Anda di halaman 1dari 44

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah salah satu Low Back Pain yang diakibatkan
proses degeneratif yang banyak ditemukan di masyarakat. Prevalensinya berkisar antara 1-
2% dari populasi. Laki-laki dan wanita memiliki resiko yang sama dalam mengalami HNP,
dengan awitan paling sering antara usia 30 dan 50 tahun. HNP merupakan penyebab paling
umum kecacatan akibat kerja pada mereka yang berusia di bawah 45 tahun. Nyeri pinggang
yang diderita pasien usia kurang dari 55 atau 60 tahun adalah disebabkan oleh HNP,
sedangkan yang berusia lebih tua nyeri pinggang disebabkan oleh osteoporosis, fraktur
kompresi, dan fraktur patologis. Angka kunjungan pasien yang menderita HNP di LAKESLA
pada tahun 2014 sebanyak 294 jiwa sedangkan pada tahun 2015 meningkat yaitu sebanyak
376 jiwa.
HNP lumbalis paling sering (90%) mengenai diskus intervertebralis L5-S1 dan L4-L5,
sedangkan 10% sisanya terjadi didaerah L3-L4. Pasien HNP lumbal seringkali mengeluh rasa
nyeri menjadi bertambah pada saat melakukan aktivitas seperti duduk lama, membungkuk,
mengangkat benda yang berat, juga pada saat batuk, bersin dan mengejan. Biasanya nyeri
belakang punggung oleh karena HNP akan membaik dalam waktu kira-kira 6 minggu.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan hiperbarik pada pasien dengan diagnosa medis Hernia
Nukleus Pulposus (HNP)?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami dan melakukan asuhan keperawatan hiperbarik pada pasien
dengan diagnosa medis Hernia Nukleus Pulposus (HNP)

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan hiperbarik pada pasien dengan
diagnosa medis Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan hiperbarik pada pasien dengan
diagnosa medis Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
2

3. Mahasiswa mampu menyusun intervensi keperawatan hiperbarik pada pasien dengan


diagnosa medis Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
4. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan hiperbarik pada pasien
dengan diagnosa medis Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
5. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan hiperbarik pada pasien dengan
diagnosa medis Hernia Nukleus Pulposus (HNP)

1.4 Manfaat
1. Mahasiswa mendapatkan ilmu tentang asuhan keperawatan hiperbarik pada pasien
dengan Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
2. Pasien mendapatkan asuhan keperawatan hiperbarik selama mengikuti terapi HBO
dengan baik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit


2.1.1 Anatomi Fisiologi
Anatomi tulang belakang perlu diketahui agar dapat ditentukan elemen yangterganggu
pada timbulnya keluhan nyeri punggung bawah.
Columna vertebralis adalah pilar utama tubuh. Merupakan struktur fleksibel yang
dibentuk oleh tulang-tulang tak beraturan, disebut vertebrae. Vertebrae dikelompokkan
sebagai berikut :
3

1. Servikal (7)
2. Torakal (12)
3. Lumbal (5)
4. Sakral (5, menyatu membentuk sacrum)
5. Koksigeal (4, 3 yang bawah biasanya menyatu)

Gambar 2.1 anatomi vertebra


Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar terbagi atas 2
bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus intervertebralis (sebagai
artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale anterior dan posterior. Sedangkan
bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta prosesus tranversus
dan spinosus yang menjadi tempat otot penyokong dan pelindung kolumna vertebrale. Bagian
posterior vertebrae antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (fascet joint).
4

Gambar 2.2 lumbar vertebra

Gambar 2.3 lumbar dan sakrum


Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan tulang
rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae yang dihubungkan
satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus invertebralis dan diperkuat oleh
ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum longitudinalis posterior.
Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna vertebralis. Diskus ini
paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana banyak terjadi gerakan columna
vertebralis, dan berfungsi sebagai sendi dan shock absorber agar kolumna vertebralis tidak
cedera bila terjadi trauma.
5

Gambar 2.4 invertebrata disk


Discus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin CartilagePlate),
nukleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah cair dari nukleuspulposus,
memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat mengjungkit kedepan dan kebelakang
diatas yang lain, seperti pada flexi dan ekstensi columna vertebralis.Diskus intervertebralis,
baik anulus fibrosus maupun nukleus pulposusnya adalah bangunan yang tidak peka nyeri.

Stabilitas vertebrae tergantung pada integritas korpus vertebra dan


diskusintervertebralis serta dua jenis jaringan penyokong yaitu ligamentum (pasif) dan
otot(aktif). Untuk menahan beban yang besar terhadap kolumna vertebrale ini stabilitasdaerah
pinggang sangat bergantung pada gerak kontraksi volunter dan refleks otot-otot sakrospinalis,
abdominal, gluteus maksimus, dan hamstring.

2.1.2 Definisi
Herniasi nukleus pulposus (HNP) adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh
penonjolan nukleus pulposus dari diskus kedalam anulus (cincin fibrosa disekitar diskus),
6

yang disertai dekompresi dari akar syaraf. Herniasi dapat terjadi di lumbal, lumbosakral,
regioskapula, regio servikal, dan dua kolumna vertebralis. (Fransisca, 2008)
Diskus vertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan
diantara vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu kapsul.
Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan
rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddart,2002)
Hernia Nukleus Pulposus bisa ke korpus vertebra atas atau bawahnya, bisa juga
langsung ke kanalis vertebralis (piguna Sidharta, 1996). Herniasi diskus intervetrebralis,
merupakan penyakit dimana bagian nukleus yang terbuat dari material berbentuk gel dalam
spinal cord keluar dari anulus atau bagian yang melindunginya sehingga terjadi penekanan
atau penyempitan pada syaraf spinal dan mengakibatkan nyeri (Nettina & Mills, 2006). Nama
lain dari HNP yaitu Herniated Nucleus Pulposus (HNP), herniated Intervertebral Disk (HID)
dan Degenerative discdiseasedan penyakit ini merupakan nyeri punggung yang paling sering
(Smeltzer, Bare, Hinkle & Cheever, 2007)
HNP adalah pembengkakan atau penonjolan dari anulus atau mungkin herniasi melalui
anulus ke tulang belakang. Hal ini biasanya terjadi dilokasi posterolateral dari disk
invertebralis dan antara ruang C5-C6 dan C6-C7.(Smeltzer&Suzanne, 2002)

Gambar 2.5 HNP

2.1.3 Faktor Resiko


1. Faktor risiko yang tidak dapat dirubah :
a. Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi
7

b. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita


c. Riawayat cedera punggung atau HNP sebelumnya
2. Faktor risiko yang dapat dirubah :
a. Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik barang-
barang berat, sering membungkuk atau gerakan memutar pada punggung, latihan fisik
yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti supir.
b. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih, latihan yang
berat dalam jangka waktu yang lama.
c. Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus untuk
menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
d. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat menyebabkan
strain pada punggung bawah.
e. Batuk lama dan berulang

2.1.4 Klasifikasi
Macnabs Classification membagi HNP berdasarkan pemeriksaan MRI menjadi :
1. Bulging Disc, suatu penonjolan atau konveksitas dari diskus melewati batas diskus tetapi
anulus tetap intak.
2. Proalapsed Disc, suatu penonjolan dari diskus melalui annulus fibrosus yang mengalami
robekan yang tidak komplit.
3. Extruded Disc, suatu penonjolan dari diskus melalui annulus fibrosus yang mengalami
robekan komplit, dan nucleus pulposus mendesak ligamentum longitudinalis posterior.
4. Sequesteres Disc, sebagian dari nucleus pulposus keluar melalui annulus fibrosus yang
telah robek, kehilangan kontinuitas dengan nucleuos pulposus yang berada didalam
diskus dan telah berada dalam kanal.

Menurut lokasi penonjolan Nucleous Pulposus, terdapat 3 tipe :


1. Central, tidak selalu didapatkan gejala radikular. Dapat menimbulkan gangguan pada
banyak akar saraf bila mengenai cauda equina atau nielopati apabila mengenai medula
spinalis.
2. Posterolateral, pada umunya terjadi pada vertebra lumbalis sehubungan dengan
menipisnya ligamentum longitudalis posterior pada daerah tersebut, misal HNP vertebra
L4-L5 akan menimbulkan iritasi pada akar saraf L5.
3. Far-laterall foraminal, tidak selalu didapatkan gejala nyeri punggung bawah. Mengenai
akar saraf yang terekat, misal HNP vertebra L4-L5 akan mengenai akar saraf L4.

Berdasarkan lesi terkenanya terbagi atas :


1. Hernia Lumbosacralis
Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian luka pada posisi
fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non trauma adalah kejadian
yang berulang. Proses penyusutan nucleus pulposus pada ligamentum longitudinal
8

posterior dan annulus fibrosus dapat diam di tempat atau ditunjukkan atau
dimanifestasikan dengan ringan, penyakit lumbal yang sering kambuh. Bersin, gerakan
tiba-tiba, biasa dapat menyebabkan nucleus pulposus prolaps, mendorong ujungnya atau
jumbainya dan melemahkan anulus posterior. Pada kasus berat penyakit sendi, nucleus
menonjol keluar sampai anulus atau menjadi extruded dan melintang sebagai potongan
bebas pada canalis vertebralis. Lebih sering, fragmen dari nucleus pulposus menonjol
sampai pada celah anulus, biasanya terjadi pada satu sisi atau lainnya (kadang-kadang
ditengah), dimana mereka mengenai sebuah serabut atau beberapa serabut saraf.
Tonjolan yang besar dapat menekan serabut-serabut saraf melawan apophysis artikuler.
2. Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan kolumma
vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal menghilang. Otot-
otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun atau menghilang. Hernia
ini melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5 dan C6 dan diikuti C4 dan C5 atau
C6 dan C7. Hernia ini menonjol keluar posterolateral mengakibatkan tekanan pada
pangkal syaraf. Hal ini menghasilkan nyeri radikal yang mana selalu diawali dengan
beberapa gejala dan mengacu pada kerusakan kulit.
3. Hernia Thorakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu beradadigaris tengah hernia. Gejala-gejalannya terdiri
dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia dapat menyebabkan
melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat kejang paraparese, kadang-kadang
serangannya mendadak dengan paraparese.

