada balok menerus dapat dirancang secara

cermat oleh perencana. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara.

Salah satunya adalah dengan mengatur bentang dan beban pada

struktur.

6
II. 2. Balok Menerus (Continuous Beams)

Dalam kasus balok menerus pada banyak tumpuan (gambar. 2.1). Satu
tumpuan biasanya dianggap sebagai tumpuan jepit sementara tumpuan lain engsel
pada rol. Dalam pengaturan ini, setiap tumpuan tengah hanya memiliki satu
elemen reaktif yang tidak diketahui, besarnya reaksi vertikal; maka jumlah elemen
statis tak tentu sama dengan jumlah tumpuan menengah.

M1 M2 M3 M4 M5

0 1 2 3 4 5 6

(a)

Mn-1 Mn Mn Mn+1

n-1 n n n+1

Ln Ln+1

(b)

Mn-1 Mn Mn Mn+1

Cn Cn+1

n-1 n n n+1

an bn an bn

An An+1

(c)

Gambar. 2.1. Diagram gaya geser dan momen balok menerus

Misalnya, dalam kasus yang ditampilkan dalam gambar. 2.1 (a) jumlah
elemen statis tak tentu adalah lima. Misalkan pada gambar. 2.1 (b) mewakili dua
bentang yang berdekatan n dan n + 1 dari potongan balok menerus pada tumpuan
n-1, n dan n + 1. biarkan Mn-1, Mn, dan Mn+1 menunjukkan momen lentur pada
tumpuan ini. Arah momen ini tergantung pada beban pada balok. Jelas bahwa jika
momen lentur pada tumpuan dikenal masalah balok terus menerus akan berkurang

7
dengan yang menghitung sebanyak balok hanya didukung karena ada bentang di
balok menerus.

Untuk menghitung momen lentur Mn-1, Mn dan Mn+1, kondisi kontinuitas


kurva defleksi pada tumpuan akan digunakan. Untuk tumpuan n, kondisi
kontinuitas memenuhi jika kurva defleksi dari dua bentang yang berdekatan
memiliki garis singgung pada dukungan n, yaitu, jika kemiringan di ujung kanan
dari rentang n adalah sama dengan kemiringan di ujung kiri dari rentang n + 1.
Untuk menghitung kemiringan ini, metode momen daerah akan digunakan.
Misalkan An menunjukkan area diagram momen lentur untuk rentang n, dianggap
sebagai balok tumpuan sederhana, karena beban yang sebenarnya pada rentang
ini; misalkan an dan bn mewakili jarak horizontal dari pusat cn dari area momen
dari dukungan n -1 dan n. Maka kemiringan di ujung kanan untuk kondisi
pembenanan ini adalah

Anan
lnEIz
Selain defleksi yang disebabkan oleh beban pada rentang itu sendiri, rentang n
juga tekuk dengan Mn-1 dan Mn. Dari persamaan 103 dan 104, maka kemiringan di
tumpuan n adalah

Mnln Mn-1ln
3EIz 6EIz
Total sudut rotasi kemudian*

Mnln Mn-1ln Anan (1)


3EIz 6EIz lnEIz
dengan cara yang sama, untuk ujung kiri dari rentang n + 1, kita memperoleh

An+bn+1 Mnln+1 Mn+1ln+1 (2)


ln+1EIz 3EIz 6EIz
dari kondisi kontinuitas berikut bahwa

dengan mensubtitusi (1) dan (2) dalam persamaan ini kita memperoleh

Mn-1ln + 2Mn(ln + ln+1) + Mn+1ln+1

6Anan 6An+1bn+1 (3)


ln ln+1
Ini dikenal dengan persamaan tiga momen. Jelas bahwa jumlah persamaan
ini sama dengan jumlah tumpuan tak tentu dan momen lentur pada tumpuan dapat
dihitung tanpa kesulitan.

8
Di awal, diasumsikan bahwa ujung balok menerus ditumpu. Jika salah satu
atau kedua ujungnya dibangun, maka jumlah statis tak tentu kuantitasnya akan
lebih besar dari jumlah tumpuan tengah dan derivasi dari persamaan tambahan
akan diperlukan untuk mengungkapkan kondisi bahwa tidak ada rotasi terjadi
pada ujungnya.

