Anda di halaman 1dari 20

PAHLAWAN INDONESIA YANG MENENTANG

PORTUGIS DAN BELANDA

1. Perlawanan Rakyat Nusantara terhadap Portugis

A. Aceh Melawan Portugis

Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, justru membawa
hikmah bagi Aceh. Banyak para pedagang Islam yang menyingkir dari Malaka
menuju ke Aceh. Dengan demikian perdagangan di Aceh semakin ramai. Hal ini
telah mendorong Aceh berkembang menjadi bandar dan pusat perdagangan.
Perkembangan Aceh yang begitu pesat ini dipandang oleh Portugis sebagai
ancaman, oleh karena itu, Portugis berkehendak untuk menghancurkan Aceh.
Pada tahun 1523 Portugis melancarkan serangan ke Aceh di bawah pimpinan
Henrigues, dan menyusul pada tahun 1524 dipimpin oleh de Sauza. Beberapa
serangan Portugis ini mengalami kegagalan.

Portugis terus mencari cara untuk melemahkan posisi Aceh sebagai pusat
perdagangan. Kapal-kapal Portugis selalu mengganggu kapal-kapal dagang Aceh
di manapun berada. Misalnya, pada saat kapal-kapal dagang Aceh sedang berlayar
di Laut Merah pada tahun 1524/1525 diburu oleh kapal kapal Portugis untuk
ditangkap. Sudah barang tentu tindakan Portugis telah merampas kedaulatan Aceh
yang ingin bebas dan berdaulat berdagang dengan siapa saja, mengadakan
hubungan dengan bangsa manapun atas dasar persamaan. Oleh karena itu,
tindakan kapal-kapal Potugis telah mendorong munculnya perlawanan rakyat
Aceh. Sebagai persiapan Aceh melakukan langkah-langkah antara lain:

1. Melengkapi kapal-kapal dagang Aceh dengan persenjataan, meriam dan


prajurit
2. Mendatangkan bantuan persenjataan, sejumlah tentara dan beberapa ahli
dari Turki pada tahun 1567.
3. Mendatangkan bantuan persenjataan dari Kalikut dan Jepara.

Setelah berbagai bantuan berdatangan, Aceh segera melancarkan serangan


terhadap Portugis di Malaka. Portugis harus bertahan mati-matian di Formosa/
Benteng. Portugis harus mengerahkan semua kekuatannya sehingga serangan
Aceh ini dapat digagalkan. Sebagai tindakan balasan pada tahun 1569 Portugis
balik menyerang Aceh, tetapi serangan Portugis di Aceh ini juga dapat digagalkan
oleh pasukan Aceh.

Sementara itu, Portugis mempunyai rencana terhadap Aceh sebagai berikut :

1. Menghancurkan Aceh dengan jalan mengepungnya selama 3 tahun.


2. Setiap kapal yang berlayar di selat Malaka akan disergap dan dihancurkan.
Rakyat Aceh dan para pemimpinnya selalu ingin memerangi kekuatan dan
dominasi asing, oleh karena itu, jiwa dan semangat juang untuk mengusir Portugis
dari Malaka tidak pernah padam. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda
(1607-1639), semangat juang mempertahankan tanah air dan mengusir penjajahan
asing semakin meningkat. Iskandar Muda adalah raja yang gagah berani dan
bercita-cita untuk mengenyahkan penjajahan asing, termasuk mengusir Portugis
dari Malaka. Iskandar Muda berusaha untuk melipatgandakan kekuatan
pasukannya. Angkatan lautnya diperkuat dengan kapal-kapal besar yang dapat
mengangkut 600-800 prajurit. Pasukan kavaleri dilengkapi dengan kuda-kuda dari
Persia, bahkan Aceh juga menyiapkan pasukan gajah dan milisi infanteri.
Sementara itu untuk mengamankan wilayahnya yang semakin luas meliputi
Sumatera Timur dan Sumatera Barat, ditempatkan para pengawas di jalur-jalur
perdagangan.

Para pengawas itu ditempatkan di pelabuhan-pelabuhan penting seperti di


Pariaman. Para pengawas itu umumnya terdiri para panglima perang. Setelah
mempersiapkan pasukannya, pada tahun 1629 Iskandar Muda melancarkan
serangan ke Malaka. Menghadapi serangan kali ini Portugis sempat kewalahan.
Portugis harus mengerahkan semua kekuatan tentara dan persenjataan untuk
menghadapi pasukan Iskandar Muda. Namun, serangan Aceh kali ini juga tidak
berhasil mengusir Portugis dari Malaka. Hubungan Aceh dan Portugis semakin
memburuk. Bentrokan-bentrokan antara kedua belah pihak masih sering terjadi,
tetapi Portugis tetap tidak berhasil menguasai Aceh dan begitu juga Aceh tidak
berhasil mengusir Portugis dari Malaka. Yang berhasil mengusir Portugis dari
Malaka adalah VOC pada tahun 1641.

B. Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Portugis dan VOC

Karena ulah orang-orang Portugis yang serakah, maka hubungannya dengan


Ternate yang semula baik menjadi retak. Portugis ingin memaksakan monopoli
perdagangan kepada rakyat Ternate. Tentu saja hal itu ditentang oleh rakyat
Ternate. Perlawanan terhadap kekuasaan Portugis di Ternate berkobar pada tahun
1533.