2.1.5 Etiologi
Hernia nukleus pulposus dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut
1. Degenerasi diskus intervertebralis
2. Trauma minor pada pasien tua dengan degenerasi
3. Trauma berat atau terjatuh
4. Mengangkat atau menarik benda berat

2.1.6 Patofisiologi
Melengkungnya punggung ke depan akan menyebabkan menyempitnya atau
merapatnya tulang belakang bagian depan, sedangkan bagian belakang merenggang,
sehingga nucleus pulposus akan terdorong ke belakang.
Prolapsus discus intervertebralis, hanya yang terdorong ke belakang yang
menimbulkan nyeri, sebab pada bagian belakang vertebra terdapat serabut saraf spinal serta
akarnya, dan apabila tertekan oleh prolapsus discus intervertebralis akan menyebabkan nyeri
9

yang hebat pada bagian pinggang, bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan anggota bagian
bawah
Herniasi atau ruptur dari discus intervertebra adalah protrusi nucleus pulposus bersama
beberapa bagian anulus ke dalam kanalis spinalis atau foramen intervertebralis. Karena
ligamentum longitudinalis anterior jauh lebih kuat daripada ligamentum longitudinalis
posterior, maka herniasi diskus hampir selalu terjadi ke arah posterior atau posterolateral.
Herniasi tersebut biasanya menggelembung berupa massa padat dan tetap menyatu dengan
badan diskus, walaupun fragmen-fragmennya kadang dapat menekan keluar menembus
ligamentum longitudinalis posterior dan masuk lalu berada bebas ke dalam kanalis spinalis.
Perubahan morfologik pertama yang terjadi pada diskus adalah memisahnya lempeng tulang
rawan dari korpus vertebra di dekatnya.
Pada tahap pertama sobeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial. Karena
adanya gaya traurnatik yang berulang, sobekan itu menjadi lebih besar dan timbul sobekan
radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP hanya menunggu waktu dan bisa terjadi
pada trauma berikutnya. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya traumatik ketika
hendak menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat benda berat, dan sebagainya.
Menjebolnya (herniasi) nukleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang
di atas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertebralis.Sobekan
sirkumferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan
terbentuknya nodus Schmorl atau merupakan kelainan yang mendasari low back pain
subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal
sebagai iskhialgia atau siatika. Menjebolnya nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti
bahwa nucleus pulposus menekan radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis yang
berada dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan berada di sisi lateral. Tidak akan
ada radiks yang terkena jika tempat herniasinya berada di tengah. Pada tingkat L2, dan terus
ke bawah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi yang berada di garis tengah tidak
akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi HNP, sisa diskus
intervertebral ini mengalami lisis, sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa
ganjalan.
10

Kemampuan menahan air dari nucleus pulposus berkurang secara progresif dengan
bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan degenerasi yang ditandai dengan
penurunan vaskularisasi kedalam diskus disertai berkurangnya kadar air dalam nucleus
sehingga diskus mengkerut dan menjadi kurang elastis.

Sela intervertebra lumbal L4-L5 dan L5-S1 adalah yang paling sering terkena, terutama
L5-S1. Sedangkan L3-L4 merupakan urutan berikutnya. Ruptur diskus lumbal yang lebih
11

tinggi jarang dan hampir selalu akibat trauma masif. Karena hubungan anatomis pada
vertebra lumbal, protrusi diskus biasanya menekan radiks saraf yang muncul satu vertebra di
bawahnya. Jika terdapat fragmen diskus bebas, biasanya mengenai radiks yang muncul di
atas diskus yang mengalami herniasi.

Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena:


1. Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang berat, yaitu menyangga
berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga oleh sendi L5-S1.
2. Mobilitas daerah lumabal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat tinggi.
Diperkirakan hampir 57% aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh dilakukan pada sendi L5-
S1.
3. Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena ligamentum longitudinal
posterior hanya separuh menutupi permukaan posterior diskus. Arah herniasi yang paling
sering adalah postero lateral.

Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami hialisasi yang membantu perubahan
yang mengakibatkan herniasi nucleus pulpolus melalui anulus dengan menekan akarakar
saraf spinal. Pada umumnya herniassi paling besar kemungkinan terjadi di bagian koluma
yang lebih banyak bergerak (Perbatasan Lumbo Sakralis dan Servikotoralis).
Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara VL 4 sampai L 5, atau L5 sampai
S1. Arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena radiks saraf pada daerah
lumbal miring kebawah sewaktu berjalan keluar melalui foramena neuralis, maka herniasi
discus antara L 5 dan S 1.
Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan kadar
protein yang berdampak pada peningkatan kadar cairan sehingga tekanan intra distal
meningkat, menyebabkan ruptur pada anulus dengan stres yang relatif kecil (Partono Muki,
2009; Sylvia,1991).
Sedang M. Istiadi (1986) mengatakan adanya trauma baik secara langsung atau tidak
langsung pada diskus intervertebralis akan menyebabkan komprensi hebat dan herniasi
nucleus pulposus (HNP). Nukleus yang tertekan hebat akan mencari jalan keluar, dan
melalui robekan anulus tebrosus mendorong ligamentum longitudinal maka terjadilah
herniasi.
Protrusi atau ruptur nucleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif
yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan
kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus
melemahkan pertahanan pada herniasi nucleus. Setelah trauma (jatuh, kecelakaan, dan stress
minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cidera.
12

2.1.7 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis yang timbul tergantung lokasi lumbal yang terkena. HNP dapat
terjadi kesegala arah, tetapi kenyataannya lebih sering hanya pada 2 arah, yang pertama ke
arah postero-lateral yang menyebabkan nyeri pinggang, sciatica, dan gejala dan tanda-tanda
sesuai dengan radiks dan saraf mana yang terkena. Berikutnya ke arah postero-sentral
menyebabkan nyeri pinggang dan sindroma kauda equina.
Gejala klinis yang paling sering adalah iskhialgia (nyeri radikuler sepanjang perjalanan
nervus iskhiadikus). Nyeri biasanya bersifat tajam seperti terbakar dan berdenyut menjalar
sampai di bawah lutut. Bila saraf sensorik yang besar (A beta) terkena akan timbul gejala
kesemutan atau rasa tebal sesuai dengan dermatomnya.
Gejala yang sering ditimbulkan akibat ischialgia adalah:
a. Nyeri punggung bawah.
b. Nyeri daerah bokong.
c. Rasa kaku atau tertarik pada punggung bawah.
d. Nyeri yang menjalar atau seperti rasa kesetrum dan dapat disertai baal, yang dirasakan
dari bokong menjalar ke daerah paha, betis bahkan sampai kaki, tergantung bagian saraf
mana yang terjepit.
e. Rasa nyeri sering ditimbulkan setelah melakukan aktifitas yang berlebihan, terutama
banyak membungkukkan badan atau banyak berdiri dan berjalan.
f. Rasa nyeri juga sering diprovokasi karena mengangkat barang yang berat, batuk, bersin
akibat bertambahnya tekanan intratekal.
g. Jika dibiarkan maka lama kelamaan akan mengakibatkan kelemahan anggota badan
bawah/ tungkai bawah yang disertai dengan mengecilnya otot-otot tungkai bawah dan
hilangnya refleks tendon patella (KPR) dan achilles (APR).
h. Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi, miksi dan
fungsi seksual. Keadaan ini merupakan kegawatan neurologis yang memerlukan tindakan
pembedahan untuk mencegah kerusakan fungsi permanen.
i. Kebiasaan penderita perlu diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk pada sisi yang
sehat.

2.1.8 Komplikasi
1. Infeksi
2. Kerusakan penampang tulang

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan neurofisiologi. Terdiri dari: Elektromiografi (EMG)
Bisa mengetahui akar saraf mana yang terkena dan sejauh mana gangguannya, masih
dalam tahap iritasi atau tahap kompresi
2. Somato Sensoric Evoked Potential (SSEP)
13

Berguna untuk menilai pasien spinal stenosis atau mielopati


3. Myelogram
Berguna untuk menjelaskan ukuran dan lokasi dari hernia. Bila operasi
dipertimbangkan maka myelogram dilakukan untuk menentukan tingkat protrusi diskus.
Juga digunakan untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati perifer.
4. MRI tulang belakang
Bermanfaat untuk diagnosis kompresi medulla spinalis atau kauda equina. Alat ini sedikit
kurang teliti daripada CT scan dalam hal mengevaluasi gangguan radiks saraf. MRI
merupakan standar baku emas untuk HNP.