Dengan mengetahui momen pada tumpuan, tidak ada kesulitan dalam


menghitung reaksi pada tumpuan dari balok menerus. Tarulah misalnya, dua
bentang yang berdekatan n dan n + 1 (gambar. 2.1, b), dan mempertimbangkannya
sebagai dua balok sederhana yang ditumpu, reaksi Rn' di tumpuan n, karena beban
pada dua bentang ini, dapat mudah dihitung. Selain itu akan ada reaksi karena
momen Mn-1, Mn dan Mn + 1. Hasilnya arah dari momen tersebut seperti
ditunjukkan dalam gambar. 2.1, b, tekanan tambahan pada tumpuan n akan

Mn-1 Mn - Mn + Mn+1
ln ln+1
menambahkan ini ke reaksi Rn di atas , reaksi total akan menjadi

Rn = Rn + Mn-1 Mn - Mn + Mn+1 (4)


ln ln+1
Jika konsentrasi gaya diterapkan pada tumpuan maka akan diteruskan
langsung ke tumpuan yang sesuai dan harus ditambahkan ke sisi kanan persamaan
(4).

Persamaan umum kontinuitas c juga dapat digunakan untuk kasus-kasus di


mana, tidak sejajar, tumpuan tidak terletak pada tingkat yang sama (gambar. 2.2).
Jika Bn dan Bn+1 menunjukkan sudut inklinasi terhadap horizontal dari garis-garis
lurus yang menghubungkan titik-titik dari tumpuan dalam n dan n + 1 bentang.
Sudut rotasi yang diberikan oleh Persamaan. (1) dan (2) diukur dari garis yang
menghubungkan pusat engsel; maka sudut antara singgung di n dan garis
horizontal akan menjadi, dari rentang n,

\n+1
n-1 n
n+1

ln \
ln+1\
\
\
Gambar. 2.2. Tingkat tumpuan yang tidak sama pada balok
\
Mnln M\ n-1ln Anan - n
3EIz 6EIz lnEIz
\
\
dengan cara yang sama untuk rentang\ n + 1
\
\
9
\
\
\
\
An+bn+1 Mnln+1 Mn+1ln+1 n
ln+1EIz 3EIz 6EIz
persamaan sudut-sudut ini kita peroleh

Mn-1ln + 2Mn(ln + ln+1) + Mn+1ln+1

6Anan 6An+1bn+1 6EIz(n+1 - n) (5)


ln ln+1
jika hn-1, hn, hn + 1 menyatakan ketinggian vertikal tumpuan n-1, n dan n + 1 di atas
garis referensi horisontal, kita peroleh

n = hn-1 hn ; n+1 = hn hn+1 .


ln ln+1
dengan mensubtitusi di persamaan (5), momen lentur pada tumpuan karena tidak
selaras dengan mudah dapat dihitung.

II. 3. Pembebanan

Beban-beban yang akan ditanggung oleh suatu struktur atau elemen struktur

tidak selalu dapat diramalkan dengan tepat sebelumnya. Bahkan apabila beban-

beban tersebut telah diketahui dengan baik pada salah satu lokasi tertentu,

distribusi bebannya dari elemen yang satu ke elemen yang lain pada keseluruhan

struktur biasanya masih membutuhkan asumsi dan pendekatan.

Beban hidup dan beban mati yang akan ditanggung oleh struktur berdasarkan

API RP 2A dan ISO 19902 didefinisikan sebagai berikut :

1. Beban mati 1, merupakan berat sendiri struktur meliputi berat struktur di

udara, berat peralatan dan objek lain yang ditempatkan secara permanen dan

tidak akan berubah selama kondisi operasional, gaya hidrostatik.

2. Beban mati 2, merupakan beban pada anjungan akibat peralatan dan objek

lain. Beban ini dapat berubah sesuai dengan kondisi operasional namun

bernilai konstan untuk jangka waktu yang cukup lama. Beban mati 2 meliputi

berat peralatan pengeboran dan produksi yang dapat diletakan atau

10
dipindahkan dari anjungan, berat tempat tinggal, landasan helikopter, dan

peralatan pendukung untuk hidup, peralatan menyelam dan perlengkapan lain

yang dapat diletakan atau dipindahkan dari anjungan.