Untuk menghadapi Portugis, Sultan Ternate menyerukan agar rakyat dari Irian
sampai ke Pulau Jawa bersatu melawan Portugis. Maka berkobarlah perlawanan
umum di Maluku terhadap Portugis. rakyat Maluku bangkit melawan Portugis.
Kerajaan Ternate dan Tidore bersatu. Akibatnya Portugis terdesak. Karena merasa
terdesak, Portugis lalu mendatangkan pasukan dari Malaka, di bawah pimpinan
Antonio Galvao. Pasukan bantuan tersebut menyerbu beberapa wilayah di
kerajaan Ternate.

Rakyat Maluku di bawah pimpinan kerajaan Ternate berjuang penuh semangat


mempertahankan kemerdekaannya. Tetapi kali ini Ternate belum berhasil
mengusir Portugis. Untuk sementara Portugis dapat menguasai Maluku.

Pada tahun 1565 rakyat Ternate bangkit kembali melawan Portugis di bawah
pimpinan Sultan Hairun. Portugis hampir terdesak, tetapi kemudian melakukan
tindakan licik. Sultan Hairun diajak berunding. Untuk itu Sultan Hairun diundang
agar datang ke benteng Portugis. Dengan jiwa kesatria dan tanpa perasaan curiga
Sultan memenuhi undangan Portugis.

Setiba di benteng Portugis Sultan Hairun dibunuh. Peristiwa itu membangkitkan


kemarahan rakyat Maluku. Perlawanan umum berkobar lagi di bawah pimpinan
Sultan Baabullah, pengganti Sultan Hairun. Pada tahun 1574 benteng Portugis
dapat direbut oleh Ternate. Dengan demikian rakyat Ternate berhasil
mempertahankan kemerdekaannya dari penjajahan Portugis.

Pasukan bantuan dari Malaka di bawah pimpinan Antonio Galvao tidak hanya
menyerbu Ternate, tetapi juga Tidore. Armada Portugis mengepung pelabuhan
Tidore. Rakyat Tidore telah siap. Orang-orang Tidore mulai menembaki armada
Portugis. Pertempuran pun berkobar dengan sengitnya. Orang-orang Portugis
berhasil mendarat dan merebut kota Tidore.

Setelah kota Tidore diduduki Portugis, orang-orang Tidore pun mengadakan


penyerbuan dari laut dengan perahu kora-kora. Usaha ini juga belum berhasil.
Maka dilaksanakan serangan serempak dari darat maupun laut. Tetapi ternyata
bahwa armada Portugis lebih unggul. Oleh karena itu perlawanan rakyat Tidore
pun tidak berhasil.

2. Perlawanan Rakyat Nusantara terhadap VOC

A. Perlawanan Rakyat Aceh terhadap VOC

Usaha VOC untuk berdagang dan menguasai pelabuhan-pelabuhan penting di


Aceh tidak berhasil, karena Sultan Iskandar Muda cukup tegas. Ia selalu
mempersulit orang-orang barat untuk berdagang di wilayahnya.

Ketika itu Inggris dan Belanda minta ijin untuk berdagang di wilayah Aceh.
Sultan Iskandar Muda menegaskan bahwa ia hanya akan memberi ijin kepada
salah satu di antara keduanya dengan syarat ijin diberikan kepada yang memberi
keuntungan kepada Kerajaan Aceh.

Karena merasa kesulitan mendapatkan ijin berdagang, maka para pedagang


Inggris dan Belanda mencoba melaksanakan perdagangan Inggris dan Belanda
mencoba melaksanakan perdagangan gelap atau penyelundupan. Usaha itupun
tidak berhasil, karena armada Aceh selalu siaga menjaga setiap pelabuhan di
wilayahnya.

Pada akhir pemerintahan Sultan Iskandar uda, Aceh mulai surut. Hal itu akibat
kekalahan Perlawanan Aceh terhadap Portugis di Malaka. Oleh karena itu, Aceh
membutuhkan banyak beaya untuk membangun armadanya kembali. Maka
dengan sangat terpaksa, Aceh memberi ijin kepada VOC untuk berdagang di
wilayahnya.
Dalam pelaksanaannya, VOC tetap mengalami kesulitan. Pada tahun 1641 VOC
merebut Malaka dari tangan Portugis. Sejak itu VOC berperan penting di Selat
Malaka. Akibatnya peranan Aceh di selat tersebut makin berkurang.

B. Perlawanan Rakyat Maluku Melawan VOC

1. Pada tahun 1635 muncul perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC di


bawah pimpinan Kakiali, Kapten Hitu.
2. Pada tahun 1646 muncul perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC di
bawah pimpinan Telukabesi
3. Pada tahun 1650 muncul perlawanan di Ambon yang dipimpin oleh Saidi.
4. Pada akhir abad ke-18, muncul lagi perlawanan rakyat Maluku di bawah
pimpinan Sultan Jamaluddin
5. Tahun 1780 pasukan Patra Alammenyerang dan mengepung tempat
kediaman Sultan Nuku, namun Sultan Nuku berhasil meloloskan diri dan
menyingkir ke Halmahera
6. Menjelang akhir abad ke-18 (1797) muncullah perlawanan besar rakyat
Maluku di bawah pimpinan Sultan Nukudari Tidore
7. Perlawanan Pattimura(1817). Perlawanan Pattimura terjadi di Saparua,
yaitu sebuah kota kecil di dekat pulau Ambon.