5. Pemeriksaan Radiologi
Foto rontgen tulang belakang. Pada penyakit diskus, foto ini normal atau
memperlihatkan perubahan degeneratif dengan penyempitan sela invertebrata dan
pembentukan osteofit.

Myelo-CT untuk melihat lokasi HNP


14

6. Pemeriksaan Laboratorium klinik


7. Pemeriksaan lain, misalnya; biopsi, termografi, zygapophyseal joint block(melakukan
blok langsung pada sendi yang nyeri atau pada saraf yang menuju ke sana).

2.1.10 Penatalaksanaan
Menurut Baticaca (2008), penatalaksanaan pada pasien dengan HNP yaitu:
1. Tirah baring
Tujuan tirah baring untukmengurangi nyeri mekanik dan tekanan intradiskal, lama
yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama akan menyebabkan otot
melemah. Pasien dilatih secara bertahap untuk kembali ke aktifitas biasa. Posisi tirah
baring yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan punggung, lutut, dan punggung
bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan dari vertebra lumbosakral akan
memisahkan permukaan sendi dan memisahkan aproksimasi jaringan yang meradang
2. Terapi fisik
a. Traksi pelvis
Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak
terbukti bermanfaat. Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset dan traksi
dengan tirah baring dan korset saja tidak menunjukkan perbedaan dalam kecepatan
penyembuhan.
b. Diatermi atau kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme otot.
keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin, termasuk bila terdapat
edema.Untuk nyeri kronik dapat digunakan kompres panas maupun dingin.
c. Korset lumbal
15

Korset lumbal tidak bermanfaat pada HNP akut namun dapat digunakan
untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri HNP kronis. Sebagai
penyangga korsetdapat mengurangi beban diskus serta dapat mengurangi spasme.
d. Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal punggung
seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa
kelenturan dan penguatan. Latihan bertujuan untuk memelihara
fleksibilitas fisiologik, kekuatan otot, mobilitas sendi dan jaringan lunak.
Dengan latihan dapat terjadi pemanjangan otot, ligamen dan tendon sehingga
aliran darah semakin meningkat.
e. Proper Body Mechanics
Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap tubuh yang baik untuk menegah
terjadinya cedera maupun nyeri.beberapa prinsip dalam menjaga posisi punggung
adalah sebagai berikut:
1) Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan, punggung
tegak danlurus. Hal ini akan menjaga kelurusan tulang punggung.
2) Ketika akan turun dari tempat tidur posisi punggung didekatkan ke pinggir tempat
tidur. Gunakan tangan dan lengan untuk mengangkat panggul dan berubah ke
posisi duduk. Pada saat akan berdiri tumpukan tangan pada paha untuk
membantu posisi berdiri.
3) Posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan menggeser
posisipanggul.
4) Saat duduk, lengan membantu menyangga dada badan. Saat berdiri badan
diangkat dengan bantuan tangan.
5) Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti hendak
jongkok,punggung tetap dalam keadaan lurus dengan mengencangkan otot perut.
Dengan punggung lurus, badan diangkat dengan cara meluruskan kaki. Beban
yang diangkat dengan tangan diletakkan sedekat mungkin dengan dada.
6) Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala, punggung dan
kakiharus berubah posisi secara bersamaan.
7) Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc jongkok dengan wc
duduk sehingga memudahkan gerakan dan tidak membebani punggung saat
bangkit.
3. Terapi farmakologis
a. Obat anti inflamasi seperti ibu profen atau prednisolon
b. Relaksasi otot seperti diazepam atau cyclobenzaprine
c. Obat analgesik dan narkotik merupakan obat pilihan selama fase akut
4. Pembedahan
16

a. Dilakukan jika terjadi defisit neurologis atau kegagalan perbaikan dengan terapi
konservatif
b. Pembedahan
- Disektomi: Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus
intervertebral
- Laminektomi: Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada
kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis,
mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi
medula dan radiks.

-
-

Laminotomi: Pembagian lamina vertebra.


- Disektomi dengan peleburan.
- Pada discectomy, sebagian dari discus intervertebralis diangkat untuk menguragi
tekanan terhadap nervus. Discectomy dilakukan untuk memindahkan bagian yang
menonjol dengan general anesthesia. Hanya sekitar 2-3 hari tinggal
dirumah sakit. Akan diajurkan untuk berjalan pada hari pertama setelah
operasi untuk mengurangi resiko pengumpulan darah. Jika lebih dari satu diskus
yang harus ditangani jika ada masalah lain selain herniasi diskus. Untuk sembuh total
memakan waktu beberapa minggu. Operasi yang lebih ekstensif mungkin
diperlukan dan mungkin memerlukan waktu yang lebih lama untuk sembuh
(recovery).Microdisectom Pilihan operasi lainnya meliputi mikrodiskectomy,
prosedur memindahkan fragmen of nucleated disk melalui irisan yang sangat kecil
17

dengan menggunakan x ray dan chemonucleosis. Chemonucleosis meliputi injeksi


enzim (yang disebut chymopapin) ke dalam herniasi diskus untuk melarutkan
substansi gelati yang menonjol. Prosedur ini merupakan salah satu alternatif
disectomy pada kasus-kasus tertentu.
- Chemonudeolysis
Untuk herniasi lumbal, injeksi chymopapin ke dalam diskus agar menghilangkan air
dan proteoglikan dari diskus, mengurangi ukuran diskus dan tekanan subsekuen pada
akar saraf.
2.1.11 Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya herniasi
nucleus pulposus yaitu mengurangi aktivitas fisik yang berat seperti mengangkat barang yang
berat atau selalu membungkuk terutama bagi orang lanjut usia.
Bila terjadi fraktur atau dislokasi harus ditangani sesegera mungkin untuk
menghindari komplikasinya terhadap diskus intervertebralis yang pada akhirnya
memperbesar kemungkinan untuk mengalami herniasi nukleus pulposus.
Cara-cara mengangkat dan mengangkut yang baik :
1. Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak mungkin otot

tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari pembebanan.


2. Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.

Hal-hal yang harus diperhatikan:


1. Pegangan harus tepat.
2. Lengan harus berada sedekat mungkin dengan badan dan dalam posisi lurus.
3. Punggung harus diluruskan.
4. Dagu ditarik segera setelah kepala bisa ditegakkan lagi pada permulaan gerakan. Dengan

mengangkat kepala dan sambil menarik dagu, seluruh tubuh belakang diluar.
5. Mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat.
6. Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya untuk gerakan dan
perimbangan.
7. Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang melalui pusat
gravitasi tubuh.

Untuk menerapkan kedua prinsip kinetik itu setiap kegiatan mengangkat dan mengangkut
harus dilakukan sebagai berikut:
1. Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi momentum yang terjadi

dalam posisi mengangkat.


2. Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya untuk gerakan dan
perimbangan.
3. Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap geris vertikal yang melalui pusat
gravitasi tubuh.
18

Hal yang patut diingat untuk efisiensi kerja dan kenyamanan kerja, yaitu hindari
manusia sebagai alat utama untuk kegiatan mengangkat dan mengangkut.

Gambar 2.8 posisi pencegahan HNP

2.2 Konsep Dasar Hiperbarik Oksigen (HBO)


19

2.2.1 Definisi HBO


Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) adalah terapi medis dimana pasien dalam suatu ruangan
menghisap oksigen tekanan tinggi (100%) atau pada tekanan barometer tinggi (hyperbaric chamber).
Kondisi lingkungan dalam HBOT bertekanan udara yang lebih besar dibandingkan dengan tekanan di
dalam jaringan tubuh (1 ATA). Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang pada waktu menyelam atau
di dalam ruang udara yang bertekanan tinggi (RUBT) yang dirancang baik untuk kasus penyelaman
maupun pengobatan penyakit klinis. Individu yang mendapat pengobatan HBOT adalah suatu
keadaan individu yang berada di dalam ruangan bertekanan tinggi ( 1 ATA) dan bernafas dengan
oksigen 100%. Tekanan atmosfer pada permukaan air laut sebesar 1 atm. Setiap penurunan kedalaman
33 kaki, tekanan akan naik 1 atm (Wikipedia, 2012).
Hiperbarik oksigen (HBO) adalah suatu cara terapi dimana penderita harus berada
dalam suatu ruangan bertekanan, dan bernafas dengan oksigen 100 % pada suasana tekanan
ruangan yang lebih besar dari 1 ATA (Atmosfer absolute) (Lakesla, 2009).
Kondisi lingkungan dalam HBO bertekanan udara yang lebih besar dibandingkan
dengan tekanan di dalam jaringan tubuh (1 ATA). Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang
pada waktu menyelam atau di dalam ruang udara yang bertekanan tinggi (RUBT) yang
dirancang baik untuk kasus penyelaman maupun pengobatan penyakit klinis. Individu yang
mendapat terapi HBO adalah suatu keadaan individu yang berada di dalam ruangan
bertekanan tinggi (> 1 ATA) dan bernafas dengan oksigen 100%.