3. Beban hidup 1, Beban hidup satu meliputi berat makanan dan berat fluida di

dalam pipa dan tanki. Harga nominal beban hidup diperoleh dari beban

material terberat dan kapasitas terbesar pada saat kondisi operasional.

4. Beban hidup 2, Beban hidup dua merupakan beban hidup yang diterima

struktur dalam periode waktu yang singkat pada kondisi operasional seperti

pengangkatan dengan menggunakan crane, operasi mesin, penambatan vessel

dan pendaratan helikopter. Harga nominal beban hidup dua merupakan nilai

rata rata maksimum kapasitas dari peralatan.

II. 4. Hubungan Tegangan dan Regangan

II. 4. 1. Tegangan Normal

Pengetahuan dan pengertian tentang bahan dan perilakunya jika

mendapat gaya atau beban sangat dibutuhkan di bidang teknik bangunan. Jika

suatu batang prismatik, dengan luas penampang seragam di sepanjang batang

menerima beban atau gaya searah dengan panjang batang, maka gaya tersebut

akan menimbukan tegangan atau tekanan pada penampang batang. Tegangan atau

tekanan merupakan besaran gaya per satuan luas tampang. Sehingga besar

tegangan yang dialami batang prismatik tersebut masing - masing sebesar T/A dan

P/A. Tegangan (stress) didefinisikan sebagai perbandingan antara perubahan

bentuk dan ukuran benda bergantung pada arah dan letak gaya luar yang

11
diberikan. Tegangan menunjukkan kekuatan gaya yang menyebabkan perubahan

bentuk benda. Secara matematis dituliskan:

= F/A .................................................................................... (6)

dengan:

= tegangan (Pa)

F = gaya (N)

A = luas penampang (mm2)

Satuan SI untuk tegangan adalah pascal (Pa), dengan konversi: 1 Pa = 1

N/mm2 . Tegangan normal dibedakan menjadi tiga macam, yaitu tegangan tarik,

tegangan tekan, dan tegangan geser, seperti ditunjukkan pada gambar :

Gambar 2.1. Jenis-Jenis Tegangan

II. 4. 2 Regangan

Adapun regangan (strain) didefinisikan sebagai perbandingan antara

pertambahan panjang atau pendek batang dengan ukuran mula-mula dinyatakan:

e = L / L ................................................................................. (7)

dengan:

12
e = regangan

L = pertambahan panjang (mm)

L = panjang mula-mula (mm)

Regangan merupakan ukuran mengenai seberapa jauh batang tersebut

berubah bentuk. Tegangan diberikan pada material dari arah luar, sedangkan

regangan adalah tanggapan material terhadap tegangan. Pada daerah elastis,

besarnya tegangan berbanding lurus dengan regangan. Perbandingan antara

tegangan dan regangan benda tersebut disebut modulus elastisitas atau Modulus

Young. Pengukuran modulus Young dapat dilakukan dengan menggunakan

gelombang akustik, karena kecepatan jalannya bergantung pada modulus Young.

Secara matematis dirumuskan:

E = /e ...................................................................................... (8)

E = (FL) / (A.L) .................................................................... (9)

dengan:

E = modulus Young (N/mm2)

F = gaya (N)

L = panjang mula-mula (mm)

L = pertambahan panjang/pendek (mm)

A = luas penampang (mm2)

Nilai modulus Young hanya bergantung pada jenis benda (komposisi

benda), tidak bergantung pada ukuran atau bentuk benda. Nilai modulus Young

beberapa jenis bahan dapat kalian lihat pada Tabel 2.1 Satuan SI untuk E adalah

pascal (Pa) atau N/mm2.