Sebab-sebab terjadinya perlawanan terhadap Belanda adalah :

1. Rakyat Maluku menolak kehadiran Belanda karena pengalaman mereka


yang menderita dibawah VOC
2. Pemerintah Belanda menindas rakyat Maluku dengan diberlakukannya
kembali penyerahan wajib dan kerja wajib
3. Dikuasainya benteng Duursteide oleh pasukan Belanda
4. Penduduk wajib kerja paksa untuk kepentingan Belanda misalnya di
perkebunan-perkebunan dan membuat garam.
5. Penyerahan wajib berupa ikan asin, dendeng dan kopi.
6. Banyak guru dan pegawai pemerintah diberhentikan dan sekolah hanya
dibuka di kota-kota besar saja.

Tokoh Tokoh Perlawanan

1 . Kakiali. 5 . Sultan Nuku

2 . Teluka Besi 6 . Patra Alam

3 . Saidi 7 . Kapten Pattimura

4 . Sultan Jamaludin

Kronologi Terjadinya Perlawanan

tahun 1635 dipimpin Kakialidan Kapten Hitu mengobarkan


perlawanan kedudukan Belanda terancam.Gubernur Jendral van
Diemen dari Batavia datang dua kali pada tahun 1637 dan 1638.
Perlawanan rakyat Maluku berhasil dipatahkan dengan
terbunuhnya Kakiali oleh seorang pengkhianat pada tahun 1643.
Perlawanan kembali pecah yang dilakukan orang-orang Hitu dibawah
pimpinanTahun1646 perlawanan berhasil diredakan. Akibatnya banyak
orang Hitu yang diasingkan ke Batavia.
1650, perlawanan terjadi lagi diwilayah Ambon sampai Ternate.
Perlawanan dipimpin oleh Saidi. Belanda mulai terdesak dan minta
bantuan ke Batavia.Bantuan dibawah pimpinan Vlaming van
Oosthoorndatang pada bulan Juli 1655.Karena bantuan pasukan Batavia
persenjataan lebih lengkap dan canggih, pasukan rakyat
terdesak, Saidi berhasil ditangkap dan dibunuh. Perlawanan rakyat Maluku
berhasil dipatahkan. -Perlawanan kembali terjadi dibawah pimpinan Raja
Tidore , Sultan Jamaluddin. Namun pada tahun 1779 Sultan Jamaluddin
berhasil ditangkap Belanda dan dibuang ke Srilangka.
Belanda berhasil masuk lebih lebih jauh dikehidupan politik kerajaan. Hal
itu dibuktikan dengan adanya perebutan kekuasaan di kerajaan
Tidore.PenggantiSultan Jamaluddinyang seharusnya Pangeran
Nuku digantikan Patra Alam, seorang kaki tangan Belanda.Rakyat Tidore
ternyata menghendaki Pangeran Nuku yang menjadi Sultan. Perlawanan
selanjutnya terjadi seperti perang saudara antar rakyat Tidore.
Tahun 1780 pasukan Patra Alammenyerang dan mengepung tempat
kediaman Sultan Nuku, namun Sultan Nuku berhasil meloloskan diri dan
menyingkir ke Halmahera.Di Halmahera, Sultan Nuku mendirikan markas
besar untuk melawan VOC dan Patra Alam. Perlawanan selama 17 tahun
menunjukkan hasil. Sultan Nuku berhasil mengadu domba Belanda dan
Inggris yang berkuasa di Maluku Utara. Perlawanan Sultan Nuku tidak
sebatas di Maluku Utara, tetapi sampai di Papua. Sultan Nuku
bersama Panglima Zaibal Abidinberhasil merebut Tidore dari tangan
Belanda.Tahun 1805 Sultan Nuku meninggal dunia, Belanda dapat
menguasai lagi wilayah Tidore. Perlawanan Pattimura(1817).
Perlawanan Pattimura terjadi di Saparua, yaitu sebuah kota kecil di dekat
pulau Ambon. Akibat penderitaan yang panjang rakyat menetang Belanda
dibawah pimpinanThomas Matulesi atau Pattimura. Tanggal 15 Mei 1817
rakyat Maluku mulai bergerak dengan membakar perahu-perahu milik
Belanda di pelabuhan Porto. Selanjutnya rakyat menyerang penjara
Duurstede. Residen Van den Berg tewas tertembak dan benteng berhasil
dikuasai oleh rakyat Maluku. Pada bulan Oktober 1817 pasukan Belanda
dikerahkan secara besar-besaran, Belanda berhasil menangkap Pattimura
dan kawan-kawan dan pada tanggal 16 Nopember 1817 Pattimura dijatuhi
hukuman mati ditiang gantungan, dan berakhir perlawanan rakyat Maluku.

C. Perlawanan Sultan Agung

Sultan Agung adalah raja yang paling terkenal dari Kerajaan Mataram. Pada masa
pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai zaman keemasan. Cita-cita
Sultan Agung antara lain:
mempersatukan seluruh tanah Jawa,dan
mengusir kekuasaan asing dari bumi Nusantara. Terkait dengan cita-
citanya ini maka Sultan Agung sangat menentang keberadaan kekuatan
VOC di Jawa.