2.2.2 Jenis HBO berdasarkan besarnya Chamber


1) Monoplace Chamber
Chamber yang berukuran kecil dan hanya untuk satu pasien. Klien menghirup
oksigen yang diisikan dalam Chamber.
2) Multiplace Chamber
Chamber yang bisa digunakan untuk beberapa pasien yang melakukan terapi HBO.
Klien menghirup O2 murni 100% dari masker O2yang telah tersedia di dalam
Chamber.
3) Portable Chamber
Chamber yang bisa dengan mudah dipindahkan untuk kasus emergency.
Contoh : Chamber dalam ambulance TNI AL
4) Animal Chamber
Chamber yang digunakan khusus untuk hewan penelitian.
2.2.3 Tujuan HBO
20

Tujuan dilakukan Hiperbarik Oksigen (HBO) adalah untuk :


1) Decompresi (DCS) yang terjadi pada kasus penyelaman.
2) Klinis, beberapa penyakit yang bisa disembuhkan dengan HBO antara lain :
(1) Luka DM dan Gangren
(2) Sudden Deafness
(3) Keracunan gas CO2
(4) Rehabilitasi pasca stroke
(5) Infertilitas, meningkatkan motilitas sperma.
3) Kebugaran

2.2.4 Kontraindikasi HBO


1) Kontraindikasi absolut
Untreated Pneumothorak yaitu pneumothorak yang belum dilakukan tindakan
pembedahan.
1) Kontraindikasi relatif
Beberapa keadaan yang memerlukan perhatian tapi bukan merupakan
kontraindikasi absolute pemakaian hiperbarik oksigen adalah sebagai berikut
(1) Infeksi saluran napas bagian atas
(2) Sinusitis kronis
(3) Riwayat operasi telinga
(4) Penyakit kejang
(5) Emfisema yang disertai retensi CO2
(6) Panas tinggi yang tidak terkontrol
(7) Infeksi Virus
(8) Spherositosis congenital
(9) Riwayat neuritis optic
(10) Keadaan umum lemah, tekanandarah sistolik >170 mmHg atau <90 mmHg.
Diastole >110 mmHg atau<60 mmHg
(11) Claustropobhia (takut pada ruangan tertutup)
(12) Riwayat operasi dada
(13) infeksi aerob seperti TBC
(14) Wanita hamil
(15) Penderita sedang kemoterapi seperti terapi adriamycin, bleomycin.
2.2.5 Dasar Fisiologi
21

Aspek fisiologi dari terapi HBO mencakup beberapa hal yaitu sebagai berikut:
1) Fase Respirasi
Seperti diketahui, kekurangan oksigen pada tingkat sel menyebabkan terjadinya gangguan
kegiatan basal yang pokok untuk hidup suatu organisme. Untuk mengetahui kegunaan HBO
dalam mengatasi hipoksia seluler, perlu dipelajari fase-fase pertukaran gas.
2) Fase Ventilasi
Fase ini merupakan penghubung antara fase transportasi dan lingkungan
gas diluar. Fungsi dari saluran pernafasan adalah memberi O 2 dan membuang CO2 yang tidak
diperlukan dalam metabolisme. Gangguan yang terjadi dalam fase ini akan menyebabkan
hipoksia jaringan. Gangguan tersebut meliputi gangguan membran alveoli, atelektasis,
penambahan ruang rugi, ketidakseimbangan ventilasi alveolar dan perfusi kapiler paru
(Pennefather2002).
2) Fase Tranportasi
Fase ini merupakan penghubung antara lingkungan luar dengan organ-organ (sel dan
jaringan). Fungsinya adalah menyediakan gas yang dibutuhkan dan membuang gas yang
dihasilkan oleh proses metabolisme. Gangguan dapat terjadi pada aliran darah lokal atau
umum, hemoglobin,shunt anatomisatau fisiologis. Hal ini dapat diatasi dengan merubah
tekanan gas di saluran pernafasan (Kindwall& Whelan1999).
3) Fase Utilisasi
Pada fase utilisasi terjadi metabolisme seluler, fase ini dapat terganggu apabila terjadi
gangguan pada fase ventilasi maupun transportasi. Gangguan ini dapat diatasi dengan
hiperbarik oksigen, kecuali gangguan itu disebabkan oleh pengaruh biokimia, enzim, cacat
atau keracunan (Kindwall & Goldman1998).
4) Fase Difusi
Fase ini adalah fase pembatas fisik antara ketiga fase tersebut dandianggap pasif, namun
gangguan pada pembatas ini akan mempengaruhi pertukaran gas.

2.2.6 Transportasi dan Utilisasi Oksigen terapi HBO


1) Efek kelarutan oksigen dalam Plasma
Pada tekanan barometer normal, oksigen yang larut dalam plasma sangat sedikit. Namun
pada tekanan oksigen yang aman 3 ATA, dimana PO2 arterial mencapai 2000 mmhg,
tekanan oksigen meningkat 10 sampai 13 kali dari normal dalam plasma. Oksigen yang larut
dalam plasma sebesar 6 vol % (6 ml O 2 per 100 ml plasma) yang cukup untuk memberi
hidup meskipun tidak ada darah (Grim et al 2009).
22

2) Haemoglobin (Hb)
1 gr Hb dapat mengikat 1,34 ml O 2, sedangkan konsentrasi normal dari Hb adalah 15 gr per
100 ml darah. Bila saturasi Hb 100 % maka 100 ml darah dapat mengangkut 20,1 ml O2 yang
terikat pada Hb (20,1 vol%). Pada tekanan normal setinggi permukaan laut, dimana PO 2
alveolar dan arteri 100 mmHg, maka saturasi Hb dengan O 2 97 % dimana kadar O2 dalam
darah adalah 19,5 vol %. Saturasi Hb akan mencapai 100 % pada PO 2 arteri antara 100-200
mmHg (Grim et al 2009)
3) Utilisasi O2
Utilisasi O2 rata-rata tubuh manusia dapat diketahui dengan mengukur perbedaan antara
jumlah O2 yang ada dalam darah arteri waktu meninggalkan paru dan jumlah O2 yang ada
dalam darah vena diarteri pulmonalis. Darah arteri mengandung 20% oksigen, sedangkan
darah vena mengandung 14 % vol oksigen sehingga 6 vol % oksigen dipakai oleh jaringan
(Lakesla2009).
4) Efek Kardiovaskuler
Pada manusia, oksigen hiperbarik menyebabkan penurunan curah jantung sebesar 10-20 %,
yang disebabkan oleh terjadinya bradikardia dan penurunan isi sekuncup. Tekanan darah
umumnya tidak mengalami perubahan selama pemberian hiperbarik oksigen. Pada jaringan
yang normal HBO dapat menyebabkan vasokontriksi sebagai akibat naiknya PO 2 arteri. Efek
vasokontriksi ini kelihatannya merugikan, namun perlu diingat bahwa pada PO 2 2000
mmHg, oksigen yang tersedia dalam tubuh adalah 2 kali lebih besar dari pada biasanya. Pada
keadaan dimana terjadi edema, efek vasokontriksi yang ditimbulkan oleh hiperbarik oksigen
justru dikehendaki, karena akan dapat mengurangi edema (Hanabe, 2004).

2.2.7 Hubungan HNP dengan Terapi HBO


Hernia nukleus pulposus (HNP) menyebabkan atrofi muskulus multifindus lumbal yang
merupakan stabilisator zona netral lumbal sehingga hal tersebut dapat menurunkan
kemampuan lumbal berada dalam posisi netral. Hal ini juga mengakibatkan nyeri pada daerah
tersebut hingga menyebar pada lemak dan jaringan fibrosa disekitanya. HNP juga
menyebabkan hiperkontraksi sel otot yang dapat menguras persediaan energi dan merusak
fungsi pompa kalsium pada otot. Padahal, apabila fungsi pompa kalsium rusak, maka akan
terjadi peningkatan kalsium yang akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah dan
jaringan otot sehingga terhambatnya aliran darah dan nutrisi pada daerah tersebut maupun
pada ekstremitas bawah.
23

Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus


menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis. Hal ini dapat terjadi
apabila tempat herniasi di sisi lateral. Setelah terjadi hernia nukleus pulposus, sisa duktus
intervertebralis mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa
ganjalan.
Hiperoksigenasi memberikan pertolongan segera terhadap jaringan yang miskin perfusi
di daerah yang alirannya buruk. Peningkatan tekanan di dalam RUBT menghasilkan
peningkatan oksigen plasma sebesar 10-15 kali lipat (Sutarno, 2000).
Oksigen pada terapi HBO akan meningkatkan nitrit oxide (NO) yang dapat
menghambat kalsium berlebih sehinggal terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah serta
meningkatkan aliran darah dan nutrisi pada daerah tersebut maupun ekstremitas bawah.
Nyeri pinggang bawah merupakan suatu tanda dan gejala dari HNP. Pada dasarnya
timbulnya rasa sakit tersebut karena tekanan susunan saraf tepi daerah pinggang. Jepitan pada
saraf ini dapat terjadi karena gangguan pada otot dan jaringan sekitarnya yang mengalami
inflamasi (peradangan) sehingga mengakibatkan jaringan tersebut mengalami hipoksia. Maka
dari itu, dibutuhkan pemberian terapi yang tepat untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan,
pemberian terapi tersebut dapat secara medikamentosa, fisioterapi, pembedahan dan terapi
HBO. Terapi hiperbarik oksigen merupakan pemberian oksigen murni 100% pada tekanan
lebih dari 1 atmosfer absolut yang dapat memberikan efek baik terhadap sirkulasi jaringan
yang mengalami hipoksia sehingga dapat menurunkan peradangan yang terjadi.