13
Tabel 2. 1 Modulus Young pada Material

Material Modulus Young (N/mm2)


Alumunium 70 x 109
Baja 200 x 109
Beton 20 x 109
Sumber : Safety Regulation Group CAP 437 Edition 201 2012

II. 4. 3. Tegangan Tarik (Tensile Stress)

Tegangan tarik yaitu tegangan yang timbul akibat gaya tarik. Apabila

sepasang gaya tarik aksial menarik suatu batang, dan akibatnya batang ini

cenderung menjadi meregang atau bertambah panjang. Maka gaya tarik aksial

tersebut menghasilkan tegangan tarik pada batang di suatu bidang yang terletak

tegak lurus atau normal terhadap sumbunya. Tegangan Tarik (ta) terjadi akibat

bekerjanya gaya Tarik (Fta) pada satuan luas penampang (A) struktur material,

sehingga benda mengalami perpanjangan. Rasio/Perbandingan antara

perpanjangan yang terjadi (L) terhadap panjang benda semula (L) disebut

sebagai regangan Tarik secara matematik dapat ditulis:

Rumus : tr = tegangan tarik (kg/cm2 atau kg/mm2)

Ftr
tr = ................................................................................... (10)
A

P = gaya tarik (N)

A = Luas penampang (mm2)

14
Gambar 2.2. Tegangan Tarik
II. 4. 4. Tegangan Tekan (Compressive Stress)

Jika batang gaya dikenakan pada ujung-ujung batang dalam arah menuju

ke batang, sehingga batang dalam kondisi tertekan, maka terjadi tegangan tekan,

batang, Tegangan tekan ( ) terjadi akibat kerja suatu gaya tekan (Fta) pada

satuan luas penampang (A) stuktur material, sehingga bendanya mengalami

perpendekan. Rasio/Perbandingan antara perpendekan yang erjadi (L) terhadap

panjang benda semula (L) disebut sebagai regangan tekan secara matematik

dapat ditulis :

Gambar 2.3. Tegangan Tekan

selanjutnya dapat dinyatakan dengan rumus:

Fta
te = .................................................................................... (11)
A

15
II. 4. 5. Tegangan Geser (Shear)

Jika gaya normal/tangensial merupakan gaya sejajar arah memanjang

batang, gaya geser merupakan gaya yang berarah tegak lurus dengan panjang

batang. Besaran tegangan geser dinyatakan dengan simbol () dalam satuan

(N/mm). Tegangan geser terjadi ketika aksi dari sebuah gaya geser

didistribusikan pada sebuah luas penampang melintang yang paralel (tangensial)

dengan gaya geser tersebut.

Tegangan geser () timbul akibat kerja dari dua gaya geser (S) yang

saling berlawanan arah (aksi reaksi) terhadap suatu bidang geser, pada satuan

luas bidang penampang tahanan elemem struktur (A). Sehingga bidang

penampang tersebut mengalami regangan geser searah bekerjanya gaya. Jika

besaran gaya geser (S) dikerjakan pada batang akan menimbulkan tegangan geser

(). Tegangan geser (), yaitu tegangan yang timbul akibat gaya geser atau gaya

lintang. Ciri dari gaya geser atau gaya lintang adalah melintang batang atau tegak

lurus batang.

Rumus :

P
= F . (12)

= tegangan geser (N/mm)

P = gaya geser atau gaya lintang (N)

F = Luas penampang (mm)

II. 4. 6. Tegangan Lentur (Bending Stress)

Tegangan lentur memiliki nilai terbesar di atas dan di bawah balok.

Tegangan lentur tersebut bekerja secara tegak lurus terhadap penampang

16
melintang dan berada dalam arah longitudinal dari balok. Merupakan gaya yang

bekerja pada jarak tetentu (L) dari tumpuan benda dengan arah kerja tegak lurus

sumbu benda. Sehingga mengakibatkan benda melentur/melengkung di sepanjang

sumbunya.

II. 4. 7. Tegangan Luluh (Crushing/Bearing Sterss)

Merupakan tegangan yang timbul akibat terkonsentrasi/terpusatnya gaya

tekan pada suatu daerah kontak yang sangat kecil, diantara suatu elemen struktur

yang sedang bekerja sama dalam meneruskan tegangan. Tegangan jenis ini

umumnya terjadi pada elemen/komponen struktur yang berfungsi sebagai

penyambung.