Oleh karena itu, Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia. Ada beberapa
alasan mengapa Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia, yakni:

tindakan monopoli yang dilakukan VOC.


VOC sering menghalang-halangi kapal-kapal dagang Mataram yang akan
berdagang ke Malaka
VOC menolak untuk mengakui kedaulatan Mataram, dan
keberadaan VOC di Batavia telah memberikan ancaman serius bagi masa
depan Pulau Jawa.

Pada tahun 1628 telah dipersiapkan pasukan dengan segenap persenjataan dan
perbekalan. Pada waktu itu yang menjadi gubernur jenderal VOC adalah J.P.
Coen. Sebagai pimpinan pasukan Mataram adalah Tumenggung Baureksa. Tepat
pada tanggal 22 Agustus 1628, pasukan Mataram di bawah pimpinan
Tumenggung Baureksa menyerang Batavia. Pasukan Mataram berusaha
membangun pos pertahanan, tetapi kompeni VOC berusaha menghalang-halangi,
sehingga pertempuran antara kedua pihak tidak dapat dihindarkan. Di tengah-
tengah berkecamuknya peperangan itu pasukan Mataram yang lain berdatangan
seperti pasukan di bawah Sura Agul-Agul yang dibantu oleh Kiai Dipati
Mandurareja dan Upa Santa. Datang pula laskar orang-orang Sunda di bawah
pimpinan Dipati Ukur. Terjadilah pertempuran sengit antara pasukan Mataram
melawan tentara VOC di berbagai tempat. Tetapi kekuatan tentara VOC dengan
senjatanya jauh lebih unggul, sehingga dapat memukul mundur semua lini
kekuatan pasukan Mataram. Tumenggung Baureksa sendiri gugur dalam
pertempuran itu. Dengan demikian serangan tentara Sultan Agung pada tahun
1628 itu belum berhasil.

Tahun 1629 pasukan Mataram diberangkatkan menuju Batavia. Sebagai pimpinan


pasukan Mataram dipercayakan kepada Tumenggung Singaranu, Kiai Dipati
Juminah, dan Dipati Purbaya. Ternyata informasi persiapan pasukan Mataram
diketahui oleh VOC. Dengan segera VOC mengirim kapal-kapal perang untuk
menghancurkan lumbung-lumbung yang dipersiapkan pasukan Mataram. Di Tegal
tentara VOC berhasil menghancurkan 200 kapal Mataram, 400 rumah penduduk
dan sebuah lumbung beras. Pasukan Mataram berhasil mengepung dan
menghancurkan Benteng Hollandia. Berikutnya pasukan Mataram mengepung
Benteng Bommel, tetapi gagal menghancurkan benteng tersebut. Pada saat
pengepungan Benteng Bommel, terpetik berita bahwa J.P. Coen meninggal.
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 21 September 1629. Dengan semangat juang
yang tinggi pasukan Mataram terus melakukan penyerangan. Dalam situasi yang
kritis ini pasukan Belanda semakin marah dan meningkatkan kekuatannya untuk
mengusir pasukan Mataram. Dengan mengandalkan persenjataan yang lebih baik
dan lengkap, akhirnya dapat menghentikan serangan-serangan pasukan Mataram.
Setelah Sultan Agung meninggal tahun 1645, Mataram menjadi semakin lemah
sehingga akhirnya berhasil dikendalikan oleh VOC. Sebagai pengganti Sultan
Agung adalah Sunan Amangkurat I. Ia memerintah pada tahun 1646 -1677.
Ternyata Raja Amangkurat I merupakan raja yang lemah dan bahkan bersahabat
dengan VOC. Raja ini juga bersifat reaksioner dengan bersikap sewenang-wenang
kepada rakyat dan kejam terhadap para ulama. Oleh karena itu, pada masa
pemerintahan Amangkurat I itu timbul berbagai perlawanan rakyat. Salah satu
perlawanan itu dipimpin oleh Trunajaya.

D. Perlawanan Banten

Perlawanan rakyat Banten terhadap VOC dibangkitkan oleh Abdul Fatah (Sultan
Ageng Tirtayasa) dan puteranya bernama Pangeran Purbaya (Sultan Haji). Sultan
Ageng Tirtayasa dengan tegas menolak segala bentuk aturan monopoli VOC dan
berusaha mengusir VOC dari Batavia. Pada tahun 1659, perlawanan rakyat
Banten mengalami kegagalan, yaitu ditandai oleh keberhasilan Belanda dalam
memaksa Sultan Ageng Tirtayasa untuk menandatangani perjanjian monopoli
perdagangan.

Pada tahun 1683, VOC menerapkan politik adu domba (devide et impera) antara
Sultan Ageng Tirtayasa dengan puteranya yang bernama Sultan Haji, sehingga
terjadilah perselisihan antara ayah dan anak, yang pada akhirnya dapat
mempersempit wilayah serta memperlemah posisi Kerajaan Banten. Sultan Haji
yang dibantu oleh VOC dapat mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa. Kemenangan
Sultan Haji atas bantuan VOC tersebut menghasilkan kompensasi dalam
penandatanganan perjanjian dengan kompeni.