2.2.8 WOC HNP


Trauma Stresfisik Degenarasi

Kompresi dan Ligamen longitudinal postolateral Respon beban Kadar protein dan
fraksinuklues menyempit berat air nucleus
pulposus
Annulus fibrosusrobek Pemisahan lempeng tulang rawan
24

Peningkatan intra distal


Nukleus lumer Serabut annulus robek

Rupturpada annulus
Nukleuskeluar

Nuklues pecah
HNP

Lumbal

Gangguan saraf Hiperkontraksi Syaraf terjepit Gangguan saraf Gangguan saraf


sensorik sel otot MML motorik otonom

Mati rasa, hilang Energi dan merusak fungsi Radang syaraf kelumpuhan Gangguan
sensitivitas pompa kalsium fungsi
rectum dan
Kurang pengetahuan Hipoksia G3 mobilitas kandung
kalsium vasokontriksi kemih
fisik
pembuluh darah , otot
terhambat aliran darah
cemas Gangguan
pola
Nyeri eliminasi
Dilatasi

Menghambat akumulasi

Nitrit oxide meningkat

Terapi Hiperbarik Oksigen (HBOT)

MK: Pemberian O2 100% Kurang Pasien masuk


Resiko tekanan tinggi pengetahuan chamber
Keracunan
O2
Tidak bisa manuver Transfer Perubahan suhu
valsava in/out dalam chamber

2.3 Teori Askep HBO


MK: Resiko MK: Resiko MK: Gangguan rasa
1. Pengkajian Barotrauma cedera nyaman
1) Identitas :
Nama, alamat, lahir, pekerjaan, pendidikan, dsb
2) Keluhan utama :
Decompresi, Klinis, Kebugaran
3) Riwayat penyakit sekarang
Iskemia

Gangguanpol
anafas
MK:manuver
Tidak bisa Resiko valsava
Barotrauma Pasien masuk chamber
25

DCS (Penyelaman dilakukan dimana, dikedalaman berapa, pasien menunjukkan


gejala pada kedalaman brp, pingsan berapa lama, menyelaman menggunakan apa, dan
pertolongan apa yang sdh dilakukan)
Klinis : Riwayat penyakit s/d dilakukan terapi HBO
Kebugaran
4) Riwayat penyakit dahulu
Kontra indikasi : Absolut : Pneumotorax, Relatif : Asma, klaustrofobia, penyakit paru
obstruksi kronik, disfungsi tuba eustachius, demam tinggi, kehamilan, infeksi saluran
napas atas
5) Pemeriksaan fisik
Suhu, detak jantung, tekanan darah, suara paru, uji otoscopic, gula darah, nadi,
pengkajian kepala, mata, telinga, hidung dan tenggorokan. Pengkajian sistem
neurologis, pernafasan, kardiovaskuler, pencernaan, perkemihan, musculoskeletal,
integument.
6) Zat dan barang pribadi yang dilarang di ruang HBO
Semua zat yang mengandung minyak atau alkohol (yaitu, kosmetik, hair spray, cat
kuku, deodoran, lotion, cologne, parfum, salep). Pasien harus melepas semua
perhiasan, cincin, jam tangan, kalung, sisir rambut, dll Sebelum memasuki ruangan.
Lensa kontak harus dilepas sebelum memasuki ruang. Alat bantu dengar harus
dilepas. Menggunakan pakaian berbahan katun 100%. Untuk antisipasi
claustrophobia, premedikasi dengan obat anti-kecemasan (Valium, Ativan) diberikan
sedikitnya 30 menit sebelum memulai pengobatan

7) Pengkajian HBO
Prosedur penatalaksanaan hiperbarik oksigen adalah sebagai berikut (Lakesla, 2009):
a. Pra Hiperbarik Oksigen
Dokter jaga HBO dan perawat (tender) melaksanakan:
a) Anamnesis :
Identitas, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, kontra
indikasi absolut dan relatif untuk terapi HBO.
Indikasi HBO :
Beberapa indikasi penyakit yang bisa diterapi dengan HBO adalah penyakit
dekompresi, emboli udara, keracunan gas CO, HCN, H2S, infeksi seperti
gas gangren, osteomyelitis, lepra, mikosis, pada bedah plastik dan
rekonstruksi seperti luka yang sulit sembuh, luka bakar, operasi
reimplantasi dan operasi cangkok jaringan. Keadaan trauma seperti crush
injury, compartment syndrome dan cidera olahraga. Gangguan Pembuluh
26

darah tepi : berupa shock, MCI, ops, bypass jantung dan nyeri tungkai
iskemik, bedah ortopedi seperti fracture non union, cangkok tulang,
osteoradionekrosis. Keadaan neurologik seperti stroke, multiple sclerosis,
migrain, edema cerebri, multi infrak demensia, cedera medula spinalis,
abses otak dan neuropati perifer, penyakit diabetes, asfiksi seperti
tenggelam. inhalasi asap. hampir tercekik. Kondisi masa rehabilitasi seperti
hemiplegi spastik stroke, paraplegi, miokard insufisiensi kronik dan
penyakit pembuluh darah tepi.
Kontra indikasi absolut, yaitu penyakit pneumothorak yang belum
ditangani.
Kontra indikasi relatif yaitu meliputi keadaan umum lemah, tekanan darah
sistolik >170 mmHg atau <90 mmHg. Diastole >110 mmHg atau <60
mmHg. Demam tinggi >38 c, ISPA (infeksi saluran pernafasan atas),
sinusitis, Claustropobhia (takut pada ruangan tertutup), penyakit asma,
emfisema dan retensi CO2, infeksi virus, infeksi aerob seperti TBC, lepra,
riwayat kejang, riwayat neuritis optic, riwayat operasi thorak dan telinga,
wanita hamil, penderita sedang kemoterapi seperti terapi adriamycin,
bleomycin.
b) Pemeriksaan fisik lengkap
c) X-foto thorak PA
d) Pemeriksaan tambahan bila dianggap perlu, yaitu:
EKG
Bubble detector untuk kasus penyelainan
Perfusi dan P02 transcutaneus
Laboratorium darah
Konsultasi dokter spesialis
e) Menerangkan manfaat, efek samping, proses dan program terapi HBO,
yaitu :
Terapi dilaksanakan di dalam Ruang Udara Benckanan tinggi
Cara adaptasi terhadap perubahan tekanan : manuver valsava / equalisasi
Bernafas mcnghirup O2 100%. melalui masker selama 3 x 30 menit
untuk tabel terapi Kindwall atau sesuai tabel terapi kasus penyelaman.
Efek samping : barotrauma, intoksikasi oksigen
Selama terapi didampingi oleh seorang perawat
Menandatangani inform concern
b. Intra Hiperbarik Oksigen
1) Selarna proses kompresi, tender membantu adaptasi peserta terapi HBO
terhadap peningkatan tekanan lingkungan
2) Selama proses menghirup O2 100%
27

- Observasi tanda-tanda intoksikasi oksigen seperti pucat, keringat


dingin, twitching, mual, muntah dan kejang. Bila terjadi hal demikian
maka perawar akan memberitahukan kepada petugas diluar bahwa
terapi dihentikan sementara sampai menunggu kondisi penderita baik,
kemudian penderita dikeluarkan dan diberikan perawatan sampai
kondisi adekuat.
- Observasi tanda-tanda vital dan keluhan peserta terapi HBO
- Untuk kasus penyelaman, observasi sesuai keluhan. yaitu : gangguan
motorik dan sensorik, rasa nyeri.
- Selama proses dekompresi perawat membantu adaptasi peserta terapi
HBO terhadap pengurangan tekanan lingkungan dengan valsava
maneuver, menelan ludah, atau minum air putih.

c. Post Hiperbarik Oksigen


Dokter dan perawat jaga HBO melaksanakan anamnesis setelah terapi, evaluasi
penyakit, evaluasi ada tidaknya efek samping. Bila kondisi baik maka pasien
akan dikembalikan ke ruang perawatan seperti semula.

2. Diagnosa Terapi Hiperbarik Oksigen


1. cemas b/d defisit pengetahuan tentang terapi oksigen hiperbarik dan prosedur
perawatan
2. Resiko cidera yang b/d pasien transfer in/out dari ruang (chamber), ledakan peralatan,
kebakaran, dan/atau peralatan dukungan medis
3. Resiko barotrauma ke telingga, sinus, gigi, dan paru-paru, atau gas emboli serebral
b/d perubahan tekanan udara di dalam ruang oksigen hiperbarik.
4. Resiko keracunan oksigen b/d pemberian oksigen 100% selama tekanan atmosfir
meningkat.
5. Resiko terapi pengiriman gas tidak memadai b/d system pengiriman dan kebutuhan /
keterbatasan pasien
6. Kecemasan dan ketakutan b/d perasaan kecemasan kurungan terkait dengan ruang
oksigen hiperbarik (claustrofobia)
7. Nyeri b/d masalah medis yang terkait
8. Gangguan rasa nyaman b/d perubahan suhu dan kelembaban di dalam ruang
hiperbarik
9. Ketidakefektifan Koping individu b/d stress thd penyakit dan atau kurangnya sistem
dukungan psikososial
10. Resiko disritmia b/d patologi penyakit.
11. Kekurangan volume cairan b/d dehidrasi atau pergeseran cairan.
12. Perubahan perfusi jaringan serebral yang b/d: Keracunan CO, penyakit Dekompresi,
Infeksi nekrotik akut, Gas emboli
28

13. Resiko perubahan dalam kenyamanan, cairan, dan (ketidakseimbangan) elektrolit b/d
mual dan muntah
14. Ketidakefektifan Pemeliharaan kesehatan b/d defisit pengetahuan untuk : Manajemen
luka kronis, keterbatasan yang menyertai penyakit dekompresi, gejala yang
dilaporkan setelah keracunan gas karbon monoksida