II. 4. 8. Tegangan Izin Dasar

Tegangan izin dasar (selanjutnya disebut tegangan izin) tergantung

material jenis yang digunakan. Spesifikasi tersebut bersumber pada AISC [AISC,

1978] dan API [API, RP-2A, 1989]. Untuk jenis struktur dan jenis pembebanan

yang tidak dibahas dalam spesifikasi ini, maka harus dilakukan analisa rasional

dengan faktor keamanan yang digunakan pada spesifikasi ini. Apabila tegangan

yang terjadi diakibatkan oleh gaya lateral dan gaya vertikal akibat kondisi

lingkungan, maka tegangan izin dasar di atas dapat dinaikkan dengan

sepertiganya. Ukuran struktur yang dihitung dengan kriteria tegangan izin tambah

ini harus tidak boleh lebih kecil dari yang dihitung dengan tegangan izin dasar

(tanpa kenaikan sepertiganya) apabila beban yang bekerja adalah gabungan bobot

mati dan hidup.

17
II. 4. 9. Interaction Ratio

Pemeriksaan tegangan dilakukan sebagai ukuran penilaian apakah

tegangan kombinasi yang bekerja pada profil masih berada di bawah tegangan izin

laterial yang digunakan. Perbandingan antara tegangan kerja dengan tegangan izin

material disebut stress ratio (interaction ratio).

II. 4. 10. Kurva Tegangan Regangan

Hasil-hasil pengujian biasanya tergantung pada benda uji. Oleh karena

sangat kecil kemungkinannya menggunakan struktur yang ukurannya sama

dengan ukuran benda uji, maka perlu dinyatakan hasil pengujian dalam bentuk

yang dapat diterapkan pada elemen struktur yang berukuran berapapun. Cara

sederhana untuk mencapai tujuan ini adalah dengan mengkonversikan hasil

pengujian tersebut ke tegangan dan regangan.

Setelah melakukan uji tarik atau tekan dan menentukan tegangan dan

regangan pada berbagai taraf beban, kita dapat memplot diagram tegangan dan

regangan. Diagram tegangan-regangan merupakan karakteristik dari bahan yang

diuji dan memberikan informasi penting tentang besaran mekanis dan jenis

perilaku bahan baja struktural, yang dikenal dengan baja lunak atau baja karbon

rendah. Baja struktural adalah salah satu bahan metal yang paling banyak

digunakan untuk gedung, jembatan, menara, dan jenis struktur lain. Diagram

tegangan-regangan untuk baja struktural tipikal yang mengalami tarik

diperlihatkan pada Gambar 2.9. Pada diagram terlihat garis lurus dari pusat sumbu

0 ke titik A, yang berarti bahwa hubungan antara tegangan dan regangan pada

daerah ini linier dan proporsional, dimana titik A tegangan maksimum, tidak

18
terjadi perubahan bentuk ketika beban diberikan disebut batas elastis, jadi

tegangan di A disebut limit proporsional, dan OA disebut daerah elastis.

Gambar 2. 4. Kurva Tegangan-Regangan Baja Struktural

Dengan meningkatnya tegangan hingga melewati limit proporsional,

maka regangan mulai meningkat secara lebih cepat untuk setiap pertambahan

tegangan. Dengan demikian kurva tegangan-regangan mempunyai kemiringan

yang berangsur-angsur semakin kecil sampai pada titik B kurva tersebut menjadi

horisontal. Mulai dari titik B terjadi perpanjangan yang cukup besar pada benda

uji tanpa adanya pertambahan gaya tarik (dari B ke C), fenomena ini disebut luluh

dari bahan, dan titik B disebut titik luluh. Di daerah antara B dan C, bahan

menjadi plastis sempurna, yang berarti bahwa bahan terdeformasi tanpa adanya

pertambahan beban. Sesudah mengalami regangan besar yang terjadi selama

peluluhan di daerah BC, baja mulai mengalami pengerasan regang (strain

hardening). Perpanjangan benda di daerah ini membutuhkan peningkatan beban

tarik, sehingga diagram tegangan-regangan mempunyai kemiringan positif dari C

19
ke D, dan beban pada akhirnya mencapai harga maksimum, dan tegangan di titik

D disebut tegangan ultimit. Penarikan batang lebih lanjut akan disertai dengan

pengurangan beban dan akhirnya terjadi putus/patah di suatu titik yaitu pada titik

E.