Perjanjian tersebut menandakan perlawanan rakyat Banten terhadap VOC dapat


dipadamkan, bahkan Banten dapat dikuasai oleh VOC. Pertikaian keluarga di
Kerajaan Banten menunjukkan bahwa mudahnya rakyat Banten untuk diadu
domba oleh VOC.

Pada tahun 1750, terjadi perlawanan rakyat Banten terhadap Sultan Haji (yang
menjadi raja setelah menggantikan Sultan Ageng Tirtayasa), atas tindakan Sultan
Haji (rajanya) yang sewenang-wenang terhadap rakyatnya sendiri. Perlawanan
rakyat Banten ini dapat dipadamkan oleh Sultan Haji atas bantuan VOC. Sebagai
imbalan jasa, VOC diberi hak untuk memonopoli perdagangan di seluruh wilayah
Banten dan Sumatera Selatan.

E. Perlawanan GOWA

Di Sulawesi Selatan, perlawanan terhadap kolonialisme Belanda dilakukan oleh


Kerajaan Gowa dan Tallo, yang kemudian bergabung menjadi Kerajaan Makasar.
Dilihat dari letak geografisnya, letak wilayah Kerajaan Makasar sangat strategis
dan memiliki kota pelabuhan sebagai pusat perdagangan di Kawasan Indonesia
Timur.
Kerajaan Makassar, dengan didukung oleh pelaut-pelaut ulung, mencapai puncak
kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Hasanudin antara tahun 1654
1669. Pada pertengahan abad ke-17, Kerajaan Makasar menjadi pesaing berat bagi
kompeni VOC pelayaran dan perdagangan di wilayah Indonesia Timur.
Persaingan dagang tersebut terasa semakin berat untuk VOC sehingga VOC
berpura-pura ingin membangun hubungan baik dan saling menguntungkan. Upaya
VOC yang sepertinya terlihat baik ini disambut baik oleh Raja Gowa dan
kemudian VOC diizinkan berdagang secara bebas. Setelah mendapatkan
kesempatan berdagang dan mendapatkan pengaruh di Makasar, VOC mulai
menunjukkan perilaku dan niat utamanya, yaitu mulai mengajukan tuntutan
kepada Sultan Hasanuddin.

Tuntutan VOC terhadap Makasar ditentang oleh Sultan Hasanudin dalam bentuk
perlawanan dan penolakan semua bentuk isi tuntutan yang diajukan oleh VOC.
Oleh karena itu, kompeni selalu berusaha mencari jalan untuk menghancurkan
Makassar sehingga terjadilah beberapa kali pertempuran antara rakyat Makassar
melawan VOC.

Pertempuran pertama terjadi pada tahun 1633 dan pertempuran kedua terjadi pada
tahun 1654. Kedua pertempuran tersebut diawali dengan perilaku VOC yang
berusaha menghalang-halangi pedagang yang masuk maupun keluar Pelabuhan
Makasar. Dua kali upaya VOC tersebut mengalami kegagalan karena pelaut
Makasar memberikan perlawanan sengit terhadap kompeni. Pertempuran ketiga
terjadi tahun 1666 1667 dalam bentuk perang besar. Ketika VOC menyerbu
Makasar, pasukan kompeni dibantu oleh pasukan Raja Bone (Aru Palaka) dan
Pasukan Kapten Yonker dari Ambon. Pasukan angkatan laut VOC, yang dipimpin
oleh Speelman, menyerang pelabuhan Makasar dari laut, sedangkan pasukan Aru
Palaka mendarat di Bonthain dan berhasil mendorong suku Bugis agar melakukan
pemberontakan terhadap Sultan Hasanudin serta melakukan penyerbuan ke
Makasar.

Peperangan berlangsung seru dan cukup lama, tetapi pada saat itu Kota Makassar
masih dapat dipertahankan oleh Sultan Hasanudin. Pada akhir kesempatan itu,
Sultan Hasanudin terdesak dan dipaksa untuk menandatangani perjanjian
perdamaian di Desa Bongaya pada tahun 1667.

Perlawanan rakyat Makasar akhirnya mengalami kegagalan. Salah satu faktor


penyebab kegagalan rakyat Makasar adalah keberhasilan politik adu domba
Belanda terhadap Sultan Hasanudin dengan Aru Palaka. Perlawanan rakyat
Makasar selanjutnya dilakukan dalam bentuk lain, seperti membantu Trunojoyo
dan rakyat Banten setiap melakukan perlawanan terhadap VOC.

F. Perlawanan Rakyat Riau

Ambisi untuk melakukan monopoli perdagangan dan menguasai berbagai daerah


di Nusantara terus dilakukan oleh VOC. Di samping menguasai berbagai daerah
di Nusantara terus dilakukan oleh VOC. Dengan politik memecah belah VOC
mulai berhasil menanamkan pengaruhnya di Riau. Kerajaan-kerajaan kecil seperti
Siak, Indragiri, Rokan, dan Kampar semakin terdesak oleh pemaksaan monopoli
dan tindakan sewenang-wenang dari VOC. Oleh karena itu, beberapa kerajaan
mulai melancarkan perlawanan.