3. Intervensi Keperawatan
1) Cemas b/d defisit pengetahuan tentang terapi oksigen hiperbarik dan prosedur
perawatan
Kriteria hasil :Pasien dan klg mengungkapkan :
a. Alasan terapi HBO
b. Tujuan terapi HBO
c. Prosedur dalam terapi HBO
d. Resiko bahaya (efek samping) dari terapi HBO
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji dan dokumentasikan pemahaman pasien dan klg ttg alasan dan tujuan terapi
HBO dan prosedur dlm terapi serta efek samping terapi
b. Identifikasi hambatan dan kebutuhan belajarnya terkait dengan informasi ttg :
a) Tujuan dan hasil yang diharapkan dari terapi oksigen hiperbarik
b) Urutan prosedur perawatan dan apa yang diharapkan (yaitu, tekanan,
temperatur, suara, perawatan luka)
c) Sistem pengiriman oksigen
d) Tehnik mengosongkan telinga
2) Resiko cidera yang b/d pasien transfer in/out dari ruang (chamber), ledakan peralatan,
kebakaran, dan/atau peralatan dukungan medis
Kriteria Hasil : pasien tidak akan mengalami cedera
Intervensi Keperawatan :
a. Bantu pasien masuk dan keluar dari ruang dengan tepat
b. Amankan peralatan di dalam ruang sesuai dengan kebijakan dan prosedur
c. Monitor peralatan dan supple untuk perubahan tekanan dan volume
d. Ikuti prosedur pencegahan kebakaran sesuai kebijakan yang ditentukan dan
prosedur
e. Monitor adanya udara di IV linedan tekanan tubing line invasif. udara semua
harus dikeluarkan dari tabung, jika ada.
f. Dokumentasikan bahwa semua lini invasif terbebas dari udara terutama saat
chamber di berikan tekanan dan setelah diberikan tekanan.
3) Resiko barotrauma ke telingga, sinus, gigi, dan paru-paru, atau gas emboli serebral
b/d perubahan tekanan udara di dalam ruang oksigen hiperbarik.
Kriteria Hasil : tanda dan gejala dari barotrauma akan diakui, ditangani, dan segera
dilaporkan.
a. Kelola dekongestan, instruksi dokter, sebelum perawatan terapi oksigen hiperbarik
29

b. Sebelum perawatan instruksikan pada pasien tentang teknik pengosongan


telinga,dengan carai menelan, mengunyah, menguap modifikasi manuver valsava ,
atau head tilt
c. kaji kemampuan pasien melakukan teknik pengosongan telinga saat tekanan
dilakukan.
d. Lakukan tindakan keperawatan :
1) Ingatkan pasien untuk bernapas dengan normal selama perubahan tekanan,
2) Konfirmasi ET / manset Trach diisi dengan NS sebelum tekanan udara.
3) Beritahukan operator ruang multiplace jika pasien tidak dapat menyesuaikan
persamaan tekanan
4) Resiko keracunan oksigen b/d pemberian oksigen 100% selama tekanan atmosfir
meningkat.
Kriteria Hasil : Tanda dan gejala keracunan oksigen dikenali dan ditangani dengan
tepat
Intervensi Keperawatan :
a. Catat hasil pengkajian pasien dari dokter hiperbarik :
a) Peningkatan Suhu tubuh
b) Riwayat penggunaan steroid
c) Riwayat kejang oksigen
d) Penggunaan vitamin C dosis tinggi atau aspirin
e) FiO2> 50%, dan
1) Faktor risiko tinggi lainnya
b. ubah sumber oksigen 100% untuk pasien jika tanda-tanda dan gejala muncul, dan
beritahukan kepada dokter hiperbarik.
c. monitor pasien selama terapi oksigen hiperbarik dan dokumentasikan tanda dan
gejala keracunan oksigen paru, termasuk:
a) Nyeri dan rasa terbakar di dada
b) sesak di dada
c) batuk kering (terhenti-henti)
d) kesulitan menghirup napas penuh, dan
e) Dispneu saat bergerak
d. memberitahukan dokter hiperbarik jika tanda-tanda dan gejala keracunan oksigen
paru muncul.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
1. Nama : Tn. S
2. Umur : 51 tahun
3. Status : laki laki
4. Agama : Islam
5. Suku/bangsa : Jawa/indonesia
6. Pendidikan : S1
30

7. Pekerjaan : TNI AL
8. Alamat : Mojokerto
9. No.RM :-
10. Diagnosa Medis : HNP Lumbal
11. Tanggal Pengkajian : 30 Maret 2016
12. Jam Pengkajian : 06.30IB
3.1.2 Riwayat Penyakit
1. Keluhan utama:
Pasien mengeluh nyeri pinggang yang menjalar sampai ke tungkai kanan
2. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien mengatakan nyeri pinggang akibat jatuh dari tangga saat memperbaiki AC

tahun yang lalu, kemudian melakukan kontrol rutin ke RUMKITAL Dr,

Ramelan Surabaya. Karena nyeri tidak kunjung sembuh oleh dokter poli syaraf

pasien disarankan untuk melakukan terapi hiperbarik oksigen di LAKESLA Drs.

Med. R. Rijadi S., Phys Surabaya. Tn S datang ke LAKESLA pada hari rabu (30

Maret 2016) pukul 06.30 WIB. Pasien baru pertama kali mengikuti terapi

hiperbarik oksigen. Pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang seperti tertusuk

yang menjalar hingga tungkai kanan, pada kaki kanan terasa kesemutan hingga

tungkai dan terasa berat serta telapak kaki kanan terasa menebal. Pada saat

pengkajian pasien Pasien tampak meringis menahan sakit, pasien mengatakan

sedikit cemas karena merupakan terapi pertama kali, pasien bertanya tentang

prosedur HBO, teknik valsava, cara bernafas dan barang yang tidak boleh dibawa

kedalam chamber. Hasil observasi tanda-tanda vital pra terapi HBO, TD: 130/90

mmHg, N: 88x/menit, RR: 20x/menit, S: 36,6 C. Pasien tampak bingung dan

gelisah.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penumothoraks, sinusitis, flu, infeksi saluran napas

maupun penyakit pernapasan lainnya.


4. Riwayat kesehatan keluarga
Ayah dan ibu pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, stroke dan diabetes

mellitus.
5. Riwayat pembedahan
Pasien belum pernah dilakukan tindakan pembedahan.
6. Riwayat alergi
31

Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan dan obat-obatan.


3.1.3 Pola Fungsi Kesehatan
1. Keyakinan terhadap kesehatan
Pasien berharap kesehatannya jauh lebih baik setelah mengikuti terapi HBO.

Pasien mengatakan belum pernah mendapatkan terapi HBO sebelumnya. Ini

adalah terapi HBO pertama kali. Pasien bertanya bagaimana tentang bagaimana

proses HBO dan mengatakan takut terjadi sesuatu yang tidak di inginkan saat

masuk ruang HBO. Pasien terlihat bingung.


2. Pola Aktivitas dan Latihan
1) Kemampuan perawatan diri
Sebelum sakit : semua aktivitas dapat dilakukan secara mandiri tanpa alat

bantu maupun batuan orang lain


Setelah sakit : aktivitas seperti berpindah dan berjalan menggunakan alat bantu
2) Kebersihan diri
Mandi : 2x/hari
Gosok gigi : 3x/hari
Keramas : 2x/minggu
Potong kuku : 1x/minggu
3. Pola Istirahat
Waktu tidur :
Siang : 13.00 15.00
Malam : 22.00 04.00
4. Pola Nutrisi
1) Pola makan
Frekuensi : 3x sehari
Jenis : nasi, sayur, daging
Porsi : 1 porsi
Pantangan : tidak ada
2) Pola minum
Frekuensi : 8 gelas/hari
Jenis : air putih
Jumlah : 2000 cc
5. Pola Eliminasi
1) Buang Air Besar
Frekuensi : 1-2 x/hari
Konsistensi : lembek
Warna : kuning
Bau : khas feses
2) Buang Air Kecil
Frekuensi : 5-6 x/hari
Warna : kuning jernih
Bau : khas feses
6. Pola Kognitif Perseptual
Berbicara : normal
Bahasa sehari-hari : Indonesia
32