Tegangan luluh dan tegangan ultimit dari suatu bahan disebut juga

masing-masing kekuatan luluh dan kekuatan ultimit. Kekuatan adalah sebutan

umum yang merujuk pada kapasitas suatu struktur untuk menahan beban. Sebagai

contoh kekuatan luluh dari suatu balok adalah besarnya beban yang dibutuhkan

untuk terjadinya luluh di balok tersebut, dan kekuatan ultimit dari suatu rangka

batang adalah beban maksimum yang dapat dipikulnya, yaitu beban gagal. Tetapi

dalam melakukan uji tarik untuk suatu bahan, didefinisikan kapasitas pikul beban

dengan tegangan di suatu benda uji, bukannya beban total yang bekerja pada

benda uji. Karena itu, kekuatan bahan biasanya dinyatakan dalam tegangan.

II. 4. 11. Modulus Elastisitas (Modulus Young)

Teori elastisitas merupakan cabang yang penting dari fisika matematis,

yang mengkaji hubungan antara gaya, tegangan, dan regangan dalam benda

elastic. Elastisitas adalah sifat benda yang mengalami perubahan bentuk atau

deformasi secara tidak permanen. Bila suatu pejal dibebani gaya luar, benda

tersebut akan berubah bentuk/berdeformasi, sehingga timbul tegangan dan

regangan dalam. Perubahan ini tergantung pada konfigurasi geometris benda

tersebut dan pada sifat mekanis bendanya. Dalam pembahasan sifat elastic pada

benda perlu diasumsikan bahwa benda benda tersebut mempunyai sifat sifat

berikut:

20
1. Homogen artinya setiap bagian benda mempunyai kerapatan sama

2. Isotropic artinya pada setiap titik pada benda mempunyai sifatsifat fisis

yang sama ke segala arah.

Dalam teori elastisitas pebahasan dibatasi hanya pada bahan yang elastic

linier, yaitu keadaan dimana hubungan tegangan dan regangan bersifat linier, dan

perubahan bentuk serta tegangan akan hilang apabila gaya luar dihilangkan. Selain

itu, teori elastisitas menganggap bahwa bersifat homogeny dan isotropis. Dengan

demikian, sifat mekanis bahan sama segala arah. Walaupun bahanbahan

structural tidak tepat memenuhi semua anggapan ini, tapi pengujian menunjukkan

bahwa teori elastisitas memberikan hasil dengan ketepatan yang tinggi, asalkan

tegangan masih dibawah titik leleh (yield point). Teori pelat klasik yang

merumuskan dan menyelesaikan masalah pelat berdasarkan analisis matematis

yang eksak, merupakan penerangan khusus yang penting dari teori elastisitas.

Oleh karena itu, pengertian menyeluruh tentang konsep dasarnya, notasi, definisi,

dan lainnya, sangat penting.

Besarnya pertambahan panjang yang dialami oleh setiap benda ketika

meregang adalah berbeda antara satu dengan yang lainnya, tergantung dari

elastisitas bahannya, dan elastisitas yang dimiliki oleh tiap-tiap benda tergantung

dari jenis bahan apakah benda itu terbuat. Sebagai suatu contoh, sebuah karet

gelang akan lebih mudah teregang daripada besi pegas yang biasanya dipakai

untuk melatih otot dada. Sementara untuk merenggangkan sebuah besi pegas,

maka dibutuhkan ratusan kali lipat dari tenaga yang akan dikeluarkan untuk

merenggangkan sebuah karet gelang. Ketika diberi gaya tarik, karet ataupun pegas

21
akan meregang, dan mengakibatkan pertambahan panjang baik pada karet gelang

ataupun besi pegas. Besarnya pertambahan yang terjadi pada setiap keadaan

tergantung pada elastisitas bahannya dan seberapa besar gaya yang bekerja

padanya. Semakin elastis sebuah benda, maka semakin mudah benda tersebut

untuk dipanjangkan atau dipendekan. Semakin besar gaya yang bekerja pada suatu

benda, maka semakin besar pula tegangan dan regangan yang terjadi pada benda

itu, sehingga semakin besar pula pemanjangan atau pemendekan dari benda

tersebut. Jika gaya yang bekerja berupa gaya tekan, maka benda akan mengalami

pemendekan, sedangkan jika gaya yang bekerja berupa beban tarik, maka benda

akan mengalami perpanjangan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa regangan () yang terjadi pada suatu

benda berbanding lurus dengan tegangannya () dan berbanding terbalik terhadap

ke-elastisitasannya. Ini dinyatakan dengan rumus :