Raja Siak sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1723-1744) memimpin rakyatnya
untuk melawan VOC. Setelah berhasil merebut Jolor kemudian ia membuat
benteng pertahanan di pulau Bintan. Dari pertahanan di Pulau Bintan ini pasukan
Sultan Abdul Jalil mengirim pasukan di bawah Komando Raja Lela Muda untuk
menyerang Malaka

Dalam suasana konfrontasi dengan VOC itu, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syeh
wafat. Sebagai gantinya diangkatlah puteranya yang bernama Muhammad Abdul
Jalil Muzafar Syah (1746-1760). Raja ini juga memiliki naluri seperti
ayahandanya yang ingin selalu memerangi VOC di Malaka dan sebagai komandan
perangnya adalah Raja Indra Pahlawan.

Dalam suasana konfrontasi dengan VOC itu, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah
wafat. Sebagai gantinya diangkatlah puteranya yang bernama Muhammad Abdul
Jalil Muzafar Syah (1746-1760). Raja ini juga memiliki naluri seperti
ayahandanya yang ingin selalu memerangi VOC di Malaka dan sebagai komandan
perangnya adalah Raja Indra Pahlawan. Tahun 1751 berkobar perang melawan
VOC. Sebagai strategi menghadapi serangan Raja Siak, VOC berusaha memutus
jalur perdagangan menuju siak. VOC mendirikan benteng pertahanan di sepanjang
jalur yang menghubungkan Sungai Idragiri, Kampar, sampai pulau Guntung yang
berada di Muara Sungai Siak.

Sultan Siak bersama para panglima dan penasihat mengatur siasat baru.
Disepakati bahwa VOC harus dilawan dengan tipu daya. Sultan diminta berpura-
pura berdamai dengan cara memberikan hadiah kepada Belanda. Oleh Karena itu,
siasat ini dikenal dengan siasat hadiah sultan. VOC setuju dengan ajakan damai
ini. Perundingan damai diadakan di loji di Pulau Guntung.

G. Pemberontakkan Orang Orang Cina

Sejak abad ke-5 orang-orang Cina sudah mengadakan hubungan dagang ke Jawa
dan jumlahnya pun semakin banyak. Pada masa perkembangan kerajaan-kerajaan
Hindu-Budha dan Islam banyak pedagang Cina yang tinggal di daerah pesisir,
bahkan tidak sedikit yang menikah dengan penduduk Jawa. Begitu juga pada
masa pemerintahan VOC di Batavia, banyak orang Cina yang datang ke Jawa.
VOC memang sengaja mendatangkan orang-orang Cina dari Tiongkok. Dalam
rangka mendukung kemajuan perekonomian di Jawa. Orang-orang Cina yang
datang ke Jawa tidak semua yang memiliki modal. Banyak diantara mereka
termasuk golongan miskin. Mereka kemudian menjadi pengemis bahkan ada yang
menjadi pencuri.

Untuk membatasi kedatangan orang-orang Cina ke Batavia, VOC mengeluarkan


ketentuan bahwa setiap orang Cina yang tinggal di Batavia harus memiliki surat
izin bermukim yang disebutpermissiebriefjes atau masyarakat sering menyebut
dengan surat pas. Apabila tidak memiliki surat izin, maka akan ditangkap dan
dibuang ke Sailon (sri lanka) untuk dipekerjakan di kebun-kebun pala milik VOC
atau akan dikembalikan ke Cina.

Pada suatu ketika tahun 1740 terjadi kebakaran di Batavia. VOC menafsirkan
peristiwa ini sebagai gerakan orang-orang Cina yang akan melakukan
pemberontakan. Oleh karena itu, para serdadu VOC mulai bereaksi dengan
melakukan sweeping memasuki rumah-rumah orang cina dan kemudian
melakukan pembunuhan terhadap orang-orang Cina yang ditemukan di setiap
rumah. Sementara yang berhasil meloloskan diri dan melakukan perlawanan di
berbagai daerah, misalnya di Jawa Tengah. Salah satu tokohnya yang terkenal
adalah Oey Panko atau kemudian dikenal dengan sebutan Khe Panjang, kemudian
di Jawa menjadi Ki sapanjang. Nama ini dikaitkan dengan perannya dalam
memimpin perlawanan di sepanjang pesisir Jawa.

Perlawanan dan kekacauan yang dilakukan orang-orang Cina itu kemudian meluas
di berbagai tempat terutama di daerah pesisir Jawa. Perlawanan orang-orang Cina
ini mendapatkan bantuan dan dukungan dari para buapati di pesisir. Bahka yang
menarik atas desakan para pangeran, Raja Pakubuwana II juga ikut mendukung
pemberontakan orang-orang Cina tersebut. Pada tahun 1741 benteng VOC di
Kartasura dapat diserang sehingga pemberontakan orang-orang Cina satu demi
satu dapat dipadamkan. Pada kondisi yang demikian ini Pakubuwana II mulai
bimbang dan akhirnya melakukan perundingan damai dengan VOC.

H. Perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said

Perlawanan terhadap VOC kembali terjadi di Jawa, kali ini dipimpin oleh
bangsawan kerajaan yakni pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said.
Perlawanan berlangsung sekitar 20 tahun.