Kemampuan membaca : bisa


Tingkat ansietas : sedang
Kemampuan interaksi : bisa bersosialisasi dengan baik
7. Pola konsep diri
1) Gambaran diri : pasien menerima keadan dirinya yang sedang sakit
2) Peran : pasien mengatakan dirinya seorang kepala rumah tangga yang bekerja

sebagai anggota TNI


3) Ideal diri : pasien optimis bisa sembuh
4) Harga diri : pasien tidak merasa malu atau mider dengan penyakitnya
8. Pola Koping
Pasien mengatakan mampu menyelesaikan masalahnya dengan baik
9. Pola seksual reproduksi
Tidak ada masalah terhadap pola sesksual reproduksi
10. Pola peran hubungan
Pekerjaan : TNI AL
Kualitas bekerja : baik
Hubungan dengan orang lain : baik
Sitem pendukung : Istri dan anak
11. Pola nilai kepercayaan
Agama : Islam
Pelaksanaan ibadah : mampu melaksanakan sholat tepat waktu
3.1.4 Pengkajian B1-B6
1. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Frekuensi Napas : 20 kali/menit
Suhu Badan : 36,6 C
Tinggi Badan : 168 cm
Berat Badan : 69 kg
2. B1 (Breath)
Inspeksi:
Bentuk dada normochest, otot bantu napas tambahan tidak tampak, tidak ada

napas cuping hidung, RR 20 kali/menit


Palpasi:
Taktil fremitus teraba seimbang di kedua lapang paru

Perkusi:
Suara lapang paru sonor
Auskultasi:
Irama napas regular, suara napas vesikuler
3. B2 (Blood)
Inspeksi:
Ictus cordis tidak tampak, tidak terjadi sianosis, konjungtiva tidak anemis
Palpasi:
CRT <2 detik, akral teraba hangat, kering, merah, Nadi 88 kali/menit, ictus cordis

teraba pada inter costa V 2 cm dari midclavicula sinistra


Perkusi:
33

Batas jantung atas : intercosta II linea parastrenalis sinistra

Batas jantung bawah : intercosta V linea midclavicula sinistra


Batas jantung bawah kanan : intercosta III-IV linea parastrenalis dextra
Batas jantung atas kanan : intercosta II linea parastrenalis dextra
Auskultasi:
Bunyi jantung S1 S2 tunggal, tidak ada suara jantung tambahan
4. B3 (Brain)
GCS E4 V5 M6, Kesadaran Compos Mentis
NI : Penciuman pasien baik
NII : Penglihatan pasien baik
NIII : Pasien dapat membuka kelopak mata secara spontan
NIV : Pasien dapat menggerakkan bola mata ke kanan dan ke kiri
NV : Pasien mampu mengunyah
NVI : Pasien dapat menggerakkan bola mata ke atas dan ke bawah
NVII : Wajah pasien tampak simetris
NVIII : Pendengaran pasien baik
NIX-X : Pasien mampu menelan dengan baik
NXI : Tidak terjadi atrofi otot
NXII : Lidah simetris dan pengecapan baik
5. B4 (Bladder)
Inspeksi:
Tidak ada hematuria, tidak terpasang kateter, warna urine kuning jernih, frekuensi

BAK 6-7 kali/hari, jumlah 2000 cc


Palpasi:
Tidak ada distensi kandung kemih, tidak ada nyeri tekan
6. B5 (Bowel)
Inspeksi:
Simetris, tidak ada benjolan, tidak ada mual/muntah
Auskultasi:
Suara bising usus terdengar 10x/menit
Perkusi:
Tidak ada distensi abdomen
Palpasi:
Tidak ada pembesaran, suara tymphani
7. B6 (Bone)
Kekuatan otot 5 5
4 5
tidak ada atrofi otot, warna kulit normal, tidak ada edema, tidak ada krepitasi,

akral hangat dan kering, pasien berjalan menggunakan alat bntu.


P : Nyeri meningkat saat beraktivitas
Q: Nyeri pinggang terasa tertusuk, pada kaki kanan terasa kesemutan hingga

tungkai dan terasa berat serta telapak kaki kanan terasa menebal
R : Pinggang kanan menjalar sampai tungkai kanan
S : skala 5
T : nyeri hilang timbul
3.1.5 Pemeriksaan Penunjang
34

1. Laboratorium : tidak ada hasil pemeriksaan laboratorium


2. X-Ray : tidak ada hasil pemeriksaan X-Ray
3.1.6 Terapi
Terapi hiperbarik oksigen pertama dengan tabel kindwall.

3.2 Analisa Data


Tanggal Data Etiologi Masalah
Rabu, Data Subyektif: Inflamasi lumbal Nyeri kronik
30-3-2016 P : Nyeri meningkat saat
07.15 WIB melakukan aktivitas berat
Q : Nyeri seperti tertusuk
R : Pinggang kanan
S : Skala 5
T : nyeri hilang timbul
35

Data Obyektif:
Pasien tampak meringis
menahan sakit
TD : 130/90 mmHg,
N : 88x/menit,
RR : 20x/menit,

Rabu, Data Subyektif: Defisit Ansietas


30-3-2016 Pasien bertanya bagaimana pengetahuan
07.15 WIB tentang bagaimana proses tentang terapi
HBO dan mengatakan takut oksigen hiperbarik
terjadi sesuatu yang tidak di dan prosedur
inginkan saat masuk ruang perawatan
HBO

Data Obyektif:
Pasien terlihat bingung
Pasien belum mengetahui
tentang terapi HBO

Rabu, Data Subyektif: Terapi HBO Risiko barotrauma


30-3-2016 Pasien mengatakan belum dengan pemberian telinga
07.15 WIB pernah mendapatkan terapi udara tekanan
HBO sebelumnya tinggi (2,4 ATA)

Data Obyektif:
Terlihat sering menutup
hidung untuk mencoba
melakukan valsava

Rabu, Data Subyektif: Terapi HBO Risiko keracunan


30-3-2016 Pasien mengatakan ini pemberian oksigen
07.15 WIB adalah terapi HBO yang Oksigen 100%
pertama kali

Data Obyektif:
Pemberian oksigen 100%,
pasien tampak menghirup
oksigen pada maskes yang
telah disediakan dan
menarik nafas dalam-dalam
ketika diberikan oksigen
36

Rabu, Data Subyektif: Pasien transfer Resiko cedera


30-3-2016 Pasien mengatakan terapi in/out dari
07.15 WIB HBO yang pertama kali ruangan; ledakan
peralatan
Data Obyektif:
Pasien berjalan
menggunakan alat bantu
Pasien masuk chamber
HBO

3.3 Diagnosa Keperawatan HBO


1. Gangguan rasa nyaman (Nyeri kronik) berhubungan dengan inflamasi lumbal.
2. Ansietas berhubungan dengan defisit pengetahuan tentang terapi oksigen hiperbarik
dan prosedur perawatan.
3. Resiko barotrauma berhubungan dengan Terapi HBO dengan pemberian udara
tekanan tinggi (2,4 ATA).
4. Resiko keracunan oksigen berhubungan dengan terapi HBO pemberian Oksigen
100%.
5. Resiko cedera berhubungan dengan pasien transfer in/out dari ruangan; ledakan
peralatan.

3.4 Intervensi Keperawatan HBO

Hari/ Waktu Diagnosa keperawatan Intervensi


Tanggal (Tujuan, Kriteria Hasil)
Rabu, 07.15 Gangguan rasa nyaman Pre HBO
30 WIB (Nyeri kronik) 1. Bina hubungan saling percaya
Maret Tujuan : 2. Kaji tingkat nyeri klien
2016 Setelah dilakuakan 3. Obervasi TTV
tindakan keperawatan Intra HBO
selama 1x2 jam nyeri 1. Kolaborasi terapi HBO
dapat teratasi dengan 2. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
kriteria hasil : 3. Berikan posisi senyaman mungkin
1. Nyeri berkurang Post HBO
2. Skala nyeri 0 Evaluasi tingkat nyeri pasien
37

Rabu, 07.15 Ansietas Pre HBO


30 WIB Tujuan : 1. Identifikasi hambatan pembelajaran
Maret Setelah dilakukan 2. Edukasikan pada pasien tentang terapi
2016 tindakan keperawatan HBO, tujuan terapi HBO, prosedur
selama 1x2 jam dan potensi bahaya terapi HBO
diharapkan ansietas Intra HBO
berkurang dengan 1. Berikan kesempatan untuk terus
kriteria hasil : diskusi
1. Pasien mampu 2. Berikan posisi senyaman mungkin
mengidentifikasi Post HBO
penyebab ansietas Evaluasi tingkat kecemasan pasien
2. Pasien
menggambarkan
aktivitas yang
menurunkan perilaku
kecemasan

Rabu, 07.15 Risiko Barotrauma ke Pre HBO


30 WIB telinga, sinus, gigi, dan 1. Ajarkan valsava manuver yang benar
Maret paru-paru, atau gas 2. Lakukan observasi TTV
2016 emboli serebral. Intra HBO
Tujuan : 1. Berikan oksigen murni 100%
Setelah dilakukan 2. Beritahukan operator bila pasien tidak
asuhan keperawatan dapat beradaptasi dengan perubahan
dengan terapi HBO tekanan
selama 2 jam, 3. Observasi keadaan umum pasien
diharapkan tidak terjadi Post HBO
Barotrauma telinga Evaluasi tanda-tanda barotrauma,
dengan kriteria hasil: mengevaluasi kondisi klien setelah
1. Tanda dan gejala melakukan terapi HBO
dari barotraumas
akan diakui,
ditangani dan segera
dilaporkan

Rabu, 07.15 Risiko cidera Pre HBO


30 WIB Tujuan : 1. Informasikan pasien untuk
Maret Setelah dilakukan menyimpan barang-barang berharga
2016 asuhan keperawatan yang dapat mengakibatkan terjadinya
dengan terapi HBO kebakaran/cidera
selama 2 jam, Intra HBO
diharapkan tidak terjadi 1. Bantu pasien masuk ke dalam
cidera pada pasien chamber
2. Monitor peralatan dan supply untuk
perubahan tekanan dan volume
3. Berikan oksigen murni 100%