= / E atau = E x .................................................... (13)

rumus ini dikenal sebagai hukum Hooke.

Dalam rumus ini, (E) adalah parameter modulus elastisitas atau modulus

young. Modulus ini adalah sebuah konstanta bahan yang memiliki nilai tertentu

untuk bahan tertentu. Seperti yang diuraikan diatas, tiap bahan mempunyai

modulus elastisitas (E) tersendiri yang memberi gambaran mengenai perilaku

bahan itu bila mengalami beban tekan atau beban tarik. Bila nilai E semakin kecil,

maka akan semakin mudah bagi bahan untuk mengalami perpanjangan atau

perpendekan.

22
II. 5. Gambaran Singkat ANSYS

ANSYS merupakan program yang memiliki kemampuan untuk,

memodelkan, menghitung mensimulasikan suatu benda akibat dari dorongan

(gaya, panas, ledakan, aliran, dsb ) baik akibat dari benda model tersebut maupun

pengaruh dari luar. Secara umum program ini di peruntukan bagi profesional yang

mendalami metode elemen hingga (finite element method) yaitu suatu metode

perhitungan (numerik) dengan tujuan mendapatkan pendekatan yang sama dengan

kondisi sebenarnya dengan membagi benda ke dalam elemen-elemen kecil

(meshing).

Profesor Nakasone dan Yoshimoto dari Universitas Science Tokyo, Japan

dan Profesor Stolarski dari Universitas Brunel, United Kingdom menulis buku

tentang analisis rekayasa menggunakan software ANSYS. Buku ini diberi judul

Engineering Analysis with ANSYS Software. Kolaborasi dari beberapa ilmuan

selama 10 tahun menghasilkan karya yang sangat bagus dan dapat digunakan oleh

para peneliti maupun mahasiswa. Melalui buku ini ketika kita menyatakan

ANSYS akan tertuju pada kemampuan analisis elemen hingga struktural dari

berbagai produk yang tersedia dari ANSYS.

ANSYS yang awalnya berasal dari nama produk komersial ANSYS

Mechanical atau ANSYS Multiphysic, keduanya peralatan software analisis

elemen hingga dengan bantuan komputer yang dikembangkan oleh ANSYS Inc.

Perusahaan tersebut sebenarnya mengembangkan produk software untuk teknik

dengan bantuan komputer, akan tetapi lebih dikenal dengan produk komersial

ANSYS Mechanical & ANSYS Multiphysic. Untuk pengguna tingkat akademik

23
ANSYS Inc menyediakan versi nonkomersial ANSYS Multiphysic seperti

ANSYS University Advanced dan ANSYS University Research. ANSYS

Mechanical, ANSYS Multiphysic and variasi nonkomersialnya secara umum yang

digunakan dalam akademik adalah alat analisis yang berisi pre-processing

(pembuatan bentuk geometrik, meshing), solver dan modul post-processing dalam

satu kesatuan Graphic User Interface. Untuk informasi lebih lanjut mengenai

produk ANSYS silahkan kunjungi website : www.ansys.com.

Dalam aplikasinya ANSYS dapat dibagi menjadi dua menurut dimensinya, yaitu :
1. ANSYS Classic
ANSYS ini menyelesaikan problema dalam 2 dimensi seperti : sistem

solid dalam bidang 2 dimensi dan perpindahan panas dalam 2 dimensi.

2. ANSYS Workbench
ANSYS ini menyelesaikan problema dalam 3 dimensi seperti : sistem

solid dalam 3 dimensi dan masalah aliran fluida pada pipa dalam 3 dimensi.

24

Anda mungkin juga menyukai