Raden Mas Said adalah putera dari Raden Mas Riya yang bergelar Adipati Arya
Mangkunegara dengan Raden Ayu Wulan putri dari Adipati Blitar. Pada usia 14
tahun Raden Mas said sudah diangkat sebagai gandek kraton (pegawai rendahan
di Istana) dan diberi gelar R.M.Ng. Suryokusumo. Karena merasa sudah
berpengalaman, Raden Mas said kemudian mengajukan permohonan untuk
mendapatkan kenaikan pangkat. Akibat permohonan ini Mas Said justru mendapat
cercaan dan hinaan dari keluarga kepatihan, bahkan dikait-kaitkan dengan
tuduhan ikut membantu pemberontakan orang-orang Cina yang sedang
berlangsung. Mas said pergi menuju Nglaroh untuk memulai perlawanan. Oleh
karena pengikutnya mas said diangkat sebagai raja baru dengan gelar Pangeran
Adipati Anom Hamengku Negara Senopati Sudibyaning Prang. Hingga kini
sebutan Mas Said yang dikenal masyarakat yakni Pangeran Sambernyawa. Pada
tahun 1745 Pakubuwana II mengumumkan barang siapa yang dapat memadamkan
perlawanan Mas Said akan diberi hadiah sebidang tanah di Sukowati (di wilayah
sragen sekarang). Mas Said tidak menghiraukan apa yang dilakukan Pakubuwana
II di istana, ia terus melancarkan perlawanan kepada kerajaan maupun VOC.
Mendengar adanya sayembara berhadiah itu, Pangeran Mangkubumi ingin
mencoba sekaligus menkar seberapa jauh komitmen dan kejujuran Pakubuwana
II. Pangeran Mangkubumi adalah adik dari Pakubuwana II. Pangeran
Mangkubumi dan para pengikutnya berhasil memadamkan perlawanan Mas Said.
Ternyata Pakubuwana II ingkar janji. Pakubuwana II kehilangan nilai dan
komitmennya sebagai raja yang berpegang pada tradisi, sabda pandhita ratu
datan kena wola-wali(perkataan raja tidak boleh ingkar). Karena bujukan Patih
Pringgalaya, Pakubuwana II tidak meberikan tanah Sukowati kepada Pangeran
Mangkubumi. Terjadilah pertentangan antara Raja Pakubuwana II yang didukung
Patih Pringgalaya di satu pihak dengan Pangeran Mangkubumi di pihak lain.
Dalam suasana konflik ini tiba-tiba dalam pertemuan terbuka di istana itu
Gubernur Jenderal Van Imhoff mengeluarkan kata-kata yang menghina dan
menuduh Pangeran Mangkubumi terlalu ambisi mencari kekuasaan. Hal inilah
yang sangat mengecewakan Pangeran Mangkubumi, pejabat VOC secara lansung
telah mencampuri urusan pemerintahan kerajaan. Pangeran Mangkubumi segera
meninggalkan istana. Tidak ada pilihan lain kecuali angkat senjata untuk melawan
VOC yang telah semena-mena ikut campur tangan pemerintahan kerajaan. Hal ini
sekaligus untuk memperingatkan saudara tuanya Pakubuwana II agar tidak mau
didikte oleh VOC.

Perjanjian itu berisi pasal-pasal antara lain :

(1). Susuhunan Pakubuwana II menyerahkan Kerajaan Mataram baik secara de


facto maupun de jure kepada VOC.

(2). Hanya keturunan Pakubuwana II yang berhak naik tahta, dan akan dinobatkan
oleh VOC menjadi raja Mataram dengan tanah Mataram sebagai pinjaman dari
VOC.

(3). Putera mahkota akan segera dinobatkan. Sembilan hari setelah


penandatanganan perjanjian itu Pakubuwana II wafat. Tanggal 15 Desember 1749
Baron van Hohendorff mengumumkan pengangkatan putera mahkota sebagai
Susuhunan Pakubuwana III.

Perjanjian tersebut merupakan sebuah trgaedi karena Kerajaan Mataram yang


pernah Berjaya di masa Sultan Agung harus menyerahkan kedaulatan atas seluruh
wilayah kerajaan kepada pihak asing. Hal ini semakin membuat kekecewaan
Pangeran Mangkubumi dan Mas Said, sehingga keduanya harus meningkatkan
perlawanannya terhadap kezaliman VOC.

Perlawanan Pangeran Mangkubumi berakhir setelah tercapai Perjanjian Giyanti


pada tanggal 15 Februari 1755. Isi pokok perjanjian Giyanti : bahwa Mataram
dibagi dua. Wilayah bagian barat (daerah Istimewa Yogyakarta) diberikan kepada
Pangeran Mnagkubumi dna berkuasa sebagai sultan dengan sebutan Sri Sultan
Hamengkubuwana I, sedang bagian timur (daerah Surakarta) tetap diperintah oleh
Pakubuwana III. Sementara perlawanan Mas Said berakhir setelah tercapai
Perjanjian salatiga pada tanggal 17 Maret 1757 yang isinya Mas said diangkat
sebagai penguasa di sebagian wilayah Surakarta dengan gelar Pangeran Adipati
Arya Mangkunegara I

Berikut ini Pahlawan Indonesia Berperang Langsung dengan Penjajah


Belanda:
1.Cut Nyak Dhien

Salah satu pahlawan perempuan yang terkenal melawan penjajahan


Belanda ialah Cut nyak dhien. Walaupun seorang perempuan cut nyak
dhien tidak gentar menghadapi pasukan belanda. Dia bahu membahu
bersama pasukan lainnya di aceh melawan penjajahan Belanda.

2.Pangeran Antasari

Salah satu perjuangan melawan belanda pangeran Antasari. Di daerah


Banjar pangeran antasari terkenal karena dengan kegigihannya melawan
pasukan belanda. Bersama pengikut dan pasukannya pangeran Antasari
terus melakukan perlawanan dengan pasukan belanda hingga akhir
hayatnya.

3.Pangeran di Ponegoro.

Pangeran di ponegoro terkenal karena seorang pemuka agama di


masanya. Pangeran diponegoro juga meerupakan seorang penunggang
kuda. Dia tidak pernah kenal lelah saat menghadapai pasukan belanda.
Bersama ratusan pengikut dan pasukannya serta di bantu oleh anak laki-
laki, pangeran diponegoro terus melakukan perlawanan walau akhirnya di
tangkap belanda dan wafat saat sedang di penjara.

4.Pattimura

Pahlawan nasional dari Maluku yaitu pahlawan yang terkenal dengan


gagahnya melawan penjajahan belanda. Dengan julukan sang kapitan
pattimura, dia mampu memberikan kobaran semangat bagi orang lain.
Perjuangan Pattimura yang juga seorang muslim ini sangat besar
walaupun dia digantung pihak belanda.

5.Teuku Umar

Teuku umar salah satu pahlawan nasional dari aceh. Pahlawan yang
terkenal dengan gaya topi khasnya ini di segani belanda karena
kegigihannya dalam bertempur. Kini nama teuku umar banyak di abadikan
sebagai nama jalan dan juga mesjid.

6.Cut Nyak Meutia

Perlawanan penjajahan di aceh tidak serta merta di lakukan oleh satu


orang perempuan seperti cut nyak dhien. Cut Meutia merupkan
reinkarnasi kaum perempuan aceh lainnya yang berani melawan agresi
militer belanda di aceh.
7.Tgk Chik di Tiro

Tgku Chik di Tiro terkenal dengan sebutan lain yaitu tgku chik di tiro
Muhammad saman. Pada 1881-1891 pasukan chik di tiro berhasil
membuat belanda pusing, dengan pergantian gubernur belanda sebanyak
4 kali dalam 10 tahun. Bersama pasukannya tgk chik di tiro mengobarkan
semangat perang sabil saat melawan pasukan belanda. Hal ini sama yang
di lakukan oleh pangeran diponegoro.

8.Teuku Nyak Arief

Walaupun meninggal dalam usia yang masih muda Teuku nyak arief di
kenal kegigihannya melawan penjajahan belanda sampai belanda di
gantikan oleh penjajahan jepang.
9.Sisingamaraja XII

Sisingamaraja XII merupakan salah satu raja yang berasal dari toba
sumatera utara. Dia terkenal melawan penjajahan belanda, bersama
sama pasukannya hingga akhir hayat.

10.Tuanku Imam Bonjol

Perang padri pada tahun 1803 1838 di pimpin okeh tuanku imam bonjol.
Imam bonjol merupakan salah satu ulama yang melawan penjajahan
belanda. Tuanku imam bonjol tidak pernah gentar sama sekali melakukan
perlawanan terhadap belanda sampai akhir hayatnya.
11.Martha Christina Tiahahu

Salah satu perlawanan yang di pimpin seorang perempuan yaitu Martha


tiahahu bersama sama ayah nya dia ikut perang melawan belanda saat
perang pattimura. Gadis belia ini akhirnya meninggal dalam usia sangat
muda yaitu 18 tahun. Kini namanya di ingat sebagai gadis pemberani yang
melawan penjajahan belanda.

12.Sultan Mahmud Badaruddin II

Sultan Mahmud badaruddin II yang bernama asli Raden Hasan Pangeran


Ratu. Dan mendapat julukan setelah menggantikan ayahnya sebagai
pemimpin kesultanan Palembang-darussalam. Dalam masa
pemerintahannya, ia beberapa kali memimpin pertempuran melawan
inggris dan belanda, di antaranya yang disebut perang menteng. Pada
tangga 14 Juli 1821, ketika Belanda berhasil menguasai Palembang,
Sultan Mahmud Badaruddin II dan keluarga ditangkap dan diasingkan ke
Ternate

13.Sultan Hasanuddin

Terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang


Karaeng Bonto Mangepe begitu nama sultan hasanuddin yang
merupakan sultan dari gowa dan raja ke 16. Sultan hasanuddin terkenal
gigih melawan belanda saat pertama kali belanda menjajah Indonesia.
meninggal di usia sangat muda yaitu 39 tahun sultan hasanuddin di kenal
sebagai pahlawan sampai sekarang

14.Sultan Iskandar Muda


Tempo silam pada tahun 1500 aceh menjadi salah satu kerajaan yang
sulit untuk di taklukkan. Keberadaan kerajaan aceh yang merupakan pintu
jalur masuknya asing ke Indonesia di jaga ketat oleh pasukan aceh. Pada
saat itu pasukan romawi pernah menolak menyerang kerajaan aceh
karena pasukannya yang gigih dan berani melawan penjajahan. Di bawah
sultan iskandar muda aceh menjadi kerajaan yang di segani oleh banyak
kerajaan lain di dunia.

Anda mungkin juga menyukai