Post HBO
1. Bantu pasien keluar dari chamber
2. Evaluasi tanda-tanda cidera pasien,
38

mengevaluasi keluhan pasien setelah


melakukan terapi HBO

Rabu, 07.15 Risiko keracunan O2 Pre HBO


30 WIB 1. Catat hasil pengkajian pasien dari
Maret Tujuan : dokter HBO : Riwayat penggunaan
2016 Setelah dilakukan steroid, riwayat kejang oksigen dan
asuhan keperawatan peningkatan suhu
dengan terapi HBO 2. Anjurkan untuk bernafas biasa saat
selama 2 jam, menggunakan masker oksigen dan
diharapkan tidak terjadi tidak melakukan gerakan yang
keracunan oksigen berlebihan dalam chamber
dengan kriteria hasil: Intra HBO
1. Tanda dan gejala 1. Monitor kondisi pasien berkaitan
keracunan oksigen dengan keracunan oksigen : vertigo,
dikenali dan mengantuk, kejang, pengelihatan
ditangani dengan kabur, dsb.
tepat 2. Ingatkan kembali pasien untuk tetap
bernafas biasa pada saat
menggunakan masker oksigen
3. Beritahukan operator dan dokter
hiperbarik jika terjadi kercunan
oksigen pada pasien
4. Berikan oksigen murni 100%
Post HBO
Evaluasi tanda-tanda keracunan oksigen,
mengevaluasi keluhan pasien setelah
melakukan terapi HBO

3.5 Implementasi Keperawatan HBO

Hari / Diagnosa Jam Implementasi


Tanggal
Rabu, 1,2,3,4,5 07.20 Pre HBO
30 Maret WIB 1. Membina hubungan saling percaya
2016 2. Mengkaji tingkat nyeri klien
3. Mengobervasi TTV
4. Mengajarkan teknik valsava manuver dengan benar
5. Menganjurkan untuk bernafas biasa saat menggunakan
masker oksigen dan tidak melakukan gerakan yang
berlebihan saat di dalam chamber
6. Memberikan edukasi tentang prosedur terapi HBO
39

selama dalam chamber


7. Memberitahukan pada pasien tentang barang-barang
yang tidak boleh di bawa ke dalam chamber
8. Memberitahukan pada pasien untuk mengangkat
tangan/member isyarat apabila ada masalah saat di
dalam chamber

Rabu, 1,2,3,4,5 07.30 Intra HBO


30 Maret WIB 1. Mengantarkan pasien masuk ke dalam chamber
2016 2. Memberikan posisi senyaman mungkin
3. Mengingatkan kembali untuk melakukan valsava
maneuver ketika tekanan chamber dinaikkan
4. Mengecek kembali barang-barang yang tidak boleh
dibawa masuk ke dalam chamber.
5. Mengkaji kemampuan pasien melakukan teknik
pengosongan telinga saat tekanan dilakukan
6. Memberikan oksigen murni 100%
7. Monitor peralatan dan supple untuk perubahan tekanan
dan volume
8. Memberitahukan operator bila terdapat pasien yang
tidak dapat beradaptasi dengan perubahan tekanan
9. Memonitor kondisi pasien dan mendoku-mentasikan
tanda dan gejala dari barotraumas dan keracunan
oksigen: vertigo, pengelihatan kabur, gelisah,
mengantuk, kejang dsb.
10. Beritahukan operator dan dokter hiperbarik jika terjadi
kercunan oksigen pada pasien
11. Mengingatkan kembali pasien untuk tetap bernafas
dalam pada saat menggunakan masker oksigen
12. Mendampingi pasien selama proses HBO di dalam
chamber

Rabu, 1,2,3,4,5 09.30 Post HBO


30 Maret WIB 1. Membantu pasien keluar dari chamber
2016 2. Mengevaluasi tingkat nyeri pasien
3. Mengevaluasi tingkat kecemasan pasien
4. Mengevaluasi tanda-tanda barotrauma dan
mengevaluasi kondisi klien setelah melakukan terapi
HBO
5. Mengevaluasi tanda-tanda cidera pasien dan
mengevaluasi keluhan pasien setelah melakukan terapi
HBO
6. Mengevaluasi tanda-tanda keracunan oksigen dan
mengevaluasi keluhan pasien setelah melakukan terapi
HBO
7. Mendokumentasikan tindakan keperawatan yang telah
dilakukan selama proses HBO pada catatan
keperawatan hiperbarik
40

3.6 Evaluasi Keperawatan

Hari / Diagnosa Jam Evaluasi (SOAP)


Tanggal
Rabu, 1 09.40 S : Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang, skala nyeri 3,
30 WIB nyeri masih terasa kesemutan lagi
Maret O:
2016 TD : 130/80 mmHg
N : 88 x/menit
S : 36,5 C
RR : 18 x/menit
A : Gangguan rasa nyaman nyeri belum teratasi
P : Terapi HBO dilanjutkan
41

Rabu, 2 09.40 S : Pasien merasa tenang dan juga mengatakan mengerti


30 WIB tentang proses terapi HBO
Maret O : Pasien tampak tenang saat proses HBO dalam chamber
2016 A : Kecemasan teratasi
P : Terapi HBO dilanjutkan

Rabu, 3 09.40 S : Pasien mengatakan tidak merasakan sakit telinga


30 WIB O:
Maret 1. Keadaan umum tenang
2016 2. Tidak tampak tanda gejala flu
3. Tidak ada tanda-tanda barotraumas, namun pasien
tampak sering menekan hidung
4. TTV: TD : 130/80 mmHg, N : 88 x/menit, S : 36,5 C,
RR : 18 x/menit
A : Barotrauma tidak terjadi
P : Terapi HBO dilanjutkan

Rabu, 4 09.40 S : Pasien mengatakan tidak mengalami cidera apapun, tidak


30 ada satupun barang yang dapat menimbulkan kebakaran yang
Maret dibawa saat HBO
2016 O:
1. Keadaan umum tenang
2. Pasien tidak membawa barang-barang yang dilarang
3. Pasien terlihat keluar chamber dengan normal, tanpa
terjadi cidera
A : Cidera tidak terjadi
P : Intervensi HBO dilanjutkan

Rabu, 5 09.40 S : pasien mengatakan tidak merasa pusing, mual


30 WIB O:
Maret 1. Keadaan umum tenang
2016 2. Hasil TTV : TD 130/80 mmHg, N 88x/menit, RR
18x/menit, Suhu 36oC
3. Tidak ada mual, pusing, maupun kejang
A: Keracunan gas tidak terjadi
P : Terapi HBO dilanjutkan
42

BAB 4
PENUTUP

4.1 Simpulan
1. Hernia Nukleus Purposus (HNP) adalah penyakit yang disebabkan oleh trauma atau
perubahan degenaratif yang menyerang massa nukleus pada daerah vertebra L4-L5, L5-
S1, atau C5-C6 yang menimbulkan nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan
berulang. Masalah yang ditemukan pada Tn. S antara lain nyeri kronikk, hambatan
mobilitas fisik, dan ansietas.
2. Diagnosa keperawatan yang disusun dari masalah keperawatan pada Tn.S dengan
diagnosa medis HNP Lumbal berdasarkan terapi HBO adalah nyeri kronik berhubungan
dengan neuritis, ansietas berhubungan dengan defisiit pengetahuan tentang terapi oksigen
hiperbarik dan prosedur perawatan, resiko barotrauma berhubungan dengan Terapi HBO
pemberian Oksigen 100% dengan tekanan tinggi (2,4 ATA), resiko keracunan oksigen
43

berhubungan dengan terapi HBO pemberian Oksigen 100%, resio cedera berhubungan
dengan pasien transfer in/out dari ruangan; ledakan; peralatan
3. Setelah dilakuakan tindakan keperawatan dan terapi HBO, masalah utama pasien yaitu
nyeri pada pinggang kanan mengalami penurunan tingkat nyeri dari 4 menjadi 3

4.2 Saran
Perawat, dokter dan tim medis lain bisa menjadikan terapi HBO sebagai pilihan terapi
alternatif pada pasien dengan diagnosa Hernia Nukleus Purposus (HNP).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. [on line] 2012 July 13 [cited 2014 Februari 5] available from
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000442.htm. diunduh pada tanggal
31 maret 2014.

BackPain&SpinePhysicians.2012.ExplainingSpinalDisorders:Cervical Disc Herniation.


Colorado Comprehensive Spine Institute. Colorado. www.spine-institute.com

Baehr, Mathias et all.2007. Diagnosis Topik Neurologi DUUS.jakarta:EGC

Battica, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gngguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Foster M. Herniated Nucleus Pulposus. 2012 June 12


http://emedicine.medscape.com/article/1263961-overview#aw2aab6b6. Diunduh pada
tanggal l0-10-2014

GillNavB.Sc,DC.2008.TheCausesofSevereNeckPainResultingfromCervicalRadiculopathy.w
ww.neckpainsupport.com

Harrison, Clinical Manifestations of Neurologc disease, Chapter 6, Back and Neck Pain,
page 69-84

J. Mcphee,Stephen. Current medical diagnosis and treatment. Mc Graw Hill. 2008.


44

LAKESLA. 2009. Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik. Surabaya: Lembaga


Kesehatan Kelautan TNI AL.

Price SA, Wilson LM, Patofisiologi Klinik, Edisi 6, Bagian 9, Gangguan Sistem Neurologik,
EGC, 2003, hal 1098-9

Sidharta Priguna, Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta : PT Dian Rakyat. 2005.

Smeltzer, S.C Bare B. G., Hinkle, J. L. & Cheever, K.H. 2007. Brunner&Suddarts Textbook
of Medical Surgical Nursing 11th Ed. Philippines: Lippincott Williams and Wilkinn

Smeltzer, Suzanne C, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner&Suddart Vol 3.
Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai